Sinyo Sipit (Novel Perjuangan)

Page 100

“Marah?" Goda Hian Biauw. “Marah sih tidak. Hanya aku tidak senang diatur orng lain, kecuali ayah ibuku. Beliau pun, dalam mengaturku selalu bijaksana dan tidak pernah memaksa. Kok Hendro mau mengatur dengan siapa dan di mana aku harus duduk?” “Tapi Hendro kan lain. Ia menaksirmu Fah," Hian Biauw makin berani menggod sambil senyum-senyum. “Bah! Suamiku pun kelak tidak boleh mengaturku dengan kecurigaan seperti itu. Apalagi masih berkawan. Kiranya aku hanya boleh berkawan dengan dia. Nanti kalau suatu waktu aku ditinggalkan aku tidak akan punya teman lagi. Aku ingin berteman dengan siapa saja”. “Tapi kan ada yang istiewa...?” “He, Sinyo, kalau kau menjengkelkan aku tak mau berteman lagi," akhirnya Latifah sambil beranjak berdiri. Hian Biauw tertawa sambil memegang tangannya mencegah. “Kau tahu, Fah. Panggilan Sinyo itu hanya buat majikan. Kalau begitu aku majikanmu ya Fah?” Muka Latifah merah. Kali ini benar-benar jengkel. Tetapi Sinyo Sipit cepat melihat gelagat. Ia pun meneruskan bertanya: “Aku jadi penasaran, Fah. Dari mana kau tahu namaku yang sebenarnya?” Latifah tiba-tiba hilang jengkelnya. Ia pun jadi gembira lagi. “Rahasia ,dong” sahutnya. “Lha teman-teman kok bisa memanggilmu Sinyo Sipit itu bagaimana ceritanya?” Latifah ganti bertanya. “Mulanya Effendi yang suka memakainya kalau kami sedang bertengkar. Ia memanggilku Sinyo Sipit dan aku menjulukinya Anak Jawa. Itu dulu... kemudian teman-teman yang dengar dan ikut-ikutan memanggilku begitu. Setelah mengungsi dari Surabaya, nampaknya aku lebih terkenal dengan julukanku daripada namaku”.

100


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.