Banjarmasin Post Minggu, 22 Desember 2013

Page 28

Balairung

28

Banjarmasin Post MINGGU 22 DESEMBER 2013

Aku di Mana? B

eberapa isapan lagi, sebungkus rokok ini akan habis. Ruang ini nampak begitu lapang dipenuhi asap yang mengabut, bagai penampakan hantu gentayangan di ruang kosong. Tak begitu banyak barang-barang, hanya ada sebuah kasur, bufet mini, dan di atasnya ada vas bunga tanpa bunga. Pintunya terkunci dari luar. Sebenarnya aku tak betah tinggal dalam kamar ini, tetapi karena paksaan aku tak mampu berbuat apa apa. Telepon genggamku terus berdering, hampir berpuluhpuluh kali. Tertera nama pacarku di layar. 32 panggilan tak terjawab, bak seorang penagih utang yang mengetuk pintu begitu memaksa. Aku tak hiraukan, sebab rokok yang aku isap belum berpuntung. “Aku bilang tunggu hingga rokokku habis, kalau sudah habis baru aku angkat. Tak mengerti aku sedang asyik!” Kenapa setiap aku merokok, pacarku selalu menelpon? Seakan dia memiliki mata-mata yang dapat melihat apa yang aku lakukan. Aku selalu takut, takut dimarahi. Aku pijat tombol bergambar gagang telepon berwarna hijau. Belum sempat aku berkata “Halo,” suara pacarku tumpah tiba tiba. “Lama sekali kamu mengangkat telepon, apa kamu sedang merokok?” begitulah kalimat pembuka saat panggilan aku angkat. “Aku tak merokok, tadi aku sedang mandi. Jadi tak terdengar telepon darimu.” “Kamu bla? bla? bla?!!” meracau tak jelas. Dia begitu cerewet. Jika aku disuruh memilih bagian dari tubuhnya untuk dijahit, aku akan menjahit mulutnya. Agar lidahnya yang seperti cacing ditabur garam tak banyak berperan. Waktu berjalan cepat. Begitu cerewet dia bicara. Hampir tak jelas terdengar, seperti bahasa mandarin. Bahasa yang tak aku mengerti. Aku singkirkan telepon dari kuping, lalu melihat layar telepon. Sudah 28 menit dia menelepon. Cukup lama untuk ocehan yang membuat kupingku kebas. Di sudut kanan atas layar tertera 11.17 25/11/2010. Aku pandangi layar telepon, suara pacarku masih terdengar berentetan samar. Aku rekatkan kembali telepon ke kuping. “Sudah selesai menasehatinya?” tanyaku sambil mengu-

sap wajah. Ah, ternyata kumisku sudah tumbuh begitu lebat. Sudah beberapa bulan semenjak aku meninggali kamar ini, wajahku tak terurus. Tumbuh jendolan jerawat hampir di seluruh pipi dan jidat. “Kamu tak mendengarkan nasihatku? Dasar!” Aku bisa membayangkan wajah pacarku saat itu. Wajahnya yang manis akan berubah menjadi aneh. Matanya melotot memaksa keluar. Jidatnya mengkerut, membuat hidung peseknya terlihat bulat. Kalau aku lihat langsung, pasti aku akan tertawa terbahakbahak hingga terpingkal. “Aku dengar sedikit.” “Kebiasaan kamu. Kamu sedang di mana?” Pertanyaan itu membuat aku bingung. Aku beralih dari kasur tepos yang dirayapi seprai kusut, berdiri memandangi kamar yang begitu sepi. Di luar kamar terdengar orang-orang meracau tak jelas, seperti orang yang tak waras. “Kamu di mana, sayang? Aku melamun, lalu berjalan mengitari kamar yang masih bau asap rokok. Tak ada jendela di sini. Perutku tibatiba keroncongan. Apa pacarku mendengar suara perutku? Aku tak yakin. “Kamu di mana?” masih terdengar merdu suaranya. Aku diam. “Kamu di mana?” hanya pertanyaan itu yang dia lontarkan kepadaku. Aku hanya diam, tak menjawab. “Kamu di mana, setan?!” suaranya tiba-tiba meledak, seperti bom. “Aku sedang di masjid, sayang. Mau salat Jumat,” suaraku gemetar.

Dahaga Karya: Ibramsyah Amandit

Jawaban-jawaban Tak pernah ada gerimis yang turun cuma embun attar dan ambar badai, ah badai itu... desiran angin kuala terlalu merasuk lautnya usapan lembut melebihi tangan rahmat pantai dunia apa pun di tikar-tikar pandan nyanyi membubung melebihi katakata pertobatan butiran tasbih menjelmakan keharuman napas pelangi tubuh senja jangan sebutkan kelumpuhan apapun di kuala seluruh jagat adalah jantera memekar kuntum hari-hari tak pernah menua cahaya senja adalah juga kilau ufuk bayi fajar berikutnya itu itu jugalah, itu itu sajalah... melarut begitu hening ia izzatullah wa qudratihi tentu bagi jejak bola mata di balik-balik karang dan kalbu biasa terlahir sebagai anak-waktu... Tamban, 19 Desember 2010 * Ibramsyah Amandit bin H Lawier dilahirkan di Desa Tabihi Kanan, Kandangan, 9 Agustus 1943. Puisinya dimuat dalam sejumlah antologi puisi bersama antara lain Bahalap ( 1995), Pelabuhan (1996), Rumah Sungai ( 1997 ), dan Jembatan Asap (1998 ). Buku kumpulan puisinya Badai Gurun dalam Darah (2009) dan Tikar Pandan (2013). Sekarang tinggal di Tamban, Kabupaten Barito Kuala.

Homepage : http//www.banjarmasinpost.co.id e-mail : redaksi@banjarmasinpost.co.id Banjarmasin Post Group Penerbit SIUPP Sejak Tanggal Direktur Utama Pemimpin Umum Pendiri

: PT Grafika Wangi Kalimantan : SK Menpen No. 004/SK MENPEN/ SIUPP/A.7/1985 tgl 24 Oktober 1985 : 2 Agustus 1971 : Herman Darmo : H Pangeran Rusdi Effendi AR : Drs H J Djok Mentaya (1939-1994) Drs H Yustan Aziddin (1933-1995) HG Rusdi Effendi AR

WARTAWAN “BANJARMASIN POST GROUP” SELALU DIBEKALI TANDA PENGENAL DAN TIDAK DIPERKENANKAN MENERIMA/MEMINTA APA PUN DARI NARASUMBER.

Oleh: Ilham Mahendra “Oh, memangnya ini hari Jumat yah? Sepertinya aku mengganggu,” suaranya kembali merdu. “Hari ini memang hari Jumat. Kamu rindu aku ya, sampai lupa hari,” aku mulai tak bisa diam. “Bagaimana suasana di masjid, sayang?” sepertinya dia penasaran. Memang wanita, tak pernah tahu bagaimana suasana saat salat Jumat. Aku mulai bersemangat memberi tahu pacarku. Aku tahu, pasti di sana dia akan memasang kupingnya benar-benar. “Suasana di masjid ini sangat ramai sayang. Kamu tahu? Di dalam sini ada orangorang yang berakrobat, seperti sirkus sirkus di televisi. Mereka bergantungan asyik ke sana kemari. Kamu tahu juga? Di sini ada dua badut yang lucu. Rambutnya keriting, hidungnya merah bulat, pantatnya begitu semok, dan sepatu yang dia pakai kebesaran. Lucu sekali, sayang kamu tak berada di sini. Kalau kamu ada di sini, kamu bisa tertawa terpingkal-pingkal. Selain itu ada orang yang berjalan di seutas tali. Tali itu tergantung sangat tinggi. Ada hewan liar yang begitu menurut diperintah pawangnya. Melompat melewati lingkaran api, berjalan seperti manusia, dan memberi hormat. Atraksi-atraksi itu membuat aku menjadi tegang juga senang. Musiknya juga begitu meriah. Aku dapat jelas men-

dengarnya, sebab banyak pelantang suara yang menempel di setiap sudut masjid.” “Kok aku tak mendengar apa-apa sayang?” pacarku memotong. “Kamu tak ada di sini sayang, jadi kamu tak dapat mendengar suara musik ini.” “Kamu tahu sayang? Di halaman masjid ini ada pasar. Di sana banyak orang yang berjualan menjajakan dagangannya. Harganya sangat murah. Kapan-kapan aku traktir kamu, aku akan belikan apa yang kamu ingin beli. Banyak baju yang bagus, aku rasa itu cocok untukmu yang manis. Selain ada penjual pakaian, di sana juga ada penjual makanan, pertunjukan musik, dan komedi putar. Sayang sekali kamu tak ikut denganku. Kalau kamu ikut, aku akan ajak kamunaik komidi putar.” “Aku mau ke sana!” pintanya manja. “Kamu itu kan wanita, masa ada wanita yang salat Jumat?” Aku tertawa terbahak bahak. Berguling-guling di lantai yang keramiknya berwarna cokelat retak. Aku berjanji dalam hati, suatu saat akan mengajaknya ke masjid. Namun tak saat salat Jumat, agar aku bisa menemaninya. Waktu berjalan bagai kilat. Hampir dua jam perbincangan ini berlangsung melalui telepon. Aku dengar suara tetes air yang turun dari genting belakang kamar. Namun tubuhku tetap merasa gerah. Pacarku di sana pasti selalu berdoa agar aku mengajaknya ke masjid suatu saat nanti. “Sayang, kamu tak salat? Jam di kamarku menunjukan

Karya: Agiana Yusuf Al-Mahdie

Andante Satu per satu, kuhitung alur napas waktu dari arah musim yang mengirim gerimis sisa kemarin Dunia, seperti kwatrin tak terlagukan kata Sepi paling purba Hanya aku masih setia merapal jarak, meniti jejak, menziarahi sajak-sajak Dan waktu pun menjadi serbuk-serbuk mimpi yang menggumpal di celah-celah labirin kumal dalam hidup yang tak lebih dari huruf-huruf rapuh yang minta direngkuh sepasang tangan gaib yang menyalib segala kesedihan dan kepahitan Dari setumpuk buku-buku yang mengutuk kerinduan menjadi batu Hari-hari yang licik yang mengekalkan perpisahan panjang Hujan bulan November seperti kekal dengan sepi yang khusyuk Maka aku pun akan tidak lagi bersetia bersila dalam ceruk-ceruk air mata yang masyuk dengan nyanyian dewa-dewi dalam alunan dawai-dawai harpa yang dipetik jari-jemari lentik seorang bidadari bermata sendu Dan aku pun akan tidak berpaling pada gemuruh hujan november yang gemerincing dalam lonceng-lonceng Katedral tua, lusuh dan tak lagi membening kristal pada sepasang bola mata yang menyembunyikan kegelisahan Denpasar, 2013 * Agiana Yusuf Al-Mahdie. Kelahiran Sukabumi, 25 Juni 1988. Sekarang berdomisili di Desa Pekraman Ketewel, Sukawati, Gianyar, Bali.

pukul 13.15.” Seketika aku terdiam. Aku lupa waktu. Aku terlalu bersemangat bercerita. Di luar sana makin terdengar suara air yang merintik, terdengar juga suara gemuruh petir. Aku bingung. “Aduh sayang, kamu sih membuat aku jadi asyik sendiri. Aku ditinggal orang-orang yang salat,” begitulah yang aku katakan agar dia merasa bersalah. “Asal kamu tahu sayang, aku bosan. Aku bosan jika terlalu banyak aturan, aku harus seperti ini dan itu! Memangnya kamu ibuku?!” Tut? tut? tut? Telepon terputus. Aku tahu, dia pasti menyesal telah berbuat salah, mengganggu orang yang ingin beribadah. Aku bisa mengira, saat itu dia mengunci dirinya di dalam kamar. Kemudian membenamkan kepalanya di bantal sambil menangis terisak mengingat kesalahannya. Aku sudah berhasil membuatnya tersadar, semoga dia bisa berubah. Badanku menjadi lemas. Aku berbaring di atas kasur. Memandangi langit-langit kamar yang kusam, bekas bocor air hujan. Tak terasa hampir tiga bulan aku di sini. Dinding putih kamar ini mulai menghitam, ada bayangan wajah sedih pacarku. Betapa lucunya. ***** Aku tak sadar, sedari sore aku tertidur. Udara dingin membuat mataku lekat. Aku tak sempat berkenalan dengan malam dan pagi. Hanya siang yang mengajakku bergenggaman. Kokok ayam tak terdengar lagi. Matahari pun tak nampak dari ruangan ini. Dalam keadaan berbaring, aku menatap ke depan. Ada pintu berteralis, berdiri kokoh seperti bangunan usang yang menentang zaman. Aku melihat sebuah amplop berwarna putih terjepit, di antara lantai dan pintu. Aku beranjak mengambil amplop. Ternyata surat dari pacarku tersayang, Marsi. “Kenapa pacarku mengirim surat? Oh, mungkin karena telepon genggamku mati,” gumamku. Aku buka amplop itu dan dengan hati-hati aku ambil isinya. Wah, kertas surat yang wangi, begitu santer tercium. Aku ingat, wangi ini sama dengan wangi tubuh pacarku. “Ah, aku begitu rindu bau tubuhmu sayang.” Kemudian aku buka kertas surat yang terlipat empat bagian, aku baca dengan perlahan. “Peluk hangat untukmu sayang. Aku rindu kamu yang dahulu. Cepatlah kembali! Agar kita bisa menonton pertunjukan sirkus yang kamu senangi. Bermain komidi putar di pasar malam, tertawa di emperan jalan saat menikmati makan malam, juga berburu pakaian. Cepat sembuh! Orangtuamu tak membencimu, mereka sayang padamu. Aku juga sangat menyayangimu. Aku dan mereka ingin kamu kembali tertawa dengan normal. Jangan banyak pikiran. Makan dan mandi tak boleh tertinggal. Merokoknya dikurangi, yang betah ya sayang! Kecup mesra untukmu. Marsi” Aku menuju kasurku, menaruh surat di atas buffet. Aku genggam telepon genggam yang aku selundupkan dan belum ketahuan. Aku diam, memelototi pintu yang terkunci. Wajah Masri membayang di balik jeruji. Terdengar suara-suara aneh dari luar. “Ayo kita berperang melawan Belanda!” ajakkan lelaki tua di depan kamar. “Aku bukan pejuang, aku ini pengusaha! Dasar orang gila!” (*) * Ilham Mahendra, lahir di Jakarta, 6 Juni 1992. Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung. Bergiat dalam komunitas sastra Cengos Si dan CD Teater.

Pemimpin Redaksi: Yusran Pare | Wakil: Harry Prihanto Redaktur Pelaksana: Dwie Sudarlan | Manajer Peliputan: Elpianur Achmad | Asisten Manajer Peliputan : R Hari Tri Widodo Manajer Produksi: M Taufik | Redaktur Eksekutif: Muhammad Yamani (Banjarmasin Post/Online), Mulyadi Danu Saputra (Metro Banjar), Irhamsyah Safari (Serambi UmmaH) Manajer Redaksi: Irhamsyah Safari | Wakil: Agus Rumpoko Redaktur: Sigit Rahmawan A, Umi Sriwahyuni, Syamsuddin, Alpri Widianjono, Kamardi, Mahmud M Siregar, Aya Sugianto, Sofyar Redhani, M Royan Naimi, Siti Hamsiah | Asisten:Eka Dinayanti, Murhan, Anjar Wulandari, Ernawati,Idda Royani, Mohammad Choiruman, Budi Arif RH. Staf Redaksi: Sudarti (Reporter Senior), Hanani, Burhani Yunus, AM Ramadhani, Halmien Thaha, Syaiful Anwar, Syaiful Akhyar, Khairil Rahim, Ibrahim Ashabirin, Sutransyah, Faturahman, Irfani Rahman, Jumadi, Edi Nugroho, Doni Usman, Mustain Khaitami (Kabiro), Hari Widodo, Ratino, M Risman Noor, Salmah, Rahmawandi, M Hasby Suhaily, Helriansyah, Didik Triomarsidi (Kabiro), Nia Kurniawan, Mukhtar Wahid, Rendy Nicko Ramandha, Restudia, Yayu Fathilal, Aprianto, Frans, Nurholis Huda. Fotografer: Donny Sophandi, Kaspul Anwar. Tim Pracetak: Syuhada Rakhmani (Kepala), M Syahyuni, Aminuddin Yunus, Syaiful Bahri, Edi Susanto, Sri Martini, Kiki Amelia, Rahmadi, Ibnu Zulkarnain, Achmad Sabirin, Rahmadhani, Ahmad Radian, M Trino Rizkiannoor, M Denny Irwan Saputra, Samsudi. Biro Jakarta: Febby Mahendra Putra (Kepala), Domuara Ambarita, Murdjani, Antonius Bramantoro, Budi Prasetyo, Fikar W Eda, FX Ismanto, Johson Simandjuntak, Rahmat Hidayat, Yulis Sulistyawan, Choirul Arifin, Hendra Gunawan, Sugiyarto Penasihat Hukum: DR Masdari Tasmin SH MH

BANJARMASIN POST GROUP/HAMSIAH

Jatuh Cinta Kembali pada Islam SAAT ini, film 99 Cahaya di Langit Eropa tayang di bioskop-bioskop Tanah Air. Film dibintangi Acha Septriasa, Abimana, Raline Shah, Dewi Sandra itu diangkat dari novel best seller berjudul sama ditulis oleh Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Meski telah menonton filmnya, tentu akan semakin mantap bila juga membaca bukunya. Sebab apa yang dituangkan di layar lebar, tentu tidak akan sedetil kisah dalam bukunya. Buku ini adalah catatan perjalanan atas sebuah pencarian penulisnya. Pencarian cahaya Islam di Eropa yang kini sedang tertutup awan saling curiga dan kesalahpahaman. Untuk pertama kalinya dalam 26 tahun, Hanum mengaku, dia merasakan hidup di suatu negara dimana Islam menjadi minoritas, Wina, Austria. Pengalaman yang justru makin memperkaya spiritualnya untuk lebih mengenal Islam dengan cara yang berbeda. Tinggal di Eropa bersama suaminya, Rangga, selama tiga tahun adalah arena menjelajah Eropa dan segala isinya. Hingga akhirnya dia menemukan banyak hal lain yang jauh lebih menarik dari sekadar Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser Mozart, Stadion Sepak Bola San Siro, Colloseum Roma, atau gondolagondola di Venezia. “Pencarianku telah mengantarkanku pada daftar tempat-tempat ziarah baru di Eropa. Aku tak menyangka Eropa sesungguhnya juga menyimpan sejuta misteri tentang Islam. Eropa dan Islam. Mereka pernah menjadi pasangan serasi. Kini hubungan keduanya penuh Judul Penulis Penerbit Terbit Tebal Kategori

pasang surut prasangka dengan berbagai dinamikanya. Aku merasakan ada manusiamanusia dari kedua pihak yang terus bekerja untuk memperburuk hubungan keduanya,” tulis Hanum di blognya. Pertemuannya dengan perempuan muslim di Austria, Fatma Pasha telah mengajarkan dia untuk menjadi bulirbulir yang bekerja sebaliknya. Menunjukkan pada Eropa bulir cinta dan luasnya kedamaian Islam. Dia juga bertemu dengan beberapa tokoh lainnya yang kemudian membawanya mengenal sisi-sisi peradaban Islam di Eropa yang jarang diungkap sejarah. Eropa bisa semaju sekarang, karena dahsyatnya pengaruh kejayaan Islam di masa lalu di benua itu. “Saat memandang matahari tenggelam di Katedral Mezquita Cordoba, Istana Al Hambra Granada, atau Hagia Sophia Istanbul, aku bersimpuh. Matahari tenggelam yang aku lihat adalah jelas matahari yang sama, yang juga dilihat oleh orang-orang di benua ini 1.000 tahun lalu. Matahari itu menjadi saksi bisu bahwa Islam pernah menjamah Eropa, menyuburkannya dengan menyebar benih-benih ilmu pengetahuan, dan menyianginya dengan kasih sayang dan toleransi antarumat beragama,” tulis Hanum lagi. Akhir dari perjalanannya selama tiga tahun di Eropa, justru mengantarnya pada titik awal pencarian makna dan tujuan hidup. Dia pun kembali jatuh cinta pada Islam. Anda dapat memiliki buku terbitan PT Gramedia Pustaka Utama ini dengan diskon 10 persen. Caranya, bawa kupon diskon di harian Banjarmasin Post ke Toko Buku (TB) Gramedia Jalan Veteran Banjarmasin. (hay/hdc)

: 99 Cahaya di Langit Eropa : Hanum Salsabiela Rais, Rangga Almahendra : PT Gramedia Pustaka Utama : Cetakan ke 13, Oktober 2013 : 412 halaman : Novel

INFO PENGASUH BAGI rekan-rekan yang mengirim tulisan berupa puisi atau cerpen, kami meminta untuk melengkapinya dengan data diri/copy kartu identitasi dan nomor rekening bank Anda. Honor tulisan yang dimuat akan kami transfer. Tulisan bisa dikirim lewat pos ke alamat Kantor Banjarmasin Post Gedung HJ Djok Mentaya Jalan AS Musyafa Nomor 16 Banjarmasin. Sudut kiri amplop ditulis Seni dan Budaya. Bisa juga kirim via email ke hamsibpost@yahoo.co.id

Pemimpin Perusahaan: A Wahyu Indriyanta General Manager Percetakan: A Wahyu Indriyanta | Asisten General Manager Percetakan : Suharyanto Wakil PP (Bidang Humas dan Promosi): M Fachmy Noor Asisten Manajer Iklan : Helda Annatasia (08115803012) z Alamat: Gedung HJ Djok Mentaya, JlAS Musyaffa No 16 Banjarmasin 70111, Telepon (0511) 3354370, Fax 4366123, 3353266, 3366303 z Bagian Redaksi: Ext 402-405 ; z Bagian Iklan: Ext. 113, 114 z Bagian Sirkulasi: Ext.116, 117 z Pengaduan Langganan: 08115000117 (0511) 3352050 z Biro Jakarta-Persda: Redaksi, Jl Pal Merah Selatan No 12 Lantai II Jakarta 10270, Telp (021) 5483008, 5480888 dan 5490666 Fax (021) 5495358 z Perwakilan Surabaya: Jl Raya Jemursari 64 Surabaya, Telp (031) 8471096/ 843428, Fax (031) 8471163 z Biro Banjarbaru: Jl Mister Cokrokusumo Kav 15-17 Widya Chandra Utama, Cempaka, Kota Banjarbaru Telp (0511) 4780355 Fax (0511) 4780356, z Biro Palangka Raya: Jl RTA Milono Km 1,5 Palangka Raya, Telp (0536) 3242922 Tarif Iklan: z Display Umum: Hitam Putih (BW): Rp 22.500/mmk Berwarna (FC): Rp 45.000/mmk z Display Halaman 1: Hitam Putih (BW): Rp 45.000/mmk Berwarna (FC): Rp 90.000/mmk z Iklan kolom/Duka Cita: Hitam Putih (BW): Rp 15.000/mmk Berwarna (FC): Rp 30.000/mmk z Iklan Kuping: (FC) Rp 100.000/mmk lIklan Baris: (FC) Rp 20.000/baris: (BW): Rp 15.000/baris z Iklan Satu Kolom : (FC)Rp 30.000/mmk, (BW): Rp15.000/mmk z Catatan: Harga belum termasuk PPN 10% z Harga Langganan: Rp 75.000/bln Percetakan: PT Grafika Wangi Kalimantan z Alamat: Lianganggang Km 21 Landasan Ulin Selatan Banjarbaru Telepon (0511) 4705900-01 z Isi di luar tanggung jawab percetakan

Setiap artikel/tulisan/foto atau materi apa pun yang telah dimuat di harian “Banjarmasin Post” dapat diumumkan/dialihwujudkan kembali dalam format digital maupun nondigital yang tetap merupakan bagian dari harian “Banjarmasin Post”.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.