EDISI 533 - 06 DESEMBER 2009

Page 17

KORAN JAKARTA

Venue

®

MINGGU 6 DESEMBER 2009

17

Terang dan Gelap Sama Saja Sebagian memang datang ke sini, hanya untuk seru-seruan saja.

Sensasi Dalam Gelap Dari pengalaman itu, biasanya membuat pengunjung bersyukur atas penglihatan yang mereka miliki. Paman Doblang! Paman Doblang! Mereka masukkan kamu ke dalam sel yang gelap. Tanpa lampu. Tanpa lubang cahaya. Pengap. Ada hawa. Tak ada angkasa. Terkucil. Temanmu beratus-ratus nyamuk semata. Terkunci. Tak tahu di mana berada.

S

imaklah penggalan sajak almarhum WS Rendra yang berjudul Paman Doblang di atas. Sel yang pengap dan gelap saat mendekam di penjara Guntur Jakarta pada dekade 70-an itu, tidak lantas memasung kreativitasnya. Gelap justru memberi sensasi. Barangkali itu pula yang diinginkan pemilik Kafe Blind. Sebuah kedai makan yang tanpa dilengkapi penerangan. Di kafe yang terletak di jalan Cihampelas, Bandung ini, pengunjung dibiarkan bersantap dalam gelap. “Dan di situlah uniknya. Karena dalam kegelapan justru indera penciuman yang bekerja lebih aktif,’’ kata Omie, service leader Kafe Blind. Omie benar. Karena dalam kegelapan cuma indera penglihatan kita yang terganggu. Sementara indera pengecap, indera pencium, dan inderaindera lainnya tidak tetap bisa berfungsi seperti biasa. Bukankah Rendra telah mencontohkan bagaimana batinnya tetap menyala meski dikungkung kegelapan? Toh, kalau hanya untuk sekadar makan dan minum yang dibutuhkan cuma tangan dan mulut. Untuk membedakan mana sambel, mana lauk, cukup mengandalkan indera penciuman. Tak masalah kan? Di Kafe Blind, Anda akan menikmati sensasi itu. Unik sekaligus juga lucu. Karena dalam keadaan gelap gulita Anda cuma mendengar suara gelas dan piring yang beradu dan juga suara-suara pengunjung lain yang bercakap, tanpa tahu keberadaan mereka. Omie bercerita, kafe ini semuanya berawal dari Planet Drings, yang berada di kawa-

san Kota Baru Parahyangan, Padalarang. Tiga tahun silam, Arie Kurniawan sang pemilik lantas mengembangkan sayap usahanya ke kawasan Pasteur, Bandung. Namun sayang, restoran yang berkonsep dinning itu cuma bertahan setahun lantaran sepi pengunjung alias tidak laku. Kata Omie, agar restoran itu bisa tetap bertahan, Arie lalu memikirkan sebuah konsep baru dan unik. Ide itu datang dari kolega sang pemilik bernama Dadi yang berdomisili di Melbourne, Australia. Menurut Omie dari cerita Dadi, kalau di Australia itu ada sebuah kafe dengan konsep serba gelap. Lantas ide itulah yang kemudian ditawarkan Dadi kepada Arie. Tidak lama setelah itu, sekitar awal 2007 restoran Planet Dring pun berubah nama menjadi Grand Eastern dengan konsep gelap-gulita. Setelah berjalan setahun, pada 2008 kafe ini akhirnya berpindah tempat ke jalan Cihampelas. Berada di area mal Ciwalk, Bandung. Perpindahan ini dilakukan, kata Omie, untuk lebih banyak menyerap pengunjung. Khususnya mereka yang datang dari luar kota. Dengan konsep baru itu, Kafe Blind ternyata sukses. “Ratarata pengunjung setiap harinya berkisar 50 orang. Menjelang akhir pekan bisa mencapai 200 orang,” kata Omie. Namun, tentu saja sukses ini tak selalu berjalan mulus. Tudingan sebagai kafe mesum pun bermunculan. Maklum, tak ada yang tahu apa yang diperbuat para pengunjung dalam keadaan gelap gulita itu, sekadar bersantap atau ada hal lain? Hanya mereka yang tahu. Selain itu, kata Omie, ada juga nada-nada sumbang dari pengunjung, misalnya, “Ngapain sih makan di ruang gelap. Itu biasanya pengunjung yang sudah orang tua,” katanya. Dua Lantai Tentang anggapan miring itu, Omie sepertinya memang tak bisa berbuat banyak. Toh, yang penting kafenya laku. Lagi pula pengunjung pun tak perlu khawatir dituduh berbuat mesum, karena kafe ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama, suasananya terang benderang dengan tembok dicat dengan warna hijau. Sisi kiri dan kanan dari pintu masuk, berjejer dua pasang meja dan kursi yang disediakan untuk para pengunjung. Sebelah utara pintu masuk, merupakan meja resepsionis. Cermin-cermin besar

FOTO-FOTO: KORAN JAKARTA/WACHYU AP

“B

« Untuk membedakan mana sambel, mana lauk, cukup mengandalkan indera penciuman.

»

seukuran setengah meter yang tertempel di dinding-dinding menjadi penghias ruangan. Nah, di area inilah tempat pengunjung untuk memesan berbagai makanan. Bila Anda enggan untuk makan di dalam kegelapan, Anda bisa menyantap makanan di area ini. Bagi Anda yang memang penasaran untuk merasakan makan dalam kegelapan, Anda sebaiknya menunggu makanan Anda di lantai dua. Karena tidak akan terasa sempurna jika belum merasakan sensasi gelap itu. “Ini bukan soal makanannya. tapi pengalamannya itu,” ujar Omie. Sebelum menuju lantai dua, Anda akan diberikan pengarahan sejenak dari pelayan kafe itu. Khususnya soal alat-alat yang mengeluarkan cahaya, dilarang untuk membawanya ke lantai dua. Untuk menyimpan peralatan tersebut, kafe ini menyediakan loker bagi pengunjung untuk menyimpan peralatannya. Nah, setelah semua itu ditaati oleh pengunjung, Anda akan dipersilahkan menyusuri lantai dua dengan meniti anak tangga yang dialasi karpet hitam. Suasana betul-betul gelap gulita. Di ujung tangga paling akhir, Anda akan disambut seorang pramusaji yang akan menuntun Anda ke meja tem-

FOTO-FOTO: KORAN JAKARTA/WACHYU AP

pat bersantap. Dan ini uniknya, sang pramusaji adalah seorang tunanetra. “Kami sengaja mengaryakan para tunanetra ini karena mereka telah terbiasa “melihat” dalam gelap,’’ kata Omie. Memang tidak semuanya tunanetra. Sebagian pelayan itu menggunakan alat bantu infra merah berupa kacamata.

Sehingga yang bisa terlihat dalan kegelapan itu adalah setitik cahaya dari kacamata yang digunakan pelayan kafe itu. Nah, di sinilah sensasi makan dalam kegelapan itu dimulai. Anda harus meraba-raba mana sendok, garpu atau pisau. Bahkan Anda harus meraba dimana letak makanan Anda. Jadi, jangan heran kalau seandainya begitu keluar ruangan itu, tangan atau mulut Anda belepotan sisa makanan. Yang terpenting asal Anda tidak salah raba saja ketika Anda datang bersama pasangan. Menurut Omie, banyak cerita yang menarik sering terjadi di ruangan gelap itu. Mulai dari mulut yang belepotan, tissue yang tertelan, dan sebagainya. Yang paling diingat Omie adalah ketika sepasang kekasih berbicara soal hubungan mereka. “Suaranya kencang sekali. Karena mereka merasa tidak ada orang lain di sekeliling mereka,” cerita Omie tersenyum. adiyanto/kristian ginting

agi saya, terang dan gelap sama saja.” ungkapan ini dilontarkan oleh Miskam seorang tunanetra yang bekerja sebagai pramusaji Blind Kafe Bandung, Senin pekan lalu. Memang, katanya, bagi seorang tunanetra soal terang dan gelap bisa dirasakan melalui auranya. “Tapi, pada dasarnya sama saja,” ujarnya. Miskam telah bekerja di kafe ini sejak buka di kawasan Cihampelas, Bandung 2007 silam. Ini merupakan salah satu keunikan kafe itu, pelayannya sebagian tunanetra. Nah, bagi Anda yang normal, kali ini justru akan dituntun oleh seorang tunanetra. Perasaan bersyukur mungkin kata yang pantas Anda panjatkan kepada Sang Pencipta. Bagaimana dengan kesempurnaan indera yang kita miliki, namun tak dapat digunakan dalam kegelapan. Selain bersyukur, hal itu juga mendorong kita agar lebih mampu menghargai orang lain khususnya orang yang tidak memiliki indera yang sempurna. Tak heran bila kafe ini akhirnya dianugerahi penghargaan MURI dari Jaya Suprana tahun 2007. Selain hanya ingin memberikan keunikan kepada pengunjungnya, kafe ini juga berhasil menciptakan lapangan pekerjaan bagi kaum tunanetra. “Bahkan, teman-teman Miskam yang tunanetra juga penasaran untuk menjajal kafe ini,” kata Omie. Ungkapan pengunjung terhadap sensasi yang nereka rasakan di kafe itu, tertulis dalam testimoni yang bisa dilihat di setiap cermin yang ada di kafe itu. Misalnya saja, “Seru, menyenangkan, makanannya enak. Selain itu, belajar untuk lebih bersyukur.” Kemudian adalagi “Kapan-kapan gue ke sini bawa lampu sendiri saja dari rumah.” Inilah sebagian ungkapan perasaan pengunjung ketika berada di kafe ini. Memang, kata Omie, tidak semua pengunjung akhirnya merasakan syukur atas penglihatan yang mereka miliki. “Sebagian memang datang ke sini, hanya untuk seru-seruan saja,” katanya. Kata Omie, selain sensasi gelap, tentu sebagai kafe, mereka punya menu yang khas untuk para pengunjung. Misalnya saja untuk makanan Indonesia, mereka menyediakan Sop Buntut dengan kuah bening dan Sop Buntu barbeque dengan bumbu khas Kafe Blind. Kalau untuk Sop Buntut barbeque rasanya asam dan manis. “tapi maaf bumbunya rahasia,” ujar Omie. Lalu, ada Spageti Tuna yang rasanya pedas. Menurut Omie, menu inilah yang paling banyak disukai oleh pengunjung. Harganya mulai dari 17 ribu rupiah hingga 50 ribu rupiah. Untuk jenis minuman kafe ini menyediakan mocktail. Seperti minuman Spiderman yang terdiri dari berbagai macam soda mulai dari Fanta, Cocacola, Sprite, dan lain sebagainya. Jangan khawatir minuman ini tidak dicampur dengan jaring laba-laba. Lalu ada Ice Blending Drings yang terdiri dari campuran cookies, vanilla, dan ice cream. Harga untuk minuman ini mulai dari 6.000 - 22.500 rupiah. kristian ginting


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.