SUKACITA DALAM MEWARTAKAN INJIL

Page 122

Mula-mula mereka beribadah di bangunan sementara yang terbuat dari bambu, sampai akhirnya sebuah Gereja Portugis di dalam kota berhasil didirikan di perempatan Jl. Roa Malaka dan Jl. Kopi sekarang. Gereja tersebut didirikan pada tahun 1633 dan bertahan sampai 1808, sebelum habis terbakar karena keteledoran seorang tukang las yang sedang bekerja memperbaiki gereja. Bagaimana dengan umat Portugis ‘hitam’ di luar tembok kota? Mereka disebut kaum Mardijkers, yang artinya orang merdeka, bukan budak. Sebutan ini kemudian disematkan kepada setiap orang non kulit putih yang beragama Kristen. Sayang sekali, di kemudian hari banyak orang yang kemudian mengaku Kristen hanya agar tidak dijual sebagai budak. Kaum Mardijkers ini kemudian berusaha membangun rumah ibadah sendiri yang dimulai dari pondok kayu dan bambu. Sebuah tiang (menara) lonceng didirikan di dekat pondok ibadah untuk memanggil umat setiap hari Jumat malam untuk mengikuti pelajaran katekismus. Tiang lonceng yang berusia lebih tua dari gedung gereja itu sampai kini masih berdiri dengan kokoh. Di tubuh lonceng terukir inskripsi “Godt Allein de Eere”/Soli Deo Gloria–Kemuliaan hanya bagi Tuhan. Akhirnya, atas bantuan seluruh umat, para pembesar, dan pemerintah VOC, sebuah gereja permanen berhasil didirikan dan ibadah pertama diadakan pada hari Minggu, 23 Oktober 1695. Selanjutnya gereja itu dinamakan Portuguessche Buitenkerk, artinya Gereja Portugis di luar (tembok) kota. 122 SUKACITA DALAM MEWARTAKAN INJIL

NAFIRI JUN15.indd 122

6/23/15 8:31 AM


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.