E-Paper MyOne

Page 405

Di dalam Bu Nyai Nur dan Anna tersenyum mendengar cara Kiai Lutfi bercanda. ”Nduk, Abahmu itu bisa saja bercanda. Oh ya Nduk, Ummi ke belakang dulu. Ummi lupa mengambil jemuran. Sri belum pulang.” Kata Bu Nyai setengah berbisik. ”Biar Anna saja yang mengambilnya Mi.” Lirih Anna ”Tidak usah, biar Ummi saja. Kau teruskan saja mengemasi barang-barangmu.” ”Bagaimana dengan kesehatanmu Zam?” ”Alhamdulillah sudah baik semua Pak Kiai. Seperti yang Pak Kiai lihat, saya sudah bisa berjalan seperti semula. Tangan yang patah sudah tersambung seperti semula. Dan tulang iga yang patah juga sudah baik lagi. Rongent terakhir semuanya sudah tak ada masalah menurut dokter. Hanya saja pen-nya belum diambil. Mungkin ya diambil satu dua tahun lagi.” ”Alhamdulillah kalau begitu. Aku senang mendengarnya. Terus ngomong-ngomong ini ada perlu apa kamu sore ini kemari. Kok rasanya agak berbeda dengan biasanya?” ”Begini Pak Kiai, ternyata kami masih punya hutang sama Anna. Hampir kelupaan. Mohon sampaikan maaf pada Anna. Dulu Husna pernah pinjam uang lima juta pada Anna untuk bayar administrasi rumah sakit. Ini saya datang untuk membayar hutang itu.” Azzam menjelaskan maksud kedatangannya. Di dalam, Anna sangat berharap agar ayahnya menolak uang itu. Agar uang itu dianggap lunas saja. Tapi Kiai Lutfi justru menjawab, ”Ini namanya rezeki. Kau datang tepat waktu Zam. Kebetulan Anna mau pergi jauh. Itu bisa untuk uang saku baginya. Terima kasih Zam.” 404

Bon--q97 Edited by : Bon


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.