"Bertafakur satu saat lebih baik daripada ibadah satu tahun," sabda Nabi Muhammad Saw, di tengah-tengah bangsa yang hidup dalam
alam
yang
keras.
Ketika
orang-orang
Arab
sibuk
mempertahankan hidupnya, ketika hari-hari mereka dipenuhi dengan pergulatan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok, Rasul yang mulia menyuruh mereka bertafakur. Apakah sabda Nabi itu relevan dengan tempat dan zamannya? Bukankah tafakur terlalu mewah buat mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan? Bukankah terkenal adagium primum vivere deinde philosophari__ hiduplah dahulu baru berfilsafat? Bukankah tafakur itu melangit padahal masalah hidup sangat membumi? Buku yang kini berada di hadapan Anda adalah sebuah kompilasi dari berbagai makalah seminar dan hasil studi banding delegasi short course mandiri, Hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan, pimpinan Mahkamah Agung RI yang diwakili oleh Dirjen Badan Peradilan Agama dan Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama MA RI, para akademisi, dan cendikiawan muslim Indonesia di negara kawasan Asia Tenggara termasuk Malaysia. Buku ini berhubungan dengan hukum keluarga Islam dan hukum perwakafan dalam Islam, sebuah kajian tekstual dan kontekstual atas hukum Islam dua negara, yaitu Indonesia dan Malaysia, bisa juga disebut sebagai studi perbandingan hukum Islam dua negara. Sebagai sebuah karya kompilatif, buku ini bukanlah "buku" dalam arti kata yang sebenarnya. Sebuah buku lazimnya akan membahas suatu masalah secara sistematis, dan "tuntas". Tidak demikian halnya dengan buku yang berada di hadapan Anda ini. 7