Epaper edisi 14 juni 2014

Page 8

opini

8

sabtu, 14 JUNI 2014

www.joglosemar.co

Refleksi Pasar Tradisional dan Kewibawaan

P

embangunan pasar tradisional sepertinya menjadi isu yang sensitif di Kabupaten Sukoharjo. Hal ini sebagai akibat dari bermasalahnya pembangunan Pasar Ir Soekarno di tengah kota Sukoharjo. Karena itulah, ketika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo akan kembali membangun dua pasar tradisional, masyarakat di kabupaten ini khawatir akan terjadinya kolusi dan korupsi dalam proses pembangunannya. Kekhawatiran itu sebagai hal yang wajar mengingat pembangunan pasar tradisional Pasar Ir Soekarno penuh dengan masalah, sempat mangkrak cukup lama dan membuat para pedagang terpuruk. Kemudian ada indikasi kuat terjadinya penggelembungan dalam penganggaran biaya pembangunan pasar tersebut. Maka saat Pemkab akan membangun pasar tradisional, masyarakat tidak menaruh kepercayaan yang tinggi pada pemerintah daerah. Ada kekhawatiran, permasalahan kolusi, korupsi akan mewarnai pembangunan pasar tradisional yang akan dibangun tersebut. Pemkab Sukoharjo melakukan peletakan batu pertama pembangunan Pasar Tawangsari dan Gawok, Jumat (13/6). Berdasarkan data yang dihimpun menyebutkan APBD 2014 mendapatkan alokasi dana Rp 16,6 miliar untuk rencana pembangunan Pasar Tawangsari. Sementara itu, untuk Pasar Gawok hanya mendapatkan kucuran dana Rp 5 miliar. Bupati Wardoyo Wijaya optimis, pembangunan Pasar Tawangsari akan selesai tepat waktu dan sesuai anggaran yang sudah dialokasikan. Ungkapan yang sama sebenarnya juga pernah disampaikan Bupati tatkala akan memulai pembangunan Pasar Ir Soekarno di Sukoharjo Kota. Tetapi omongan tinggal omongan, karena yang terjadi justru permasalahan berlarut-larut dalam proses pembangunan Pasar Ir Soekarno. Masyarakat tentu bukannya tidak menghargai apa yang di-

upayakan Pemkab untuk membangun Pasar Tawangsari dan Gawok tersebut. Namun luka masyarakat yang mendalam dalam proses pembangunan Pasar Ir Soekarno belum sembuh. Untuk itulah, Pemkab hendaknya bisa menunjukkan komitmen dan integritasnya dalam pembangunan Pasar Tawangsari dan Pasar Gawok tersebut. Hal itu ditunjukkan dengan transparansi proses pelelangan, proses pembangunan terutama soal bujeting yang sesuai dengan skep bangunan. Tidak ada kolusi, apalagi korupsi dalam dana yang disediakan. Satu hal yang harus ditunjukkan adalah ketepatan waktu proses pembangunan. Jika semua hal di atas bisa ditunjukkan oleh Pemkab, maka kewibawaan Pemkab dalam membangun pasar tradisional akan kembali terwujud. Kepercayaan masyarakat kepada Bupati dan jajaran Pemkab Sukoharjo akan kembali tercipta jika pembangunan Pasar Tawangsari dan Pasar Gawok bisa berjalan bersih dan akuntabel. Namun sebaliknya, jika pembangunan Pasar Tawangsari dan Pasar Gawok bermasalah dan hanya menyisakan kasus kepada pedagang dan pemerintah, maka sudah pasti kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah Kota akan semakin luntur. Kewibawaan bupati dan jajaran Pemkab akan hancur. Karenanya, tunjukkan kepada masyarakat bahwa mereka bersih dan transparan dalam membangun pasar tradisional. Apalagi, Bupati Sukoharjo sendiri memiliki program menggarap dan memperkuat pasar tradisional. Kasus pembangunan Pasar Ir Soekarno harus benar-benar menjadi pelajaran yang berharga untuk tidak lagi melukai masyarakat. Jangan sampai pembangunan infrastruktur dan fasilitas untuk rakyat hanya dijadikan bancakan dan bagi-bagi proyek belaka. Rakyat harus juga digerakkan untuk melakukan monitoring terhadap semua proyek yang dijalankan pemerintah termasuk pasar tradisional. n

Jernih - Bernilai Alamat: Jln. Setia Budi No. 89 Surakarta 57134 Tel. (0271) 717141; Faksimili Redaksi: (0271) 741696; E-mail: harianjoglosemar@gmail.com

Pemimpin Umum: Nugroho Arief Harmawan Pemimpin Redaksi: Anas Syahirul A Redaktur Pelaksana: Heru Ismantoro, Suhamdani Redaktur: Agni Vidya P, Amrih Rahayu, Cisilia Perwita Setyorini, Didik Kartika Putra, Dwi Hastuti, Eko Susanto, Kiki Dian Sunarwati, Krisna Kartika Sari, Niko Fediyanto, Tri Hatmodjo, Tri Idayati, Widi Purwanto Staf Redaksi: Ari Purnomo, Ario Bhawono, Ari Welianto Bernadheta Dian Saraswati, Dini Tri Winaryani, Farrah Ikha Riptayani, Muhammad Ismail, Murniati, Raditya Erwiyanto, Rudi Hartono, Triawati Prihatsari Purwanto, Tri Sulistiyani, Wardoyo. Fotografer: Kurniawan Arie Wibowo, Yuhan Perdana.

Wartawan Harian Joglosemar dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun. Dalam bertugas wartawan Harian Joglosemar dibekali tanda pengenal berupa kartu pers GRAFIS: Agung Setyawan KOORDINATOR LAYOUT: Purnomo TIM KREATIF: Andi Kristo Wibowo, Asrori, Farid Aji P, Kustiono Ikhrom, Putra A.F, Sugiyarto, M. Yusni Huda, Zulaekhah. ILUSTRATOR: Warsono. Copy Editor: Joko Heriwaluyo LITBANG: Marwantoro Subagyo Sirkulasi: Rustiyadi Iklan: Ignasia Retno Winulis Bank: a.n PT Joglosemar Prima Media, Bank BNI Cabang Surakarta No. Rek. 0133921656; Mandiri No. Rek. 1380010095920; BCA No. Rek. 0155377777 Joglosemar Biro Jakarta: Apartement Gardenia Boulevard Room A702, Jl Warung Jati No 12, Pejaten Barat, Jakarta Selatan, Telp 021-29048721; Harga Langganan: Rp. 67.000, Tarif Iklan Baris: Rp. 5.000/baris, Iklan Display BW: Rp. 22.000/mmkl, Iklan Display FC: Rp. 27.000/mmkl. Halaman 1 FC: Rp. 45.000/mmkl. Halaman 1 BW: Rp. 35.000/mmkl.

Pojok Mayoritas penderita HIV/AIDS tergolong miskin Bantu mereka, bukan menjauhinya MA vonis KPK bayar terpidana korupsi Rp 100 juta Koruptor pun bertepuk tangan

Sikap Mendua pada TIK

dok

Hasan Chabibie ST MSi* - Staf Pusat Teknologi dan Komunikasi (Pustekkom) Kemendikbud - Kandidat doktor di Universitas Negeri Jakarta

G

elombang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sudah hadir di ruang-ruang sekolah kita. Di ranah pendidikan, TIK telah membukakan harapan agar kegiatan belajar mengajar di negeri ini bisa lebih berkualitas. Pemanfaatannya juga telah memacu kreativitas para guru dan siswa. Ini sesuai dengan karakter TIK itu sendiri yang berkembang sangat cepat dan dinamis. Kehadiran TIK di ranah pendidikan ibarat gelombang. Saat gelombang itu tiba, seluruh pihak yang berkiprah di ranah ini membuka diri agar mampu memanfaatkan TIK sebagai peluang baru guna mengubah keadaan. Satu hal yang patut diingat, TIK hadir untuk memudahkan. Memudahkan para guru mengadopsi hal-hal baru yang sebelumnya tak dibayangkan serta memudahkan para siswa untuk bisa mengakses materi pembelajaran yang dibutuhkan. Di sini, pemanfaatan TIK di ranah pendidikan menawarkan semacam kultur baru dalam mendidik. Pemanfaatan TIK yang kian masif–salah satunya internet– turut mendorong terjadinya technology of freedom. Para guru bisa lebih bebas mencari dan berbagi bahan ajar dengan sesama koleganya. Para siswa juga kian mudah memperkaya referensinya dengan cara mengunjungi dan membaca bahan bacaan digital di pelbagai laman. Bagi sebagian siswa dan guru, pemanfaatan sumber belajar daring (online) sudah bisa diterima dengan baik. Ini terlihat dari survei yang pernah dilakukan penulis tentang pemanfaatan Portal Rumah Belajar yang dikelola Pustekkom Kemendikbud pada 2012 lalu. Dari 91 responden yang diteliti menunjukkan, varia-

bel penerimaan teknologi atau technological acceptance model berpengaruh signifikan terhadap tingkat kebergunaan Portal Rumah Belajar. Secara eksplisit ini juga menunjukkan TIK sebagai sebuah teknologi yang tergolong baru bagi sebagian siswa dan guru sudah bisa diterima dengan baik. Penerapannya di ranah pendidikan melalui Portal Rumah Belajar juga memiliki usability atau kebergunaan yang bisa dirasakan oleh para penggunanya. Lebih lanjut penelitian tersebut juga menunjukkan, sebanyak 75,8 persen responden merasa puas dengan tampilan serta menu di Portal Rumah Belajar. Tingkat kepuasan pengguna ini selanjutnya dikorelasikan dengan kemau-

TIK telah berubah menjadi sebuah medium dalam arti yang sesungguhnya. TIK berada di tengah, yakni di antara materi yang dipelajari dan siswa yang menguasainya. Pemanfaatan TIK berdampak nyata berupa terbongkarnya batas ruang dan waktu antara guru dengan siswanya. Ada semacam keleluasaan dalam praktik belajar-mengajar. Sepanjang layanan daring (online) tersedia dan bisa diakses, kegiatan belajar-mengajar bisa diselenggarakan kapanpun dan di manapun.

an pengguna untuk memanfaatkan portal ini sebagai sumber pembelajaran. Hasilnya, ada hubungan yang signifikan antara kepuasan pengguna dengan kemauan mereka untuk memanfaatkan Portal Rumah Belajar (Chabibie, 2012). Sebagaimana dinyatakan para pakar pendidikan, TIK merupakan bentuk dari revolusi pembelajaran atau revolution in learning. Pemanfaatan TIK untuk pendidikan terbukti tidak hanya mengubah cara kerja institusi pendidikan. Namun juga ikut mengubah cara pandang kita tentang pendidikan yang terorganisasi (organized education).

sebagai peluang yang tak boleh disia-siakan. Pelajaran TIK pun dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Dengan segala keterbatasan dari sisi praktik teknisnya di ruang-ruang kelas, adanya pelajaran TIK merupakan good will agar generasi bangsa ini makin siap menghadapi globalisasi di dunia pendidikan. Masyarakat Indonesia sendiri diakui punya sikap adaptif terhadap TIK khususnya telepon seluler. Namun, tingkat adopsi dan penetrasi TIK di Indonesia belum dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas manusia atau proses belajar-mengajar. Ini dikare-

Menyikapi TIK Di Indonesia, kehadiran TIK di ranah pendidikan disambut dengan positif. Koneksi internet yang kian luas dari tahun ke tahun ikut menjadikan TIK

Penghapusan mata pelajaran TIK ini memperlihatkan adanya perubahan cara pandang pengambil kebijakan di sektor pendidikan. nakan mayoritas penduduk masih menganggap teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat konsumtif ketimbang alat produktif (Zainal Arifin Hasibuan, 2012). Upaya menyadarkan pelbagai pihak tentang pentingnya TIK bagi pendidikan ini yang kemudian mendorong lahirnya Konsorsium Gerakan Guru Melek Internet (KGGMI). Konsorsium yang digagas pada Maret 2012 lalu ini mendorong para guru agar makin produktif dalam memanfaatkan TIK bagi aktivitas pembelajaran mereka. Inisiasi para guru yang ter-

gabung dalam KGGMI ini patut diapresiasi. Terlebih mata pelajaran TIK juga sudah diajarkan di sekolah-sekolah. Akan terasa janggal kalau para siswa mahir memanfaatkan TIK untuk pembelajaran sementara para guru tertinggal. Sayangnya, masa-masa manis TIK sebagai bahan ajar

di sekolah berakhir seiring terbitnya Kurikulum 2013. Sesuai kurikulum terbaru ini, mata pelajaran TIK dihapus. Selanjutnya mata pelajaran TIK diintegrasikan dengan mata pelajaran lain. Seluruh guru dituntut mampu memanfaatkan TIK sebagai media pembelajaran. Pendek kata, semua materi pelajaran yang disampaikan guru ke siswa sebisa mungkin disajikan lewat TIK. Penghapusan mata pelajaran TIK ini memperlihatkan adanya perubahan cara pandang pengambil kebijakan di sektor pendidikan. Dari yang tadinya menempatkan TIK sebagai mata pelajaran, kini TIK dijadikan budaya yang melekat dalam aktivitas pembelajaran. Para penyusun Kurikulum 2013 terlihat bersikap mendua dalam mendudukkan TIK. Perlu diingat, integrasi mata pelajaran TIK ke dalam mata pelajaran lain butuh kesiapan teknis dari para guru sendiri. Di lain pihak, para guru TIK sempat dibuat “resah” atas penerapan Kurikulum 2013. Lagi-lagi, sikap mendua dalam memandang TIK berpotensi menimbulkan kegamangan dari para pelaku pendidikan di Tanah Air. Mau dibawa ke mana kesiapan para siswa kita dalam memanfaatkan TIK ini? Kalau para guru masih belum siap dengan konsep integratif TIK di sekolah, bagaimana halnya dengan para siswanya? Semoga pertanyaan ini bisa menjadi bahan refleksi bersama agar semua pelaku pendidikan bisa mendudukkan TIK pada tempatnya demi kemaslahatan para siswa. Seperti pernah diujarkan Bill Gates, teknologi hanyalah sebuah alat. Peran terpenting terletak pada para guru. Merekalah yang berperan untuk memotivasi siswa dan menjadikan mereka bisa bekerja sama di sekolah. n *Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili kebijakan lembaga

Redaksi menerima tulisan opini, diutamakan tema lokal Surakarta dan sekitarnya. Tulisan merupakan asli karya sendiri. Tema serupa pada saat yang sama tidak dan belum pernah dikirimkan ke media mana pun. Ketik spasi satu sepanjang 7.500 karakter with spaces dan kirim via email ke: opini.joglosemar@gmail.com. Lengkapi identitas diri, foto dalam pose santai, nomor rekening, dan nomor telepon. Jika dalam waktu dua pekan tulisan belum dimuat, otomatis penulis berhak mencabut tulisan tersebut.

Rukun Lebih Penting Anas Syahirul Wartawan Joglosemar

S

eorang kawan dengan muka cemberut tiba-tiba nyerocos dengan kata-kata yang sulit dipotong. Pagi itu, ia tidak bisa menikmati olahraga tenis bersama kawan-kawannya. “ Te r p a k s a gak jadi olahraga, gara-gara Pilpres,” ungkap kawan ini. Lantas apa hubungannya antara olahraga dengan Pilpres, mengapa olahraga bisa batal gara-gara Pilpres? Rupanya, dia batal ke lapangan tenis pagi itu lantaran harus melerai tetangganya yang akan berantem, gara-gara berbeda dukungan Capres. Di pagi hari yang sangat cerah itu, di salah satu kampung ternyata sudah ada adu mulut antar warga yang kebetulan berbeda haluan dukungannya kepada Capres. Masing-masing warga itu mempertahankan sikap politiknya, menyatakan Capres yang didukungnya yang layak jadi presiden kelak sehingga patut didukung. “Dari awalnya jagongan baik-baik, kemudian saling ngotot dan akhirnya malah berujung akan berantem gara-gara mempertahankan dukungannya kepada Capres masing-masing. Ya yang repot kan jadinya tetangga lainn-

ya to, saya jadi batal namplek (main tenis) harus misah orang padu gara-gara Pilpres,” gumam teman saya sambil bersungut-sungut. Apa yang diceritakan teman saya tersebut hanyalah sebagian kecil dari pertentangan-pertentangan di masyarakat yang diakibatkan oleh perbedaan dalam dukungan kepada Capres pada Pilpres 9 Juli m e n datang. Banyak kalangan yang menyebut Pilpres kali ini paling ramai dibanding sebelumnya. Keberadaan media sosial juga turut memberikan pengaruh yang berbeda dalam memanaskan suasana dukung mendukung. Fanatisme dukungan dalam Pilpres ini seperti layaknya dalam pelaksanaan Pilkades.

Karena itulah, sebagian pendukung di masing-masing

kubu memberikan dukungan yang membabi-buta sehingga

sampai tak rela ketika Capres pilihannya dikritisi atau disindir. Hal inilah yang kemudian memicu pertentangan di antara para pendukung tradisional tersebut. Bahkan, aroma “pertentangan” atau “permusuhan” yang diakibatkan oleh perbedaan dukungan tersebut bukan hanya berlangsung antar tetangga, antar teman, t e t a pi juga a n t a r saudara pun juga banyak terjadi. Hal inilah yang harus disikapi dengan bijaksana oleh semua pihak. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019 akan dilangsungkan dua minggu lagi yakni tanggal 9 Juli 2014. Tidak bisa dibayangkan jika pelaksanaan Pilpres masih beberapa bulan lagi, tentu suasana akan

semakin memanas di sebagian kalangan masyarakat. Pertarungan Pilpres kali ini memang menarik karena hanya ada dua calon yang langsung saling berhadap-hadapan sejak awal. Dalam strategi meraih suara, semua pihak melibatkan beragam kalangan mulai dari akademisi, mahasiswa, tokoh agama, aktivis berbagai disiplin ilmu, musisi, tokoh agama dan masyarakat umum sebagai tim sukses. Banyak dari mereka yang secara sukarela mendukung masing-masing Capres. Bukan hanya mengungkapkan keberhasilan-keberhasilan dari Capres yang didukung, tetapi banyak pula diungkap hal-hal negatif dari masing-masing Capres. Hal inilah yang kemudian banyak memicu pertentangan di kalangan masyarakat. Tugas semua pihak untuk meredakan tensi pertentangan antarpendukung Capres di masyarakat. Pilpres hanyalah proses politik rutin di negeri ini yang tidak menentukan segalanya. Apalagi kalau sampai merusak keharmonisan antar tetangga, antar teman, bahkan antar saudara. Sikapi pelaksanaan Pilpres dengan bijaksana. Perbedaan dukungan Capres bukan berarti membedakan segalanya. Kerukunan dan persaudaraan lebih penting ketimbang Pilpres. n


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.