Majalah Ekspresi Edisi XXIX - Diskriminasi Rasial Pertanahan Yogya

Page 72

L A PORAN K H U S U S

Rilisan fisik itu kelebihannya, bagi saya, suaranya beda, walau gawai kita canggih, secanggih apapun Markus

ada warna pink ada yang pe­la­ngi, kuning, merah. “Jadi pro­ses­nya mungkin rumit, dari master di­ma­ suk­kan mesin,” imbuh Bembi. “Untuk proses cetak, pi­ri­ngan hitam memang cukup rumit,” Bembi men­co­ba men­je­las­kan. Ada ce­ta­kan­nya Side A, Side B, yang ke­dua­nya mem­bu­ tuh­kan ce­ta­kan pita reel. Di­lan­jut­kan proses peng­ go­re­san dan pe­la­pi­san krom dengan nikel di kedua si­si­nya tadi. “Ba­gi­an atas dan bawah, di­ka­sih PVC, di­ka­sih label dulu, di­pa­nas­kan 100 de­ra­jat lebih,” terang Bembi. Jika sudah sampai tahap ini, lanjut Bembi, pi­ri­ngan hitam akan di­di­ngin­kan hingga me­ nge­ras. “Kalau tidak lihat sen­di­ri, memang rumit sih,” terang Bembi. Untuk meng­ge­li­at­kan dunia musik Indonesia, me­nu­rut Bembi, artis-artis yang ingin men­ce­tak karya harus di­fa­si­li­ta­si. Hal itu bisa di­la­kukan dengan meng­hi­dup­kan lagi fa­si­li­tas yang ada di Lokananta. “Jadi bisa, kalau Lokananta di­ka­sih mesin cetak lagi,” harap Bembi.

ANDIKA | EKSPRESI

Di Mata Kolektor

Markus Feriyanto (40), salah seorang ko­lek­ tor musik dari Solo. Ke­d ia­m an­nya di bi­la­ngan Wonosaren, Solo, Jawa Tengah ini, tampak belum ter­la­lu lama di­tem­pa­ti. Ter­li­hat dari tum­­pu­­kan ko­lek­si pi­ri­ngan hitam, kaset, dan CD yang masih be­ra­da dalam kardus-kardus. Ada pula satu le­ma­ri kaca di­pe­nu­hi dengan kaset-kaset yang ia le­tak­kan di ru­ang­an yang ber­be­da. Namun, ko­lek­si­nya yang be­ra­da di ru­ang­an khusus ter­se­but se­mu­anya belum se­le­sai di­ta­ta. Di rumah yang belum genap se­ta­hun ia tem­ pa­ti itu, Markus ber­ce­ri­ta tentang ko­lek­si­nya. Ia me­ngi­sah­kan, mulai punya kaset dari sejak SMP. “Sama orang tua saya, di­be­li­kan radio tape jinjing itu,” kenang Markus. Ber­hu­bung ke­lu­ar­ga­nya tidak ter­la­lu mampu, maka Markus kerap me­min­jam kaset pada te­man­nya. “Majalah Hai juga, nyewa, pinjam teman,” tambah pria yang se­ka­rang men­ja­di konsultan di se­bu­ah pe­ru­sa­ha­an properti itu. Soal piringan hitam, Markus me­nga­ku baru se­pu­luh tahun lalu mulai me­ngum­pul­kan. Pada tahun 1995, Markus me­nga­wa­li ko­lek­si­nya, waktu itu, ia me­nga­ta­kan sudah punya peng­ha­si­lan sen­di­ri. Saat ini ko­lek­si di ru­mah­nya ter­da­pat 3000-an keping pi­ri­ngan hitam, 5000-an kaset, dan 1000-an keping pi­ri­ngan padat. Di antara ri­bu­an ko­ lek­si­nya, Markus me­ni­lai pi­ri­ngan hitam men­ja­di yang paling me­ na­rik. Ala­san­nya se­der­ha­na, pi­ri­ ngan hitam mi­lik­nya banyak yang sudah langka. Dia mem­per­li­hat­kan be­be­ra­pa ko­le­ksi lang­ka­nya ke­pa­da EKSPRESI. Salah sa­tunya ialah re­ka­man “Proklamasi”, yang di buat per­ta­ma kali, di studio musik Lokananta, Solo, Jawa Tengah. Minggu (31/07), Markus sedang menunjukkan salah satu koleksi piringan hitamnya.

72 EKSPRESI EDISI XXIX TH XXIV NOVEMBER 2016

Markus me­nyim­pan ko­lek­si-koleksi mi­lik­nya di se­bu­ah ru­ang­an khusus. Ru­ang­an ber­uku­ran kira-kira 8x4 meter itu di­pe­nu­hi be­ra­gam dus-dus yang be­ri­ si pi­ri­ngan hitam, CD, dan juga kaset pita. Ter­li­hat pula se­pe­rang­kat pe­mu­tar pi­ri­ngan hitam, lengkap dengan pe­mu­tar kaset dan CD. Ru­ang­an itu, me­nu­rut Markus, hanya ala ka­dar­nya. “Kalau orang lain, bagus, din­ding­nya di­ka­sih karpet, suhu stabil,” tan­das­nya. Markus mem­per­li­hat­kan banyak ko­lek­si-ko­lek­ si­nya. Mulai dari album musik barat hingga musik Indonesia, ko­lek­si Markus hampir lengkap. Dia mem­ per­li­hat­kan pi­ri­ngan hitam dari Djanger Bali ,yang me­nu­rut­nya, adalah pi­ri­ngan hitam paling mahal yang ia da­pat­kan. Ia juga mem­per­li­hat­kan album kon­tro­ ver­si­al milik John Lenon dan Yoko Ono. Selain itu, Markus pernah men­da­pat­kan album barat langka, yang har­ga­nya jauh di bawah harga pa­sa­ran, dan itu mem­bu­at­nya ter­ke­san hingga kini. “Pa­da­hal ni­lai­ nya (harga, Red.) bisa ber­ka­li-kali lipat,” te­rang­nya sambil tertawa. Markus men­da­pat­kan ber­ba­gai ri­li­san fisik ter­se­ but tak lekang dengan ak­ti­vi­tas per­bu­ru­an. Dia sering me­ngun­ju­ngi acara-acara se­mi­sal, Record Store Day, me­ngun­ju­ngi Pasar Klithikan Semanggi, dan yang paling sering dan yang paling sering di­da­pat dari pen­ju­al daring. “Se­ka­rang mudah ca­ri­nya, daring sudah banyak. Di Facebook juga banyak,” tam­bah­nya.

Suara Jernih

Ri­li­san fisik memang selalu punya ke­le­bi­han di­ ban­ding­kan dengan di­gi­tal. Salah sa­tu­nya ka­re­na di­ pu­tar dengan mesin pe­mu­tar analog. Selain itu, bagi me­re­ka para pen­cin­ta suara, audiophile, ri­li­san fisik tak hanya urusan suara saja yang di­de­ngar. Namun juga fisik ri­li­san ter­se­but. Bembi me­nga­ta­kan, ri­li­san fisik te­ru­ta­ma pi­ ri­ngan hitam, ke­le­bi­han­nya adalah lebih lebar dan lebih tebal. “Murni, seperti dengar musik beneran,” ujar Bembi. Di­ban­ding­kan jenis ri­li­san fisik lainnya, pi­ri­ngan hitam memang ke­le­bi­han­nya jernih. Pi­ri­ngan hitam ini, me­nu­rut Bembi, aman dari pem­ba­ja­kan. “Kalau tidak punya alat seu­ku­ran ruangan se­be­sar ini mana bisa mem­ba­jak?,” sambil me­nun­juk seisi ruang kerjanya. “Coba kalau CD, Anda (bajak, Red.)pakai komputer ecek-ecek saja bisa,” sambil tertawa kecil. Se­ba­gai seorang ko­lek­tor, Markus me­nga­ta­kan bahwa terdapat keunikan dari ri­li­san fisik ini, te­ru­ ta­ma pi­ri­ngan hitam. “Ri­li­san fisik itu ke­le­bi­han­nya, bagi saya, suaranya beda, wa­lau­pun gawai kita se­ cang­gih apapun, enggak kayak analog pe­mu­tar­nya,” pungkasnya. Salah satu pi­ri­ngan hitam yang ber­ke­san ba­gi­nya adalah album ber­ta­juk Badai Pasti Berlalu. Album ter­se­but be­su­tan Eros Djarot, Jockie Suryoprayogo, dan Chrisye. “Mu­sik­nya bagus, li­rik­nya puitis, mak­ na­nya dalam, di­bu­at pula oleh musisi yang ahli di bi­dang­nya” pungkasnya.[] Laporan oleh Andhika, Aziz, dan Ghoza


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.