majalah persada edisi 15

Page 16

Opini

Jer Basuki Mawa Bea

T

ulisan Jer Basuki Mawa Bea di lambang Provinsi Jawa Timur tentu memiliki makna yang sangat dalam, dan memiliki maksud serta tujuan yang luhur. Jer artinya 'agar'. Basuki bermakna 'bahagia, sejahtera'. Mawa berarti 'dengan' dan Bea adalah biaya. Jadi secara keseluhan nasihat di atas bermakna: “Untuk mencapai sesuatu maka orang harus mau berkorban”. Sesuatu dapat berwujud apa saja, termasuk kebahagiaan, kesejateraan, kesehatan, pendidikan, jabatan dan sebagainya. Pada umumnya orang sudah mengetahui prinsip hidup jer basuki mawa bea, tetapi dalam banyak hal tidak melaksanakan dengan sungguh-sungguh. Mereka mengatakan bahwa mereka sudah berusaha, tetapi kenyataannya tidak mau berkorban. Berkorban itu banyak wujudnya. Bisa berwujud waktu, dana, kerja keras, keuletan, kegigihan, kesabaran, penderitaan dan mungkin juga korban perasaaan dan kekecewaan. Banyak orang tidak berpikiran terbuka (open minded). Orang Jawa menyebut orang yang tidak open minded dengan istilah “gugu karepe dhewe” atau hanya mendengar dirinya sendiri, alias tidak mau mendengar pendapat orang lain. Orang yang tidak mau mendengar pendapat orang lain itu disebabkan karena takut dikira tidak pandai atau tidak mampu. Nah orang yang demikian ini tidak bersedia berkorban dalam proses mencapai tujuannya. Padahal mendengar tidak berarti harus setuju dan menurut saja. Yang penting kita bersedia mendengar dulu dan untuk itu kita perlu menyingkirkan ego kita sebagai pengorbanan. Banyak orang tidak bersedia kerja keras, bukan karena malas tetapi karena berwatak “perhitungan”. Orang yang berwatak perhitungan senang berucap “Mengapa harus berkerja keras kalau gajinya sama saja”. Orang yang bersikap semacam ini jelas tidak memiliki cita-cita atau impian untuk menjadi orang yang berguna. Hidupnya dibingkai dari satu hari ke hari yang lain. Orang semacam ini mempunyai harga diri (self esteem) yang rendah karena tidak bersedia membayar ongkos untuk menjadi orang yang berguna. Kalau kita menghayati prinsip hidup 'jer basuki mawa bea' maka dengan sendirinya kita akan menjadi orang yang sabar, tekun, gigih dan ulet dalam mengerjakan sesuatu atau berusaha mencapai sesuatu. Setiap kali merasa putuh asa atau frustrasi dalam proses mencapai sesuatu dan ingat akan prinsip 'jer basuki mawa bea', maka kita akan bersemangat kembali. Kesulitan, kendala, halangan, waktu, dan segala yang kita korbankan itu adalah sekedar ongkos.

Sikap 'jer basuki mawa bea' dapat memotivasi diri kita untuk meyakini keberhasilan. Orang bijak mengatakan bahwa keberhasilan itu ada dibalik kegagalan. Artinya, kegagalan itu juga adalah ongkos untuk mendapatkan keberhasilan. Secara spiritual, sikap 'jer basuki mawa bea' merupakan perwujudan dari keimanan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Apa yang dikatakan orang awam bahwa 'putus asa adalah dosa' ada benarnya juga. Dalam setiap upaya kita harus menyakini bahwa keberhasilan merupakan ketentuan dari Tuhan. Tetapi Tuhan tidak akan menetapkan keberhasilan kalau kita tidak bersedia membayar ongkos berupa pengorbanan. Apakah pengorbanan itu identik dengan penderitaan? Tidak harus demikian kalau kita mempunyai kesadaran bahwa pengorbanan itu merupakan ongkos yang memang harus kita bayar untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan itulah yang menjadi tujuan. Namun makna dari jer basuki mawa bea, kini sering disalah artikan bahkan disalahgunakan. Misalnya, untuk mendapatkan pekerjaan dan diterima bekerja disuatu tempat apalagi di pemerintahan maka jer basuki mawa bea ini dimaknai harus memberikan sejumlah uang. Untuk diterima menjadi tenaga teknis yang tidakjelas statusnya sehingga disebut sebagai tenaga siluman ternyata membayar sejumlah uang, padahal dia tidak menerima gaji resmi dan tidak memiliki surat perintah tugas. Untuk diterima menjadi tenaga kontrak menyerahkan sejumlah uang, padahal dia tidak ada yang berani menjamin bahwa kontrak yang diperbaharui setiap tahun itu akan berlangsung terus apalagi untuk selamanya. Untuk ditereima menjadi CPNS tarif sejumlah uang sudah ditentukan bahkan untuk penempatannya ketika sudah ditetapkan sebagai PNS masih ditarik sejumlah uang. Sedangkan untuk mendapatkan posisi jabatan pun ternyata harus membeli dengan sejumlah uang dan transaksi jelas, termasuk memberikan 'upeti' di setiap bulannya. Sungguh bobrok dengan kondisi gambaran tersebut di atas. Sehingga jangan heran ketika pekerjaan tidak terkerjakan dengan benar sebab yang melaksanakan memang bukan tenaga profesional, tetapi yang mau dan kuat membayar. Jangan kaget ketika bawahan diperintah oleh atasan tidak melaksanakan perintah itu, bahkan berani membangkang dan melawan, sebab dia sudah merasa membayar sejumlah uang untuk menempati posisinya. Wibawa atasan pun akan luluh dan runtuh akibat kecerobohan dan semuanya diukur dengan materi atau uang.. Imam Syafii, Direktur LIN-PEKO

LIN-PEKO siap bekerjasama & bermitra dalam kegiatan :

Bersama Membangun Budaya Cerdas & Mandiri

-Survey dan analisa IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) terhadap pelayanan publik di pemerintah maupun BUMN/BUMD (sudah berpengalaman di puluhan instansi pemerintah/ perusahaan sejak tahun 2005), -Sosialisasi, Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT), -Penelitian, Pengujian, dan Menerima Pangaduan, -Informasi, Advokasi dan Mediasi.

Jika anda memiliki keluhan terhadap pelayanan publik dan perlindungan konsumen, LIN-PEKO menerima pengaduan dan konsultasi. 16

Persada Edisi 15 | Januari 2013


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.