Epaper andalas edisi selasa 4 juni 2013

Page 5

HUKUM & KRIMINAL

Selasa 4 Juni 2013

harian andalas | Hal.

5

PRT Diperbudak Selama 10 Tahun Medan-andalas Tak tahan perlakukan majikannya di Medan, seorang pembantu rumah tangga (PRT) asal Blok Timur RT/RW 04/02, Kelurahan Jayawinangun, Kecamatan Kedokanbunder, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Masina (45), melapor ke Polresta Medan. Didampingi suami dan sejumlah relawan, Masina mengaku diperbudak majikannya, A selama 10 tahun. Sejak bekerja sebagai pembatu di kedai nasi majikannya di kawasan Jalan Kepiting, Kelurahan Pandau Hulu II, Kecamatan Medan Area, dia diperlakukan tidak layak. Tidak hanya itu, sejak bekerja

dari 2004 hingga sekarang Masina juga mengaku mengaku tidak pernah digaji, bahkan makan pun hanya dua kali dalam sehari. "Sejak 2004 saya bekerja di situ dengan dijanjikan gaji Rp200 ribu perbulan, tapi hingga kini tidak pernah saya terima gaji itu. Waktu bekerja saya sangat panjang dan tiada henti hingga pukul 23.00 WIB,

tapi saya hanya diberi makan 2 kali sehari. Tidur saja, saya digudang dan tanpa alas," aku Marsina kepada sejumlah wartawan di Mapolresta Medan, Senin (3/6). Selain itu, Marsina juga mengaku kalau dirinya tidak dibolehkan keluar rumah, terlebih untuk pulang ke kampung halamannya. Bahkan, ketika majikannya keluar rumah, Marsina mengaku kalau dirinya dikunci di dalam rumah. Meski demikian, Marsina tetap mengaku kalau dirinya tidak pernah mendapat kekerasan fisik dari majikannya itu. "Kalau setiap Senin, usaha rumah makan mereka itu libur. Biasanya mereka, akan pergi ke-

luar rumah bila libur. Saya biasanya diberi uang Rp10 ribu dan ditinggal di rumah, tanpa ada makanan di rumah," tambah Masina. Karena sudah tidak sanggup menahan kekerasan itu, Marsina mengaku sempat minta tolong dengan orang-orang yang juga bekerja di rumah majikannya. Namun, karena para pekerja itu, juga tidak berdaya, Marsina mengaku hanya dapat berpasarah diri. Marsina tetap berupaya untuk dapat bebas dari perlakuan tidak layak dari majikannya itu. Bahkan, kepada sejumlah tetangga majikannya, Marsina juga menceritakan perlakuan tidak wajar yang diterimanya.

"Karena dia kerap mengadu, saya merasa kasihan hingga akhirnya saya sampaikan kejadian ini pada salah seorang teman saya di Tanggerang. Saya sampaikan identitas dia pada teman saya itu," kata salah seorang tetangga majikan korban berinisial S yang turut mendampingi korban ke Polresta Medan, Senin (3/6). Setelah menerima identitas korban melalui S tersebut, Sudiyanto yang tinggal di Bumi Anugerah Sejahtera Rajet Tanggerang, meluncur ke kampung halaman korban. Namun, untuk memaksimalkan usahanya itu, Sudianto mengaku meminta bantuan dan

dampingan pihak Kepolisian setempat. Setelah mencari ke sejumlah tempat, Sudianto bersama Polisi akhirnya menemukan keluarga Marsina. "Begitu saya tunjukkan foto si Marsina, keluarganya langsung terkejut. Mereka tidak menyangka kalau Marsina masih hidup. Atas laporan saya itu, mereka minta saya antar ke Medan," ungkap Sudianto yang turut mendampingi Marsina ke Polresta Medan. Meski demikian, Marsina dan keluarganya mencoba untuk menyelesaikan masalah itu secara kekeluargaan. Bahkan, untuk menunggu keputusan itu, Marsina bersama sejumlah keluarga-

nya terpaksa tinggal di rumah kost-kostan. Namun, hingga 5 hari ditunggu, ternyata tidak ada jawaban dan itikad baik dari pihak majikannya itu. Oleh krena itu, Marsina dan keluarganya, bermaksud membuat laporan ke Polresta Medan. "Saya lihat kalau tempat tinggal isteri saya selama ini adalah gudang tempat penyimpanan barang bekas. Begitu juga saat saya minta tanggung jawab, mereka terkesan tidak beritikad baik. Padahal, pada tahun 2010 lalu, kami sudah pernah buat acara kalau isteri saya ini sudah meninggal dunia," ungkap suami Marsina, Bani BT Kuwita (50) di Polresta Medan. (HER)

Ditetapkan Jadi Tersangka, Dirut PD Pasar Terkejut Medan-andalas Penyidik Unit I Jahtanras Sat Reskrim Polresta Medan akhirnya menetapkan Dirut PD Pasar Medan, Benny Herinato Sihotang jadi tersangka kasus dugaan perusakan kios "toko jakarta" milik Herdiasan dan Elfrinda Eka Susanti di Pusat Pasar, Medan, Desember 2012 lalu. Penegasan itu disampaikan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Medan Kompol Moch Yoris Marzuki SIK saat dikonfirmasi wartawan melalui telepon seluler, Senin (3/5). "Tersangka bos," kata Yoris. Terkait status hukum tersangka, Benny dipersangka dengan pasal 170 Sub pasal 406 tentang perusakan secara bersama-sama dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Soal penahanan Benny, penyidik masih menunggu kehadiran tersangka untuk dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Penyidik tak menutupkan kemungkinan dalam kasus ini jumlah

tersangka bakal bertambah. Benny Sihotang saat dikonfirmasi wartawan melalui telepon selulernya, Senin (3/5) terkesan terkejut dengan kabar penetapan status hukumnya sebagai tersangka. "Saya tidak tahu, Reskrim belum ada mengabari saya, masak media yang duluan dikabari. Tapi saya akan siap menjalani pemeriksaan," kata Benny sembari mengucapkan akan merekam pembicaraan wartawan yang menanyanya. Sebelumnya kasus perusakan bergulir setelah pemilik kios, Herdiasan dan Elfrinda Eka Susanti, warga Jalan Emas, Medan membuat laporan pengaduan ke Polresta Medan. Laporan pengaduan korban tertuang dalam surat tanda bukti penerimaan laporan polisi (STPL) 3442/K/XII/2012/SPKT Resta Medan. Dalam laporannya korban mengaku kiosnya dirusak sejumlah petugas lengkap membawa alat berupa martil dan linggis. (HER)

Aniaya Dua Pembantunya

Netty Segera Dipanggil Polisi Medan-andalas Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Sat Reskrim Polresta Medan dalam waktu dekat akan memanggil Netty alias Popo, majikan yang tega menganiaya dua pembantunya, Fitria Ningsih (19) warga Nganjuk dan Sipora Sanam (23) warga Kupang, NTT. "Yang bersangkutan, (Popo, red) kita panggil setelah hasil visum dari Rumah Sakit Umum (RSU) dr Pirngadi Medan keluar. Mungkin hasil visumnya besok keluar," kata Kepada UPPA Sat Reskrim Polresta Medan AKP Haryani, Senin (3/ 5) siang. Terkait dugaan kasus penganiayaan terhadap dua pembantunya itu, lanjut Haryani, pihaknya

telah memeriksa Iskandar, suami terlapor. "Tapi berdasarkan keterangan dari Iskandar, dia tidak tahu tentang penganiayaan itu karena kan Netty melakukan penganiayaan saat suaminya sedang keluar rumah. Iskandar kan sering keluar kota," tambah Haryani. Diketahui sebelumnya, Fitria Ningsih (19) dan Sipora Sanam (23) disiksa dan pernah disuruh bekerja dengan kondisi telanjang oleh Netty di rumahnya di Jalan Yose Rizal, Medan. Karena kerap disiksa dan diperlakukan tak manusiawi, keduanya nekat kabur, dengan didampingi LSM Madya Insani dan wartawan kedua PRT ini lalu melapor ke Mapolresta Medan.(HER)

Polisi Serahkan Puluhan WNA ke Imigrasi Tanjung Balai-andalas Puluhan Warga Negara Asing (WNA) asal Banglades, Pakistan dan Myanmar yang ditangkap Kepolisian Sektor Labuhan Ruku, Polres Asahan, akhirnya diserahkan ke Imigrasi Kota Tanjung Balai. Kepala Kantor Imigrasi Kota Tanjung Balai, Ridwan Manurung, Senin (3/6) membenarkan penyerahakan sekitar 30 warga asing tersebut. Ridwan mengaku belum mengetahui motif ke-30 warga asing ini. Untuk sementara mereka diinapkan di ruang tahanan milik kantor Imigrasi Tanjung Balai dan secepatnya akan dipisahkan karena khawatir terjadi bentrokan di antara mereka, apalagi di dalam rombongan terdapat wanita dan anak-anak. Kasi Wasdakim Imigrasi Tanjung Balai, Bahrudin di tempat yang sama mengatakan bahwa mereka telah mendapat informasi dari masyarakat akan tiba rombongan warga negara asing memasuki wilayah Indonesia tepatnta di Pantai saerah, Tanjung Tiran, Batu Bara. "Mereka meluncur ke sana, ternyata informasi ini benar, tetapi rombongan warga negara asing ini telah diamankan Polsek Labuhan Ruku, Asahan," kata Bahrudin. Ke-30 WNA tersebut, Muhammad Nasiruddin (27) WN Banglades, Burhan(27) WN Banglades,

Muhamad Suher (28) WN Banglades, Arif (12) WN Rohingya, Jesim (22) WN Banglades, Amir (28) WN Pakistan, Aiyas(32) WN Pakistan, Muhammad Aziz (15) WN Rohingya, Milon (27) WN Banglades, Hafiz (22) Banlades, Muhammad Hazizul Islam (30) WN Banglades, Munir Husin (29) WN Banglades, Muhammad muslim Udin (27) WN Banglades, Muhammad Faruk (27) WN Banglades, Muhammadsyah (25) WN Rohinya, Muhammad Nuhi (16) WN Rohinya, Zubir (20) WN Rohingya, Nurhusol(24) WN Rohingya, Rizki (7) WN Myanmar, Hamid uson (3) WN Rohingya. Sedangkan warga negara asing perempuan yang turut diamankan polisi resor Asahan (polsek labuhan ruku) adalah Azizah (10) WN Rohingya, Dilbahari (31) WN Rohingya, Minar Bicum (20) WN Rohingya, Nun Nahar (15) WN Rohingya,Leima (25) WN Myanmar, Suhaina (1,6) WN Myanmar, Sabana (6) WN Myanmar, Aminah (5) WN Rohingya, Nurul islamsyahiya (10) WN Rohingya, Sri Astuti (35) WN Indonesia tinggal di malaysia. Berdasarkan hasil pemeriksaan dari petugas keimigrasian Tanjungbalai selesai, maka seluruh warga negara asing yang masuk secara ilegal ke daerah Indnesia ini akan dititipkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Medan di Belawan.(AS)

andalas/rizki muya

SIDANG– Mantan Kasubag Pembukuan dan Verifikasi Bagian Keuangan Setdakab Tapanuli Selatan, Muhammad Lutfi saat memberikan kesaksian pada sidang lanjutan dugaan korupsi Rahudman Harahap.

Sidang Korupsi Rahudman, Saksi Ngaku Lupa Medan-andalas Mantan Kasubag Pembukuan dan Verifikasi Bagian Keuangan Setdakab Tapanuli Selatan Muhammad Lutfi lupa kapan terakhir kali Rahudman Harahap menjabat sebagai sekretaris daerah di Tapanuli Selatan. Pengacara Rahudman, Hasrul Benny Harahap bertanya apakah pada saat pencairan dana Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Daerah pada tanggal 4 Mei 2005, Rahudman Harahap masih menjadi atasan pria yang saat ini menjabat Sekretaris Dinas Kebersihan Kota Padangsidimpuan itu. “Saya lupa,” kata Lutfi setelah terdiam beberapa lama. Benny pun membacakan fakta yang ada di tangannya, bahwa per 25 April 2005, Rahudman tidak lagi menjabat sebagai Sekda dan digantikan Leonardi Pane sehingga pejabat terakhir yang bertanggungjawab atas pengeluaran uang adalah Pane. Rahudman yang juga hadir di persidangan mengulangi pertanyaan serupa saat diberikan kesempatan oleh majelis hakim yang dipimpin Sugianto. Lutfi terlihat tetap ragu dan Rahudman pun kembali menegaskan bahwa dirinya tidak lagi bertanggung-

jawab pencairan dana sebesar Rp 1,4 miliar itu. Tiga pegawai Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Pemkab Tapanulis Selatan hadir sebagai saksi pada persidangan kasus dugaan korupsi dana Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Daerah dengan terdakwa Wali Kota Medan Non Aktif Rahudman Harahap, Senin (3/6). Sebelum Lutfi, mantan Kabag Keuangan Tapsel 2001-2004, Tongku Farid Hasibuan maju sebagai saksi disusul Pembantu Pemegang Kas Bidang Pencatat Buku. Seperti persidangan sebelumnya, keterangan saksi yang dihadirkan kian memojokkan Rahudman Harahap. Para saksi menyatakan adanya kejanggalan dalam penyalurannya TPAD tersebut. Saksi Akhir Hasibuan, mantan Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemkab Tapsel (2003-April 2005), pada persidangan keempat dalam perkara ini mengatakan, kejanggalan itu akibat adanya kekurangan dana pada TPAPD 2004 senilai Rp487 juta. Kekurangan itu, jelasnya, akibat adanya kesalahan pencatatan terhadap pagu anggaran TPAPD antara tahun 2003 dan 2004. Tahun 2004 dianggarkan untuk Kepala Desa (Kades) senilai

Rp70ribu, Sekdes Rp60ribu. Sementara 2003 pagu anggaran lebih tinggi, untuk Kades Rp 77.500, Sekdes Rp62.500. Karena kesalahan pencatatan itu, ujar saksi, sehingga terjadi kekurangan anggaran di tahun 2004. Mengatasi kekurangan itu, maka diusulkan untuk ditampung di P-APBD 2004. Meski diusulkan oleh Bupati kala itu ke DPRD pada 29 November 2004, tapi tidak dilaksanakan/disahkan. Kemudian, lanjutnya, Kabag Pemdes (Pemerintahan Desa) meminta persetujuan pembayaran disposisi Bupati untuk terdakwa RH, agar ditampung dan dibayarkan. Sekda (terdakwa-red) lalu disposisi ke Bagian Keuangan, agar kekurangan itu dibayarkan karena ditampung di APBD 2005, namun belum disahkan senilai Rp5,9 miliar. Menurut saksi, dana itu sudah termasuk kekurangan tahun 2004 Rp487 juta tersebut. APBD 2005 itu juga tak hanya TPAPD, termasuk dana untuk anggaran lainnya. Selanjutnya diserahkan cek ke Pemegang Kas Setda Tapsel yakni Amrin Tambunan (saksi juga terpidana perkara sama namun diproses di PN Padangsidimpuan), untuk mencairkannya

serta menyerahkannya ke Pemdes. "Apakah anda tahu dana yang dicairkan sebelum ketuk palu (disahkan-red) itu diperbolehkan?" tanya SB Hutagalung, salah satu hakim Ad Hoc, kepada saksi. Lantas saksi Akhir yang pertama kali didengarkan keterangannya di hadapan majelis hakim diketuai Sugiyanto, menjawab, hal itu tidaklah dibenarkan atau melanggar peraturan. Saksi mengaku, harus membayarkannya karena perintah pimpinannya dan untuk kepentingan mendesak. "Tetap dicairkan karena permintaan pengguna anggaran (sekda/terdakwa-red) melalui nota dinas, sehingga didisposisi Bupati," jelasnya. Menurut Akhir, masa ia menjabat sebagai BUD Pemkab Tapsel, hanya dua kali membayarkan dana TPAPD. Pertama 18 Desember 2004 yakni kekurangan Rp487 juta tersebut. Pencairan kedua, 6 Januari 2005 senilai Rp1,035 miliar. Namun dalam pencairan ini tidak memakai nota dinas, tapi melalui SPP (surat perintah pembayaran), SKO (surat ketetapan otorisasi) dan SPMU (surat perintah membayar uang). (FEL)

Masa Penahanan Habis, Tersangka Kasus Penipuan Rp3 M Bebas Demi Hukum A Yen alias Edi (38) warga Jalan Badak Dalam, Kelurahan Badak Bejuang, Kota Tebing Tinggi, tertuduh pelaku penipuan dan pemalsuan dokumen UD Kartika senilai Rp3 miliar, Minggu (2/6) dibebaskan demi hukum.

E

di dibebaskan dari sel tahanan Polres Tebing Tinggi karena masa penahanannya telah habis. Pemuda tionghoa ini sebelumnya ditahan selama 60 hari terhitung sejak 4 April lalu. Surat Perintah Penahanan

tersangka tertuang dalam No: Sp. Han/58/IV/2013/Reskrim yang ditandatangani Kasat Reskrim, AKP Lili Astono. Kasat Reskrim Polres Tebing Tinggi AKP Lili Astono saat dikonfirmasi wartawan di ruangannya menegaskan,

tersangka A Yen alias Edi bukan bebas demi hukum, melainkan lepas demi hukum. “Sesuai dengan pasal 24 ayat 4 KUHAP, maka terduga A Yen lepas demi hukum. Namun berkasnya masih berjalan di kejaksaan,” terang Lili. Sementara JPU R Hasdianto SH saat dikonfirmasi mengatakan, tersangka Edi lepas demi hukum karena penyidik tidak bisa memenuhi unsur-unsur dari pasal yang disangkakan terhadap tersangka di dalam berkas perkara. Sebelumnya Edi dipersangka

turut serta melakukan pemalsuan surat atau turut serta menggunakan surat palsu sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 ayat (1) dan 372 Yo pasal 55 ayat (1) ke 1e KUHPidana tentang pemalsuan surat dan penggelapan yang dilakukan terdakwa Yuandi alias Andi (31) warga Jalan Badak Dalam, Perumahan Tebing Tinggi Indah Permai, Kota Tebing Tinggi. Perkara Yuandi saat ini masih dalam tahap persidangan di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi. Sedangkan berkas Edi

terpisah (displit) dengan berkas perkara Yuandi. Edi sendiri saat ditanya wartawan di ruang penyidik Polres Tebing Tinggi terkait kebebasnya enggan memberikan komentar. Begitu juga dengan penasehat hukumnya, mereka memilih diam. "Saya tidak bisa memberikan keterangan sebelum pihak keluarga klien saya ini memberi izin, yang jelas klien saya ini harus bebas demi hukum," ucap pengacara Edi yang juga tak mau menyebutkan namanya.

Begitu juga penyidik, Aiptu E Saragih. Dia juga tak berani memberikan keterangan lengkap. "Izin dulu lah sama kasat, nanti dibilang pandai-pandaian pula aku memberikan keterangan. Yang jelas, tersangka Edi bukan bebas demi hukum, tapi dia lepas demi hukum karena masa penahannya telah habis. Namun bukan berarti perkaranya berhenti, tetap dilanjutkan dan masih dalam tahap kelengkapan berkas ke JPU Kejari Tebing Tinggi," ucap

Aiptu E Saragih. Sekedar untuk diketahui, perusahaan UD Kartika yang bergerak dibidang perkebunan, perternakan dan perikanan mengalami kerugian sekitar Rp3 miliar akibat dokumen perusahaannya dipalsukan sejak 2010 sampai dengan 2012 oleh terdakwa Yuandi. Pelapor dalam kasus ini adalah Waris (49), Direktur UD Kartika, warga Jalan Pulau Belitung, Lingkungan V, Kelurahan Persiakan, Kecamatan Padang Hulu, Kota Tebing Tinggi. (MET)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.