Majalah Duta Rimba 43 Mei-jun 2013

Page 72

Dok. Humas PHT

BISNISRIMBA

terbatas diolah sampai menjadi gondorukem dan terpentin saja, tetapi juga dapat diolah menjadi produk derivatif. Jika hal itu terwujud dengan efektif, minimal penghasilan Perhutani dapat mencapai angka Rp 500 miliar. Artinya, dari sana terdapat nilai tambah sejumlah kurang lebih Rp 160 miliar. Hari Priyanto menambahkan, manajemen Perhutani sendiri memprediksi, lewat pengoperasian pabrik derivat ini, akan mampu menghasilkan nilai tambah 1,5 hingga 4 kali lipat dari pendapatan sebelumnya. “Dengan pertimbangan nilai produk antara US$ 2.000 hingga US$ 313.000 per ton,” ujar Hari. Sebagai pelaksana pembangunan pabrik tersebut, ditunjuklah PT Rekayasa Industri. PT Rekayasa Industri sebelumnya juga telah bekerjasama dengan PT Perhutani Anugerah Kimia untuk membangun pabrik yang sama, berkapasitas bahan baku getah pinus hingga 4.000 ton per tahun.

70 DUTA Rimba

Tugas Lain Menanti Mantan Direktur Utama Perum Perhutani, Wardono Saleh, menyambut baik perkembangan Perhutani saat ini. Pengembangan produk turunan dari hasil olahan getah pinus dipandangnya mengandung potensi yang besar. Sebab, industri hilir dari getah pinus itu banyak sekali, dan masing-masing juga menyimpan potensi pasar. “Tetapi sekali lagi, harus dipikirkan masalah dana untuk pengembangannya. Kalau soal teknologi, kita bisa beli. Tetapi dana itu harus dipikirkan. Apakah dengan patungan dan sebagainya. Ya, menurut saya lebih baik dengan patungan. Karena pembangunan pabrik juga merupakan hal yang penting,” ujarnya. Di bagian lain, menurut Bambang Sukmananto, tahun ini Perhutani mendapat beban yang berat dari Kementerian BUMN. Yang pertama, proyek pembangunan pabrik tersebut harus jalan karena

dampaknya yang akan luar biasa. ”Kita bayangkan nanti rakyat yang bekerja menderes. Ini memberikan kehidupan bagi banyak orang,” ungkapnya. Yang kedua, seperti diungkapkan Menteri Dahlan Iskan, tahun ini pihaknya memberikan beban bagi Perhutani untuk menegakkan akal sehat. Harus ada proyek yang seharusnya ada, tetapi sekarang ini belum ada. Yaitu membangun pabrik sagu di Papua. Hal itu terkait dengan program pemerintah untuk memenuhi keanekaragaman pangan Nusantara. Selain itu, juga rencananya untuk menggabungkan beberapa perusahaan kehutanan menjadi satu di bawah satu manajemen yang dikendalikan oleh Perhutani. “Kalau bagi Perhutani, karena ini adalah tugas negara ya kami siap. Mau tidak mau harus siap. Saya juga sampaikan kepada rekan-rekan bahwa BUMN ini adalah bagian dari negara, sehingga kita harus membantu supaya BUMN itu kuat. Karena, kalau BUMN tidak kuat nanti akan membebani negara. Sehingga kita harus kuat, untuk bisa mengelola aset kita, baik yang di Jawa maupun di luar Jawa. Sementara ini, karena Perhutani dianggap yang cukup kuat, maka akan membantu Inhutani I sampai V untuk bisa membangun BUMN Kehutanan. Hanya akan ada satu nanti BUMN Kehutanan. Untuk Jawa dan luar Jawa,” tegas Bambang Sukmananto kepada wartawan. Jajaran Kementerian BUMN kini juga berpikir, bagaimana agar tanah-tanah yang dimiliki Perhutani dan PTPN bisa dimanfaatkan untuk menanam kedelai secara besarbesaran. Terutama di areal lahan yang tanamannya masih belum berumur tiga tahun. Di sela-sela tanamannya tentu bisa dimanfaatkan untuk menanam bahan baku tahu, tempe, dan tauco, tersebut. • DR

NO. 43 • TH. 7 • SEMESTER II • 2012


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.