Merancap Karya Menulis semestinya menjadi kegiatan yang memerdekakan diri. Dengan menulis kita memuntahkan segala gagasan yang kita punya, selain dengan cara lain tentunya. Maka ketika hal tersebut berlaku, menulis bukanlah sebuah bentuk perbudakan. Penulis bukan budak. Juga pembaca bukan raja. Peduli setan akan apa yang ingin dibaca oleh pembaca ketika penulis bisa menulis apa yang ingin mereka tulis. Pembaca dan penulis mesti bisa bercinta. Jika pembaca masih saja menjadi raja yang manja, maka biarkan kami merancap dalam berkarya. Karena bagaimana pun, penulis juga berhasrat. Jika kamu adalah raja manja, silahkan telan hasil rancap ini. Jika bukan, silahkan rasakan kenikmatan yang sedang kami rasakan, sebagai penulis yang baru saja kelar merancap. Kami akan tanggung jawab. -The PukonKamu Harus Tanggung Jawab Edisi: 2 Terbit: Juli 2017 Kontributor: - Adhy Nugroho - Arief Darmawan - Ian Alam Sukarso - Tegar Padhang
Kamu Harus Tanggung Jawab 1
PUBLIKASI KONTEMPLATIF
FORMATUR HABIT Oleh: Arief Darmawan
“A
ristoteles itu siapa? Dia adalah seorang tokoh filsafat kuno. Meski begitu, apakah aku wajib mengetahui dia siapa?” Aku selalu bergumam disela-sela banyak cerita, menggerutu dan nyinyir sendirian. Menulis, seharusnya menjadi kegiatan yang bisa “cerita dan bercerita” kepada para pembaca pada setiap kalimat-kalimat yang tertuang meski bersifat satir ataupun hanya beropini. Karena kata-kata yang tertuang merupakan ide gagasan terkemas rapi dalam bentuk kalimat/paragraf dan mampu memunculkan energi berisi dogmadogma pembebasan pikiran. Dari alasan itulah yang melatarbelakangi kemungkinan penyair dari berbagai kalangan membuat puisi, artikel, zine, majalah, bahkan karya sastra yang bercerita tentang perasaan, keadaan sosial, kondisi pendidikan, perasaan kepada so-
2 Kamu Harus Tanggung Jawab
sial, perasaan sosial melihat pendidikan, bahkan sampai perasaan melihat pendidikan sosial yang mulai erat kaitannya dengan gejala politik. Dan dari situ penulis memberikan berbagai gagasan yang dituangkan bukan hanya sebatas menjadi goresan pena belaka yang ditumpuk rapih dalam rak buku di perpustakaan untuk kemudian hanya menjadi jargon utama dalam dunia pendidikan “membaca membuka jendela dunia” tanpa bisa perlahan-lahan menjadi sikap yang tertanam pada pendidikan yang sarat akan tuntunan, tapi diharapkan menjadi sebuah refrensi yang termasuk kedalam materi lama dari kegunaanya sebagai bagian dari pembentukan pola pikir masyarakat. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Aristoteles juga para tokoh filsafat lainnya pada zamannya, di mana seni berpidato adalah salah satu lahan utama yang ia gadangkan dalam membentuk
aliansi sepemikiran lewat diskusi dari satu pasar ke pasar lain. Di dalam tulisan juga terdapat ribuan Enigma yang terkandung sebagai sajian materi penulis dalam komunikasi satu arah. Banyak pula pelaku seni dalam negeri menanamkan semangat yang berkobar hanya dengan tulisan mereka seperti yang dilakukan Chairil Anwar dalam puisinya, Emha Ainun dalam bukunya, Tan Malaka sebagai aktivis, dan golongan lain yang begitu banyak menyimpan misteri kejadian dalam tulisan mereka. Bahkan musisi indie yang mampu menciptakan pasar sendiri seperti Efek Rumah Kaca menyerukan dengan lantang lewat sepenggal liriknya dalam lagu Jangan Bakar Buku yang berbunyi “Karena setiap abunya membangkitkan dendam yang reda, karena setiap dendamnya menumbuhkan hasutan baka”, karena didalam buku terdapat power berkapasitas besar yang mampu mempengaruhi setiap pemikiran individu. Lewat menulis, beberapa orang kadang sengaja memasukan banyak kebiasaan pribadinya ke
dalam tulisan yang di kemas lewat diksi-diksi misterius. Diksi yang mungkin jarang terlihat oleh beberapa pasang mata, namun dapat memunculkan tingkat ‘keingintahuan’ bagi mereka yang haus akan bocoran rahasia. Namun, seringkali ditemui banyak hambatan bagi seorang yang menjadi pembaca bilamana harus mengorek-orek arti dari tulisan yang mungkin tidak menarik, namun mempunyai sisi edukasi. Hal tersebut mampu mempengaruhi tidak tercapainya komunikasi verbal dan meningkatkan rasa tidak peduli dalam pribadi seseorang terhadap suatu tulisan. Lantas, apakah menjadi seorang penulis harus sama dengan seorang ayah yang harus memberitahu dunia kepada anak bayinya ketika menginjak fase balita? Semakin dilarang bayi kepada sesuatu hal, semakin tumbuhlah rasa penasaran oleh si bayi yang merasakan semuanya ‘serba asing’ baginya. Lalu apakah pembaca bisa di samakan dengan si bayi yang harus di jejali setiap saat Kamu Harus Tanggung Jawab 3
tanpa bisa membiarkan ia berjalan sendiri? Jika pembaca adalah ‘raja’ , maka penulis adalah ‘Tuhan’ nya. Ia yang memberikan misteri ke dalam setiap diksi pada ujung akar dalam lendir sperma. Termasuk kepada alam ide yang seharusnya berkembang liar sejajar dengan banyak pemahaman yang mengakar, seharusnya menjadi tolak ukur sebagai pembaca untuk menerka alur penulis sebagai mana Plato mengatakan konsep ide miliknya bahwa ‘ide merupakan kenyataan riil dari manifestasi universal semua wujud’ agar masyarakat luas mampu memahami bahwa ide adalah sesuatu yang tertanam dalam pemikiran-pemikiran, seperti halnya dalam tulisan. Sejujurnya, penulis bukanlah budak pembaca. Karena beberapa penulis akan selalu menyodorkan sesuatu yang mungkin asing dan penuh misteri. Menulis, juga berarti menuangkan isi pemikiran. Bukan hanya 4 Kamu Harus Tanggung Jawab
menyampaikan pesan seperti banyaknya penyair menciptakan sebuah lagu untuk di perdengarkan ke khalayak ramai. Segelintir kelompok bahkan sengaja membuat lagu mereka terdengar asing, untuk memberikan kesempatan pendengar berkembang liar mengenai isi dalam lagu tersebut. Membentuk sebuah pemikiran melalui lagu, merupakan hal yang sama terjadi pada materimateri tulisan yang selama ini dipakai sebagai misteri. Tidak semua yang disajikan adalah kemanjaan berlapis bagi seorang tamu. Karena bila hanya itu yang terjadi, akan ada sebuah ketimpangan yang mengacu pada kemalasan untuk berkembang bagi setiap bebal mengakar. Dan hakikat manusia untuk selalu berusaha akan luntur sejalan dengan formatur habit dikalangan masyarakt luas. Kembali pada dunia nyata, tulisan akan bisa bersifat membangun bila bijaknya si pembaca menyikapinya sebagai acuan.
PUBLIKASI KONTEMPLATIF
Menakar Tujuan Hidup: Sebuah Dilema Oleh: Tegar Padhang
S
elamat datang di era millenium; pesaingan usaha dan pertukaran informasi yang dinamis dan progresif. Dari rumah hingga ke jalanan; dari kampus sampai kamar kost; dari selingan rapat organisasi hingga obrolan di atas jok sepeda motor; dari nasehat orang tua hingga bual manis pada kekasih; dari lingkungan keluarga sampai kawan tongkrongan, apa yang tidak dibicarakan kalau bukan soal pencapaian pekerjaan, reputasi pendidikan, kesiapan untuk bekerja, dan berbagai macam bentuk kemapanan lainnya? Pria harus mapan untuk cukupi kebutuhan. Wanita harus pandai supaya dapat berkarir dan bersaing di ruang dominasi pria. Semua sepakat bahwa tujuan hidup di dunia adalah kesuksesan, atau apapun itu bagi mereka yang berbeda. Bersaing, bertanding, bertarung dengan pesaingnya, agar mampu bertahan hidup. Bertaruh dan bergelut secara bersamaan untuk sebuah tu-
juan, ketidakpastian. Ketidakpastian ini, dapat diidentifikasi dari usaha yang mati-matian namun tak kunjung tercapai tujuannya. Hasil tidak akan mengkhianati usaha? Bagi orang yang gagal, ungkapan tersebut malah menjadi ironi. Ketidakpastian ini, bukan berarti suatu tujuan itu pasti tidak dapat diraih, namun tidak pasti dapat diraih. Lantas, mengapa dengan ketidakpastian ini, kita sangat bersemangat untuk berlomba-lomba dalam gegap gempita persaingan atas kejayaan masing-masing individu, yang belum pasti dapat diraih? Berkeluh kesah, memprediksi dengan akal budi dan nurani bahwa suatu tujuan dapat diraih dengan utuh, atau paling tidak sebagian. Kalau kita teliti lagi, akal budi yang dielu-elukan juga tidak dapat menjamin kepastian pencapaian atas tujuan kita. Bermacam ajaran atau teori maupun metode selalu berkembang dan berinovasi memperbaharui yang lama. BeKamu Harus Tanggung Jawab 5
lum lagi ‘faktor x’ yang dapat timbul secara tiba-tiba dalam jalannya kita mencapai tujuan. Pencarian yang tidak ada habisnya terhadap ketidakpastian. Di sisi lain, dogma-dogma kuno menelusup di alam bawah sadar yang semakin memperkuat keyakinan atas kepastian pencapaian dari suatu ketidakpastian. Lemahnya, dogma usang yang ada hanya menyebutkan tentang kepercayaan, daripada menyebutkan pola hubungan sebab-akibat yang masuk akal terhadap tercapainya tujuan tersebut. Terlepas dari hawa negatif dan keputusaasan atas pencapaian suatu tujuan, karena tidak pasti bukan berarti pasti tidak tercapai, satu hal yang dapat kita garis bawahi ialah kemungkinan dari tercapainya tujuan tersebut. Dari sekian kemungkinan atas ketidakpastian, terdapat secercah titik kemungkinan tercapainya tujuan tersebut. Namun, seberapa besar titik itu? Apakah dengan secercah saja mampu membawa kita mencapai tujuan yang kita inginkan? Apakah kita mengetahui bahwa kita berada di jalur yang tepat untuk mencapai titik itu? 6 Kamu Harus Tanggung Jawab
Bagaimana? Menjadi hal yang menarik ketika ternyata kemungkinan akan tercapainya tujuan kita sendiri pun akan membawa kita kembali ke titik ketidakpastian. Ouroboros. Dibenturkan dengan kenyataan, bahwa yang menginginkan hal tersebut ternyata bukan hanya satu individu saja saja. Yang kerap kali terlepas dari perhatian kita, adalah sifat hubungan antar manusia. Lupus est homo homini, non homo, quom qualis sit non novit, atau manusia adalah serigala kepada sesamanya. Saling mencabik dan merobek agar mampu bertahan dan berkuasa. Mempertahankan keberadaannya lalu berjalan melenggang dengan harum kemenangan untuk ketidakpastian, sementara meninggalkan musuhnya terkoyak dan tergeletak melepas harapan akan tujuannya. “Siapa yang kuat, dia yang bertahan,� begitu ungkap Charles Darwin menerangkan konsep survival of the fittest dalam rangka struggle for existence. Dia berpendapat, individu yang tidak dapat bertahan akan mati menjemput kepunahan. Terlepas dari pemenuhan kebutu-
han ataupun tujuan masing-masing individu, beberapa konteks kebutuhan dan tujuan tidak menerima ataupun tidak dapat mengakomodir beberapa individu secara bersamaan. Mungkin Anda tidak sadar tapi akan saya munculkan pertanyaan mendasar: Apa kita benar-benar harus mencapai tujuan yang kita inginkan? Bagi Anda yang sangat bersemangat menjalani kehidupan, yang merasa memahami jagat raya dan menghubungkannya dengan logika mistik belaka, yang menafsirkan pola hubungan alam dengan manusia menjadi nilai-nilai etis, yang meramalkan nasib primata bernama manusia ini, tak lupa, bagi Anda yang selalu mengamalkan rasionalitas, jelajahilah manusia dengan nilai-nilai yang Anda junjung. Sementara Anda berpikir bahwa kebaikan akan menjawab semua permasalahan, kejahatan lebih dulu tiba dan mengasuh manusia dengan kasih sayangnya. Sementara Anda berpikir nilai Anda mutlak harganya, relativitas telah hadir lebih dulu menjawab dan me-
muaskan hasrat manusia. Sejarah kemajuan peradaban manusia diwarnai dengan darah dan air mata. Pengorbanan dan kesia-siaan. Anda tidak dapat menyandarkan apa yang terjadi dengan nilai-nilai yang Anda junjung semata. Mungkin Anda dapat memprediksikan tentang suatu hal, melalui logika yang baik, namun akan menjadi ironi ketika yang terjadi malah jauh dari prediksi Anda. Menjawab hal tersebut, Albert Camus menyatakan dalam bukunya The Rebel: An Essay on Man in Revolt: “If we believe in nothing, if nothing has any meaning and if we can affirm no values whatsoever, then everything is possible and nothing has any importance.� Bahwa apabila kita tidak percaya pada apapun, apabila tidak satupun punya makna dan jika kita bisa menerima ketiadaan dari nilai-nilai, maka semua hal akan menjadi mungkin dan tidak ada satu hal pun yang penting. Ketiadaanlah yang akan menjawab bahwa apapun yang akan kita lakukan menjadi mungin. Dengan tidak terkungkung pada nilai-nilai, Kamu Harus Tanggung Jawab 7
dengan meniadakan sebuah makna, maka semua hal akan menjadi mungkin. Merendahkan ego, berpikir jernih dan kosong secara bersamaan, melaksanakan dengan penuh kehendak bebas, dan lepas dari nilai yang ada. Dengan meniadakan makna pada tujuan yang kita inginkan, dan menempatkan hal tersebut pada konteks yang mungkin saja dilakukan, maka apapun tujuan kita akan mungkin tercapai.
S
Ketika kita meniadakan makna penting dari tujuan tersebut, maka kita sepakat bahwa tujuan itu tidak lagi menjadi tujuan. Tidak ada tujuan yang benar-benar harus dituju. Bahwa kita tidak perlu diberi label penting karena tidak ada hal yang berarti. Bahwa ternyata kesadaran kita telah memanipulasi apa yang terjadi di sekitar kita. Lagipula, mau kemana lagi kita ketika mati kelak? Ya, ketiadaan.
ebagai penutup saya akan mengutip kata-kata Chuck Palahniuk dalam bukunya, Fight Club:
“I see in the fight club the strongest and smartest men who’ve ever lived. I see all this potential and I see squandering. God damn it, an entire generation pumping gas, waiting tables, slaves with thite collars, advertising had us chasing cars and clothes, working jobs we hate so we can buy shit we don’t need. We’re the middle children of the history man, no purpose or place, we have no Great war, no Great depression, our great war is a spiritual war, our great depression is our lives., we’ve been all raised by television to believe that one day we’d all be millionaires and movie gods and rock stars, but we won’t and we’re slowly learning the fact. And we’re very very pissed off.”
8 Kamu Harus Tanggung Jawab
Kamu Harus Tanggung Jawab 9
10 Kamu Harus Tanggung Jawab
Kamu Harus Tanggung Jawab 11
ANU
Aesthetic Jere
Dadaisme pada awal abad 20 adalah bentuk penolakan terhadap seni ketika masyarakat sedang berantakan pada Perang Dunia I. Rupa Dada cenderung absurd dan berantakan sebagai bentuk penolakan terhadap aestheticism. Ditambah lagi kalangan borjuis yang membuat karya seni menjadi suatu hal yang elite; tentunya karena kepentingan yang berhubungan dengan duit. Namun di era yang orang-orang menyebutnya sebagai ‘kontemporer’, gaya visual Dada kembali hadir dengan jiwa yang telah berbeda. Dada hari ini adalah aesthetic, terutama setelah Instagram. Ketika orang-orang menunggah gambar-gambar yang “berantakan” nan tak masuk akal. Aesthetic. Produk-produk dari brand-brand modal besar pun kian mencipta arus tren ketika anggapan “rebel” adalah hal yang keren dan harus dibeli. Karena? Aesthetic. Dada menolak logic, reason, dan aestheticsm. Namun hari ini, karena logic dan reason pula, anti-aestheticsm yang aesthetic tersebut malah jadi barangbarang dagang para kapitalis. Kan anu.
12 Kamu Harus Tanggung Jawab
Kamu Harus Tanggung Jawab 13
PuBLIKASI KONTEMPLATIF
Musik itu memang ada yang HARAM Oleh: Ian Alam Sukarso
14 Kamu Harus Tanggung Jawab
P
ernah mendengar fatwa “Musik di Islam itu HARAM� ? Jika pernah mendengar fatwa tersebut lantas tanggapan kalian bagaimana ? sepakat atau justru berontak menganggap oknum yang berfatwa tersebut radikal, berlebihan atau apalah. Oke, sekarang kita tidak usah berdebat tentang siapa yang berfatwa bahwasanya musik itu haram. Sekarang kita bercermin, kemudian melihat diri sendiri, di setiap aktifitas mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur, sebagian dari kita tak lepas dari musik, jadi kalau musik yang dingar itu musik haram, berarti setiap harinya kita mengkonsumsi barang haram dong ? Menurut ke-sok- tahuan saya dan menurut hasil renungan saya beberapa waktu ini, bahwasanya memang ada sebagian musik yang haram, musik yang seperti apakah yang masuk dalam kategori musik haram ? menurut saya pribadi, musik yang haram adalah musik yang tidak direstui oleh pemilik / pembuat tersebut, musik yang dibajak kemudian diunggah di media sosial / internet. Ketika musik ilegal tersebut didengarkan, saya pikir itu adalah termasuk musik haram, entah benar atau tidak, ini hanya ke-sok- tahuan saya. Tidak munafik bahwa saya memang beberapa kali menggunakan musik haram, mengambil secuil durasi musik-musik di soundcloud / youtube, saya jadikan soundtrack untuk video yang saya buat, saya sadar bahwasanya musik yang saya gunakan adalah musik haram, saya mencoba memulai mengurangi konsumsi musik haram tersebut, semoga bisa benar-benar berhenti. Mencegah konsumsi musik haram cukup sederhana, streaming musik di official account pemilik musik adalah satu tindakan untuk menjauhkan diri dari haramnya sebuah musik. Membeli musik di beberapa penyedia layanan musik digital pun juga bisa jadi solusi, bahkan yang sedang mulai saya coba adalah dengan membeli rilisan fisik album-album musik, yang semoga nantinya bisa menjadi musik yang (mungkin) HALAL.
Kamu Harus Tanggung Jawab 15
PUJANGGA KONTEMPORER Aku tulis pamplet ini karena lembaga pendapat umum ditutupi jaring labah-labah. Orang-orang bicara dalam kasakkusuk, dan ungkapan diri ditekan menjadi peng – iya – an Apa yang terpegang hari ini bisa luput besok pagi Ketidakpastian merajalela. Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki, menjadi marabahaya, menjadi isi kebon binatang Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi, maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan. Tidak mengandung perdebatan Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan Aku tulis pamplet ini karena pamplet bukan tabu bagi penyair Aku inginkan merpati pos. Aku ingin memainkan benderabendera semaphore di tanganku Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian. Aku tidak melihat alasan kenapa harus diam tertekan dan termangu. Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar. 16 Kamu Harus Tanggung Jawab
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju. Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ? Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan. Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka. Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api. Rembulan memberi mimpi pada dendam. Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah yang teronggok bagai sampah Kegamangan. Kecurigaan. Ketakutan. Kelesuan. Aku tulis pamplet ini karena kawan dan lawan adalah saudara Di dalam alam masih ada cahaya. Matahari yang tenggelam diganti rembulan. Lalu besok pagi pasti terbit kembali. Dan di dalam air lumpur kehidupan, aku melihat bagai terkaca : ternyata kita, toh, manusia ! WS. Rendra Pejambon Jakarta 27 April 1978
PUBLIKASI KONTEMPLATIF
Ada Tembok Besar Menghalangi Jalan Kita. Robohkan?
Oleh: Adhy Nugroho
B
etapa bahagianya orangorang Jerman sesaat setelah Tembok Berlin runtuh. Mirip, bahkan sama seperti ketika orde baru runtuh pada 1998. Namun apakah semua permasalahan lantas hilang? Tidak juga. Masalah tidak akan pernah hilang. Para demonstran yang menuntut runtuhnya orde baru sangat yakin bahwa orba adalah belenggu. Un-
tuk mencapai kehidupan yang lebih baik, dalam kelangsungan bernegara, sosial, dan budaya dibutuhkan untuk penghancuran belenggu (orba). Namun apa yang hadir setelah reformasi? Kita hanya sedikit berubah lebih baik, yaitu dapat membercandakan presiden. Kita mulai dari sebuah kesadaran bahwa semua orang memiliki Kamu Harus Tanggung Jawab 17
kepentingannya masing-masing. Kepentingan-kepentingan itu mungkin akan saling bertolak dan saling berlawanan. Sehingga kita mengenal golongan kiri-kanan, progresif-konservatif, dan dua-hal lain yang saling berlawanan. Kita sebut saja A dan B. Ketika seseorang sedang “berjalan� kemudian merasa dihalangi oleh “tembok yang sangat besar�, perlukah untuk merobohkannya? Sebelum menentukan jawabannya: iya atau tidak, kita pikirkan sejenak tentang jalan apa yang sebenarnya sedang dijalani. Sebenarnya apa yang sedang kita perjuangkan? Apa yang sebenarnya sedang kita perangi? Tidakkah kita hanya memerangi apa-apa yang bertolak belakang dengan kita? Baik dalam hal gagasan yang paling sepele hingga yang kompleks. Atau kepentingan-kepentingan lain. Sebagai contoh, mereka, para orang-orang A merasa bahwa suatu kemapanan telah basi, kuno. Butuh sebuah inovasi, pembaruan. Di sisi lain, mereka yang katanya B menganggap bahwa kemapanan ini harus dijaga. Jangan sampai ada inovasi 18 Kamu Harus Tanggung Jawab
yang mengganggu tatanan yang mapan tersebut. Sehingga dua gagasan tersebut saling menegasikan satu sama lain. Padahal, dari dua hal tersebut, walaupun masingmasing menganggap gagasannya yang paling benar, tidak ada yang lebih benar. Mungkin saja kita butuh inovasi, namun mungkin juga kita cukup mempertahankan apa yang sudah ada. Jalan yang kita jalani sebenarnya adalah jalan egoisme kita sendiri. Kita yang mengikuti ego kita. Ambisi. Sehingga untuk mencapai hasrat tersebut, segala hal yang menghalangi harus ditebas. Padahal belum tentu ego yang kita ikuti adalah yang paling benar. Dan mungkin kita menebas sesuatu yang benar. Senyum dulu, lemesin aja :) Padahal, sikap tidak hanya dibagi menjadi dua: A dan B. Jika hanya ada dua bentuk sikap, dan saling bertolak belakang, maka dunia hanya akan ada konflik tanpa akhir. Dunia butuh sikap tengah. Kita letakkan saja C di antara A dan B. Tengah hidup di antara iya dan tidak atau benar dan tidak be-
nar, di antara dua hal relatif yang saling bernegasi. Namun ke-abuabu-an itu justru menghindarkan manusia dari kepercayaan yang fanatis. Tidak ada yang baik dari fanatisme. Namun kita juga tidak bisa memaksakan kehendak merekamereka yang berada pada sisi kiri dan kanan untuk meredakan kepercayaan mereka. Karena akan menjadi sama saja; memaksa mereka untuk berdamai adalah bentuk egoisme lainnya. Dan saya tidak akan merobohkan tembok penghalang yang kalian buat untuk menghalangi hasrat saya menemui perdamaian. Namun kita tidak statis, kan? Kita juga butuh kontrol sosial. Saya percaya bahwa kita masih bisa melempar kritik. Baik melemparnya dari titik A ke B, B ke C, atau manapun. Silakan kritik saya dan benarkan saya jika menurut Anda saya salah. Kita melakukan kritik sebagai bentuk kontrol sosial. Sebagai langkah agar masyarakat menjadi lebih dinamis. Bukan menentukan siapa pemegang kebenaran mutlak.
Itu kenapa yang perlu dirobohkan bukanlah tembok penghalang yang bernegasi dengan kita. Karena pemilik tembok itu pun akan menganggap ada tembok penghalang yang menghalangi jalannya juga; yaitu milik kita. Yang perlu diobohkan adalah tembok egoisme dan tembok fanatisme. Karena tembok itu adalah tembok penghalang sebenarnya, yang sayangnya, kita buat sendiri, untuk menangkal cahaya dari sisi lain. Ketika tembok itu runtuh, mungkin saja kita menemukan kebenaran di seberang sana. Di tempat yang kita tidak pernah menyangka sebelumnya. Bukan bermaksud memaksa, tapi mari berdamai. Bukankah itu indah?
Kamu Harus Tanggung Jawab 19
RUANG
#THEPUKON 20 Kamu Harus Tanggung Jawab