L A PORAN K H U S U S
Rilisan fisik itu kelebihannya, bagi saya, suaranya beda, walau gawai kita canggih, secanggih apapun Markus
ada warna pink ada yang pelangi, kuning, merah. “Jadi prosesnya mungkin rumit, dari master dima sukkan mesin,” imbuh Bembi. “Untuk proses cetak, piringan hitam memang cukup rumit,” Bembi mencoba menjelaskan. Ada cetakannya Side A, Side B, yang keduanya membu tuhkan cetakan pita reel. Dilanjutkan proses peng goresan dan pelapisan krom dengan nikel di kedua sisinya tadi. “Bagian atas dan bawah, dikasih PVC, dikasih label dulu, dipanaskan 100 derajat lebih,” terang Bembi. Jika sudah sampai tahap ini, lanjut Bembi, piringan hitam akan didinginkan hingga me ngeras. “Kalau tidak lihat sendiri, memang rumit sih,” terang Bembi. Untuk menggeliatkan dunia musik Indonesia, menurut Bembi, artis-artis yang ingin mencetak karya harus difasilitasi. Hal itu bisa dilakukan dengan menghidupkan lagi fasilitas yang ada di Lokananta. “Jadi bisa, kalau Lokananta dikasih mesin cetak lagi,” harap Bembi.
ANDIKA | EKSPRESI
Di Mata Kolektor
Markus Feriyanto (40), salah seorang kolek tor musik dari Solo. Ked iam annya di bilangan Wonosaren, Solo, Jawa Tengah ini, tampak belum terlalu lama ditempati. Terlihat dari tumpukan koleksi piringan hitam, kaset, dan CD yang masih berada dalam kardus-kardus. Ada pula satu lemari kaca dipenuhi dengan kaset-kaset yang ia letakkan di ruangan yang berbeda. Namun, koleksinya yang berada di ruangan khusus tersebut semuanya belum selesai ditata. Di rumah yang belum genap setahun ia tem pati itu, Markus bercerita tentang koleksinya. Ia mengisahkan, mulai punya kaset dari sejak SMP. “Sama orang tua saya, dibelikan radio tape jinjing itu,” kenang Markus. Berhubung keluarganya tidak terlalu mampu, maka Markus kerap meminjam kaset pada temannya. “Majalah Hai juga, nyewa, pinjam teman,” tambah pria yang sekarang menjadi konsultan di sebuah perusahaan properti itu. Soal piringan hitam, Markus mengaku baru sepuluh tahun lalu mulai mengumpulkan. Pada tahun 1995, Markus mengawali koleksinya, waktu itu, ia mengatakan sudah punya penghasilan sendiri. Saat ini koleksi di rumahnya terdapat 3000-an keping piringan hitam, 5000-an kaset, dan 1000-an keping piringan padat. Di antara ribuan ko leksinya, Markus menilai piringan hitam menjadi yang paling me narik. Alasannya sederhana, piri ngan hitam miliknya banyak yang sudah langka. Dia memperlihatkan beberapa koleksi langkanya kepada EKSPRESI. Salah satunya ialah rekaman “Proklamasi”, yang di buat pertama kali, di studio musik Lokananta, Solo, Jawa Tengah. Minggu (31/07), Markus sedang menunjukkan salah satu koleksi piringan hitamnya.
72 EKSPRESI EDISI XXIX TH XXIV NOVEMBER 2016
Markus menyimpan koleksi-koleksi miliknya di sebuah ruangan khusus. Ruangan berukuran kira-kira 8x4 meter itu dipenuhi beragam dus-dus yang beri si piringan hitam, CD, dan juga kaset pita. Terlihat pula seperangkat pemutar piringan hitam, lengkap dengan pemutar kaset dan CD. Ruangan itu, menurut Markus, hanya ala kadarnya. “Kalau orang lain, bagus, dindingnya dikasih karpet, suhu stabil,” tandasnya. Markus memperlihatkan banyak koleksi-kolek sinya. Mulai dari album musik barat hingga musik Indonesia, koleksi Markus hampir lengkap. Dia mem perlihatkan piringan hitam dari Djanger Bali ,yang menurutnya, adalah piringan hitam paling mahal yang ia dapatkan. Ia juga memperlihatkan album kontro versial milik John Lenon dan Yoko Ono. Selain itu, Markus pernah mendapatkan album barat langka, yang harganya jauh di bawah harga pasaran, dan itu membuatnya terkesan hingga kini. “Padahal nilai nya (harga, Red.) bisa berkali-kali lipat,” terangnya sambil tertawa. Markus mendapatkan berbagai rilisan fisik terse but tak lekang dengan aktivitas perburuan. Dia sering mengunjungi acara-acara semisal, Record Store Day, mengunjungi Pasar Klithikan Semanggi, dan yang paling sering dan yang paling sering didapat dari penjual daring. “Sekarang mudah carinya, daring sudah banyak. Di Facebook juga banyak,” tambahnya.
Suara Jernih
Rilisan fisik memang selalu punya kelebihan di bandingkan dengan digital. Salah satunya karena di putar dengan mesin pemutar analog. Selain itu, bagi mereka para pencinta suara, audiophile, rilisan fisik tak hanya urusan suara saja yang didengar. Namun juga fisik rilisan tersebut. Bembi mengatakan, rilisan fisik terutama pi ringan hitam, kelebihannya adalah lebih lebar dan lebih tebal. “Murni, seperti dengar musik beneran,” ujar Bembi. Dibandingkan jenis rilisan fisik lainnya, piringan hitam memang kelebihannya jernih. Piringan hitam ini, menurut Bembi, aman dari pembajakan. “Kalau tidak punya alat seukuran ruangan sebesar ini mana bisa membajak?,” sambil menunjuk seisi ruang kerjanya. “Coba kalau CD, Anda (bajak, Red.)pakai komputer ecek-ecek saja bisa,” sambil tertawa kecil. Sebagai seorang kolektor, Markus mengatakan bahwa terdapat keunikan dari rilisan fisik ini, teru tama piringan hitam. “Rilisan fisik itu kelebihannya, bagi saya, suaranya beda, walaupun gawai kita se canggih apapun, enggak kayak analog pemutarnya,” pungkasnya. Salah satu piringan hitam yang berkesan baginya adalah album bertajuk Badai Pasti Berlalu. Album tersebut besutan Eros Djarot, Jockie Suryoprayogo, dan Chrisye. “Musiknya bagus, liriknya puitis, mak nanya dalam, dibuat pula oleh musisi yang ahli di bidangnya” pungkasnya.[] Laporan oleh Andhika, Aziz, dan Ghoza