Majalah Komunikasi UM | Edisi 314 Januari - Februari 2018

Page 34

Rancak Budaya

Surat Keadilan oleh Candra Mariatul Kibtiyah

ilustrasi oleh : Krisnawa Adi Baskhara

M

ega merah mulai menghiasi langit kala itu. Ketika seorang gadis belia berdiri di ambang pintu sambil menatap wajah sendu seorang ibu yang tengah berduka. Dia menekan dada kirinya yang terasa sangat sakit, bagai diimpit bongkahan batu. Di kejauhan, tampak seorang wanita paruh baya sedang terduduk lesu pada sebuah bangku rotan yang telah reot. Matanya yang merah dan sembab tak berhenti menitikkan air mata. Keriput di wajahnya tampak semakin nyata dengan baju lusuh yang dikenakannya. Seorang wanita lain, yang tampak sedikit lebih muda darinya, mencoba untuk menenangkannya, “Yang sabar, ya Mbok Asih. Yang ikhlas. Biar Nida tenang. Pandongane wae, kareben padang dalane, jembar kubure,� kata wanita itu. “Nida itu unting-unting, cuma dia yang kupunya setelah bapake seda, duh Gusti kulo mboten kuwawa,� kata wanita yang dipanggil Mbok Asih itu sambil tak henti-hentinya menitikkan air mata. Semua orang yang datang melayat memandang Mbok Asih

34 | Komunikasi Edisi 314

dengan iba. Mereka tak menyangka, Nida, gadis cantik yang sangat sopan dan juga cerdas, telah menghadap Sang Pencipta dengan cara yang tragis. Gadis di ambang pintu itu juga hanyut dalam birunya suasana sore itu. Masih segar di ingatannya, bagaimana orang-orang berperut buncit itu berlaku sewenang-wenang di desanya. Mereka datang dengan janjijanji manis, membangun pabrik demi kemakmuran penduduk setempat. Namun semua itu hanya fatamorgana. Apa yang terjadi setelah pabrik itu berdiri tidaklah seindah yang diharapkan. Limbah mulai mencemari lingkungan sekitar, mata air jadi keruh, udara tak lagi sejuk, dan suara deru mesin yang tak berhenti-henti dari pagi hingga pagi lagi. Penduduk sekitar juga diperalat sebagai pekerja dengan upah yang sangat minim dan tanpa asuransi kecelakaan kerja. Pak Warto, suami Mbok Asih, adalah salah satu di antara sekian banyak penduduk yang bekerja sebagai buruh di pabrik itu. Beliau dipaksa bekerja keras, bahkan sering lembur di usianya yang sudah senja hingga suatu hari beliau mengalami kecelakaan kerja. Alihalih menanggung biaya pengobatan Pak Warto, pihak perusahaan justru meminta ganti rugi atas mesin yang rusak saat kecelakaan tersebut terjadi. Melihat kejadian itu, Nida naik pitam. Dengan


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.