Majalah VISI edisi 37 "Pandemi dan Pesta Demokrasi"

Page 41

TEROPONG

Ilustrasi: Azizah apa yang sesungguhnya tengah terjadi. Apa yang kita lihat terkesan benar dan objektif, padahal ini semua sebetulnya merupakan rekaan semata. Bukan realitas asli sesuai kenyataan yang kita konsumsi, melainkan apa yang tampak di depan mata, sesuai realitas yang ingin ditampilkan pembuatnya. Alih-alih mengonsumsi makna, kita sedang mengonsumsi tanda. Dalam Pilkada, tidak hanya media yang mengaburkan realitas asli dengan realitas baru bercampur citra. Aktor yang bermain di dalamnya pun turut serta dalam mengonstruksi realitas dan citra, sesuai apa yang ingin mereka tampilkan pada calon pemilihnya. Masalah tidak berhenti sampai di sini. Kontestasi politik memberi kesadaran praktis bernama demokrasi, dan membuat masyarakat percaya bahwa mereka penting. Masyarakat merasa telah didengar, menjadi dekat dengan calon pemimpin, dan optimis akan perubahan ke arah lebih baik dalam partisipasi politik.

Sayangnya ini semua hanya simulakra. Realitas tentang demokrasi yang dibangun oleh aktor politik dan media membuat kita lupa tentang apa makna demokrasi yang sesungguhnya. Masih meminjam kacamata Baudrillard untuk menjelaskan fenomena ini, para pemilih menjadi komoditas yang dipertukarkan dalam arena politik. Suara pemilih menjadi penting. Tetapi penting untuk siapa? Pilkada menghadirkan gemerlap janji dan jargon aktor politik dalam realitas baru yang dibangun dalam panggung bernama simulakra. Agar tetap menapakkan kaki ke tanah dan tidak terbuai, yang kita perlukan adalah refleksi kritis, kesadaran diskursif, dan mencari makna asli dibalik realitas. Selamat menyongsong Pilkada. Selamat datang di era simulakra!

VISI • EDISI 37 • 2020

41


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.