Tabloid Institut 62

Page 1

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

TERBIT 16 HALAMAN

TELEPON REDAKSI: 085817296629

EMAIL: REDAKSI.INSTITUT@GMAIL.COM

LAPORAN UTAMA

LAPORAN KHUSUS

Polemik Disertasi Abdul Aziz

Kupas Polemik Disertasi Kontroversial

Hal. 2

Hal. 3

Hal. 11

Kupas Proyek di Balik Rencana

WAWANCARA

TABLOID

MENYUARAKAN KEBEBASAN, KEADILAN, DAN KEJUJURAN

LPMINSTITUT.COM

LPM Insitut - UIN Jakarta

@LPMINSTITUT

@LPMINSTITUT

@XBR4277P

Rektor Prosedural Herlin Agustini herlinagustini97@gmail.com Meski banyak mahasiswa menentang, Amany tetap bersikeras hati mempertahankan kebijakannya. Ia berprinsip semua kebijakan kembali kepada aturan yang berlaku.

Belum genap setahun, lebih tepatnya 256 hari sejak berita ini ditulis, masa kepemimpinan Amany Burhanuddin Umar Lubis sebagai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengundang perhatian khalayak ramai. Sebagai rektor perempuan pertama, Amany mengawali debut kariernya dengan menetapkan batas kegiatan mahasiswa. Selain itu, perubahan sistem pemilihan umum mahasiswa menjadi prahara tersendiri di awal kepemimpinannya.

Dengan slogan “Memimpin dengan integritas tinggi dan transparasi dalam takwa dan amanah�, Amany memacu visi kepemimpinannya. Jika visi itu wawasan untuk meneropong ke depan, maka Amany meramu visi tersebut untuk mencapai misi unggulannya. Otonomi kampus dalam bidang organisasi, keuangan, kemahasiswaan, ketenagaan, dan sarana prasarana menjadi bidikan utama Amany. Tak hanya itu, ia pun me- ngidamkan UIN Jakarta menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum sebagai misinya.

Bersambung ke halaman 15...


2

LAPORAN UTAMA

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Salam Redaksi Pembaca yang budiman! Sebagai pilar ke-4 dalam demokrasi, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut selalu berada di garda terdepan mengawal pelbagai kebijakan stakeholder Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Tentulah produk-produk LPM Institut selalu konsisten menjembatani aspirasi mahasiswa dan para pembesar UIN Jakarta. Tanpa terkecuali dalam Tabloid Institut Edisi ke-62 September 2019 ini, tiap gelagat hingga kotak-katik yang ditimbulkan tak lepas dari atensi kami. Gaya kepemimpinan Rektor UIN Jakarta Amay Burhanuddin Umar Lubis yang belum genap satu tahun, menjadi sorotan utama kami. “Rektor Prosedural,” istilah yang kami pakai untuk melabeli Amany, tipikal pemimpin yang selalu menjadikan qanun tameng khitahnya. Aspirasi mahasiswa mandek di depan Amany, bagi rektor perempuan pertama itu aturan segalanya. Lantas, apa yang membedakan seorang pemimpin dengan fungsionaris sistem semata? Dari sistem hingga atribut, tak lepas dari pantauan Amany agar selaras dengan aturan yang baku. Hal inilah yang mendasari Amany untuk mengubah warna jas almamater dari biru dongker ke biru terang. Seakan tak ada habisnya, kebijakan Amany menuai sensasi. Mahasiswa protes, namun ia bersikeras akan kebijakan yang didasarkan pada aturan baku. Tak hanya itu, Tabloid Institut kali ini juga menyajikan pelbagai warta aktual yang dikemas dalam beberapa rubik. Wacana pembangunan stadion bawah tanah UIN Jakarta dengan rencana anggaran Rp 1 triliun kami kupas mendalam menjadi sajian laporan utama kali ini. Selain itu, kemelut kontroversi disertasi hubungan seks tanpa nikah yang beberapa pekan lalu ramai diperbincangkan kami jadikan laporan khusus dengan melibatkan sudut pandang para ahli. Tabloid Institut tak hanya menyajikan konten berita persoalan berselok-belok. Namun, pembaca juga dapat menikmati sajian bacaan menarik wisata bernilai historis Eks Pabrik Gula Banjaratna Brebes, Jawa Tengah. Bagi penikmat sastra, tak ada salahnya mengintip rubik sastra Tabloid Institut kali ini. Sajian cerita pendek dan puisi akan memanjakan imajinasi pembaca dengan keunikan diksi dan alur ceritanya. Konten-konten di atas hanya sekelumit gambaran yang ada pada Tabloid Institut ini. lebih lanjut, pembaca dapat membaca dengan cermat seluruh konten tabloid secara utuh. Perlu diingat, selain tersaji dalam bentuk cetak, Tabloid Institut juga hadir dalam bentuk tabloid elektronik. Sehingga pembaca dapat dengan mudah membaca produk kami di manapun dan kapanpun melalui gadget. Baca, tulis, lawan!

Kupas Proyek di Balik Rencana Muhammad Silvansyah Syahdi M. syahdi.muharam@gmail.com

Fo

:d to

b r ib

l e.

co

m

Lahan Cikuya, Tangerang akan segera dibangun asrama mahasiswa dan fasilitas Fakultas Pertanian. Berbeda, Lapangan Triguna belum mendapat kepastian.

Delapan bulan sudah berlalu Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta berada di bawah kepemimpinan Amany Burhanuddin Umar Lubis. Pada Rabu (7/8), Rektor UIN Jakarta Amany Burhanuddin Umar Lubis membuka Rapat Pleno II Senat Universitas untuk menyampaikan Rencana Kerja Rektor tahun 2019. Ia menyebutkan, UIN Jakarta akan membangun stadion bawah tanah senilai Rp1 triliun untuk meningkatkan prestasi nonakademik mahasiswa. Stadion olahraga utama berada di permukaan Lapangan Triguna. Auditorium, museum, kafetaria, dan sarana olahraga indoor lainnya akan disusun tiga hingga empat lantai ke bawah. Selain itu, akan dibuat terowongan yang menghubungkan stadion dengan Student Center dan Kampus II di Jalan Kertamukti. Lebih menjadi prioritas, UIN Jakarta juga tengah mengusulkan proyek pengembangan lahan Cikuya, Tangerang kepada Kementerian Agama (Kemenag). Setelah adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan bahwa lahan tersebut ditelantarkan, UIN Jakarta pun akan membangun Agro-Edu Park, Asrama Mahasiswa Baru, Pusat Bahasa, Student Center, dan Fakultas Pertanian (Faperta) serta laboratoriumnya. Proyek lahan Cikuya tersebut memanfaatkan 16 hektar dari 40 hektar tanah yang ada. Agro-Edu Park dan laboratorium akan menjadi sarana penunjang perkuliahan Mahasiswa Faperta. Asrama Mahasiswa Baru berkapasitas 7500 orang kelak menjadi program rutin setiap tahunnya. Nantinya, Mahasiswa baru wajib diasramakan selama dua semester pertama. “Proyek lainnya meny-

usul karena masih ada proses pembebasan lahan Cikuya,” tutur Amany, Kamis (19/9). Namun, proyek pembangunan stadion yang rencananya akan dimulai pada tahun 2020 tersebut tak berjalan sesuai harapan semula. Hingga kini, plang usang ‘Akan Segera Dibangun Stadion Olahraga’ di Lapangan Triguna nyatanya tak kunjung mendapat validitas. Reporter Institut menghubungi Kepala Bagian Perencanaan UIN Jakarta Kuswara perihal kelanjutan rencana pembangunan tersebut. Ia pun mengatakan, proyek tersebut saat ini belum dianggarkan. “Tidak tahu kapan pelaksanaannya dan akan dapat dana atau tidak,” ujar Kuswara, Selasa (10/9). Sama halnya dengan Kuswara, Wakil Rektor Bidang Kerja Sama Andi Faisal Bakti berkomentar hal serupa. Bahkan ia mengatakan, proyek tersebut dibatalkan karena terhalang masalah dana. Untuk mendapat dana pembangunan, sebuah proyek harus disetujui oleh Kementerian Agama terlebih dahulu. Sementara itu, proyek tersebut baru ada pada tahap pengusulan. Walaupun pada Jumat (9/8) silam, Nota Kesepahaman UIN Jakarta dengan Institut Teknologi Bandung telah terjalin seakan pembangunan tinggal selangkah lagi. Nyatanya, Nota Kesepahaman yang telah ditandatangani baru dalam lingkup Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sedangkan untuk tahap kerja sama yang lebih detail, akan dilakukan ketika mulai ada proses riil dari proyek. “Kalau sudah ada kepastian, barulah dijalin Perjanjian Kerja Sama,” pungkas Andi. Reporter Institut kemudian menemui Amany di Gedung Rektorat pada Kamis (19/9). Ia menyampaikan hal yang berbeda. Amany membenarkan adanya proyek pembangunan stadion bawah tanah, tetapi

belum diprogramkan ke depannya. Hal ini dikarenakan adanya pembatasan pengusulan proyek oleh Kemenag. “Bukan kendala dana, tetapi karena aspek keadilan bagi kampus lain,” tegas Amany. Amany menambahkan, sudah waktunya untuk UIN Jakarta melejit. UIN Jakarta menurutnya harus melakukan lompatan kinerja, prestasi, karya, maupun pada sektor pembangunan untuk terus bergerak maju. Walaupun Ia beranggapan mendapat pandangan pesimis dari Kemenag terkait pemanfaatan dana untuk program pembangunan. Lebih lanjut, pemeliharaan sarana prasarana juga menjadi sebuah tanggung jawab yang Kemenag pertanyakan. “Harusnya dipercayakan dulu ke pihak kampus,” tuturnya. Terkait berita proyek pembangunan stadion bawah tanah, Mahasiswa Agribisnis Muhammad Rafli Ramadhana yang juga aktif di olahraga basket itu sangat antusias. Kegiatan perolahragaan akan lebih kondusif menimbang kondisi Hall Student Center yang terbuka. Namun, jika pengadaan fasilitas penunjang minat dan bakat mahasiswa tersebut hanya sekedar wacana, Rafli akan turut kecewa. “Buat apa gembar-gembor berita kayak begitu kalau memang belum pasti,” kata Rafli, Jumat (20/9). Senada dengan Rafli, salah seorang anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Federasi Olahraga Mahasiswa (Forsa) Syahrul Furqon mengatakan, banyak pertimbangan yang menjadi masalah pada pembangunan besar ini. Akan tetapi, jika wacana tersebut benar terealisasi, sarana tersebut sangat membantu mahasiswa yang membutuhkan. Di sisi lain, ia pun tidak merasa heran jika proyek dibatalkan. “Namanya rektor baru, banyak hal manisnya,” ungkap Syahrul, Sabtu (21/9).

Pemimpin Umum: Hidayat Salam | Sekretaris Umum: Moch. Sukri Bendahara Umum: Siti Heni Rohamna | Pemimpin Redaksi: M. Rifqi Ibnu Masy | Redaktur Online: Nuraini Pemimpin Penelitian dan Pengembangan: Ayu Naina Fatikha | Pendidikan: Nurfadillah | Pemimpin Perusahaan: Nurlely Dhamayanti Anggota: Herlin Agustini, Ika Titi Hidayati, Muhammad Silvansyah Syahdi M., Nurul Dwiana, Rizki Dewi Ayu, Sefi Rafiani Koordinator Liputan: Herlin Agustini| Reporter: Herlin Agustini, Ika Titi Hidayati, Muhammad Silvansyah Syahdi M., Nurul Dwiana, Rizki Dewi Ayu, Sefi Rafiani Penyunting : Ayu Naina Fatikha, Hidayat Salam, M.Rifqi Ibnu Masy, Moch. Sukri, Nuraini, Nurfadillah, Nurlely Dhamayanti, Siti Heni Rohamna | Fotografer: Instituters Desain Visual & Tata Letak: Muhammad Silvansyah S. M. dan Rizki Dewi Ayu | Desain Sampul: Muhammad Silvansyah S. M. | Info Grafis: Muhamad Silvansyah S. M. Penyelaras Bahasa: Herlin Agustini, Ika Titi Hidayati, Nurul Dwiana, Sefi Rafiani Alamat Redaksi: Gedung Student Center Lantai 3 Ruang 307 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Djuanda No. 95 Ciputat, Tangerang Selatan 15412 Telepon: 089618151847/085817296629 | Email: redaksi.institut@gmail.com | Website: www.lpminstitut.com ~~~Setiap reporter Institut dibekali tanda pengenal serta tidak dibenarkan memberikan insentif dalam bentuk apapun kepada reporter Institut yang sedang bertugas


LAPORAN KHUSUS

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Nurul Dwiana nurull.dwiana@gmail.com

Polemik Disertasi Abdul Aziz

Foto: Detikcom

Dalam disertasi Abdul Aziz memuat pemikiran Syahrur yang dijadikan dasar legalitas untuk seks pra-nikah. Dari judul ini, membuktikan bahwa karya ilmiah tak ada batasan dalam penentua tema selama masih mempunyai kerangka ilmiah.

Abduil Aziz dengan disertasi terkait keabsahan hubungan seksual non-marital yang menuai kontroversi. Pasalnya, karya tulis tersebut bertentangan dengan norma yang ada .

Dunia pendidikan digemparkan dengan disertasi yang ditulis oleh Mahasiswa Program Doktoral Interdisciplinary Islamic Studies Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Abdul Aziz. Dalam disertasinya yang berjudul Konsep Milk al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan

Hubungan Seksual non-Marital menjadi polemik di kalangan akademisi. Pasalnya, disertasi yang ditulis Aziz bersumber pada keabsahan hukum seks pra-nikah hasil pemikiran dari seorang cedekiawan asal Suriah Muhammad Syahrur Pemikiran Muhammad

Syahrur mengenai Konsep Milk al-Yamin diartikan sebagai hukum yang memperbolehkan hubungan seksual pra-nikah. Akan tetapi, hukum Milk al-Yamin saat ini sudah tak berlaku lagi. Guru Besar Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Abuddin Nata mengatakan bahwa Milk al-Yamin sudah tidak bisa diberlakukan lagi saat ini karena akan menimbulkan dekadensi moral. Sementara itu, Staf Ahli Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Penelitian Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya Widjajaati M. Santoso mengatakan, dalam pembuatan disertasi ada berbagai sisi pendekatan yang akan dikembangkan, dikritisi hingga menemukan hasil penelitian. Selain itu, pada dasarnya semua tema karya ilmiah diperbolehkan sesuai dengan panel masingmasing. Lebih lanjut, Santoso menambahkan mengenai disertasi Abdul Aziz yang menimbulkan perdebatan. Menurutnya, diserta-si tersebut sebaiknya melihat dari berbagai perspektif. Misalnya, bila melihat dari sudut pandang

gender disertasi seks halal nonmarital banyak merugikan kaum hawa. “Kalau mau menolak atau mengkritisi berbasis dengan perlindungan perempuan serta norma-norma dalam masyarakat,” jelasnya saat ditemui di kantor LIPI, Kamis (19/9). Selanjutnya, Abuddin Nata berpendapat bahwa disertasi Milk al-Yamin mempunyai dua sisi tetapi memiliki dampak sosial yang bisa melegalisasi maraknya pergaulan bebas. Beragam persepsi masyarakat yang berbeda-beda dan menganggap diserertasi tersebut bisa dibenarkan. “Oleh karena itu, karya ilmiah dipergunkan untuk kepentingan akademik bukan konsumsi publik,” ujarnya saat ditemui di ruangan Senat UIN Jakarta, Rabu (11/9). Menanggapi perihal disertasi milik Abdul Aziz, salah satu mahasiswa Strata-3 UIN Jakarta Zulkifli mengatakan bahwa Milk al-Yamin bukan hanya bertentangan dengan tradisi masyarakat Indonesia tetapi juga norma Islami sendiri. Akan tetapi, jika melihat secara akademik tidak ada salahnya selama disertasi tersebut terdapat kerangka teoritis walaupun menggunakan pemikiran Muhammad Syahrur.

3

Tetapi, disertasi tersebut tidak mengkomparasikan dengan studi keislaman lain, misalnya fiqih, atau sumber Alquran dan hadis. “Karena kalau seks halal nonmarital sudah keluar dari ruang lingkup kampus polemiknnya jadi lebih rumit,” ucapnya, Rabu (18/9). Senada dengan Zulkifli, mahasiswa Strata-2 Ekonomi dan Syariah Riyanda Halim berpendapat dalam membuat karya ilmiah tidak ada batasanya selama tak keluar dari pedoman penulisan karya ilmiah. Sementara disertasi seks halal nonmarital itu perlu dianulir karena bukan hanya civitas akademika yang mengkomsumsi itu tetapi masyarakat pun juga. Hal serupa dirasakan seorang Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Keluarga semester satu Tri Maina Bella mengatakan apabila disertasi itu diabsahkan ketika khalayak membaca. Maka bisa menimbulkan pandangan sebelah mata dan tidak memandang jauh dari segi akademisnya. “Apabila orang awam yang melihatnya bisa salah mengartikan,” tutupnya, Jumat (20/9).

UIN Jakarta dan Diskriminasi Mahasiswa Rantau

Sefi Rafiani serafiani99@gmail.com

Masih segar dalam ingatan kita, insiden penyerangan dan pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur pada Jumat (16/8). Berdasarkan data yang dihimpun CNN Indonesia, Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, Surya Anta menjelaskan, awal mula pengepungan disebabkan oleh perusakan Bendera Pusaka yang terletak di depan asrama. Pihak aparat keamanan menduga perusakan tersebut dilakukan oleh oknum mahasiswa di asrama. Menurut keterangan Surya, saat melakukan aksi penyerangan, aparat keamanan tidak melakukan investigasi mendalam terlebih dahulu terkait perusakan Bendera Pusaka. Selain itu, mereka juga membiarkan ormas tak dikenal menjadi kian reaksioner. Ormas tersebut juga turut melakukan pengepungan beserta makian rasis terhadap mahasiswa Papua. Penembakan gas air mata berkali-kali serta perusakan fasilitas asrama membuat 43 mahasiswa asal Papua terjebak dalam asrama. Mereka bertahan dan mengamankan diri dalam asrama tanpa makan semalaman. Peristiwa yang kental dengan nuansa isu SARA ini membuat sejumlah pihak turun tangan. Nasib Mahasiswa Papua di UIN Jakarta

Menanggapi hal tersebut, salah seorang Mahasiswa UIN Jakarta asal Papua Rizky Chuan menggelar aksi di depan Halte UIN pada selasa (20/8). Hal ini dilakukan demi menyikapi kejadian di Surabaya yang santer dibicarakan media sejak satu bulan lalu. Selain itu, aksi ini juga sebagai bentuk solidaritas mereka terhadap mahasiswa Papua lainnya. Dalam aksinya, lelaki yang kerap disapa Chuan ini memiliki beberapa tuntutan. Baginya, siapapun yang mengeluarkan kalimat-kalimat rasis itu harus diadili. Saat membicarakan tentang diskriminasi yang didapat oleh mahasiswa Papua, ia turut menceritakan apa yang ia alami beserta kawan-kawannya selaku mahasiswa Papua yang menuntut ilmu di Jakarta. Contohnya saat di jalan, ada beberapa masyarakat sekitar yang tiba-tiba langsung menutup hidung saat melihat ada orang Papua. Chuan mengatakan, mungkin mereka merasa bahwa orang Papua itu bau, hitam. Menurut Chuan, diskriminasi itu bisa dalam bentuk

apa saja. Seperti dalam cara pandang, mahasiswa Papua sering kali dipandang orang kelas dua. Negara ini sudah lebih dari 70 tahun merdeka. Namun masih banyak masyarakat yang punya cara pandang seperti itu. “Negara ini memiliki multikultur yang berbeda-beda, tapi itu justru tidak dipahami sebagian besar orang Indonesia,” tegasnya saat ditemui di Sekretariat Mahasiswa Papua, Rabu (18/9). Merantau Demi Pendidikan Seperti yang dikatakan Chuan sebelumnya bahwa diskriminasi itu bisa dalam bentuk apapun. Tak hanya mahasiswa Papua saja, mahasiswa rantau lain pun mengalaminya. Seorang mahasiswa asal Bima, Nusa Tenggara Barat Iranto mengungkapkan, ia dan teman-teman sedaerahnya pernah mendapat ejekan lantaran logat mereka. Padahal, saat berbicara mereka sudah berusaha menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. “Logat kita masih sering ditertawakan. Kalau masalah logat ya memang pembawaan, tapi mau tidak mau kita harus terima,” keluh Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi tersebut, Rabu (18/9).

Foto: unlabel.com

Isu rasisme dan diskriminasi masih saja bergulir. Tak hanya mahasiswa Papua, mahasiswa rantau lain put ikut merasakannya.

Lain halnya dengan Iranto, mahasiswa rantau lain asal Makassar, Sulawesi Selatan Asma Dwi juga sempat merasa khawatir dan takut akan Kota Jakarta. Namun ia menceritakan suatu hal yang membuat perasaan takutnya hilang terhadap Kota Jakarta. Saat itu Asma yang dalam keadaan sakit memaksakan diri untuk membeli makan, namun di tengah perjalanan ia tak sadarkan diri, saat terbangun ia melihat ada seorang perempuan paruh baya yang telah menolongnya. “Ternyata, masih ada orang-orang baik di Jakarta, tidak seburuk yang saya pikirkan sebelumnya,” jelas Asma, Rabu (18/9). Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Periode 2012-2017 Hafid Abbas menyarankan agar semua waliko-

ta atau gubernur terutama di kota-kota pelajar di Indonesia haruslah mendukung Perguruan Tinggi untuk tidak membiarkan anak-anak daerah memperoleh pelayanan pendidikan kualitas rendah. Menurutnya, jika ada pelayanan akademik yang bagus, maka tindakan mengganggu mahasiswa rantau, apalagi sampai menyentuh masalah rasisme tidak akan terjadi. Ia juga menyayangkan pengalaman rasis yang dialami oleh mahasiswa Papua. “Mahasiswa Papua sama seperti mahasiswa lainnya, jadi jangan mau kalah. Kalau ada kasus-kasus seperti itu anggaplah sebagai pemicu untuk terus lebih maju lagi,” tutupnya, Rabu (18/9).


4

KAMPUSIANA

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Minuman Kekinian Pelepas Dahaga

Rizki Dewi Ayu rizkikidew@gmail.com Bisnis minuman kekinian tengah populer di kalangan masyarakat. Dengan menyuguhkan beragam rasa serta harga yang terjangkau, sukses menjadi pilihan untuk melepas dahaga.

Akhir-akhir ini, menjamur toko-toko minuman kekinian yang menyuguhkan beraneka ragam varian rasa dan racikan. Dengan tampilan toko yang menarik serta merek yang unik, menjadikan toko minuman kekinian makin banyak dilirik pembeli. Beragam olahan rasa disuguhkan untuk menarik para pembeli, mulai dari susu, kopi, teh, keju, hingga yakult memiliki peminatnya masing-masing. Untuk menikmatinya tentu tidak sulit, toko minuman kekinian tersebar di wilayah perkotaan tanpa terkecuali di sekitaran kampus. Misalnya saja toko minuman bernama “Minumin” yang terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 85, Ciputat. Pemilik toko, Osmund Destyan Rahadian Tiko menyebutkan alasannya membuka Minumin karena mendapat tawaran dari Minumin pusat. Lokasi toko yang berdekatan dengan kampus tak lain karena harga sewa toko yang sesuai anggaran. Tak hanya itu, jarak yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya pun menjadi alasan lain pemilihan lokasi. Dengan menyuguhkan es kopi susu, cheese series, yakult series hingga macchiato series,

Osmund mengungkapkan omset yang bisa diterimanya per harinya bisa mencapai sekitar Rp2 juta. Menurutnya, yang membedakan Minumin dibandingkan produk di toko lain adalah soal rasa yang lebih menarik dan variatif. “Kita tidak asal jual, tapi memikirkaan kepuasan pelanggan,” ujar Osmund, pemilik Minumin Cabang Ciputat. Serupa tapi tidak sama, HAUS menawarkan lebih dari 15 minuman yang termasuk di antaranya berbahan dasar teh, Yakult, Ovaltine hingga alpukat. Dengan harga mulai dari Rp5 ribu sampai Rp15 ribu, pembeli sudah dapat merasakan kesegaran sejak tegukan pertama. Tergolong jenis waralaba, gerai HAUS sudah tersebar di banyak daerah-daerah besar seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok hingga Bandung. Dibuka sejak satu tahun lalu, HAUS Ciputat kerap memikat pembeli dengan menawarkan promo menarik seperti beli satu gratis satu ataupun cashback. Dwinanda, karyawan HAUS mengatakan penjualan per harinya bisa mencapai 2000 gelas dengan produk terlaris yaitu choco series. Perihal hasil penjualan, omset yang didapat HAUS

terbilang tinggi. “Omset mencapai Rp10-15 juta per harinya,” ungkapnya pada Senin, (23/9). Tidak tertinggal, adapula GLEK yang terletak di kawasan Pesanggarahan UIN Jakarta. Namun sedikit berbeda dari Minumin dan HAUS, GLEK menawarkan minuman dengan topping es krim dan biskuit. Untuk omset penjualan, rata-rata GLEK berhasil mendapat Rp 1,5 juta per hari. Menyoal banyaknya toko minuman kekinian disekitar UIN Jakarta, ketua karyawan GLEK Ciputat Septiani Husna menyambutnya dengan baik. “Menurut saya cukup kreatif ya, tapi persaingan cukup ketat juga,” tutur Septi saat ditemui di tokonya pada Senin, (23/9). Sehubungan dengan tren minuman kekinian yang tersebar di sekitar Kampus UIN Jakarta, Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Savira Salsanabila mengatakan cukup sering membeli minuman kekinian. Menurutnya, antara toko yang satu dengan toko lainnya memiliki ciri khas masing-masing. Varian rasa yang ditawarkan tiap toko pun berbeda-beda, “kalo saya sendiri suka yang cookies and cream, untuk masalah harga tidak masalah. Ada harga ada

rasa,” ujar Savira Jumat, (13/9). Sama seperti Savira, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Devi Rahmadhani mengakui cukup sering membeli minuman-minuman kekinian baik yang ada disekitar UIN Jakarta maupun tidak. Alasan ia kerap membeli ialah karena penasaran dengan rasa yang ditawarkan. Apalagi toko minuman kekinian seringkali mengadakan diskon atau cashback. “Terkadang suka promo beli satu gratis satu juga,” ujar Devi, Jumat (20/9). Berbeda dengan Savira dan Devi, Mahasiswa Fakultas Hukum Jurusan Hukum Keluarga Ummu Asrah mengaku malah belum pernah membeli minuman kekinian tersebut. Mahasiswi semester satu itu terbiasa membeli air mineral, karena menurutnya air mineral lebih baik. “Saya tidak pernah mencoba, paling temen-temen aja,” pungkasnya saat diwawancara di Lobi Fakultas Syariah dan Hukum.

Selamat Wisuda kepada:

Lia Esdwi Yani Syam Arif, S.Hum. Divisi Pendidikan 2017 Wisudawan ke-111

Dicky Prasetya, S.Hum Pemimpin Umum 2017 Wisudawan ke-113

Thohirin, S.Ag. Pemimpin Redaksi 2015 Wisudawan ke-113

Aisyah Nursyamsi, S.Sos. Sekretaris & Bendahara Umum 2017 Wisudawan ke-112

Yasir Arafat, S.Sos. Pemimpin Litbang 2016 Wisudawan ke-113


JAJAK PENDAPAT

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Kebijakan Rektor di Mata Mahasiswa Sejak dilantik sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Syarif (UIN) Hidayatullah Jakarta pada 7 Januari 2019 lalu oleh Menteri Agama, Amany Burhanudin Umar Lubis langsung merencanakan beberapa program kerja (proker) untuk dijalankan jangka waktu 5 tahun ke depan. Beberapa prokernya termasuk meningkatkan mutu lulusan UIN Jakarta selama periode 2019-2023 menjadi lulusan bertaraf internasional, peningkatan kreativitas, prestasi dan akhlak mulia menjadi proker utamanya. Serta merencanakan terciptanya suasana lingkungan kampus yang asri, islami, dan ilmiah. Tak selesai sampai di situ, dalam 8 bulan masa kepemimpinannya, Amany sudah me-

Desain: freepik.com

nerapkan beberapa kebijakan yang bisa dibilang kontroversial, yaitu menerapkan jam malam bagi mahasiswa dengan alasan keamanan kampus, mengubah sistem Pemilihan Umum Raya (Pemira) menjadi sistem perwakilan karena SK Pendis (yang dinilai mematikan demokrasi) ,melaksanakan E-voting serta mengubah warna almamater dari biru dongker ke biru terang. Namun, menurut Amany semua kebijakan yang ia tetapkan merajuk pada statuta UIN Jakarta. Lantas bagaimanakah kebijakan ini di mata mahasiswa? untuk mengetahuinya, Litbang LPM Institut membuat survei kepada mahasiswa UIN Jakarta. Sebanyak 220 mahasiswa dari 12 fakultas telah memberi tanggapan atas jajak pendapat yang

diberikan. Berdasarkan hasil jajak pendapat LPM Institut, sebanyak 40% mahasiswa UIN Jakarta tidak tahu proker yang dicanangkan Amany. 35% lainnya mengatakan kurang tahu. Kemudian 21,8% menyatakan tahu dan 3,2 % mahasiswa sangat tahu. Mengenai kinerja yang sudah di rasakan, 38,2% mahasiswa merasakan kinerja di bidang kemahasiswaan. 24,1% merasakan kinerja di bidang infrastruktur kampus. Selain itu, 9,5% mahasiswa merasakan kinerja dalam hal penerbitan jurnal dan 28,2% lainnya merasakan kinerja di bidang lainnya. Selain kinerja, mahasiswa juga memberikan tanggapan mengenai kebijakan yang Amany buat. Dalam hal ini, kebija-

kan mengenai sistem pemiliham umum yang menjadi sistem perwakilan. Menurut jajak pendapat, sebanyak 48,2% mahasiswa menyatakan tidak setuju atas kebijakan tersebut. 30,5% lainnya menyatakan kurang setuju. Berbanding terbalik, 17,7% mahasiswa mengatakan setuju, bahkan 3,6% sangat setuju atas sistem perwakilan. Lebih lanjut, penerbitan jurnal mahasiswa menjadi program unggulan rektor. Terkait hal ini, 51,8% mahasiswa masih merasa jika penerbitan jurnal belum meningkat dan 31,4% mahasiswa menyatakan tidak tahu. Tapi 15,5% mahasiswa merasa jurnal mahasiswa meningkat dan 1,4% mahasiswa merasa sangat meningkat. Terkait kepuasan mahasiswa

5

terhadap kinerja rektor selama 8 bulan ini, ternyata sebanyak 51,8 % mahasiswa menyatakan kurang puas atas kinerja rektor. Bahkan, 28,2% mahasiswa menyatakan tidak puas. Selain itu, 18,6% mahasiswa menyatakan puas dan 1,4% mahasiswa menyatakan sangat puas. *Jajak pendapat ini dilaksanakan sejak 23 September hingga 25 September 2019, dengan jumlah responden sebanyak 220 dari 12 fakultas di UIN Jakarta. Metode pengambilan dalam survei ini adalah propotionated stratified random sampling. Hasil ini tidak bermaksud menyudutkan suatu lembaga atau pihak manapun di UIN Jakarta.


6

INFO GRAFIS

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

7 Tuntutan Aksi Reformasi Dikorupsi 23-24 September 2019

Sumber: #CiputatMenggugat

1

2 3 4 5 6 7

LPM INSTITUT BUKA PAID PROMOTE INSTAGRAm, LHo! kamu punya jasa atau barang dagang lainnya? buruan promosi di instagram @LPminstitut dengan 4500 followers ! HUBUNGI: 083815419607 (rizki dewi ayu)

Menolak rkuhp, ruu pertambangan minerba, pertahanan, permasyarakatan, ketenagakerjaan, mendesak pembatalan uu kpk dan sda, mendesak disahkan ruu pks dan perlindungan prt batalkan pimpinan kpk bermasalah tolak tni & polri menempati jabatan sipil setop militersme di papua dan daerah lain, bebaskan tapol papua segera hentikan kriminalisasi aktivis hentikan pembakaran hutan dan pidanakan korporasi pembakaran hutan tuntaskan pelanggaran ham dan adili penjahat ham

channel youtube lpm institut isinya apa sih? yuk, subscribe channel youtube kami: youtube.com/c/lpminstitut

LPMINSTITUT.COM


PERJALANAN

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Pabrik Bersejarah Warisan Kolonial Selain dijadikan tempat peristirahatan, Pabrik Gula Banjaratma kini didaulat sebagai cagar budaya di Kabupaten Brebes. Beragam kuliner khas Brebes seperti telor asin, bawang merah, juga hiasan pernak-pernik tersaji di sana. Kurang lebih terdapat 64 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang dapat pengunjung singgahi untuk membeli oleh-oleh. Nama-nama UMKM di situ pun tergolong unik, misalnya Dapur Dewek, Dapoer Si Cemplon, dan Kopi Koplak. Untuk memperelok suasana, pelbagai polesan artistik menghiasai sisi demi sisi Pabrik Gula Banjaratma. Seperti dibuat taman-taman di area pojok bangunan untuk mempercantik tampilan tempat ini. Selain itu, di dalam bangunan juga terdapat tempat penangkaran hewan yang terbuat dari papan pintu kaca yang dilapisi kayu warna hitam. Hewan-hewan yang berada ditempat penangkaran kaca ini di antaranya adalah burung merpati, burung puyuh, dan kelinci. Masjid bernuansa klasik dengan tampilan sederhana berupa tatanan batu-bata berwarna merah tersusun rapi, turut memperelok bangunan Rest Area Heritage. Di luar bangunan, tampak deretan air mancur yang memancarkan kilatan cahaya berwarna hijau menambah nilai estetis bangunan. Terpajang pula mesin-mesin bekas Pabrik Gula Banjaratma yang sengaja dipamerkan

Ika Titi Hidayati ikatitihidayati999@gmail.com Masa kolonial Belanda di Indonesia telah mewariskan pelbagai hal, salah satunya Eks-Pabrik Gula Banjaratma di Brebes, Jawa Tengah. Namun siapa sangka, bangunan saksi bisu penjajahan ini kini telah disulap menjadi tempat wisata bersejarah.

Pabrik Gula Banjaratma dibangun pada tahun 1908 oleh Perusahaan Perkebunan yang berpusat di Amsterdam, N.V. Cultuurmaatschappij. Kemudian di tahun 1913 pabrik gula ini mulai beroperasi. Pembangunan pabrik gula ini membutuhkan kurun waktu lima tahun, hingga siap beroprasi. Di tahun 1918, Pabrik Gula Banjaratma dikenal dengan nama Proefstations, sebuah istilah bahasa Belanda yang berarti Lembaga Pengujian. Mulanya pabrik ini dijadikan sebagai tempat khusus penelitian ilmiah budidaya tanaman tebu di daerah Brebes dan Pantura sekitarnya. Meski demikian, pabrik ini tetap memproduksi gula sebagai produk utama. Jika pabrik gula pada umumnya menggunakan energi batu bara untuk mengoperasikan mesin produksi. Namun tidak demikian dengan Pabrik Gula Banjaratma, energi uap menjadi tenaga utama yang menggerakan mes-

in produksi. Itulah yang menjadi daya tarik tersendiri dari Pabrik Gula Banjaratma. Masa operasional Pabrik Gula Banjaratma terbilang lama, kurang lebih sembilan dekade. Namun, di tahun 1998 pabrik ini mengalami banyak kerugian yang menyebabkannya gulung tikar. Pasca tutupnya pabrik, bagian mesin yang masih dapat digunakan dipindahkan ke pabrik gula lainnya yang masih aktif seperti Pabrik Gula Jatibarang. Setelah bangunan Pabrik Gula Banjaratma mangkrak kurang lebih selama 18 tahun, akhirnya direvitalisasi kembali. Siapa sangka bangunan tua bersejarah ini berhasil disulap menjadi Rest Area Heritage KM 260 B di ruas tol Pejagan-Pemalang. Tentu bukan sekadar tempat peristirahatan biasa, tempat ini menawarkan eksotisme bangunan yang masih mempertahankan nilai artistik dan nilai sejarah.

7

di dalam bangunan, seperti roda gila penggiling tebu dan lokomotif yang dulu digunakan sebagai trasportasi pengangkut hasil panen tebu. Menurut keterangan salah seorang Pemandu Wisata, Masrukhi Harun mengatakan bahwa bangunan Rest Area Heritage Eks-Pabrik Gula Banjaratma ini sengaja dibiarkan seperti bangunan aslinya untuk mempertahankan nilai historis. Bahkan untuk mesin-mesin bekas pabrik ini pun turut dipajang di balik deretan stanstan usaha. Mesin-mesin ini menjadi daya tarik tersendiri sebagai destinasi wisata sejarah bagi masyarakat. “Mesin-mesinnya dibiarkan seperti ini, karena ini yang dijual sebagai daya tarik pengunjung,� ujar Masrukhi pada Selasa (11/06). Salah seorang pengunjung, Teguh Setiawan mengungkapkan Rest Area Heritage Eks-Pabrik Gula Banjaratma ini memiliki daya tarik yang khas dan berbeda dari tempat wisata lainnya. Baginya bangunan ini tampak seperti bangunan kolonial hanya terdapat sedikit polesan hingga terlihat lebih kekinian. Teguh menambahkan, sisi menarik lainnya terdapat bangunan masjid dengan arsitektur mirip budaya Timur Tengah. Di Rest Area Heritage ini juga terdapat spot-spot foto, cocok bagi pengunjung untuk mengabadikan momen liburan. “Terus ada spot-spot buat foto juga, peninggalan kereta jaman dulu misalnya,� ungkap Teguh pada Selasa (11/06).


8

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Muslim Indonesia untuk Peradaban

OPINI

Oleh: Maulana Sidik Sinaga*

Awal Bulan Juli kemarin, saya dapati postingan sejawat yang memotret pertemuan antara Rektor UIN Jakarta dengan perwakilan pengurus UKM. Agenda utamanya silaturahmi berikut arahan dan harapan Bu Rektor untuk mengembangkan kegiatan tiap UKM. Diantara dialog yang menarik muncul ketika Bu Rektor menanyakan perihal korelasi SDGs 2030 dengan perwakilan pengurus UKM, termasuk UKM Lembaga Dakwah Kampus. Lebih dalamnya, dalam bahasa lain, bagaimana para mahasiswa yang aktif dalam syiar-syiar Islam ini dapat berkontribusi dalam SDGs? Pertanyaan Bu Rektor ini sesungguhnya, jika mau diulur panjang, representatif dan strategis bagi negara Indonesia yang mayoritas penduduknya merupakan Muslim. Bagaimana dan sejauh mana Islam bisa dijadikan pijakan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara? Hingga kemudian, di caption postingan itu, Bu Rektor memisalkan jawaban “ketenangan batin�, bahwa nilainilai Islam mendongkrak titik kesadaran bagaimana seharusnya seseorang berpikir dan bertindak. Bulan Agustus kali ini, Indonesia merdeka yang ke-74.

Beragam bentuk perayaannya dapat mudah kita temukan. Diantaranya tasyakuran kemerdekaan. Pejabat publik bersedia menyelenggarakannya untuk merenungi, mendoakan, dan menjadikannya sebagai acuan religiusitas bernegara. Dengan momen tasyakuran, melalui pejabat pemerintahan, negara mengajak bangsanya mensyukuri karunia kemerdekaan, negara mendorong masyarakat agar memandang kemerdekaan sebagai keberkahan-Nya, negara menyadari betul bahwa kemerdekaan erat kaitannya dengan sifat rahman dan rahim-Nya. Itu pula yang menjadikannya banyaknya unsur ketuhanan yang terdapat di konstitusi kita hari ini. Hal lain yang semakin membuktikan upaya negara menjaga agama dengan sungguh-sungguh adalah kegiatan perenungan suci di taman makam pahlawan. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tradisi ini melekat setiap tanggal 16 Agustus malam. Maknanya, generasi hari ini berterima kasih dan mendoakan mereka yang berjuang di masa lalu, yang karena jasa-jasanya, generasi hari ini bisa hidup tenang. Dewasa ini, pejabat publik, yang merepresentasikan nega-

ra telah bersedia menerapkan praktik keagamaan. Apakah itu formalitas belaka yang sekadar menjalankan peraturan atau sungguh-sungguh menjiwai simbol religisiutias? Mengingat di zaman orde baru agamawan agak kesulitan mengekspresikan diri, yang jelas ini adalah transformasi yang mesti diapresiasi, di mana posisi agama semakin mendapatkan tempat melalui pimpinan lembaga. Saya berasumsi, ke depannya, praktik keagamaan akan semakin menggeliat hebat, terlepas dari apapun motifnya. Mulai dari formalisasi pejabat negara di hari-hari keagamaan hingga praktik kesalihan yang meluas baik karena digitalisasi maupun peran figur. Sekarang, dengan praktik pimpinan negara yang sedia memimpin acara keagamaan dalam konteks negara itu, mungkinkah jawaban Bu Rektor itu memiliki relevansinya dengan SDGs ? Jika kita ulas kembali paparan sosiolog Max Weber yang mempelajari etika Protestan, menurutnya, agama memunculkan semangat kapitalisme, bahwa untuk selamat, sukses dunia adalah ukurannya. Maka, secara implisit, kita temui agama jelas menumbuhkan motivasi tindakan, dalam hal ini tindakan

ekonomi. Argumentasi lain diajukan Emile Durkheim yang menganggap bahwa esensi agama adalah simbol sakral, fenomena tak biasa yang memunculkan rasa kagum, hormat, dan tanggung jawab. Agama, dipandangnya sebagai sistem dan simbolisasi ritual serta sumber inspirasi hasil pemaknaan hal sakral yang dari masyarakat dan kembali kepada masyarakat itu sendiri. (Ritzer: 105). Serupa dengan gagasan Weber, menurut Durkheim, agama melatari tindakan sosial. Nampaknya, kini, negara sudah sadar akan hal demikian, ditandai dengan banyaknya praktik agama yang mencuat. Lalu, bagaimana memaksimalkan potensi Indonesia yang unggul dalam hal jumlah penduduk Muslim? Bagaimana Muslim di Indonesia bisa berkontribusi terhadap komitmen bangsa global, yakni SDGs 2030? Kita memahami SDGs 2030 itu berkutat pada tiga hal, yakni kemiskinan, kesenjangan dan lingkungan. Bangsa-bangsa di seluruh dunia wajib mendasari dan menyasar upaya-upaya kehidupan umat manusia yang semakin baik. Maka, saya kira, Indonesia sebagai negara Muslim terbesar dapat berkontribusi

pada hal perubahan kognitif dan tingkah laku. Islam mengajarkan nilai-nilai keteladanan seperti adil, musyawarah, simpati, etos kerja, welas asih, tolong-menolong, ikhlas, tulus, beryukur, sabar, peduli, jujur, rendah hati, toleransi, hingga moderat. Agama jelas menempatkan diri sebagai lembaga pembentuk karakter. Inti ajarannya tidak sekadar vertikal berupa penghambaan kepada Yang Maha Kuasa, tetapi juga horizontal, yakni melibatkan diri pada upaya kehidupan yang tentram, harmonis dan seimbang baik kepada sesama manusia maupun alam. Realitas alam dan dinamika sosial dimaknai sekaligus disaring dengan nilai-nilai keagamaan sehingga bangsa Indonesia bertingkah laku yang sejalan, bersikap yang selaras dengan tujuan SDGs, tentu dengan peran pemerintah sebagai regulator dan masyarakat sipil agar sikap ini membudaya, menjadi kebiasaan. Dengan demikian, terjawab sudah pertanyaan Bu Rektor. *Penulis merupakan Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi

Menanggulangi Sampah di Bantaran Sungai Pagedangan Udik Oleh: Nabilah*

Permasalahan yang sering kali timbul di lingkungan masyarakat baik di kota maupun perdesaan adalah persoalan sampah yang berserakan. Hal ini menjadi sebuah permasalahan yang sangat serius dalam menanggulanginya. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Dalam hal ini, KKN 122 Mahar mengambil permasalahan tentang sampah di

bantaran sungai yang berserakan di desa pagedangan udik. Kabupaten Tanggerang. Baik itu sampah organik maupun nonorganik. Mengutip dalam buku pendoman pengabdian masyarakat UIN Jakarta pada tahun 2018. Ada tiga teori dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yaitu ; Rapid Rural Appraisal, partisipatory Rural Appraisal, dan Participatiory Action Research. Namun, yang paling cocok

dalam penerapan dari tiga teori tersebut terdapat satu teori yang mampu mengindentifikasi masalah yang ada di masyarakat. Teori tersebut adalah Partisipatory Rural Appraisal (PRA) menjelaskan masyarakat yang mulai maju di mana potensi sumber daya manusia lokal mulai tersedia. Membangun kesadaran tentang menanggulangi masalah sampah dalam hal ini harus mengambil pendekatan direktif, yang mana bersifat

instruktif dan top-down untuk masyarakat pedesaan yang relatif masih tertinggal masyarakat pasca bencana atau kondisi darurat. Masyarakat di Pagedangan Udik harus di bangun kesadarannya dalam membuang sampah, jangan membuang sampah di pinggir sungai yang ada di Pagedangan Udik. Sebagai refleksi dalam menanggulanginya KKN Mahar meyediakan wadah pembuangan sampah akhir

dibeberapa titik yang ada di pinggir sungai yang dibangun secara permanen. Agar masyarakat terbangun kesadarannya dalam membuang sampah. Dan sistem pengangkutanya seminggu sekali atau dua minggu sekali oleh mobil pengangkut sampah. *Penulis merupakan Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi

Jika usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan,

Maka hanya ada satu kata:

lawan!

Foto: jadagram.com

dituduh subversif dan mengganggu keamanan,


KOLOM

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Editorial Selamat Datang Rektor UIN Jakarta Sudah satu semester lebih UIN Jakarta dipimpin oleh Amany Burhanuddin Umar Lubis. Pada nahkoda baru ini pula, harapannya tentu dapat membawa UIN Jakarta menjadi kampus yang lebih baik dibanding dengan pemimpin sebelumnya. Di awal kepemimpinannya saja sudah mengundang perhatian civitas academica. Bagaimana tidak, ia mengawali dengan kebijakan menetapkan batas kegiatan mahasiswa hingga merubah sistem pemilihan umum mahasiswa. Tak hanya itu, di bawah kepemimpinan Amany juga masih menanggung segudang pekerjaan rumah (PR) yang mesti diselesaikan peninggalan pemimpin sebelumnya. Di samping segudang PR tersebut, Amany tentu telah menyiapkan berbagai program yang akan dilaksanakannya selama mengabdi sebagai rektor. Ia juga berambisi untuk menjadikan UIN Jakarta menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Namun dibalik semua kebijakan yang mengundang respon publik tersebut, apakah benar Amany melakukannya sesuai prosedur dan aturan berlaku? Misalnya saja dalam pelaksanaan PBAK 2019 lalu, ia memperkenalkan dan mengubah warna jas almamater dengan dalih berlandaskan Statuta UIN Jakarta. Mari kita lihat beberapa kebijakan yang sudah diterapkan selama satu semester lebih ini. Dalam setiap tindakan dan kebijakan Amany selalu berlandaskan dengan aturan berlaku. Prinsipnya semua harus mengikuti aturan. Begitulah Amany. Namun tak semua yang patuh dan taat pada aturan dapat diterima dengan baik. Tak terkecuali dari kalangan mahasiswa UIN Jakarta. Hingga puncaknya muncul reaksi kegaduhan, yang bermula dari video rasis pada penolakan jas almamater yang melibatkan kampus Universitas Pamulang. Bukan itu saja, kini Amany tengah merubah sistem pemilihan mahasiswa menjadi sistem perwakilan. Alasannya tentu agar melaksanakan aturan yang terdapat pada Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4961 Tahun 2016 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri. Untuk berjalan mulus perubahan sistem pemilihan tersebut, Amany meminta Sema-U mengadakan Musyawarah Perwakilan Mahasiswa Universitas yang melibatkan seluruh lembaga intra kampus untuk segera merevisi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Kemahasiswaan UIN Jakarta. Ya, memang setiap kebijakan yang dibuat selalu berpaku pada aturan yang berlaku. Namun pernahkah rektor melibatkan mahasiswa dalam mengambil kebijakan tersebut? Sudahkah mendengar aspirasi mahasiswanya sendiri? Toh, kebijakan tersebut pasti kembali lagi kepada mahasiswa dan untuk kebaikan mahasiswa juga kan. Tentu saja yang kita inginkan pasti sama yakni dapat membawa UIN Jakarta ke arah yang lebih baik bukan. Terpilihnya rektor baru juga tak berarti menghapus semua kebijakan yang sudah berlaku. Jika kebijakan sebelumnya lebih baik mengapa harus dirubah. Jadi, siapkah kita hanya menerima setiap kebijakan tersebut dengan begitu saja? Atau awasi terus setiap pengambilan kebijakannya? Tentu masing-masing dari kalian bisa menjawabnya.

9

Perempuan di Panggung Politik, dari Masa ke Masa Oleh: Novita Soplanit*

Perempuan lahir dari masa ke masa. Eksistensi yang ada seharusnya, tidak teralienasi oleh kepentingan-kepentingan ormas, konstitusi, atau pun individu. Bukankah perempuan adalah tiang? Atau bagian dari evolusi peradaban muka bumi ini? Secara kuantitas, perempuan Indonesia yang berjumlah 101.625,816 jiwa atau 51% dari seluruh penduduk Indonesia yang menempati. Oleh sebab itu, adanya konstruksi budaya dalam masyarakat, perempuan mau tidak mau harus menempati posisi kedua setelah laki-laki. Atau dalam bahasa lain: pembagian kerja berbasis jenis kelamin (gender based division of labor), Seharusnya, keadilan (justice) terutama di negeri ini harus ditegakkan oleh setiap laki-laki dan perempuan. Sejatinya jika kedua pihak memiliki kesadaran eksistensial untuk memahami hakikat dirinya sebagaimana manusia (human). Maka menurut hemat saya keduanya, memiliki potensi yang setara dalam mengaktualisasikan diri sebagai manusia yang bersosial. Oleh karena itu, aktivis perempuan tidak henti-hentinya berjuang untuk meningkatkan kesadaraan perempuan secara utuh dari yang sadar maupun tidak sadar telah mengadopsi praktek-praktek patriarki, bahkan bodohnya perempuan sendiri menerima keadaan tersebut sebagai kodrat (given). Sebenarnya, bagaimana kiprah perempuan di panggung politik dari masa ke masa terutama di Indonesia, khusunya di bidang politik? untuk itu, penulis ingin mencoba menuturkan di dalam tulisan ini kiprah perempuan di panggung politik dari masa ke masa. Perempuan dan Pergerakan Sebelum Republik Indonesia merdeka, perjuangan aktivitis perempuan, telah ada. Hal ini dikuatkan oleh berdirinya organisasi-organisasi perempuan yang berkontribusi terhadap kemerdekaan Indonesia. Misalnya, organisasi Pawijatan Wanito di Magelang berdiri sejak tahun 1951 dan Perantaraan Ibu Kepada Anak Temurun (PIKAT) yang dibentuk di Manado pada tahun 1917. Selain itu, di Surabaya juga ada organisasi perempuan yang dikenal dengan nama Poetri Boedi berdiri sejak tahun 1919 (Suryochondro, 1999.3). Jika melihat organisasi-organisasi yang sudah berdiri. Saharusnya, aktivitis perempuan, atau pihak-pihak legislator yang

simpatisan untuk menyalamatkan kesadaran regenerasi milenal di abad 21 ini, setidaknya organisasi tersebut menjadi inspirasi bagi gerekan kaum perempuan yang terus menjamur pada masa selanjutnya, yakni masa pasca-kemederkaan hingga memasuki pra orde lama. Jika mau dikerucutkan lagi, perkembangan organisasi semakin nampak setelah lahirnya Kongres Wanita Indonesia (Kowani) pada tahun 1945. Kowani merupakan “reinkarnasi” dari organisasi yang telah didirikan sejak tahun 1928, yaitu (PPPI) Perikatan Perkoempoelan Perempuan Indonesia. Sayangnya, pada 1965 Kowani sendiri menghadapi persoalan yang cukup serius, yakni pimpinannya mengalami goncang-gancing terhadap gerakan G 30 S/ PKI. Namun demikian, gejolak tersebut melahirkan organisasi perempuan sebagai bentuk respon atas fenomena tersebut, yakni Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (Kawi). Tidak hanya itu organisasi lain yang muncul adalah Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) yang kerap kali dicap, sebagai sekte komunis (Kompas, 7 Oktober 1999). Konstruksi Polemik, Politik Gender Sebagai Jalan Keluar Jika mengacu terhadap Sustainable Development Goal (SDGs), sebagai kelanjutan Millenium Devoplment Goals (MDGs), beberapa di negara dunia telah menetapkan kesataraan (gender) sebagai salah satu tujuan (goals). Artinya, kesetaraan gender yang dimaksud di sini adalah yang terkait dengan pemberdayaan perempuan yang terkmaktub dalam pilar atau benteng pembangunan manusia. Saharusnya ini dijadikan realisasi di dalam macam-macam bidang, termasuk bidang politik. Menurut analisis saya, Jalan bagi kaum perempuan sudah terbuka sejak lama untuk berkiprah di kancah politik internasional. Namun demikian, perjuangan perempuan masih menemui jalan berliku karena hingga saat ini untuk mencapai wilayah publik (lembaga ligislatif) harus melalui pintu partai politik sebagai satu-satunya mesin politik di Indonesia. Padahal, tidak semua partai politik berpihak kepada perempuan. Artinya dunia politik masih kental dengan budaya maskulinisme. Misalnya, rapat partai dilakukan pada malam hari hingga menjelang subuh. Keadaan ini menyulitkan ruang bagi perempuan, yang secara tradisional terkait dengan beban kewajiban untuk menjaga

anak dan melayani suami. Sehingga, hal tersebut menghambat kebebasan perempuan untuk berperan lebih jauh lagi di kancah politik. Dalam pemberdayaan perempuan kita sering melupakan atau pura-pura lupa sekalipun unit kecil dalam kelembangaan masyarakat “keluarga”, di mana “ibu” mengambil peranan penting di dalamnya. Di tambah mayoritas perempuan tidak mandiri secara ekonomi. Artinya, secara finansial masih bergantung terhadap suami. Kalau pun, aktivis perempuan telah berhasil mendesak sikap afirmatif dalam Undang-Undang Pemilu yang memuat kouta 30% bagi keberadaan calon anggota legislatif perempuan, itu pun tidak berjalan mulus menundukkan perempuan sebagai wakil rakyat. Tidak hanya itu, sistem zipper yang sedianya dianggap mampu menaikkan keterwakilan perempuan di parlemen justru harus “kandas” karena “dipatahkan” melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, perjuangan perempuan dalam upaya menegakkan kesetaraan gender masih jauh dari harapan. Kalau pun ada olok-olok perjuangan perempuan di parlemen bisa berfungsi efektif sebagai kekuatan pengimbang dan pengontrol (cheks and balances) atau sebagai wadah pemberdaayan kaum perempuan di Indonesia, pada akhirnya berujung kandas. Oleh karena itu, perjuangan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan gender tidak dapat dilakukan oleh kaum perempuan sendiri, melainkan diperlukan afiliasi atau kerjasama dengan entititas sosial lain yang memiliki kepekaan tehadap persoalan perempuan (gender sensitivity). Di samping itu, perjuangan tersebut juga memerlukan komitmen bersama dari pengambil keputusan, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, kaum cendekiawan, beserta seleruh elemen masyarakat dalam rangka meligitimasi berbagai kendala kultural, struktural, dan instrumental dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender di muka bumi ini. *Penulis merupakan mahasiswa Universitas Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Studi Agama-Agama. Penggiat Forum diskusi Ciputat, INCA Indonesian Culture Academy.

kunjungi lpminstitut.com Update terus berita kampus


10

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

#ReformasiDikorupsi Foto oleh Maulana Ali Firdaus (LPM Institut) Teks oleh Nurul Dwiana (LPM Institut)

Sengatan mentari menerpa kulit para mahasiswa yang sedang berunjuk rasa. Bulir keringat pun tampak membingkai wajah mereka. Satu per satu mahasiswa dari Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Malang, Balikpapan, Samarinda hingga Purwokerto membentuk barikade di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI). Suara derap langkah kaki menanda mereka mulai bergerak ke baris terdepan untuk menerobos masuk pelantaran gedung DPR RI. Ketika itu meraka berhadap dengan pasukan pertahanan dan keamanan RI. Walau gesekan serta bentrokan yang memang sudah lumrah terjadi dalam demonstrasi, tetapi para mahasiswa tak pantang menyerah hingga suara penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sampai ke gendang telinga sang penguasa negara. Hingga mentari pun tenggelam dimakan rembulan tanda malam menjelang aksi tolak RUU tetap berlanjut. Sementara badan letih dan luka akibat benturan tak dapat dihindari dengan tangan kosong para mahasiswa menyuarakan “reformasi dikorupsi�. Hari ini Senin, 23 September 2019 di mana peristiwa baru tercatat sebagai awal perlawan mahasiswa atas penolakan RUU yang tak masuk akal.

TUSTEL


WAWANCARA

Kupas Polemik Disertasi Kontroversial

Ika Titi Hidayati ikatitihidayati99@gmail.com

Kehadiran disertasi tentang hubungan seksual non-marital karya Abdul Aziz menuai banyak cercaan dari berbagai pihak. Selain tidak lazim, Majelis Ulama Indonesia juga menilai tema yang diusung dinilai melanggar norma agama.

Dalam lingkup akademik, guna memperoleh gelar doktor harus melawati beragam persyaratan. Menurut Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi salah satu di antaranya adalah membuat sebuah karya ilmiah atau yang biasa disebut disertasi. Di dalamnya termuat teori atau dasar penelitian yang harus diuji oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya seperti penguji dan promotor. Baru-baru ini, mahasiswa

Program Doktoral Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Abdul Aziz, menggemparkan rakyat Ind on e s i a melalui karya disertasinya yang b e r judul “Konsep Milk A l - Ya m i n Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non-Marital”. Disertasi Abdul Aziz membedah pemikiran cendekiawan asal Suriah, Muhammad Syahrur mengenai hubungan intim di luar nikah yang dianggap tidak melanggar hukum Islam. Isi disertasinya, Aziz menyetujui adanya keabsahan seks yang dilakukan tanpa adanya ikatan pernikahan. Akibat mengusung seks halal non-marital, disertasi Aziz banyak menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Kecaman juga datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara terbuka memprotes institusi UIN Sunan Kalijaga yang telah meloloskan disertasi

karya Abdul Aziz. MUI selanjutnya menegaskan konsep hubungan seks tanpa ikatan pernikahan tidak cocok diterapkan di Indonesia karena mengandung konsep seks bebas. Lantas seperti apa batasan dalam lingkup karya tulis ilmiah berbentuk disertasi? Serta adakah korelasinya dengan norma yang ada dalam masyarakat? Berikut ini hasil wawancara reporter Institut Ika Titi Hidayati dengan Bagian Pusat Penelitian, Kemasyarakatan, dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Widjajanti M. Santoso di gedung LIPI lantai 6, Kamis (19/9). Seberapa jauh ruang lingkup pembuatan karya tulis ilmiah? Pada dasarnya semua tema yang akan diterapkan dalam karya ilmiah tidak dibatasi atau tidak terkungkung dalam satu tema saja. Namun, dalam kenyataannya untuk tema sebuah karya ilmiah ditentukan oleh panel dari masing-masing pembuat disertasi. Dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk disertasi yang menjadi hal terpenting adalah ketika karya ilmiah mengarah pada sebuah konstruksi teoretis tertentu. Konstruksi teoretis tersebut bergantung pada beberapa batasan, termasuk di dalamnya teori yang dikaji, pendekatan yang dikembangkan atau semacam refleksi terhadap karya ilmiah itu. Apakah hasil karya tulis ilmiah dapat dipertentangkan? Harus, sebuah karya ilmiah dalam bentuk apapun akan leb-

Kilas

ih bagus jika dipertentangkan. Hal tersebut dilakukan karena jika sebuah karya ilmiah dipertentangkan, berarti dari kalangan masyarakat telah berpikir, mengkaji ulang atau sudah menelaah sebuah karya ilmiah tersebut. Jadi masyarakat sudah berpikir cerdas, dengan tidak menelan mentah-mentah akan adanya karya ilmiah. Jadi karya ilmiah memang harus dipertentangkan, pertentangan itu justru akan mengarahkan masyarakat pada kajian bahwa apakah karya ilmiah tersebut bisa terus dipergunakan sebagai rujukan atau justru sebaliknya. Jika hasil karya ilmiah bertentangan dengan norma, apakah dapat dianulir? Tidak mungkin dianulir, karena hingga saat ini belum ada kejelasan terkait proses maupun wewenang menganulir disertasi. Sementara dalam kasus milik Abdul Aziz, disertasinya telah secara resmi dinyatakan lulus. Tapi, disertasi tersebut justru diperdebatkan di kalangan masyarakat meskipun sudah dinyatakan legalitasnya. Padahal, sebuah karya ilmiah yang sudah berwujud dalam bentuk disertasi pasti sudah melalui beragam tahapan untuk dinyatakan sebagai karya ilmiah yang sah. Namun di lain sisi, sebuah karya ilmiah dapat diperkenankan untuk dilakukan sebuah perbaikan atau revisi. Bagaimana menyikapi kasus disertasi Konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan

Kilas

Rumah susun sederhana sewa (rusunawa) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta resmi ditempati pada Minggu (25/8) bertepatan dengan H-1 pelaksanaan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan. Rusunawa dibangun dengan tipe 24 berlantai empat di atas lahan seluas 3.000 meter persegi yang berlokasi di Jalan Kertamukti, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Keempat lantai ini memuat lima puluh kamar tidur. Bagi mahasiswa yang ingin menempati rusunawa, harus mengikuti prosedur tata cara pendaftaran masuk rusunawa UIN Jakarta. Ada beberapa tahapan alur yang harus dilewati mahasiswa. Pertama mahasiswa melakukan survei ke tema lokasi rusunawa, mengikuti tes seperti tes bahasa Arab dan bahasa Inggris selanjutnya mengisi formulir yang bisa diakses pada mahadaljamiah.uinjkt.ac.id. Terakhir mahasiswa melakukan pembayaran sebesar 3.500.000 dan mengonfirmasi pembayaran. Kegiatan para mahasantri di rusunawa di antaranya adalah melakukan kegiatan pengajian Ta’lim setiap hari Senin sampai Jumat usai bada maghrib. Ada juga kegiatan lain seperti ceramah berdurasi tujuh menit yang dilakukan setiap pagi, tahfiz Alquran, tahsin, penguatan materi bahasa Arab dan bahasa Inggris. Sedangkan akhir pekan pun juga terdapat kegiatan lain. Menurut Pengurus Rusunawa, Nikki Leres Mulyati mengungkapkan bahwa setiap hari Sabtu ada kegiatan ekstrakulikuler. “Dihari Sabtu kami mengadakan ekstrakulikuler” ujar Nikki pada Rabu (18/8) Menurut Mahasantri rusunawa, Maslahatul Amaliah mengatakan bahwa kegiatan di dalam rusunawa UIN Jakarta sangat menyenangkan karena di dalamnya terdapat pengajian Ta’lim. Maka dari itu, Amaliah memilih untuk tinggal di rusunawa yang menyajikan aktivitas pengajian dan pendalaman ilmu bahasa Arab dan bahasa Inggris. “Saya memilih tempat asrama aja seperti rusunawa ini untuk meningkatkan skill saya dalam mengaji juga.” (Ika Titi Hidayati | ikatitihidayati999@gmail.com)

11

Seksual Non-Marital karya Abdul Aziz? Dalam isi disertasi tersebut, saya kurang setuju karena saya melihat dari sisi gender dan perlindungan perempuan. Dampak dari hubungan seks non-marital akan mendatangkan kerugian untuk pihak perempuan. Karena bila ditelisik, jika perempuan yang menjalani hubungan seks non-marital bisa menyebabkan kehamilan yang berdampak paling berat bagi kaum perempuan. Kemudian yang kedua, hubungan seks non-marital bisa menimbulkan penyakit. Ketiga, konsep perlindungan terhadap kaum perempuan. Saya mengatakan bahwa perlindungan terhadap perempuan itu penting yang menjadi alasan utama. Dalam disertasi karya Abdul Aziz membicarakan konsep seks non-marital diperbolehkan, namun dalam konsep norma-norma yang berlaku di masyarakat hal itu salah. Karena pernikahan menjadi ‘ukuran’ dalam lingkup masyarakat kita. Apa solusi atas permasalahan itu? Dalam konsep karya ilmiah, disertasi tersebut tidak bisa kita abaikan. Karena sebuah karya ilmiah apalagi dalam bentuk disertasi yang proses pembuatannya tidak mudah dan harus melalui beberapa tahapan. Dengan adanya kasus disertasi yang beredar hasil karya Abdul Aziz, ini menjadi pembelajaran bagi kita khususnya sebagai masyarakat awam. Agar dapat melihat sebuah permasalahan dan bisa menerima pemikiran orang lain meskipun berbeda perspektif.

Fasilitas Rusunawa UIN Jakarta

Foto: Ilustrasi arsitag.com

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019


12

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Nurul Dwiana nurull.dwiana@gmail.com

Menentang Eksploitasi Anak

Dalam nestapa Zain menjalani hidup di mana kasih sayang orang tua terkalahkan oleh egoistis. Di mana orang tua mengeksploitasi buah hati mereka hanya untuk bertahan hidup.

Tindakan kekerasan pada anak sering kali terjadi. Kekerasan pun biasanya datang dari lingkup keluarga. Dampak dari kekerasan bukan hanya tampak dari fisik atau pelecehan seksual tapi sikap mengabaikan anak juga termasuk bentuk kekerasan pada anak. Kekejian terhadap anak ini direpresentasikan dalam film Capernaum yang disutradari Nadine Labaki. Berawal dari kondisi kota Beirut kini dengan kemiskinan yang luar biasa. Sehingga berimbas pada anak-anak dengan sifat orang tua mengabaikan serta mempekerjakan anaknya yang terpenting perut mereka terisi dan tidak kelaparan, hal seperti ini dialami oleh Zain Al Hajj seorang anak berumur 12 (Zain Al Rafee). Suatu hari Zain menjadi terdakwa atas percobaan pembunuhan terhadap pria paruh baya bernama Assaad dan mendekam di penjara Roumieh untuk anak di bawah umur selama lima tahun. Kasus Zain tersebut diungkit

kembali dan dibawa ke pengadilan dengan Zain sebagai penuntutnya. Dengan sebuah pernyataan yang menohok “Saya kecewa kepada orang tua saya” karena telah melahirkannya. Masalah mulai muncul saat Assaad tertarik dengan Sahar adik Zain yang masih berumur 11 tahun. Keegoisan Selim dan Souad Al Hajj – orang tua Zain dengan menikahkan Sahar dengan Assaad. Maksud pernikahan tersebut, mereka ingin meringankan beban hidup keluarga serta agar anak mereka tidak kelaparan. Mengetahui hal itu, Zain tak terima atas perlakuan orang tuanya terhadap saudarinya dan merencanakan angkat kaki dengan membawa Sahar. Nasi pun sudah menjadi bubur tak lama setelah itu Selim dan Souad langsung menyerahkan Sahar ke tangan Assaad untuk segera dinikahkan. Muak dengan kelakuan orang tuanya yang menjual anaknya ke tangan lelaki bejat Assad, ia pun pergi dari rumah. Di sisi lain, ia juga bertemu dengan perempuan

bernama Rahil (Yordanos Shiferaw) pekerja asal Ethopia yang bermigrasi ke Lebanon menjadi warga illegal. Rahil telah menjadi orang tua tunggal dari seorang balita yang akrab dipanggil Yonas. Dengan kehidupan serba susah ia menghidupi putranya hingga ketika bekerja pun Rahil membawa Yonas Pertemuan Rahil dengan Zain membawa rasa percaya Rahil untuk menitipkan Yonas saat ia tidak ada di rumah dan Zain sendiri menganggap Yonas sebagai adiknya. Hingga suatu ketika Rahil akan pergi Souk dan dia tidak akan kembali meninggalkan Zain beserta Yonas. Hari demi hari sudah terlewati tanpa adanya Rahil. Untuk melanjutkan hidup meraka berdua, Zain yang masih seorang anak kecil melakukan berbagai cara untuk menghidupinya dan Yonas yang masih membutuhkan susu. Di tengah kelaparan, Zain menemui toko Aspro untuk mencari keberadaan Rahil tetapi kenyataannya Rahil tidak ada di sana. Sementara itu pemilik Aspro mengingikan Jonas untuk dieksploitasi, Zain pun menolak. Sayangnya, Zain putus asa dan menyerahkan Yonas ke tangan Aspro dengan imbalan diberangkatkan ke Turki dengan syaratsyarat menyertakan surat kelahiran

Zain dan data kependudukannya untuk membuat paspor. Zain pergi kembali ke rumah orang tuanya untuk mencari surat tersebut. Akan tetapi kenyataan pahit selalu menyertainnya, ia mendapat kabar bahwa Sahar meninggal dunia setelah 3 bulan mengandung anak Assaad sebab usia anak 11 tahun yang memang masih belum belum produktif. Dengan amarah ia membawa se- bilah pisau dan ia berlari tergesa ke kediaman Assaad untuk menikam. Percobaan pembunuhan yang hanya melukai Assaad nyatanya tetap membawa Zain meringkuk di rumah tahanan. Di balik jeruji besi, ia terpikir untuk melakukan telpon interaktif pada salah satu program di stasiun televisi karena menonton program tersebut yang menyuarakan tentang keadilan bagi anak-anak. Dia menyampaikan sebuah pesan untuk orang dewasa yang tidak mampu membesarkan anak-anaknya. Sebuah cerita

RESENSI

untuk para orang tua yang mentelantarkan dan mengabaikan suara hati anak mereka. Film yang berjudul Capernaum yang mendapat nominasi Oscar serta penghargaan standing ovation di Festival Film Cannes pada 2018. Tak hanya itu, para aktor yang berlaga non-profesional dengan mempresentasikan pengalaman hidup mereka dalam pembuatan film ini menjadikan terlihat natural.

Judul Tahun Genre Sutradara Durasi

: Capernaum : 2018 : Drama : Nadine Labaki : 126 Menit

Laut Bercerita: Menolak Lupa Duka Orde Baru Sefi Rafiani serafiani99@gmail.com Setelah hampir tiga bulan disekap dalam gelap, mereka membawaku ke sebuah tempat. Hitam. Kelam.

Yogyakarta menjadi titik awal Biru Laut mengerahkan segenap kesadarannya melawan Orde Baru (Orba). Pertemuannya dengan Kasih Kinanti membuatnya ikut bergabung dalam Kelompok Studi Winatra yang berafiliasi dengan Wirasena. Keduanya memiliki misi yang sama, menyuarakan kekecewaan terhadap masa Orba. Alih-alih negara menjamin keselamatan

warga negaranya sendiri, ironinya mereka malah terancam dan tak segan-segan untuk dihilangkan. Tak ayal, kalimat “Matilah engkau mati. Maka kau akan hidup berkali-kali” sering disebut-sebut penulis dalam tulisannya. Adalah nyata jika buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer terlarang pada masa itu. Siapa sangka jika aktivis mahasiswa akan ditangkap para intel jika membahas buku-buku karya Pramoedya. Tak jarang, para intel menyelundup masuk ke setiap perkumpulan atau organisasi mahasiswa demi memata-matai apa yang dibicarakan mereka. Rupanya, hal inilah yang terjadi pada Laut, Kasih, Alex, Sunu dan temanteman lain yang bergabung dalam Kelompok Studi Winatra. Titik kekejian berawal dari advokasi terhadap petani dan buruh dalam aksi Blangguan yang ter-

Judul Penulis Jumlah Halam an Terbit

: Laut Bercerita : Laela S.Chudor i : 379 hlm : Oktober 2017

jadi pada 1993 lalu. Aksi ini menolak jika tanah yang mereka gunakan sebagai tempat bercocok tanam digusur dan dijadikan tempat pelatihan gabungan militer. Para aktivis Winatra mengajak masyarakat Blangguan untuk melancarkan aksi penanaman jagung. Dalam aksi ini juga diwarnai dengan pembacaan puisi karya WS. Rendra. Sayangnya, sebelum aksi itu dimulai, intel sudah mencium rencana aksi mereka. Berjalan sambil merayap di tengah gelapnya hutan, hingga berpindah aksi ke gedung DPRD Jawa Timur menjadi cara organisasi mereka untuk menghindar dari para intel. Kekejian dari aparat pemerintah yang mereka dapatkan sama sekali tak mencuri semangat mereka untuk terus menggencarkan pergerakan. Kendati menjadi buronan, mereka tetap berusaha melancarkan aksi secara diam-diam. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain, Sumatera, Jawa, dan berakhir membangun sekretariat di Jakarta. Rindu yang membuncah dari hati mereka yang terdalam untuk bertemu para keluarga dan orangorang tercinta rupanya hanyalah angan-angan. Titik kekejian akhir yang didapatkan oleh Laut beserta teman-temannya saat mereka berhasil ditangkap di Klender pada tahun 1998. Mereka disekap di ruang bawah tanah, dipukul berkali-kali saat interogasi, disetrum saat mereka tidak menjawab, diberi gigitan

semut rangrang oleh para aparat di mata saat berani membantah, serta kekejian lainnya. Dan yang tak terlupakan bagi mereka adalah saat di dipaksa tiduran di atas balok es sambil telanjang. Sebelum kabar presiden orde baru akan lengser, para tawanan dibebaskan. Namun hanya sembilan orang yang kembali di antara 22 orang yang ditawanan. Sisanya menghilang entah dibuang kemana. Biru Laut bersama salah seorang sahabatnya—si penyair dihempas ke laut, membaur bersama birunya lautan dan ikan-ikan. “Dan akhirnya tubuhku berdebam melekat ke dasar laut, di antara karang dan rumput, disaksikan serombongan ikanikan kecil yang tampaknya iba melihatku. Aku menyadari, aku telah mati. Tubuhku akan berada di dasar laut ini selama-lamanya. Dan jiwaku entah melayang kemana”- hlm 7 Di sisi lain, Asmara Jati— adik Biru Laut—menceritakan kesedihan keluarga yang penuh harap menginginkan anaknya untuk kembali. Kesedihan yang begitu menyesakkan bagi orang tua Laut. Hal itu membuat keduanya tak pernah berhenti mengkhayal, bahwa Laut selalu ada di sisi mereka. Ketika memasak, ibunya selalu merasa bahwa Laut sedang membantunya serta mencicipi lezatnya

kuah tengkleng favoritnya. Sementara sang ayah selalu menyusun piring sebanyak empat buah saat akan makan bersama. Khayalan itu seakan-akan membuat mereka merasa bahwa Laut juga mengikuti makan malam bersama. Kesedihan mendalam pula turut dirasakan Anjani—kekasih Laut. Semenjak Laut tak ada kabar, tubuh dan wajahnya sudah tak pernah bersentuhan shampo. Tubuhnya kurus, rambutnya begitu kusut, kukunya hitam-hitam. Ia tak merawat dan memperhatikan kecantikannya lagi. Acara kamisan untuk memperingati dan menuntut perginya orang-orang yang hilang di depan Istana Presiden pun tak ingin didatangi oleh keluarga Asmara dan Anjani. Tak lain, karena mereka masih yakin bahwa Laut akan kembali. Dalam buku ini, Leila S. Chudori sebagai penulis fiski historis mampu mengalirkan cerita yang bertema kelam menjadi menyenangkan saat dibaca. Drama dan tragedi yang kental dan bernada nostalgia memberi perasaan pilu dan melankolis bagi pembaca. Pembawaan yang mengambil dua sudut pandang yang berbeda membuat kita bisa berempati dan memahami pihak yang terlibat dalam kasus-kasus penghilangan orang secara paksa di zaman orde baru.


EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Aksi Nyata Ukir Prestasi

Rizki Dewi Ayu rizkikidew@gmail.com

Memiliki segudang aktivitas di kampus tidak menghalangi Intan untuk berprestasi di luar kampus. Sempat menjadi Abang None Buku dan Duta Bahasa DKI Jakarta, kini ia disibukkan untuk menggalakan program SDGs yang dicanangkan oleh PBB.

Pada 25 September 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) beserta 193 kepala negara mengesahkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau dalam Bahasa Inggris disebut Sustainable Development Goals (SDGs). Mengusung tema “Mengubah Dunia Kita: Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan”, SDGs memiliki 17 tujuan untuk 15 tahun kedepan guna mengurangi kemiskinan, perbaikan kesehatan, pendidikan serta melindungi lingkungan.

Salah satu orang yang menjalankan salah satu tujuan SDGs ialah Intan Qomariah. Dari 17 tujuan yang ada, Intan memilih aspek pendidikan berkualitas. Sejak Mei 2017, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris ini menjabat sebagai partnership officer di organisasi bernama Indonesian Youth For Sustainable Development Goals (Indoyouth4sdgs). Demi mendukung dan menjalankan program PBB tersebut, perempuan kelahiran Cirebon, 16 November 1995 ini pun berkesempatan menjalani pertukaran pemuda ke Filipina. Di sana ia meneliti serta memberikan solusi perihal masalah pendidikan di sebuah desa. “Kalo di Indonesia sendiri sebenarnya minat baca, buta huruf dan putus sekolah, pendidikan karakter masih banyak PR-nya,” tutur Intan. Sejak duduk dibangku sekolah, Intan memang sudah aktif mengikuti organisasi baik ekstrakulikuler atau Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Tekun dan pantang menyerah membuat Intan berhasil meraih sejumlah

prestasi. Selama menjadi mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ia pernah mengikuti beberapa organisasi intra kampus seperti UKM Bahasa Foreign Languages Asssociation (FLAT) dan juga UINPreneurs. Saat masih aktif di UKM Bahasa FLAT, Intan menginisiasi program Flaternational walau program tersebut hanya berjalan selama 2 tahun. Ia bersama teman-teman juga menginisiasi program FLAT Tari dengan tujuan untuk mempelajari tari tradisional. Karena itulah Intan berhasil membuktikan kalau sebenarnya budaya dan bahasa itu saling berkesinambungan. Tahun 2016 silam, Intan didaulat menjadi Top 5 finalis Duta UIN Jakarta. Tak sampai disitu, ia pun berhasil menjadi Abang None Buku Jakarta Barat 2016. Prestasinya menjadi abang none buku merupakan hal yang paling tak terlupakan sebab banyak pelajaran yang ia dapatkan seperti cara berkomunikasi yang baik dan benar hingga cara berpenampilan. “Melalui abang none buku, saya mendapat keluarga baru,” ujarnya saat ditemui di lobi FITK, Rabu (18/9). Sering mencoba peruntungan sebagai duta, Intan pernah mendapat cibiran dari teman-temannya. Ia bercerita,

dirinya sempat dicap terobsesi menjadi artis hanya karena menjadi Duta Bahasa Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Padahal menjadi duta bahasa adalah representasi anak muda untuk mengajak teman untuk membaca buku dan ke perpustakaan. Untungnya, dia tak ambil pusing akan hal tersebut. “Yang ngejalanin aku, mereka cuma bisa berkomentar,” ungkapnya. Selain mengurus organisasi Indoyouth4sdgs, perempuan yang hobi membaca buku ini juga dipercaya menjadi Koordinator Public Relations Komunitas Jendela Jakarta. Dari banyak pengalaman berorganisasi yang telah ia lalui, menurutnya yang paling berkesan adalah saat ia ada di UKM FLAT. Ia menganggap, apa yang ia dapatkan hari ini karena dibentuk di FLAT. Dengan segudang aktivitasnya, sempat Intan merasa capek dan jenuh. Apalagi jika kegiatannya bentrok dengan jadwal kuliah. Untuk mengatasi hal tersebut, ia memilih untuk istirahat total dan memprioritaskan kegiatan yang paling penting dan utama. Semua prestasi yang ia raih tak semata didapatkan secara instan. Berdebat dengan orang tua, Indeks Prestasi yang menurun dan juga ketiduran di kelas pun pernah ia hadapi. Bahkan, sering ia tidak lolos saat mendaftar sebagai

Gejolak Potensi Diri Pemuda

SOSOK

13

kontestan duta. Tapi semua itu malah membuatnya makin terpacu untuk terus berusaha. “Kegagalan aku jadikan untuk evaluasi diri,” kata Intan. Ia berujar, ikut organisasi apalagi organisasi dalam kampus itu penting karena dapat menambah pengetahuan dan kecintaan kepada kampus. Tak hanya itu, menurutnya karena didikan organisasi dalam kampuslah ia jadi lebih kuat menrima tantangan di dunia luar. Kedepannya ia ingin menciptakan organisasi sendiri seperti komunitas pendidikan gratis. Ia ingin menyelesaikan masalah sosial yang ada di kampung halamannya, Cirebon. Intan ingin membagi pengalamannya demi Indonesia yang lebih baik. “Aku udah mulai merancang dari sekarang,” Tuturnya. Intan berpesan untuk anakanak muda terutama mahasiswa UIN Jakarta, jangan pernah takut mencoba hal yang baru. Prestasi yang sudah diraih jangan dijadikan hal untuk mengunggulkan diri, tapi harus dijadikan amal. Perihal kegagalan, itu nomor dua yang penting sudah berani untuk mencoba. “Tugas kita bukan untuk berprestasi tapi untuk mencoba,” pungkasnya.

KOMUNITAS

Muhammad Silvansyah Syahdi M. syahdi.muharam@gmail.com

Perjalanan Rinaldi Nur Ibrahim merintis Youth Ranger Indonesia (YRI) berawal saat ia menjalankan program kerjanya sebagai Duta Generasi Berencana (Genre) Jakarta Selatan. Program Genre tersebut bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada remaja. Pria yang akrab disapa Inal tersebut mengatakan, tiga fokus masalah utama yang terjadi pada remaja adalah seks bebas, pernikahan usia dini, dan narkoba. Menurut Inal, peningkatan soft skill dan produktivitas remaja dapat membantu menangani hal tersebut. Buah pikir Inal akhirnya melahirkan suatu program bernama Genre Icon pada Juni 2018. Salah satu kegiatannya adalah Ngobrol Asik—diskusi online via Whatsapp dengan mengundang beberapa ahli pengembangan potensi diri. Sampai September 2018, lebih dari seribu remaja usia 10 sampai 24 tahun telah berpartisipasi pada berbagai kegiatan Genre Icon. Melihat banyaknya remaja

yang tertarik, Inal tidak ingin berhenti di situ. Ia pun berniat untuk meneruskan programnya di luar naungan Duta Genre. Seiring berakhirnya kegiatan Duta Genre, Genre Icon pun beralih menjadi YRI pada pertengahan September 2018. Target partisipan YRI pun lebih luas, yaitu pemuda usia 15 sampai 64 tahun. “Supaya makin banyak juga orang yang bisa ikut produktif di usia mudanya,” ungkap Inal, Senin (9/9). Inal tentunya tak merintis YRI sendirian. Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut turut mengajak Mawapres lainnya. Mereka adalah Glenzi Fizulmi dari UIN Jakarta, David Wijaya dari Institut Teknologi Bandung, Syifa Kenedi dari Universitas Malikussaleh, dan Made Gilang Sedayu dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Glenzi Fizulmi mengaku, banyak tantangan yang harus dilewati ketika merintis YRI. Mereka saling belajar dan bekerja

sama hingga akhirnya mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. Alhasil, YRI resmi dikukuhkan tepat pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2018. Rekrutmen Impactman—sebutan untuk tim pengurus YRI—pun dibuka. Sampai sekarang, terdapat sekitar 60 Impactman yang tersebar di seluruh Indonesia. “Kita menghasilkan Impactman yang produktif dan berkualitas,” ungkap Glenzi, Kamis (12/9). Tak hanya melalui Whatsapp, YRI juga menjalankan program online melalui Youtube dengan konten Tokoh Kita dan Instagram dengan konten Tips & Trick Pemuda. Lewat program tersebut, para tokoh inspiratif memberikan kiat-kiat kepada para pemuda untuk mengembangkan potensinya. Selain program online, YRI juga menggelar berbagai program offline. Sebagai misal, Youth Public Speaking and Grooming Class yang membahas kepercayaan diri dalam berkomunikasi dan ber-

Foto: Dokumentasi YRI

Tak hanya remaja, YRI pun merangkul pemuda usia produktif. Para Impactman bersama-sama menjalankan berbagai program agar pemuda sadar atas potensinya.

Program pembinaan pengembangan diri sedang berlangusng di acara YRI Goes to Jakarta, Sabtu (3/8). Sebelumnya, terdapat gelar wicara terkait potensi diri.

pakaian layak secara profesional. Ada pula Youth Scholarship Event yang memberikan informasi mengenai beasiswa. Tak kalah seru, terdapat program pembinaan pengembangan potensi diri pada acara YRI Goes to Jakarta: Empowering Youth Potential. Paling baru, YRI berkolaborasi dengan Katalisator Muda Indonesia mengadakan gelar wicara dalam rangka kampanye Kekerasan Itu #TidakMewakiliSaya di Bandung, Minggu (15/9). Salah seorang Impactman bernama Fildzah Izzati Ishmah mengaku, ia bergabung dengan YRI karena tertarik di bidang kepemudaan. Pembinaan dan pelatihan untuk mengembangkan soft skill juga menjadi hal yang cukup menarik baginya.

Setelah ikut menjadi penyelenggara beberapa program YRI, Fildzah merasa lebih percaya diri dan relasinya menjadi lebih luas. “Produktif dan selalu berpikiran positif karena pengaruh lingkungan YRI,” tambah Fildzah, Kamis (12/9). Good Environment with Productive Teenagers Will Bright Our Future, begitulah moto Glenzi. Ia berpesan kepada seluruh pemuda untuk memanfaatkan masa muda mereka dengan sebaik mungkin. Karena menurutnya, sebaik-baiknya pemuda adalah pemuda yang bisa bermanfaat bagi masyarakat. “Jangan pernah takut untuk memulai, jadilah pemuda yang tidak hanya mempunyai satu fokus,” pungkas Glenzi.


14

SASTRA

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Sampo: Sebuah Kisah Kriminal Oleh: Hafizh Pragitya Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggirs Fakultas Adab dan Humaniora

Suara pembawa berita membangunkannya yang tertidur di sofa dengan hanya sehelai celana dalam dan setoples besar es krim di pangkuannya yang sisanya sudah mencair. Yang pertama ia maki saat menyadarkan diri adalah televisi karena berisik, yang kedua adalah giginya yang ngilu setelah mengonsumsi es krim semalam saat menonton film The Big Lebowski, dan yang ketiga adalah dirinya sendiri karena selalu merasa payah saat bangun tidur. Kenapa tidak mati saja sih? keluhnya. Saat mengucek kedua matanya, berita beralih mengabarkan hilangnya seorang perempuan berumur 21 tahun yang masih dalam proses penyelidikan. Perempuan muda itu dikabarkan hilang sejak tiga hari yang lalu saat pulang belanja. Foto ukuran 4×6 setengah badannya dipampang jelas di layar televisi, Noy masih mengucek mata kirinya sementara mata kanannya memicing melihat foto perempuan cantik berambut hitam panjang dengan lesung pipit itu. Dadanya besar juga, itulah yang diingatnya. Siaran berita masih belanjut, Noy mengganti channel karena bosan menontoni derita sana-sini di negerinya. Ia berhenti menekan tombol remot saat melihat iklan sampo edisi terbatas dengan khasiat terbaru dan meyakinkan untuk menumbuhkan rambut secara cepat. Suara dibuat-buat di iklan itu bilang bahwa sampo itu sudah diuji klinis di Amerika, Cina, dan banyak negara lainnya. “Dan hasilnya tak diragukan lagi! Rambut anda akan tumbuh cepat dan lebat. Silahkan beli di toko terdekat dan rasakan khasiatnya!” Noy ingat-ingat merek sampo itu, lalu mematikan televisi. Ia bangun dari sofa, memutar CD kumpulan musik klasik Cina gubahan Dacan Chen, dan masuk ke kamar mandi. Setelah melepas celana dalamnya yang bau, ia menatap dalam-dalam rambutnya yang membotak di depan cermin. Proses pembotakan itu begitu cepat, Noy merasa hidupnya juga digerogoti. Tapi iklan sampo tadi memunculkan harapan baru, semangat hidup baru. Ia duduk di kloset, mengejan, dan membayangkan dirinya yang berambut tebal seperti dulu saat muda, saat para wanita mengejar-ngejarnya, saat lirikannya meracuni mereka yang mudah goyah. Ah... sebuah sensasi manis dan mengejutkan, seperti saat memakan coklat di bawah langit malam festival kembang api. Tapi setelah cebok, ia disadarkan kembali ke tekanan hidup riil saat ini, dirinya yang membo-

rok di tengah masyarakat yang terus maju, dirinya yang tenggelam di arus sungai deras. Jiang he Shui yang sedang melantun syahdu bukannya menenangkan pikirannya, malah menjeratnya ke arus deras sungai di tengah kelamnya hutan, menghantamkan kepalanya dengan batu besar, dan menyelesaikan riwayat hidupnya dalam cerita di setiap gesekan instrumental itu. Sialan! Ia menangis di bawah pancuran air yang mengguyur sampo dan sabun yang membersihkan tubuhnya. Begitu dramatis. Setelah mandi, ia pakai celana dalam itu lagi, lalu menyirami koleksi bunga anturium di depan kontrakannya sambil merokok. Bu Marsinah, tetangga yang satu-satunya sudah punya pesawat telepon di desa itu, yang sedang menyapu di kontrakan sebelah, jengkel dengannya dan asap rokoknya, lalu memasang muka masam kepadanya, ingin memakinya tapi tidak berani. Noy balas memasang muka mengejek kepadanya, lalu lanjut merokok dengan santai. Selesai menyirami tanaman ia pergi ke persimpangan jalan untuk makan nasi uduk dan minum kopi, lalu merokok lagi sebatang. Sarapan bagi Noy bukan sekedar sarapan. Di sana, sambil minum kopi dan merokok, ia juga mengobrol dan menceritakan kebohongan kisah hidupnya. Orangorang yang sering ke sana sudah tahu omong kosongnya, tapi mencegahnya adalah pekerjaan membosankan karena mereka sudah berkali-kali memprotes, tapi ia selalu lanjut bercerita. Pemilik warung, yang selalu Noy lupa namanya, sudah gerah mendengar cerita bohongnya, tapi ia tak bisa mengusirnya. Selama ia bisa bayar, ia boleh datang. Sudah hampir jam sepuluh pagi setelah dirinya keluar dari warung nasi uduk dan berjalan menuju toko terdekat. Karena tak punya cukup uang untuk naik ojek, ia memilih lewat jalan pintas karena lebih cepat untuk pejalan kaki: sebuah jalan setapak yang dipagari oleh pepohonan bambu, di dekat jalan itu juga terdapat sungai dan sawah yang terbentang sampai perkampungan sebelah. Noy berjalan sambil bersiul menirukan alunan Jiang he Shui. Siulannya terputus-putus di tengah jalan karena mendengar semilir angin yang menggesekkan dedaunan bambu dan gemercik sungai. Sambil bersiul dan menikmati angin ia lanjut berjalan dan membayangkan rambutnya yang melebat, mungkin pesonanya akan melebihi

Nabi Yusuf nanti. Ia tersenyum lepas. Mendadak ia hentikan siulannya ketika angin berhenti membuat gesekan antara dedaunan bambu dan mendengar sesuatu mengerang. Bukan sesuatu, tapi seseorang. Ia mengedarkan pandangannya, merasa waswas akan bahaya yang akan datang pada dirinya sendiri. Setelah beberapa menit memastikan dirinya aman, baru ia mencari sumber erangan tersebut. Ia berusaha untuk tidak membuat sedikit pun suara, tapi ranting dan daun kering menggagalkannya. Ternyata dari ceruk sungai yang tertutup rimbun bambu di dekatnya, seseorang berlari kencang tanpa Noy sadari. Orang itu kabur dari sesuatu, padahal tak ada yang mengejarnya. Noy menduga orang itu malu ketahuan sedang buang hajat, mungkin tainya keras jadi erangannya cukup kuat. Tapi setelah orang itu menjauh, erangan itu masih lirih terdengar dari ceruk yang sama. Noy berjalan melewati rimbun bambu ke ceruk itu, lalu terkejut melihat seorang perempuan yang terikat tali tambang meringkuk di pinggir sungai. Wajah dan kulit tubuhnya sudah pucat, tiga luka tusuk di perutnya mengucurkan darah, dan sejumlah lebam menjadi ungu pasi. Hmm, bajingan, batin Noy. Ternyata bukan buang hajat, orang tadi melakukan hal buruk pada perempuan malang ini. Perempuan itu mengetahui Noy sedang berdiri di dekatnya, wajah memelas dan air matanya meminta tolong kepada pahlawan yang ia harapkan datang. Betapa pemandangan yang heroik. Noy memperhatikan dan mencoba mengingat wajah itu, kayaknya pernah lihat. Lalu ia berpikir, mau diapakan gadis ini. Pasti banyak orang yang minat membeli sampo itu, toh khasiatnya langsung menumbuhkan rambut, pikir Noy. Sedangkan mayoritas pria seumurku rambutnya rontok, ukuran jidatnya melebar, dan akhirnya membotak bagian tengah kepalanya, lanjutnya. Sebuah ironi. Kalau aku membantu perempuan ini, nanti stok sampo itu habis. Kan aku perlu mengantarnya ke rumah sakit, menghubungi orang terdekatnya, juga menghubungi pihak berwajib. Belum lagi kalau orang-orang menanyaiku ini-itu, bisa-bisa baru besok aku dapat pergi membeli sampo, itu pun jika masih tersedia. Tapi kalau tidak ditolong, ia akan mati. Kasihan. Masa depannya masih panjang, mungkin ia bisa jadi seorang pejabat di kota, atau dokter yang mengoba-

ti orang-orang pengidap kanker, atau apa saja. Atau jangan-jangan, ia diculik karena perbuatan buruk. Mungkin saja masa depannya tidak secerah yang kukira. Tapi, lebih baik kutolong atau tidak yah? Tuhan, jika kubeli sampo dan tidak menolongnya, setidaknya ada ketenangan dalam hidupku saat melihat diriku di depan cermin. Dan jika kutolong perempuan itu, rambutku tetap rontok dan membotak, tapi aku dapat apa? Terimakasih darinya? Bagaimana, Tuhan? Tolong aku juga untuk memilih. Hei, tapi, kalau kutolong, nanti aku ikut campur masalah antara dirinya dan si penculik tadi. Mungkin saja ada hal – atau bahkan sejumlah hal – yang tidak kuketahui akar permasalahannya. Mungkin saja ada masalah personal antara mereka berdua, atau masalah hati ke hati, atau apa lah. Kalau aku ikut campur, bukannya tidak baik yah? Apa yang akan dilakukan Bu Marsinah beserta suami kalau melihat perempuan itu seperti ini? Menolongnya kah? Mereka saja tidak pernah menolong hidupku yang terpuruk ini. Bagaimana dengan si penjual nasi uduk? Dia sering menolongku dengan tetap mengizinkanku masuk ke warungnya meski aku banyak omong, tapi sepertinya cukup sampai dapat uang saja, kalau tak lagi punya uang, tak akan diriku diizinkannya makan. Sialan. Bagaimana orang-orang yang datang ke warung nasi itu? Halah, mendengar kisah hidupku–yang memang benar terjadi– saja tidak sudi. Sebenarnya, siapa yang melakukan kejahatan di sini? tanya Noy. Si penculik? Si korban? Atau diriku? Atau orangorang yang tak pernah memedulikan sekitarnya? Atau diriku yang berpikir bahwa sekitarku tidak memedulikanku? Noy masih terbengong-bengong memikirkan pilihan yang paling tepat bagi semua pihak. Ia coba memilah dan memilih, menyusun semua probabilitas yang mungkin bisa terjadi, dan mengingat sampo yang rencananya ia beli. Noy mengangkat tubuh si perempuan yang sudah mulai memucat. Perempuan itu masih bernapas, namun tersengal-sengal karena kekurangan darah. Ia gendong tubuh terkulai itu ke tempat terdekat dari ujung jalan pintas itu: warung nasi uduk. Tanpa basa-basi, ia taruh tubuh perempuan itu ke atas meja makan di depan dua pelanggan yang sedang merokok dan mengobrol santai. “Aku menemukannya di ce-

ruk sungai, bantulah dia jika kalian manusia. Kalau tidak cepat, darahnya akan terus berkurang dan dia akan mati. Kamu,” tunjuk Noy ke salah satu dari mereka berdua, “carilah kain untuk menahan pendarahan berlanjut. Kamu,” tunjuk Noy ke yang lainnya, “cepat minta tolong ke si penjual nasi uduk untuk pergi ke telepon umum, suruh dia menelpon rumah sakit dan meminta ambulans untuk cepat datang. Kalau tidak mau lama lagi, karena di desa ini hanya dua telepon yaitu telepon umum dan telepon milik Bu Marsinah, maka satu di antara kalian larilah ke rumah Bu Marsinah dan minta tolonglah untuk menelpon polisi. Cepat, atau kalianlah nanti yang akan membunuhnya.” Wajah kedua orang itu terperangah, tak mengerti atas apa yang ada di atas meja dan apa yang dikatakannya barusan. Butuh setengah menit bagi mereka untuk mencerna apa yang mereka lihat dan dengar. Baru setelah itu, salah seorang bertanya kepada Noy, “Kenapa tidak kamu yang melakukannya?” Sambil berlari keluar warung nasi uduk itu, Noy menjawab, “Karena saya mau beli sampo, kalau saya yang melakukannya nanti keburu habis.” Lalu ia kedipkan mata kirinya ke dua orang yang masih kebingungan itu. Sesampainya di toko terdekat, Noy langsung mengarahkan langkah ke rak sampo. Ia mencari sampo yang ditunjukkan iklan TV tadi pagi. Ia memeriksa satu per satu merek sampo yang berbaris di rak tersebut, mengotak-atik susunannya, sampai ia yakin bahwa ternyata sampo itu tidak ada di rak tersebut. Ia tanya salah seorang pegawai berseragam di sana, di mana sampo penumbuh rambut super cepat yang tadi pagi dilihatnya di iklan. Noy sebutkan nama sampo itu, dan si pegawai menjawab, “Saya belum pernah dengar merek sampo semacam itu, Pak.” Dahi Noy mengernyit, heran dengan jawabannya. “Maksudnya, Mas? Tadi pagi saya lihat pakai mata saya sendiri kok iklan itu.” “Tadi pagi jam berapa, Pak? Mungkin saat itu Bapak baru bangun tidur dan belum betul-betul sadar.” “Mana mungkin? Mata saya masih jernih loh, Mas.” “Mata Bapak mungkin masih jernih, pikiran Bapak? Bapak sadar kalau saat ini Bapak hanya mengenakan celana dalam?” Noy tertegun.


SENI BUDAYA

EDISI LXII / SEPTEMBER 2019

Herlin Agustini herlinagustini97@gmail.com

Seni Rupa Wayang dari Jawa

15

Wayang merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang diakui keberadaannya oleh dunia Internasional. Cerita wayang yang berasal dari Jawa ini pernah dipentaskan oleh Ki Dalang Slamet Gundono sampai ke Eropa pada tahun 1999.

Sambungan dari halaman 1...

Namun di balik konsepsi yang ingin dicapai UIN Jakarta, kepemimpinan Amany masih menaggung pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Sarana dan prasarana masih menjadi momok utama yang mesti secepatnya dibenahi, terutama yang menunjang potensi mahasiswa. Hal ini dibenarkan Ketua Kelompok Studi Mahasiswa (KSU) Fatahillah Researchers Science and Humanity (FRESH), Muna Nur Faizah. Bagi Muna, Sejak awal berdirinya di tahun 2015, KSU FRESH telah banyak menorehkan prestasi. Misalnya, KSU FRESH pernah menjuarai berbagai perlombaan dalam bidang penulisan essai maupun karya tulis ilmiah di tinggkat nasional. Bahkan, KSU FRESH pernah menorehkan namanya menjadi salah satu pembicara di konferensi internasional memaparkan karyanya. Dibalik sumbangsih prestasi KSU FRESH untuk UIN Jakarta, namun tak berbalik dengan pembinaan yang mereka terima. Pasalnya, dalam hal pelatihan, pendanaan, sarana dan prasa-

Tak hanya rumput kasuran, rumput teki, rumput gajah, dan alang-alang juga dapat digunakan untuk membuat Wayang Suket. Wayang Suket merupakan tiruan dari berbagai figur Wayang Kulit. Wayang ini juga pernah dipentaskan oleh ki Dalang Slamet Gundono sampai ke Eropa pada tahun 1999. Tak hanya Wayang Kulit dan Wayang Suket, terdapat meja kecil bentuk persegi yang di atasnya dipajang Wayang Golek dengan tokoh Gatot Kaca. Tokoh setengah raksasa ini memiliki kekuatan luar biasa, antara lain mampu terbang tanpa menggunakan sayap. Di sebelah kiri Gatot Kaca terdapat tokoh Wayang Kumbakarna yang tidak lain adalah saudara kandung Rahwana. Meskipun bertubuh raksasa dan berwajah mengerikan, Kumbakarna merupakan sosok yang gagah dan sering menyadarkan perbuatan kakaknya yang salah. Di dalam ruangan persegi panjang yang tidak terlalu luas ini, kurang lebih sekitar 60 wayang dipamerkan. Wayang terletak di dinding ruangan pameran, tak hanya dinding yang menjadi media untuk pameran, ada pula meja persegi yang menjadi tempat Wayang Golek.

di tengah-tengah ruangan juga tampak meja persegi panjang yang diatasnya pula berjejer tokoh-tokoh wayang. Selain sebagai lembaga seni dan budaya, Bentara Budaya juga mengoleksi karya-karya seni rupa yang sudah dirintis oleh perintis Kompas Gramedia yaitu pak Ojong dan Jakob Oetama. Salah satu koleksi yang dipamerkan bertajuk “Galeri Sisi: Pameran Wayang Koleksi Bentara Budaya” yang berlangsung mulai 01 Agustus–30 September 2019 di Bentara Budaya Jakarta (BBJ).

Di dalam pameran tersebut terdapat kurang lebih 60 wayang yang dipamerkan, diantaranya Wayang Kulit, Golek, dan Wayang Rumput (Suket). Koleksi wayang tersebut dikumpulkan dari beberapa seniman. Seperti wayang kulit karya Tamansari dan Kasongan yang tak lain adalah pemerhati sekaligus penikmat seni dari Yogyakarta. Sebagian besar lagi adalah karya Hajar Satoto. Ada pun Wayang Golek hasil karya dari Padepokan Pesantren Budaya Asep Sunandar Sunarya

asal Bandung. Sedangkan Wayang Suket karya Kasan Witkomo alias pak Gepuk. Pameran wayang koleksi BBJ ini mendapat respon yang baik dari para pengunjung. Firna Nur Firdiyanti, salah satu pengunjung yang mengapresiasi adanya pameran ini. Ia mengatakan bahwa pameran tersebut dapat mendorong seseorang untuk berkreasi juga menjadi sarana pendidikan, “Tak hanya sebagai tontonan, namun juga sebagai tuntunan,” tuturnya, Senin (9/9).

rana masih diupayakan sendiri, UIN Jakarta terkesan mengabaikan. “KSU FRESH sendiri masih kurang terfasilitasi oleh UIN Jakarta,” tuturnya, Jumat (13/9). Kenyataan-kenyataan di atas tidak berbanding lurus dengan program kerja (Proker) yang Amany canangkan sejak awal. Sedangkan memperbanyak penerbitan jurnal mahasiswa menjadi salah satu Proker unggulan Amany dalam kepemimpinannya lima tahun kedepan. Selain itu, peningkatan kemampuan meneliti mahasiswa baik program sarjana, magister dan doktoral juga menjadi fokus kepemimpinan Amany. Menanggapi pentingnya jurnal mahasiswa, Ketua Senat Universitas UIN Jakarta, Abuddin Nata memberikan statement. Ia mengatakan bahwa karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi tak hanya sebagi formalitas. Melainkan, karya-karya tersebut diolah kembali dan dimuat ulang dalam bentuk jurnal. “Tak hanya untuk mendapat gelar, tetapi juga untuk lembaga,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (11/9).

Fungsionaris Regulasi Semata Amany tipikal pemimpin yang segala tindakan dan kebijakan selalu berpaku pada aturan. Akan tetapi sikap formalistis dan prosedural tersebut tak semuanya diterima publik, khususnya mahasiswa UIN Jakarta. “Karena prinsip saya di sini semuanya harus mengikuti aturan,” tegas Amany saat dimintai keterangan mengenai perubahan warna jas almamater dan perubahan sistem pemilihan umum mahasiswa, Kamis (19/9). Tak semua yang patuh dan berpegang teguh pada aturan dapat diterima baik, pun demikian dengan gaya kepemimpinan Amany. Dengan dalih berlandaskan Statuta UIN Jakarta, ia sambut mahasiswa baru tahun ajaran 2019 dengan mengubah warna jas almamater dari biru dongker menjadi biru terang. Dalam statuta tertulis, “Jaket resmi mahasiswa universitas berwana biru terang, pada bagian dada sebelah kiri tedapat logo Universitas,” Amany pun menetapkannya. Bak aksi melahirkan reaksi, khitah Amany menuai huru-ha-

ra di kalangan mahasiswa. Bahkan, sempat beredar video penolakan dari sekelompok mahasiswa saat pembukaan Perkenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan 2019. Disinyalir, konten dalam video tersebut bermuatan rasisme karena mencatut salah satu nama perguruan tinggi swasta di Pamulang dan menuai protes dari mahasiswa lembaga terkait. Atas dasar aturan pula, Amany pun kekeh ingin mengubah sistem pemilihan umum mahasiswa dari pemilihan umum ke sistem perwakilan. Hal ini disandarkan pada Keputusan Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4961 Tahun 2016 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Di mana dalam surat keputusan ini pemilihan struktur mahasiswa menggunakan sistem perwakilan. Perubahan sistem Pemilihan Umum Raya ke sistem perwakilan mendapat respon negatif dari mahasiswa. Se- perti yang diungkapkan Ketua Senat

Mahasiswa Universitas (Sema-U) Jamhari, ia merasa keberatan dengan adanya peraturan tersebut “Sejujurya sang-at disayangkan dengan kultur di UIN Jakarta yang menggunakan sistem demokrasi,” tuturnya, Senin (23/9). Untuk memuluskan niatnya, Rektor UIN Jakarta meminta Sema-U dan Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas untuk segera merevisi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sesuai SK Dirjen Pendis Nomor 4961 Tahun 2016. Hingga dilaksanakan Musya- warah Perwakilan Mahasiswa Universitas pada 19-21 September 2019. Namun sayangnya keputusan sidang tersebut ditunda hingga Selasa (24/9). Pada saat ditemui di Gedung Rektorat pada 19 September 2019 lalu, Rektor UIN Jakarta Amany memberikan hak jawab atas bantahan-bantahan yang ditamatkannya. Bahwasanya segala kebijakan dan perubahan sistem yang ia lakukan tidak serta merta, melainkan itu semua berasaskan pada aturan yang berlaku. “Jika menganggap sistem perwakilan mengurangi demokrasi, saya kira tidak,” ucapnya, Kamis (19/9).

Foto: Institut

Dalam kisah Rahwana, diceritakan Rama bersama istrinya Shinta dan Laksamana pergi ke hutan belantara yang dinamakan Dandakan. Pada saat itu Shinta diculik oleh Rahwana yang merupakan Raja Kerajaan Alengka. Dengan tipuan yang digunakannya, Rahwana berhasil menculik sang Dewi Shinta. Demi menyelamatkan sang istri, Rama yang mengetahui istrinya diculik mencari Rahwana ke Kerajaan Alengka atas petunjuk Jatayu. Dengan dibantu Hanuman, mereka menyeberangi lautan dan menggempur Alengka. Cerita tersebut yang pertama kali dilihat ketika memasuki ruang pameran. Dari pintu masuk sebelah kiri pengunjung disuguhkan tokoh-tokoh wayang yang ada dalam cerita Rahwana yaitu Dewi Shinta, Jatayu, Rama, Hanuman, dan Laksmana. Bergeser sedikit ke sebelah kanan, terdapat Wayang Suket atau yang lebih dikenal dengan Wayang Rumput. Di tangan Kasan Witkomo alias pak Gepuk rumput dirubah menjadi karya seni yang unik. Rumput yang digunakan untuk membuat wayang merupakan jenis rumput kasuran yang biasanya muncul di bulan Suro.

Seorang pengunjung tengah melihat wayang kulit di Galeri Sisi: Pameran Wayang Koleksi Bentara Budaya, Senin (9/9). Pameran tersebut diselenggarakan oleh Bentara Budaya Jakarta mulai Kamis (1/8) sampai dengan Senin (30/9).


bit.ly/RekrutBatch2 Pasang Iklan Sejak didirikan 34 tahun silam, LPM Institut selalu konsisten mengembangkan perwajahan pada produk-produknya, semisal Tabloid Institut Majalah Institut, dan beberapa tahun ini secara berkelanjutan mempercantik portal www.lpminstitut.com. Space iklan menjadi salah satu yang terus dikembangkan LPM Institut. Oleh sebab itu, yuk beriklan di ketiga produk kami! Kenapa? Ini alasannya: Tabloid Institut Terbit 2000 eksemplar setiap bulan! Pendistribusian Tabloid Institut ke seluruh universitas besar se-Indonesia dan instansi pemerintahan (Kemenpora, Kemenag, dan Kemendikbud)! Portal Web Institut Memiliki portal online dengan sajian berita seputar kampus dan nasional terbaru dengan kunjungan 800-1000 per hari! Majalah Institut Sajian berita bercorak investigatif dan terbit per semester. Hubungi: Muhammad Silvansyah 089630943041 Rizki Dewi Ayu 083815419607


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.