Industrial Post Edisi 2

Page 3

Profil A3

17 JANUARI 2011 www.theindustrialpost.com

Foto: Industrial Post/Nandi Nanti

MOCHTAR RIADY:

Raksasa Bisnis Segala Zaman Oleh Lukman Hakim

Mochtar hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bisnis, dia memiliki filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi karakter yang baik, Lian adalah kejujuran sedangkan Dje adalah rasa malu.

L

ama tidak terdengar, Mochtar Riady melalui Grup Lippo Agustus lalu mengakuisisi Bank Nobu melalui anak usahanya, PT Kharisma Buana Nusantara (KBN), yang 60% dimiliki Mochtar, pendiri Lippo, dan 40% dimiliki CEO Grup Pikko Yantony Nio. Grup Lippo siap menjadikan Bank Nobu yang baru saja diakuisisinya, sebagai bank dengan pencapaian kredit di sektor mikro dan usaha kecil menengah (mass market). “Papa saya (Mochtar Riady) ingin jadi bank ini sehat. Dan mampu memberikan peranan. Segmennya mikro, itu juga (mass market),” jelas putra Mochtar, James Tjahjadi Riady. Ia menambahkan, bank yang 60% sahamnya dimiliki grup Lippo ini siap melaju pada 2011, terlebih setelah Bank Indonesia (BI) memberi lampu hijau. Jajaran manajemen kini sedang menyusun strategi dalam menghadapi persaingan di industri perbankan. Ayah James memang sudah lama tidak masuk ke bisnis perbankan, setelah pada 1999 melepas Bank Lippo karena masuk dalam rekapitulasi aset bank bermasalah.

Mochtar Riady, yang memiliki nama Tionghoa Lie Mo Tie, lahir di Malang, 12 Mei 1929, dari ayah dan ibu yang berusaha batik. Mochtar sudah bercita-cita menjadi seorang bankir pada usia 10 tahun karena, menurutnya, setiap hari ketika berangkat sekolah dia selalu melewati gedung megah kantor dari Nederlandsche Handels Bank (NHB). Ia melihat para pegawai bank yang berpakaian perlente dan kelihatan sibuk.

Bank National Nobu dulunya bernama PT Bank Alfindo Sejahtera. Pada 12 November 2010 bank tersebut menjelma menjadi PT Bank National Nobu. Pada 2007, bank tersebut berada pada urutan terakhir yang memenuhi batas permodalan sebesar Rp 80 miliar sesuai ketentuan Bank Indonesia (BI). Menurut data Bank Indonesia (BI), aset Bank Nobu mencapai Rp 111,557 miliar hingga semester I-2010. Jumlah kredit yang disalurkan bank tersebut pada periode yang sama adalah Rp 1,315 miliar. Sementara total dana pihak ketiga (DPK) Bank Nobu sampai semester I-2010 mencapai Rp 23.898 miliar. Namun jumlah modal bank ini sudah mencapai Rp 100 miliar sesuai dengan ketentuan BI. Pada semester I-2010, Bank Nobu mengalami kerugian Rp 12,631 miliar. Untuk menyehatkan bank tersebut, pemerintah harus mengucurkan dana Rp6 triliun dan bisa menguasai kembali 59 persen saham bank tersebut. Kemudian, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melakukan divestasi yang dimenangkan konsorsium Swissasia Global dengan nilai Rp1,25 triliun. Namun akhirnya Swissasia juga melepas kepemilikannya di Bank Lippo ke Khazanan Berhard Malaysia sebesar USD350 juta. Alhasil, Khazanan Bhd yang memiliki saham di Bank Niaga ternyata ingin meleburkan kedua bank ini menjadi satu bank yang fokus pada bisnis tertentu. Akhirnya pe-

megang kebijakan menuntu peleburan kedua bank ini menjadi Bank CIMB Niaga. September lalu, Mochtar kembali menjadi sorotan media ketika ia menyerahkan tampuk pimpinan kelompok usaha Lippo kepada Theo L. Sambuaga. Politikus Golkar itu, sebelumnya, sudah 15 tahun menjadi komisaris Lippo. Mochtar memilih Theo karena Lippo ingin berekspansi ke Indonesia bagian timur. Sebagai orang Manado, Theo dianggap cocok dengan strategi Lippo yang ingin menggarap pasar di sana. Mochtar sekarang lebih memilih berfokus pada keluarga dan kehidupan spiritual. Setelah menggurita seperti sekarang, Mochtar menilai, usaha ini tidak bisa hanya dimiliki keluarga. Ia mengatakan hanya ada satu nama Riady dalam jajaran eksekutif kelompok Lippo, yaitu James Riady (Chief Executive Officer Lippo Group), selebihnya adalah kaum profesional, termasuk Theo. Mochtar percaya bahwa setiap anak harus mengembangkan talentanya masing-masing. “Dari enam anak saya, tiga masuk dunia pendidikan dan satu membuat film,” katanya. Lima tahun lalu pada 2005, dalam RUPS PT Bank Lippo Tbk (LippoBank), Mochtar mengundurkan dari jabatan komisaris utama agar bisnis keluarga tersebut berubah menjadi entitas bisnis kelembagaan yang sepenuhnya berjalan atas tuntutan profesionalisme. Pengunduran ini menandai tidak adanya lagi keluarga Riady yang duduk jajaran pimpinan LippoBank. Di Grup Lippo ini, dia berhasil mengader putranya, James Tjahaya Riady, yang siap mendampingi dan melanjutkan visi bisnisnya. Ketika Bank Lippo di goyang rumor kalah kliring pada November 1995, Mochtar mampu mengatasinya dengan cepat. Dia laksana panglima perang yang dengan cerdas dan cekatan memonitor setiap perkembangan lapangan detik demi detik, serta memberikan instruksiinstruksi penting ke semua lini jajaran di bawahnya. Rumor kalah kliring itu pun dienyahkan dan bendera Bank Lippo pun makin berkibar. Ada beberapa hal yang kontroversi yang dilakukan Mochtar dan James yang mendapat perhatian media massa. Pertama ketika ia membangun Rumah Sakit untuk kelas atas di Lippo Karawaci. Untuk itu, Mochtar berani menggandeng Gleneagles Hospital yang berbasis di Singapura. ”Daripada orang-orang kaya kita pergi ke Singapura, kan lebih baik kita bawa saja Gleneagles di Indonesia.” kata Mochtar ketika rumah sakit itu diluncurkan. Selain rumah sakit, ia juga mendirikan Sekolah Pelita Harapan. Sekolah ini mendapat sorotan karena biayan-

ya menggunakan dolar AS dan dinilai mahal untuk saat itu. Tetapi para pendiri Lippo beranggapan bahwa pendidikan yang disediakan oleh Sekolah Pelita Harapan adalah yang terbaik. Selain wajib berbahasa Inggris, mereka memperoleh tambahan pendidikan ekstra-kurikuler seperti pelajaran musik, berkuda dan ilmu komputer. Guru-guru pun didatangkan dari Amerika. Di bisnis ritel, ketika Grup Lippo mengumumkan akhir 1996 membeli lebih dari 50 persen saham Matahari Putra Prima, perusahaan ritel terbesar yang dimiliki Hari Darmawan, banyak orang terkejut. Namun itu merupakan strategi penting Lippo untuk masuk ke dunia bisnis ritel. Supermal raksasa telah dibangun dan Matahari merupakan salah satu penyewa terbesar. Sebagai seorang chairman yang memimpin puluhan CEO, Mochtar memiliki visi yang jauh ke depan. Pengetahuannya yang luas dan pengalamannya telah membuat Grup Lippo selamat melewati badai dan guncangan krisis ekonomi berkepanjangan. Mochtar Riady, yang memiliki nama Tionghoa Lie Mo Tie, lahir di Malang, 12 Mei 1929, dari ayah dan ibu yang berusaha batik. Mochtar sudah bercita-cita menjadi seorang bankir pada usia 10 tahun karena, menurutnya, setiap hari ketika berangkat sekolah dia selalu melewati gedung megah kantor dari Nederlandsche Handels Bank (NHB). Ia melihat para pegawai bank yang berpakaian perlente dan kelihatan sibuk. Ia adalah anak seorang pedagang batik. Pada 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah Belanda dan di buang ke Nanking, Cina, di sana ia kemudian mengambil kuliah filosofi di University of Nanking. Namun, karena ada perang, Mochtar pergi ke Hong Kong hingga 1950 dan kemudian kembali ke Indonesia. Mochtar masih sangat ingin menjadi seorang bankir, namun ayahnya tidak mendukung karena menganggap profesi bankir hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin Pada 1951 ia menikahi seorang wanita asal Jember, dan oleh mertuanya diserahi tanggung jawab untuk mengurus sebuah toko kecil. Dalam tempo tiga tahun Mochtar memajukan toko mertuanya tersebut menjadi yang terbesar di Jember. Cita-citanya menjadi seorang bankir membuatnya untuk memutuskan pergi ke Jakarta pada tahun 1954, walaupun saat itu dia tidak memiliki seorang kenalan pun di sana dan ditentang oleh keluarganya. Mochtar berprinsip bahwa sebuah pohon yang ditanam di dalam pot atau di dalam rumah tidak akan pernah tinggi. Sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan

yang luas, ia akan tumbuh menjadi besar. Mochtar bekerja di sebuah CV di Jalan Hayam Wuruk selama enam bulan, kemudian bekerja pada seorang importir. Di waktu bersamaan ia pun bekerja sama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil. Sampai saat itu, Mochtar masih sangat ingin menjadi seorang bankir. Suatu saat temannya mengabari jika ada sebuah bank yang bermasalah dan menawarinya untuk memperbaikinya, Mochtar tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut walau saat itu dia tidak punya pengalaman sekalipun. Mochtar berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuran yang bermasalah tersebut, sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur di bank tersebut. Di hari pertama sebagai direktur, Mochtar sangat pusing melihat balance sheet; dia tidak bisa membaca dan memahaminya berpura-pura mengerti di depan pegawai akunting. Akhirnya dia berterus terang terhadap para pegawainya dan Andi Gappa. Tentu saja mereka terkejut mendengarnya. Permintaan Mochtar untuk mulai bekerja dari awal disetujuinya, mulai dari bagian kliring, cash, dan checking account. Selama sebulan penuh Mochtar belajar dan akhirnya ia mengerti pembukuan, dan setelah membayar seorang guru privat ia akhirnya mengerti apa itu akuntansi. Maka mulailah dia menjual kepercayaan; hanya dalam setahun Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat. Pada 1964, Mochtar pindah ke Bank Buana dan berhasil menyelamatkan bank tersebut. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa perubahan ekonomi secara makro. Ketika itu Mochtar kuliah malam di UI, di situ dia dikenalkan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana dkk, yang kemudian merupakan perintis pemulihan ekonomi Indonesia yang pada pertengahan 1960an amburadul. Mochtar mengubah arah kebijakan Bank Buana. Pertama, dia menurunkan suku bunga dari 20% menjadi 12%, padahal pada waktu itu semua bank beramai-ramai menaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah tersebut para debitur segera membayar kewajibannya, sedangkan para usahawan yang akan meminjam diberi syarat ketat, khususnya dalam hal jaminan. Namun karena bunga yang ditawarkan Bank Buana sangat rendah dibanding yang lain maka banyak debitur yang masuk dan tak ragu untuk memberikan jaminan. Dengan cara itu Bank Buana menjadi sehat padahal pada waktu itu banyak klien dan bank yang bangkrut.

Pada 1971 ia pindah ke Bank Panin, yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank Industri Dagang Indonesia. Pada 1975 ia meninggalkan Bank Panin dan bergabung dengan Bank Central Asia (BCA), yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Di BCA Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Ketika Mochtar keluar dari BCA pada akhir 1990, aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun. Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady pada 1981 membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik pengusaha kondang Haji Hasyim Ning. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987 aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500% menjadi Rp 257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Banking. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Grup Lippo. Saat ini Group Lippo memiliki lima cabang bisnis yakni jasa keuangan (reksadana, asuransi, manajemen asset, sekuritas; properti dan urban development (kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri); infrastruktur (pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi); dan industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Grup Lippo memiliki lebih dari 40 anak perusahaan, jumlah seluruh karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas perusahaannya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hadir di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian, dan Shanghai. Mochtar hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bisnis, dia memiliki filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi karakter yang baik, Lian adalah kejujuran sedangkan Dje adalah rasa malu. Disadur dari pelbagai sumber.

Setelah menggurita seperti sekarang, Mochtar menilai, usaha ini tidak bisa hanya dimiliki keluarga. Ia mengatakan hanya ada satu nama Riady dalam jajaran eksekutif kelompok Lippo, yaitu James Riady (Chief Executive Officer Lippo Group), selebihnya adalah kaum profesional, termasuk Theo. Mochtar percaya bahwa setiap anak harus mengembangkan talentanya masingmasing. “Dari enam anak saya, tiga masuk dunia pendidikan dan satu membuat film,” katanya.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.