Majalah saga edisi 1 (halaman 42 108)

Page 19

Adat Mamakai Leha RESENSI PERTUNJUKAN By. R. Fardinan

Kampung yang Hilang dari Ingatan Catatan Sutradara: Muhammad Fadhli Tukang Cukur tampil 29 Juli 2012 di Gedung Teater Arena Jurusan Teater ISI Padangpanjang. Produksi perdana Rumah Kreatif Serunai Laut bekerjasama dengan Teater Rumah Teduh. Pementasan sekaligus sebagai ujian penyutradaraan realisme bagi saya. Yang Terjadi di Belakang Panggung Tukang Cukur yang merupakan adaptasi dari Naskah Kampung Hilang yang ditulis Zelfeni Wimra bukanlah naskah popular yang banyak menjadi pilihan para sutradara teater muda saat ini. Namun, naskah tersebut menjadi pilihan saya untuk diangkat ke atas pentas. Sebab, ada inti naskah yang mempunyai koneksi langsung ke persoalan sosial-politik di Sumatera Barat, bercerita tentang sebuah kampung yang hilang. Saya mencurigai, jangan-jangan Kampung Hilang itu adalah ranah yang sekarang saya diami. Hilang dari ingatan kolektif sejarah bangsanya sendiri. Sepanjang melakukan studi terhadap naskah ini, imajinasi saya selalu diusik rekaman ingatan mengenai sejarah Padri, PDRI, dan PRRI, bahkan PKI. Sebuah tantangan bagi saya untuk mencerna, ada tidak, hal-hal yang belum terungkap dari rentetan peristiwa tersebut? Jika ada, apa bentuknya dan mampukah panggung saya menjelaskannya? Yang Terjadi di Atas Panggung Lampu fade in perlahan meyibak gelap yang sebelumnya menyelimuti panggung. Suara musik tradisional minang (ditata Bustanul Arifin) ikut mengiringi hadirnya pemandangan berupa sebuah tempat pangkas.Tataan artistic tampak menganut gaya realis sugestif, dimana bagian dinding depan dibuat imajiner dengan keberadaan kusen sebagai penegas batas. Sementara, tiga dinding menandakan bentuk ruangan persegi dengan satu titik tarik yang makin ke depan, makin terbuka.Di dalam ruangan itu, terdapat sebuah meja pangkas, yang di atasnya ditempatkan pula sebuah bingkai dengan kaca imajiner.Di atas meja tersebut terdapat beberapa alat pangkas yang kemudian baru diketahui setelah digunakan. Di belakang meja itu (dilihat dari arah penonton) terdapat sebuah kursi pangkas yang dapat ditandai dengan ukurannya yang lebih tinggi dan menonjolkan pijakan pada bagian depannya.Pada dinding paling belakang, terdapat sebuah kursi panjang, khas kedai kampung. Dua orang lelaki kemudian muncul dari sisi kiri penonton. Satu lelaki (Santiang, diperankan Andre) mengenakan stelan kemeja rapi, dengan celana span dan topi ala “putuwijaya”.Sementara dengan tangan kirinya ia menjepit sebuah tas laptop. Ia juga mengenakan kacamata tebal. Lelaki yang besertanya tampak hanya 78

/September 2012

sebagai figuran yang berperan sebagai penunjuk jalan.Mereka berbincang dengan suara rendah. Lalu tiba-tiba si figuran menunjuk ke arah plang, dan Santiang mengangguk tanda ia telah menemukan tempat yang ia cari. Setelah si penunjuk jalan pergi, santiang menerima telepon. Sibuk sekali. Ia mendapat telepon dari seseorang yang berhubungan dengan pekerjaannya sebagai peneliti sekaligus panitia pembangunan tugu PDRI. Dialog ini berjalan lancar. Beberapa penekanan untuk beberapa kasus yang dibicarakan dalam telepon baru terdengar setelah karakter Ikia (diperankan Hendra) memasuki panggung.Mengenakan kemeja hitam terbuka dan celana hitam, berikut peci nasional menandakan bahwa Ikia adalah orang kampung. Penandaan ini kemudian terjelaskan lewat dialog yang terjadi antara Ikia dan Santiang. Ikia rupa-rupanya tidak begitu senang dengan kedatangan Santiang yang notabene adalah orang kota berpendidikan tinggi. Disini, sifat introfert masyarakat kampong muncul perlahan dari dialog dan acting Ikia.Cerita berjalan seiring masuknya karakter Rajo (diperankan Dito). Kepada Rajo, Santiang menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang peneliti yang ingin merekam apa saja pembicaraan orang di tempat cukur. Sebelumnya, Ikia telah mendengar desas-desus tentang adanya kampung yang disebut “Kampung Hilang”, tak berapa jauh dari lokasi berdirinya tempat pangkas Rajo. Tokoh ekstras Manih (diperankan Nia) juga menambah kelenturan cerita yang sejak awal berjalan agak tegang. Manih membawakan kopi. Hanya secangkir kopi yang dia letakkan di antara Ikia dan Santiang. Namun, sebelum benar-benar pergi, Manih memperdekat letak kopi itu kearah Santiang. Hal ini membuat Ikia semakin merasa tidak nyaman akan kedatangan Santiang. Seperti yang diharapkan Santiang, cerita Kampung Hilang kemudian mengalir dengan lancer dari mulut Ikia. “Pangkas rambut saya seperti tentara, sebab saya tidak ingin disamakan dengan

penduduk Kampung Hilang!” begitu permintaan Ikia kepada Rajo. Mendegar kalimat Kampung Hilang, Rajo kemudian tertarik. Ia menggali-gali keterangan dari mulut Ikia. Namun, pada beberapa bagian, Rajo seperti berusaha menghentikan cerita Ikia dengan gerakan menekan kepala Ikia dengan kuat, sembari menaruh gunting pada leher lelaki itu. Rajo sepertinya ingin Ikia bercerita semaunya, tetapi tidak untuk halhal yang terlalu prinsipil dan mendalam. Kadang, interaksi Ikia dan Rajo, menampakkan semacam kesepakatan bahwa ada cerita yang boleh didengar Santiang, dan ada yang tidak. Di sela cerita, kadang sindiran Santiang tentang betapa tidak logisnya cerita Ikia membuat suasana menjadi tegang. Yang Terjadi dalam Ingatan Saya memilih Tukang Cukur karena di situ terdapat unsur sureal dan eksistensial yang justru jadi sangat realis dalam paradigma orang Minang. Ada semangat pemberontakan. Yang terpenting, naskah ini otentik dan faktual. Bukan naskah kamar yang tidak sanggup menjadi pengakomodir kegelisahan realitas masyarakat. Selain itu juga sebagai apresiasi terhadap penulisan naskah realis oleh penulis muda Sumatera Barat. Saya berpikir, realisme orang Minang memiliki beban kenyataan yang unik. Perbincangan di lapau-lapau kopi atau di tempat cukur rambut, tidak seluruhnya mempersoalkan apa yang dapat direspon panca indera. Melainkan menyibak, apa kira-kira yang “mengada’ di seberang panca indera. Bahkan, indera manusia barangkali tidak hanya lima. Ada indera ke enam atau ke tujuh. Realitas atau paradigma ini yang secara konsep pertunjukan sepertinya akan terus mengganggu saya, menyisa dalam ingatan saya setelah pertunjukkan ini usai[] /September 2012

79


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.