Epaper kpkpos 486 edisi selasa 26 desember 2017

Page 8

13

KPK POS E D I S I 486 25 - 31 DESEMBER 2017

Suara KPK

Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK Jl. HR Rasuna Said Kav C1, Kuningan, Jakarta Selatan 10120 Telepon: (021) 2557 8389 Faksimile: (021) 5289 2454 SMS: 0855 8 575 575 e-mail: pengaduan@kpk.go.id

Dipanggil Sebagai Tersangka, Dirut BJB Syariah Mangkir JAKARTA— Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT Bank Jabar Banten Syariah (BJBS) Yoice Gusman alias YG mangkir dari panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri. Sedianya YG hendak diperiksa sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi kredit fiktif BJBS untuk pembiayaan pembelian kios Garut Super Blok kepada debitur atas nama PT Hastuka Sarana Karya, Jumat (22/12). "Kami sudah berkirim surat (panggilan) dan sudah ditunggutunggu yang bersangkutan tidak hadir," kata Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Kombes Widoni Fedri di Gedung Ombudsman, Jumat sore.

maupun eksekutif. Karena itu ia jauh-jauh sebelum ditetapkan meminta didampingi KPK supaya tidak kecolongan. "Kalau sudah tejadi tetapi saya baru minta KPK itu tidak ada gunanya. Makanya saya jauhjauh datang sebelum terjadi meminta pendampingan KPK," imbuh dia. Permohonan itu disanggupi oleh KPK. Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan akan mengirimkan anggotanya ke sana untuk melakukan pendampingan. "Secara spesifik kita akan dampingi provinsi Maluku Utara untuk menyampaikan APBD-nya tepat waktu dan isilah sesuai dengan aspirasi masyarakat plus tidak ada sandera-sanderaan nanti di belakang," ucap dia.(MC/IN)

Berkas Korupsi Alkes RSUD Embung Fatimah Lengkap JAKARTA– Berkas perkara Fransisca Ida Sofia Prayitno, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Embung Fatimah, Batam, tahun anggaran 2011, telah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Agung. Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Cahyono Wibowo, mengatakan berkas perkara itu dinyatakan lengkap pada Rabu (20/12) lalu. “Artinya, terhadap perbuatan tersangka layak untuk segera disidangkan ke pengadilan,” kata Cahyono di kantor Direktorat Tipidkor Bareskrim Polri, Gedung Ombudsman, Jakarta, Jumat (22/12).

JAKARTA– Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melayangkan gugatan praperadilan atas penanganan kasus korupsi penjualan kondensat milik negara kepada PT TPPI yang mangkrak. Adapun pihak tergugat yaitu Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Hari ini, MAKI sudah mendaftarkan gugatan Praperadilan melawan

Kapolri, Jaksa Agung dan KPK terhadap kasus korupsi kondensat yang tidak jelas penangannya,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (21/12). Dia menjelaskan, gugatan praperadilan terhadap Tito dilayangkan karena Bareskrim Polri tidak mampu memenuhi petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU), sehingga berkas perkara selalu dikembalikan dan belum dinyatakan lengkap atau P-21 hingga saat ini.

Sementara gugatan terhadap Jaksa Agung Prasetyo dilayangkan karena jaksa salah dalam memberikan petunjuk kepada penyidik Bareskrim. Menurutnya, petunjuk jaksa bersifat subyektif dan sulit dipenuhi oleh penyidik Bareskrim. Boyamin menduga, Prasetyo mempersulit penyidik Bareskrim. “Bareskrim seakan telah memenuhi petunjuk dan jaksa tampak akan mengarahkan kasus menjadi perdata atau bukan korupsi,” terang Boyamin.

Sementara gugatan kepada KPK dilayangkan, karena membiarkan penanganan kasus dugaan korupsi penjualan kondensat berlarut-larut dan tidak mau mengambil alih perkara. Seharusnya kata Bonyamin, KPK wajib mengambil alih penanganan kasus yang berlarut hampir tiga tahun di institusi penegak hukum lain. “Dengan gugatan ini, maka kami paksa Kapolri dan Jaksa Agung buka-bukaan siapa sebenarnya yang tidak becus menanga-

Fransisca sebelumnya ditangkap penyidik di Jalan Selat Sunda Raya Blok E 11/12, Duren Sawit, Jakarta Timur, setelah sempat dinyatakan buron selama setahun. Dalam perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah, Batam TA 2011, Fransisca Ida Sofia Prayitno berperan sebagai pelaksana proyek pengadaan. Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara Tindak Pidana Korupsi dengan terpidana Fadila Ratna Dumila Mallarangan yang telah divonis 3,5 tahun oleh Pengadilan Negeri Tipikor Kepulauan Riau.(AC/IN)

ni perkara, karena tampak selama ini saling lempar tanggung jawab,” tegas Bonyamin. Sebagaimana diberitakan, skandal mega korupsi Kondensat degan kerugian negara hingga Rp 35 Triliun melibatkan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan tersangka Raden Priyono dan Honggo Wendratno hanya jalan ditempat alias mangkrak.(AC/IN)

Aqua Didenda KPPU Sebesar Rp13,8 Miliar

Ketidakhadiran YG telah disampaikan pengacaranya dengan alasan dia tengah mengambil cuti tahunan. Tapi alasan cuti, kata Widoni, sebenarnya tidak bisa diterima. Sebab dengan cuti, maka tersangka justru bisa dengan leluasa hadir dalam pemeriksaan lantaran sedang tidak bekerja. YS ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik melakukan gelar perkara pada 20 November 2017 lalu. Dalam kasus itu penyidik menduga bila selama periode Oktober 2014 hingga Juni 2015, PT BJBS memberikan fasilitas pembiayaan untuk membeli kios Garut Super Blok dengan plafon sebesar Rp 566,45 miliar. Pembelian itu ternyata fiktif.(IN/BBS)

Finalisasi APBD, Gubernur Maluku Utara Minta Pendampingan KPK JAKARTA- Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba mendatangi gedung KPK, Jumat (22/ 12) siang. Adapun maksud tujuannya adalah untuk meminta pendampingan KPK dalam finalisasi perencanaan APBD tahun 2018. "Saya jauh-jauh datang ke KPK untuk membuat atau meminta bantuan pendampingan anggaran. Apalagi sekarang anggaran APBD-APBD 2018 eksekutif dan legislatif itu yang memutuskan bersama. Karena itu saya harap kita semua terhindar dari hal-hal negatif ya apalagi namanya korupsi," ujar dia di gedung merah putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (22/12). Abdul mengungkapkan ada kecurigaan RAPBD menjadi bahan bancakan pihak legislatif

Korupsi Kondensat Mangkrak: Kapolri, Jaksa Agung dan Pimpinan KPK Digugat

Total uang yang diamankan sebagai barang bukti senilai Rp298.020.000 yang berasal dari Ibnu Hajar sejumlah Rp149.120.000 dan Suwandi sejumlah Rp148.900.000. Sebagai pihak pemberi Mokhammad Bisri dan Harjanto disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan sebagai pihak penerima Taufiqurrahman, Ibnu Hajar dan Suwandi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(ANT/SP)

JAKARTA– Produk minuman air mineral dalam kemasan (AMDK) dengan merek Aqua yang diproduksi oleh PT Tirta Investama (TIV) dinyatakan bersalah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) lantaran telah melakukan praktek monopoli atau persaingan usaha yang tak sehat. Selain itu pihak perusahaan distributor Aqua yakni PT Balina Agung Perkasa (BAP) juga dikenai pasal serupa dari KPPU. Atas perbuatannya, kedua perusahaan tersebut dikenai denda yang cukup berat. “Atas kesalahan tersebut TIV yang menjadi Terlapor I oleh Majelis Komisi dianggap bersalah dan wajib membayar denda sebesar Rp13.845.450.000 (Tiga belas miliar delapan ratus empat puluh lima juta empat ratus lima puluh ribu Rupiah) dan distributornya BAP yang menjadi Terlapor II membayar denda sebesar Rp6.294.000. 000 (Enam miliar dua ratus sembilan puluh empat juta rupiah),” kata Ketua Majelis Komisi, R. Kurnia Sya’ranie saat membacakan putusan, seperti keterangan resmi yang diterima, Rabu (20/12). Putusan tersebut dibacakan pada sidang perkara Nomor 22/ KPPU-I/2016 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pada Dugaan Pelanggaran Pasal 15 ayat (3) huruf b dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Terlapor I dan Terlapor II dalam produk AMDK. “Terlapor I dan Terlapor II telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b Undang Undang No 5 Tahun 1999 dan Pasal 19 huruf a dan b Undang Undang No.5 Tahun 1999 itu,” lanjut Kurnia lagi. Putusan itu, kata dia, diambil setelah melalui proses pemeriksaan dan musyawarah Majelis Komisi yang cukup panjang, yakni selama kurang lebih 148 hari kerja. Pada putusannya, Majelis Komisi menilai tindakan anti persaingan ittu diduga terjadi pada tahun 2016 di wilayah jangkauan distribusi satu pemasaran Terlapor II dalam pemasaran produk yang meliputi, Cikampek (Karawang, Jawa Barat), Cikarang, Babelan, Bekasi (Jabar), Pulo Gadung, Sunter, Prumpung, Kiwi, Lemah Abang, Rawa Girang (DKI Jakarta), Cibubur, Cimanggis (Depok), atau setidaknya wilayah lain yang termasuk jangkauan dari Terlapor II. Majelis Komisi juga menilai pasar bersangkutan dalam perkara aqua adalah produk AMDK air mineral di wilayah distribusi atau pemasaran Terlapor II pada tahun 2016. “Adapun bentuk tindakan anti persaingan yang terjadi adalah adanya degradasi kepada sub distributor karena menjual produk AMDK lain dengan merek Le Mineral,” jelas dia.(AC/IN)

kerugian keuangan negaranya Rp4,58 triliun Syafruddin pun sempat mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun Hakim Tunggal Effendi Mukhtar menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukannya dalam pembacaan putusan pada 2 Agustus 2017. Dijelaskan Todung Kepada Penyidik Pengacara senior Todung Mulya Lubis menjalani pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI) kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004. Todung menjadi saksi untuk Syafrudin Arsyad Temenggung, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yang menjadi tersangka dalam kasus ini. Seusai pemeriksaan, Todung mengatakan, dia diperiksa seputar pembentukan tim bantuan hukum untuk Komite

Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). "Tim bantuan hukum KKSK waktu itu diangkat oleh pemerintah untuk membantu melakukan penilaian kepatuhan terhadap obligor-obligor bermasalah yang ditugaskan kepada kami," kata Todung, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (22/12). Todung mengatakan, saat itu dia sudah menyelesaikan tugasnya dalam tim bantuan hukum KKSK. "Saya hanya jelaskan seputar itu saja," ujar Todung. "Saya diminta oleh KKSK untuk melakukan kepatuhan terhadap obligor yang bermasalah,. Banyak waktu itu obligor yang bermasalah, kan. Saat itu salah satunya BDNI," kata dia. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Komisi Pemberantasan Korupsi, Priharsa Nugraha mengatakan, pemeriksaan Todung merupakan penjadwalan ulang dari pemeriksaan sebelumnya. Pada 14 Desember 2017, Todung tak dapat memenuhi panggilan KPK.(AC/IN)

Andi Narogong Divonis 8 Tahun Penjara JAKARTA – Pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong divonis delapan tahun pidana penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan, dan membayar uang pengganti USD 2,5 juta dan Rp 1 miliar, setelah dinyatakan terbukti korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP. "Menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun penjara," kata hakim ketua Jhon Halasan Butarbutar membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/ 12). Majelis hakim menyatakan perbuatan Narogong telah memenuhi

unsur dalam dakwaan kesatu Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. Andi merupakan pihak yang ikut berperan dalam mengatur proses pembahasan anggaran dan membentuk konsorsium. Vonis yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan jaksa yang menuntut pidana 8 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti USD 2,1 dan Rp 1,1 miliar. Majelis menyatakan mengabulkan permohonan pelaku yang bekerjasama (justice collaborator)

yang diajukan terdakwa. Hal itu menjadi salah satu bagian yang meringankan terdakwa bagi hakim menjatuhkan vonis. Majelis juga menyebut terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya dan telah mengembalikan sebagian uang yang didapat dari hasil kejahatan sebagai hal-hal yang meringankan. Sedangkan yang memberatkan terdakwa adalah Andi dianggap tidak mendukung program pemerintah terkait pemberantasan korupsi. Perbuatan terdakwa terstruktur, masif dan merugikan

kerugian negara. Selain itu, majelis memerintahkan KPK untuk membuka sejumlah rekening milik terdakwa yang diblokir, untuk mempermudah pembayaran uang pengganti. Andi Narogong menerima vonis yang dijatuhkan hakim dan tidak menyatakan banding. Sikapnya konsisten seperti pledoi yang dibacakan pada persidangan pekan lalu yang mengakui perbuatan dan siap menerima konsekuensi. Sedangkan jaksa KPK menyatakan pikir-pikir dalam menerima vonis hakim.(SP/IN)

KPK Perpanjang Penahanan Bupati Nganjuk Nonaktif JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Bupati Nganjuk nonaktif Taufiqurrahman dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk. "Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan tahap Pengadilan Negeri kesatu selama 30 hari mulai 25 Desember 2017 sampai 23 Januari 2018 terhadap Taufiqurrahman," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Rabu (20/12). KPK juga baru saja menetapkan Bupati Nganjuk nonaktif Taufiqurrahman sebagai tersangka gratifikasi dalam pengembangan tindak pidana korupsi suap terkait mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk pada Jumat (15/12). KPK menduga Taufiqurrah-

man menerima gratifikasi sekitar Rp2 miliar dari dua rekanan kontraktor di Kabupaten Nganjuk masing-masing sebesar Rp1 miliar terkait proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Nganjuk tahun 2015. "Selain itu juga diduga menerima dari pemberian-pemberian lainnya terkait mutasi, promosi jabatan di lingkungan Kabupaten Nganjuk sebelumnya dan fee-fee proyek di Kabupaten Nganjuk tahun 2016-2017," kata Febri. Taufiqurrahman disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima tersangka kasus tindak pidana korupsi suap terkait mutasi dan promosi jabatan di

lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk. Lima tersangka itu, yakni Bupati Nganjuk nonaktif Taufiqurrahman, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk Ibnu Hajar, Kepala SMP Negeri 3 Ngronggot Kabupaten Nganjuk Suwandi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk Harjanto, dan Kepala Bagian Umum RSUD Kabupaten Nganjuk Mokhammad Bisri. Diduga sebagai penerima pada kasus itu, yakni Taufiqurrahman, Ibnu Hajar dan Suwandi. Sementara diduga sebagai pemberi, yakni Mokhammad Bisri dan Harjanto. Diduga, pemberian uang kepada Taufiqurrahman melalui beberapa orang kepercayaan Bupati terkait perekrutan dan pengelolaan ASN/PNS di Kabupaten Nganjuk Tahun 2017.

KEMBALIKAN UANG KORUPSI

KPK Tahan Syafruddin Arsyad Temenggung JAKARTA– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka tindak pidana korupsi terkait dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Adapun tindak pidana korupsi oleh Syafruddin terkait dengan pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN. “Ditahan di Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK untuk 20 hari ke depan,” kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/12). Syafruddin seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, Kamis menyatakan bahwa saat menjabat

Kepala BPPN dirinya sudah menjalani seluruh aturan yang ada, termasuk pemberian SKL tersebut. “Semua yang dikerjakan di BPPN sudah sesuai aturan semua. Sudah diaudit BPK dan sudah dikerjakan dengan sebaikbaiknya,” kata Syafruddin yang sudah mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK saat keluar gedung KPK, Jakarta. Menurut dia, pemberian SKL itu juga telah mendapat persetujuan dari Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). “Saya hanya ikuti aturan dan semua yang saya kerjakan di BPPN sudah sesuai,” ucap Syafruddin. Ia pun menyatakan akan kooperatif menjalani proses hukum hingga nanti menjalani proses persidangan. “Saya akan kooperatif melaksanakan apa yang disampaikan oleh KPK dan saya sampaikan di pengadilan nanti,” tuturnya. KPK telah menetapkan Syafruddin Arsyad Temenggung

sebagai tersangka pada April 2017. Surat Keterangan Lunas diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS). Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-Djakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Berdasarkan inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat

bukti hak kepada BPPN. Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dalam perkembanganya, berdasarkan audit investigatif BPK RI kerugian keuangan negara kasus indikasi korupsi terkait penerbitan SKL terhadap BDNI menjadi Rp4,58 triliun. KPK telah menerima hasil audit investigatif itu tertanggal 25 Agustus 2017 yang dilakukan BPK terkait perhitungan kerugian negara dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian SKL kepada pemegang saham pengendali BDNI pada 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.

Dari laporan tersebut nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun. Dari hasil audit investigatif BPK itu disimpulkan adanya indikasi penyimpangan dalam pemberian SKL pada BDNI, yaitu SKL tetap diberikan walaupun belum menyelesaikan kewajiban atas secara keseluruhan. Nilai Rp4,8 triliun itu terdiri atas Rp1,1 triliun yang dinilai “suistanable” dan ditagihkan kepada petani tambak, sedangkan Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restukturisasi yang menjadi kewajiban obligor yang belum ditagihkan. Sebelumnya, berdasarkan perhitungan BPK hanya Rp220 miliar yang kemudian benarbenar tidak menjadi bagian dari indikasi kerugian keuangan negara tersebut sehingga dari total Rp4,8 triliun, indikasi


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.