OPINI
SABTU, 14 JANUARI 2017
AKHIR PEKAN • HAL. 16
art:ATU
Suara Kasih
SIKAP BUTUH KEPASTIAN PELAKSANAAN pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2017 di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) tengah dirundung masalah. Ini menyusul keputusan pemberhentian Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap empat Komisioner KPU Halteng. Tentu keputusan lembaga yang diketuai Jimly Asshiddiqie ini membuat publik tersentak, tak terkecuali masyarakat Halteng. Namun, apalah dikata, palu DKPP telah dijatuhkan, dan keempat komisioner tersebut resmi tak lagi beraktivitas sebagai komisioner KPU Halteng. Bagaimana dengan pelaksanaan pilkadanya yang tinggal menghitung hari ini? Hingga saat ini jawaban yang pasti belum dibeberkan oleh KPU Provinsi Maluku Utara (Malut). Ada dua opsi yang diberikan Ketua KPU Malut Syahrani Somadayo. Pertama, membantu satu komisioner untuk menjalankan program dan tahapan pilkada. Dan, kedua, bisa saja akan diambil alih oleh KPU Malut. Namun, apapun opsinya, kepastian siapa yang akan melaksanakan pilkada Halteng sudah harus terang menderang. Ini demi menjawab kegelisahan dan keresahan pemilih di Halteng. Dan, yang lebih penting adalah bagaimana agar proses pilkada Halteng berjalan sesuai prosedur, jujur, adil dan demokratis. Di sisi lain, pemberhentian empat komisioner KPU Halteng ini menjadi pelajaran berharga bagi penyelenggara pilkada lainnya di Malut, terutama daerah yang tengah melaksanakan pilkada serentak tahun 2017. Artinya, siapapun komisioner, jika melanggar kode etik tetap dihukum tanpa harus pandang bulu. Ini yang harus menjadi perhatian bersama, terutama penyelenggara pemilu. Agar tidak melakukan hal serupa atau hal lain yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di republik ini. (*)
Busuk BUKAN main! Rasanya belum pernah sesuatu yang berlabel busuk mendapat liputan dan pembahasan yang sangat luas, seperti yang tengah terjadi di negeri kita belakangan ini. Mungkin karena label busuk kali ini tidak disandang oleh telur, atau pepaya, atau daging, melainkan oleh manusia. Mungkin juga karena mengenali kebusukan manusia tidak semudah mengenali kebusukan telur, pepaya, atau daging. Jika telur busuk mengambang dalam air, dan pepaya busuk mempunyai penampilan yang mudah dikenali, juga daging busuk berbau khas, maka mengenali “manusia busuk” tidak semudah itu. “Manusia busuk” tidak mengambang dalam kehidupan bermasyarakat, sebaliknya mereka sering kali mempunyai pijakan yang sangat kukuh di tengah masyarakat. “Manusia busuk” tidak berpenampilan aneh, mereka sama saja dengan manusia lainnya. “Manusia busuk” juga tidak berbau, bahkan mereka seringkali beraroma sangat wangi dan menyegarkan. Mengingat demikian piawainya para “manusia busuk” menyamarkan dirinya, tidak jarang kita dibuat tercengang saat kebusukan mereka akhirnya diketahui. Namun terbongkarnya kebusukan tersebut menunjukkan betapa tepat peringatan yang disampaikan oleh penulis Injil Lukas: “Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan.” (Lukas 8:17) Jadi, apabila saat ini Anda - karena satu dan lain hal - tengah mempertimbangkan untuk terlibat dalam “gerombolan si busuk”, saran saya, segera batalkan rencana keterlibatan ini. Bukankah tidak seorang
Aspirasi Pembaca
SURAT PEMBACA Merasa Dirugikan Telkomsel Ternate SEBAGAI pelanggan Telkomsel, saya merasa kecewa karena pembelian paket data tak sesuai dengan kenyataan. Dan itu terjadi beberapa kali saat saya membeli paket data seharga Rp 100 ribu, di Telkomsel Mobile di dekat Skate Park. Terakhir Senin (9/1) sekitar pukul 20.00 WIT, setelah membeli paket data Rp 100 ribu, saya hanya mendapatkan 2,5 GB, tak mendapat 5 GB 4G. Pada 31 Desember 2016, saya membeli di tempat yang sama dan mendapat 2,5 GB plus 5 GB jadi total ada 7,5 GB paket data. Dari pengalaman yang sama alami, jika saat ini saya mendapat 7,5 GB, maka pembelian berikutnya hanya mendapat 2,5 GB, pembelian berikutnya lagi 7,5 GB, selanjutnya 2,5 GB. Ritmenya selalu seperti itu. Saya pernah bertanya kepada karyawan Telkomsel Mobile saat menjajakan paket data, namun mereka tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Mereka sendiri bingung dengan kondisi seperti ini. Ada dua nama yang saya masih ingat yakni Lisa dan Nita (Untuk Nita saya bertanya di counter Telkomsel depan Jatiland Mall), namun jawabannya tak bisa saya terima. Terakhir Senin saya juga menanyakan hal yang sama, dan jawaban yang sama juga saya dapatkan. Karena itu saya meminta pihak Telkomsel memberikan jawaban yang bisa diterima, sehingga ada solusinya. Jangan sampai konsumen menganggap ini sebagai bentuk penipuan. (*) Pengirim: Hari. K, Pelanggan Telkomsel +6281296048283
Polda Malut (Pelayanan)
(0921)
3126110
Polda Malut (Pelayanan)
Polres(0921) Ternate3126110 (Pelayanan)
3121110
Polres(0921) Ternate (Pelayanan)
(0921) 3121110 UGD RSUD Ternate UGD RSUD Ternate (0921) 3124118
(0921) 3124118 Pemadam Kebakaran
3124113
Pemadam (0921) Kebakaran
(0921) 3124113 PLN Ternate (Gangguan) PLN Ternate (Gangguan)
3121272 3121272 PDAM (Gangguan) (0921) 3123294 PDAM (Gangguan) (0921) 3123294 Telkom Informasi 108 Telkom Informasi 108 (0921) (0921)
Bandara Bandara Babullah Babullah
3121797 3121797 -- 3123508 3123508 PT. PELNI (0921) 3124434 Taxi (0921) 3128888 - 3124888 (0921) (0921)
Pengaduan Pelanggan PLN
081 081 143 143 0040 0040 Kantor Kantor SAR SAR Ternate Ternate (Emergency) (Emergency)
0921 0921 -- 3120069 3120069
Oleh: Timur Citra Sari
pun dari kita ingin dipermalukan karena kebusukan kita terbongkar kelak? Namun seringkali tidak mudah bagi mereka yang sudah lama berkubang dalam kebusukan untuk meninggalkan pola dan kebiasaan hidup seperti ini. Pertama, bisa jadi mereka sendiri tidak sadar bahwa mereka tengah berkubang dalam kebusukan. Kedua, sebagaimana seringkali terjadi, berkubang dalam kebusukan terasa menyenangkan bagi mereka, sehingga mereka betah dan tidak ingin meninggalkannya. Jika kondisi itu yang terjadi, maka mereka memerlukan pertolongan dan bantuan. Apa yang dapat kita lakukan untuk menolong dan membantu mereka? Kita dapat menolong “gerombolan si busuk” dengan tidak memilih mereka menjadi bagian dari para pemimpin negeri ini di masa mendatang. Jangan keliru, dengan melakukan itu kita sama sekali tidak bermaksud jahat pada mereka. Sebaliknya, kita bermaksud menolong dengan memberi kesempatan pada mereka agar dapat segera meninggalkan kubangan kebusukan tempat hidup mereka selama ini. Bukankah jauh lebih baik jika mereka tidak mendapat kesempatan menjadi “pemimpin busuk”, daripada mereka berkesempatan melakukannya tetapi kemudian berhadapan dengan “... wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat untuk melenyapkan ingatan kepada mereka dari muka bumi.” (Mazmur 34:17). Selain menolong mereka, dengan tidak memilih “gerombolan si busuk” sesungguhnya kita juga telah menolong negeri kita. Walau memang tidak mudah
dan pasti membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk bangkit dari begitu banyak dan beraneka keterpurukan kita, Nabi Yesaya mengingatkan. “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran adalah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.” (Yesaya 32:17) Jadi, jika yang kita dambakan adalah damai sejahtera, ketenangan dan ketenteraman, maka yang perlu kita upayakan seoptimal mungkin adalah menghadirkan kebenaran di negeri ini. Dan, salah satu upaya yang dapat kita lakukan adalah tidak memberi kesempatan “gerombolan si busuk” menjadi pemimpin negeri ini. Lalu, bagaimana caranya kita dapat memilih para pemimpin yang mendukung kehadiran kebenaran di negeri ini? Perlengkapan apa saja yang kita butuhkan sehingga kita tidak kebobolan? Saya ingatkan, memperlengkapi diri agar kita tidak terlalu innocent saat Pemilu nanti bukanlah persoalan yang amatsangat mudah. Namun, jika kita tidak keberatan memilih-milih telur, pepaya dan daging sebelum membelinya karena ingin mendapatkan hasil yang terbaik, saya yakin tentu kita juga tidak akan keberatan untuk memperlengkapi diri sebaik-baiknya sebelum menetapkan siapa saja calon pemimpin negeri ini yang akan kita pilih. Di antara begitu banyaknya kriteria yang dimunculkan, kejujuran kelihatannya menjadi sorotan utama banyak orang di negeri ini. Hal itu tidak aneh, mengingat begitu lama kita berhadapan dengan begitu banyak ketidakjujuran di tengah dan di antara kita. Kita pun tahu betapa
ketidakjujuran telah memakan korban banyak orang yang tidak bersalah. Sungguh menyakitkan! Ini berarti, salah satu perlengkapan yang kita butuhkan adalah “koleksi” calon-calon pemimpin yang jujur. Dari mana kita mendapatkan informasi itu? Tentu dari berbagai sumber pemberitaan. Tidak mudah mencarinya? Bisa jadi, tetapi bukan berarti tidak mungkin. Bukankah kita ingin hasil yang terbaik? Karena itu jangan enggan mencari informasi. Firman Tuhan berikut ini menguatkan kita: “Siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya.” (Mazmur 50:23). Jika pemimpin kita jujur jalannya, tentu keselamatan dari Allah akan diperlihatkan kepadanya. Hal lain yang juga mendapat perhatian besar adalah penghargaan terhadap hukum, misalnya berbagai kasus korupsi. Tampilnya tuntutan itu juga tidak mengherankan, karena di depan mata kita melihat berlimpahnya berbagai pelanggaran yang membuat kita mempertanyakan keberadaan hukum di negeri ini. Benar-benar menyebalkan! Bagi kita, dalam urusan memperlengkapi diri dengan sebaik-baiknya, ini berarti kita perlu memiliki - sekali lagi - “koleksi” calon-calon pemimpin yang menghargai hukum. “Koleksi” ini juga kemungkinan besar tidak mudah dicari. Tetapi - juga sekali lagi - bukan berarti tidak mungkin ditemukan. Betapa melegakannya jika pemimpin kita kelak memperhatikan Firman Tuhan ini: “Taatilah hukum dan tegakkanlah keadilan, sebab sebentar lagi akan datang keselamatan yang dari pada-Ku, dan keadilan-Ku akan dinyatakan.” (Yesaya 56:1) Sumber:Artikel Kristen.com
Redaksi menerima kiriman opini serta surat pembaca anda. Ketik dua spasi pada kertas HVS dan kirimkan ke alamat redaksi Jl. Hasan Esa, Takoma. Telp. (0921) 3127055 atau melalui Email: birocenter@ yahoo.com.sg, Sertai foto copy kartu pengenal anda. Tulisan maksimal 3 page dengan poin huruf 12. Redaksi juga menerima kiriman SMS. Anda dapat mengirimkan permasalahan pembangunan di sekitar anda melalui nomor : 081356722755. Jika tulisan anda melebihi page yang ditetapkan, maka redaksi berhak mengedit/menyesuaikan.
Tradisi Maulid dan Adat Cukaiba DI tengah terpaan derasnya arus globalisasi dan modernisasi, salah satu tradisi bernuansa relijius-Islami, yakni tradisi “Maulur” yaitu perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW pada setiap 12 Rabiul Awal yang dipadukan dengan tradisi adat (kearifan lokal), masih bisa kita saksikan berkembang (survive) di Halmahera Timur (Haltim) dan Halmahera Tengah (Halteng) Provinsi Maluku Utara sampai saat ini. Tak terkecuali perayaan Maulid Nabi pada tahun 2016 yang jatuh pada hari Senin 12 Desember 2016 (1438 H). Seperti diantaranya perayaan Maulid di Bicoli-Maba dan Lolobata-Wasile Haltim, serta di Weda dan Gemia-Patani Halteng. Daerah yang dikisahkan menjadi tempat siar Islam Syekh Umar dan Syakh Amin dari Bagdad-Irak pada abad ke-8 Masehi itu (Saleh A.Putuhena :1980), ternyata tradisi Maulidnya terbilang unik dan khas karena dipadukan dengan adat Cukaiba (Cokaiba) yang tidak ada di daerah lain yang masih tetap eksis mengikuti dinamika zaman. Tidak berlebihan, masih dalam suasana memasuki minggu keempat bulan Rabiul Awal (paruh awal Januari 2017), Penulis sedikit mangelaborasi dalam tulisan ini terkait tradisi unik- khas tersebut, semoga bermanfaat. Cukaiba adalah manusia yang menyamar dengan mengenakan pakaian menutup seluruh aurat dan memakai semacam topeng menutup wajah dan kepala. Tentang asal usul Cukaiba, dikisahkan bahwa pada mulanya Cukaiba adalah pasukan perang di HaltimHalteng (Gamrange) pada zaman dahulu. Ada sumber di Haltim mengisahkan bahwa manusia bertopeng “Cukaiba” saat ini adalah merupakan simbolisasi atau transformasi dari pasukan perang Gamrange pada zaman dahulu yang memiliki kemampuan adaptasi terhadap situasi dan kondisi medan perang apapaun, dan atau memiliki kemampuan dapat melakukan penyamaran untuk tidak dikenal rupa/raganya pada saat menyerang musuh. Tarian Cukaiba memiliki daya magis dan mistis. Awal Mula Perpaduan Cukaiba dalam Tradisi Maulid Perpaduan (Integrasi) Cukaiba sebagai simbolisasi dan transformasi pasukan perang bertopeng ke dalam tradisi Maulur memperingati Maulid, dikisahkan bermula dari misi siar Islam yang dilakukan 3 orang raja bersaudara, yaitu Raja Maba, Raja Patani dan Raja Weda di penjuru daratan Halmahera yang bertepatan dengan 12 Rabiul Awal. Ketiga Raja tersebut adalah anak cucu dari Mar-Mar Amin (Syekh Amin) dari Bagdad-Irak yang berjuang menyiarkan Islam di Halmahera Belakang (Wilayah Maba, Patani dan Weda) pada abad ke-8. Dikisahkan Syekh Mar-Mar Amin menikah dengan seorang putri setempat dikaruniai 4 (empat) orang anak, yakni Burtanga (Putra Sulung/Raja Maba),
Malut Post ALAMAT REDAKSI : Jalan Hasan Esa, Takoma - Ternate, Telp (0921) 3127055, Fax (0921) 3127205 E-mail:editor@malutpost.co.id - iklan@malutpost.co.id
PEMBINA : Dahlan Iskan KOMISARIS UTAMA: Imawan Mashuri KOMISARIS : Suhendro Boroma DIREKTUR UTAMA : M. Tauhid Arief DIREKTUR : Urief Hassan DEWAN REDAKSI : Ketua: Ismit Alkatiri , Anggota: Muhammad Syadri, M. Ikhsan Ali, Faisal Djalaluddin, Mahmud Ici COORPORATE LAWYER JPG/MALUT POST : Dr. Harris Arthur Hedar, SH. MH.
Oleh : Dheni Tjan Pemerhati Sejarah dan Sosial Budaya
Burnabi (Putra Kedua/Raja Patani), Burfa (Putra Ketiga/Raja Weda), Kuffa (Putri Bungsu). Mereka melanjutkan jejak Ayah mereka, dengan melanjutkan siar Islam. (Lihat: Dheni Tjan,Rubrik Opini Malut Post, 2 Juli 2016). Suatu ketika perayaan Maulid Nabi secara bersama di Patani, lalu Raja Maba, Raja Patani dan Raja Weda berembuk untuk melakukan syiar Islam ke tempat lain di Halmahera. Mereka membagi tiga zona untuk penyebaran Agama Islam. Mereka akhirnya berpisah dan pergi menyiarkan Islam sambil merayakan Maulid Nabi di tempat/lokasi sasaran syiar Islam. Dalam perpisahan itu, mereka saling berbalas syair pantun, bobeto, kabata, dan dola bololo untuk saling mengingat antara satu dan lain dan saling memberikan motivasi dan semangat (spirit) agar tetap tegar dalam menegakkan Dinul Islam di Bumi Persada Halmahera. Karena wilayah sasaran misi syiar Islam saat itu tergolong keras dan rawan, maka dalam misi syiar Islam Raja-Raja tersebut mengikutsertakan Pasukan Perang “Cukaiba” sehingga syiar Islam yang dilakukan dalam Bulan Raibul Awal saat itu disamping merayakan Maulid Nabi juga disertai atraksi tarian perang oleh Pasukan Perang Cukaiba agar mendapat perhatian warga di daerah obyek sasaran syiar Islam. Model siar Islam ini, dapat dikatakan seperti syiar Islam yang dilakukan Mubalik- Mubalik Arab yang menggunakan tarian perang seperti “dabus” sebagai instrumen syiar Islam di daerah yang dianggap keras dan rawan. Dari kisah momentum itulah, terbentuk suatu model Perayaan Maulid Nabi disertai dengan atraksi/tarian adat pasukan perang Cukaiba, yang kemudian menjadi suatu tradisi dalam perayaan Maulid Nabi sampai saat ini. Simbolisasi pasukan perang bertopeng yang tidak dikenali persis wajah dan rupa raga orangnya, yang akhirnya mengilhami lahirnya penyebutan atau istilah di masing-masing tiga daerah. Dalam dialeg Maba disebut “ Ipa Ice”, dialeg Bicoli disebut “Cunga Ipa”, Patani menyebut Ta Ipa, dan dialek Weda disebut Cogo Ipa. Masing-masing penyebutan itu bermakna sama, yang artinya : “itu bukan dia yang sebenarnya” (maksudnya hanya sebagai penyamaran). Dari kata “Cunga Ipa” (Bicoli) dan Cogo Ipa (Weda) kemudian bergeser penyebutannya menjadi cuka iba dan atau coka iba yang yang penyebutannya digunakan sampai saat ini. Bentuk Cukaiba Sebagai simbolisasi dan transformasi dari pasukan perang bertopeng, cukaiba adat terdapat tiga bentuk berdasarkan kekhasan tiga daerah Gamrange. Yaitu; Cukaiba Ai (terbuat dari kayu/Pimpinan semua Cukaiba) milik Raja Maba
dan Bicoli, Cukaiba Gome (terbuat dari pelepah batang pohon sagu) milik Raja Patani dan Cukaiba Loyeng (terbuat dari anyaman daun pandan) milik Raja Weda dan Samola. Ketiga jenis cukaiba itu bisa dimunculkan bersamaan di masing-masing wilayah Gamrange, bahkan bentuk topeng Cukaiba dapat dimodifikasi dan dihiasi dengan berbagai macam simbol mahluk hidup di muka bumi ini. Jumlah Cukaiba Ai/kayu, untuk Sangaji Maba dan Sangaji Bicoli masingmasing sebanyak 13 orang, yang disesuikan dengan jumlah pasukan perang yang terjun ke medan perang. Jumlah 13 orang adalah jumlah yang disesuaikan dengan angak 13 rakaat dalam shalat. Sebanyak 12 orang yang turun nampak langsung ke medan perang, sedangkan yang satunya merupakan orang (petua adat) yang tidak nampak terjun dilapangan, beliau ini yang melakukan ritual mengeluarkan pasukan dari rumah (markas) secara adat dan selalu siap siaga dirumah (markas) dengan senantiasa membantu pasukan dari jauh dengan berzikir dan berdo’a. Bentuk bagian yang menutupi muka diukir dan dihias menyerupai topeng. Bagian ujung atasanya dihiasi rambut buatan dari ijuk enau yang hitam, dan orangnya mengenakan pakaian panjang (jubah) . Kemudian cukaiba gome dan cukaiba loyeng, yaitu cukaiba yang merupakan pasukan prajurit. Jumlah cukaiba ini untuk setiap kesangajian Patani dan Weda semula berjumlah 99 orang yang melambangkan Asmaul Husna. Cukaiba ini sesuai adat mengejar-ngejar dan memukul dengan rotan kepada siapa saja yang dijumpai berada di luar rumah pada siang hari yang sedang tidak memakai cukaiba. Pakaian panjang (jubah) atau pakaian ala perempuan yang dipakai menutup tubuh dari ujung kaki sampai ujung rambut. Simpul Prosesi Perayaan Maulid Maulur (Maulid) di Haltim-Halteng biasanya dirayakan selama 1 hari atau 3 hari atau selama 7 hari tergantung kesepakatan bersama oleh pemangku kepentingan setempat. Ambil contoh perayaan Maulid di Bicoli-Haltim. Pada bulan Shafar (bulan sebelum Rabiul Awal), nuansa Maulidan sudah mulai terasa. Bulan Shafar disebut sebagai “Ngo Adakat Maulur” (bulan mendekati Maulid). Pada bulan Shafar para Pemuka Agama, Pemangku Adat, Pemerintahan Desa dan Tokoh Masyarakat berembuk perihal perayaan Maulid. Dalam bulan Shafar dikabarkan kepada warga termasuk yang berada diseberang (di kebun/melaut) untuk bersiap-siap dalam rangka perayaan Maulur. Jika ada warga terlambat kembali ke kampung dalam perayaan Maulur, diberikan sanksi adat berupa denda atau penyitaan barang tertentu oleh Cukaiba Adat dan dibawah ke Kepala Adat. Pada
SMS Pembaca
PEMIMPIN REDAKSI : Faisal Djalaluddin WAKIL PEMIMPIN REDAKSI : Ika Fuji Rahayu KOORDINATOR LIPUTAN : Muhammad Nur Husen, Irman Saleh KOORDINATOR KREATORIAL : Ako La Owi KOORDINATOR BIRO JPG : Jufri Duwila REDAKTUR : Faisal Djalaluddin, Ako La Owi, Bukhari Kamaruddin, Mahmud Ici Muhammad Nur Husen, Sunarti, Irman Saleh, Ika Fuji Rahayu, Jufri Duwila, Wawan Kurniawan (Nonaktif), , Abdullah Dahlan Conoras(Nonaktif) PENGEMBANG ANAK PERUSAHAAN : Dahlan Malagapi, Purwanto Ngatmo REPORTER : Rusdi Abdurahman, Ikram Salim, Muhamad Kabir, Wahyudin Madjid, Suhendi Suherman BIRO WASHINGTON : Maydi Pakasi BIRO TIDORE : Fahrudin Abdullah,
BIRO HALUT : Samsir Hamajen BIRO HALTENG : Ridwan Arif, BIRO HALBAR : Suparto Mahyudin BIRO MOROTAI : Samsudin Chalil BIRO HALSEL : Sahril Samad BIRO HALTIM : Fitrah A. Kadir BIRO KEPSUL : Fahrul Marsaoly FOTOGRAFER : Erwin Syam OPERATOR JPNN : Andhy Eko H, Taher Marsaoly SEKRETARIS REDAKSI :Ari Sunarti MANAGER ARTISTIK & PERWAJAHAN : M. Ikhsan Ali DESAIN GRAFIS : Budi Santoso, STAFF : Ademus Alani MANAJER UMUM/KEUANGAN :
konteks ini, dapat dikatakan perayaan Maulidan menghidupkan tradisi adat, sekaligus penegakan hukum adat. Acara perayaan Maulid sendiri dilakukan pada siang hari dan malam hari. Mengawali hari pertama perayaan bisanya didahului dengan pada waktu saat lepas Shalat Shubu dini hari (jam 5 -7 pagi) cukaiba kayu yang berjumlah 12 orang, dikeluarkan oleh pemangku adat mengelilingi kampung pertanda perayaan maulid dimulai pada hari itu. Keliling kampung sebanyak tiga kali bila dirayakan selama tiga hari dan keliling sebanyak tujuh kali bila dirayakan selama tujuh hari. Pada setiap sore hari 12 cukaiba ini juga keluar mengeliling kampung sebanyak satu kali mengingatkan warga untuk jangan lupa pada malam harinya pembacaan zikir, sarafal’anam, barajanji dan pembacaan riwayat Nabi di tempat yang telah ditentukan/disediakan. Pada siang hari pagi sampai sore, cukaiba akan memukul setiap orang yang didapatinya diluar rumah tidak memakai cukaiba. Cukaiba akan mengingatkan warga untuk siang hari tetap di dalam rumah sebagai wujud syukur atas kelahiran Nabi. Ada juga cukaiba garap (cukaiba pembuat lucu) mengelilingi kampung melukan pertunjukan lawak atau membuat lucu untuk mengundang tawa dan rasa suka cita-bahagia dalam perayaan hari kelahiran Nabi. Pada siang hari juga dimeriakan dengan atraksi tarian cakale dan sore harinya dilakukan upacara pemotongan ayam (disebut : tekele maulur) yang nantinya untuk alakadar pada malam hari. Pada malam hari sampai dengan waktu subuh, dilakukan pembacaan zikir, sarafal’anam, barajanji dan pembacaan Riwayat Nabi secara berjamaah diiringi bunyi rebana, dan cukaiba menari-nari gembira. Jika dirayakan sederhana maka tempat perayaan di dalam Mesjid, tetapi bila dirayakan secara besarbesaran maka biasanya dibuat sabua (ruangan) memenjang di jalan dekat Mesjid yang di dalamnya diatur berjejer memanjang meja dan kursi. Acara pada malam hari juga tergolong unik dimana mereka yang membaca riwayat nabi adalah terdiri dari kaum laki-laki yang tetap berpasangan duduk berhadapan dengan pasangan yang sama dari malam pertama hingga malam terakhir. Duduk berhadapan/berpasangan ini di Patani dan Weda disebut “Fanten”, di Bicoli/ Maba disebut “Fekela”. Pasangan yang duduk berhadapan ini akan secara bergiliran menyajikan alakadar mereka pada malam hari sampai malam terakhir. Malam 12 Rabiul Awal adalah puncak perayaan. Bila tiba hari dimana parayaan Maulidan telah selesai, maka pada pagi dini hari setelah subuh, cukaiba kayu mengelilingi kampung memberitahukan warga bahwa Maulid telah selesai, dan warga sudah bisa dapat beraktifitas seperti biasa. (*)
STAFF : Rugaya Hamaya, Mila Ariani, Azis Dali MANAJER PERSONALIA : Deddy Dano Dasim MANAJER PEMASARAN : Awat Halim, Rustam La Ode Nuru STAFF : Leli Mahmud, Selly Jaya Sari, Ruslan Amaturi MANAJER IKLAN : Jalal Husen, STAFF : Firdha R Barakati, Imelda DESAIN IKLAN : M. Ikhsan Yusuf MANAGER PERCETAKAN : Jan Gimon STAFF : Febryanto, Hamid Radjab, Ijal, Junaidi PENERBIT: PT. Ternate Cemerlang PEMASANGAN IKLAN: Hitam Putih (BW): Rp 30.000/mmk. Warna (FC): Rp 40.000/mmk. HARGA ECERAN: Rp 5.000/Eks HARGA LANGGANAN: Rp 120.000/bulan