Bengkel kolase #4

Page 1

Bengkel Kolase #4 Terbit sangeunahna | Eusina kumaha aing | Haratis | November 2015 mang.anugrah@gmail.com | http://manganugrah.wordpress.com ig: anugrah____ Padamelan Aing ayeuna mah teu boga waktu luang nu loba siga kamari-kamari soalna aing ayeuna mah jadi pagawe ,jadi buruh tea geningan. Biasa lah nya da tuntutan kahirupan tea geningan. Ameh aing bisa dahar jeung ngarokok nu merenah we ieu mah. Tur oge bisa ngabiayaan hobi nu ku aing lakonan siga nyieun ieu zine atawa tani atawa kolasekolasean atawa oge maca buku. Baheula, aing teh teu hayang jadi pagawe kantoran nu kudu pake baju berkerah. Nu kudu formal-formalan. Teuing ah, mereun da baheula mah si aing teh bodo kacida. Naif kitu lah. Remaja olo leho nu ngan ngagunakeun hiji panon. Mereun, kusabab aing beuki kolot, panon aing duanana jadi kapaksa kudu ngabuka. Kudu realistis tea geningan. Matak rada pareum tah karyakarya kreatif teh. Tapi teu pareum pisan sih. Cedeum.

Ayeuna mah aing kudu serius gawe, soalna aing dipiwarang kitu ku kolot aing. Nah, aing embung ngan saukur jadi pagawe. Aing mah hayang jadi jelema nu sabener-benerna jelema. Lamun ceuk si bapak kumis ti jerman mah, aing teh hayang jadi manusa unggul – manusa paripurna – ubermensch. Matak aing tetep gegeloan we sakumaha ngeunahna hate aing. Sagelo tulisan ieu nu make basa sunda sangeunah liang bool ngaheujeunkeun tai. Pokokna, edisi nu ieu mah bakalan fokus ka kegiatan kreatif aing disela-sela rutinitas pagawean aing. Mamah, Bapak, menta duana wae sim aing mah, kanggi kalancaran pagawean aing jeung hobi aing. Sangkan engke aing bisa nyarita nu rame ka anak-anak jeung incuincu aing.

1


“Menyusup ke Relung-relung� Meminjam kalimat dari Jessica Hagy, aku mencoba menyusup ke relung-relung dimana sebuah kebebasan berada diantara padatnya rutinitas. Menunggu adalah hal yang biasa aku lakukan sebelum jam kerja dimulai. Aku terbiasa bangun pagi karena aktifitasku yang sekarang, maka aku sering datang ke kantor kepagian. Sambil menunggu jam kerja dimulai kusempatkan untuk melakukan apa saja demi mengisi kekosongan agar aku dapat merasa lega ketika nanti aku menyambut malam dengan berbaring di atas kasur. Aku menulis puisi pada ponselku atau menulis apapun yang pada saat itu terlintas begitu saja dalam kepalaku. Aku berkhayal sambil mendengarkan musik hiphop atau punkrock tentang bagaimana jika aku menyutradarai video klip yang sedang kudengarkan lagunya. Terdengar sungguh gak penting ya? Tapi kata aku mah itu teh penting pisan. Kalau aku tidak melakukannya, itu seperti air mani yang tiga bulan belum dimuncratkan. Maka aku harus mengonanikan pikiranku, agar pejuh-pejuh kreatifitas muncrat kemana-mana. Ya ke layar ponsel atau ke kertas fotokopian ijazah yang udah gak kepake. Ngomong-ngomong tentang ejakulasi ide kreatif, aku harus meminjam cerita hidup Si Jek (sebut saja namanya begitu). Dia adalah teman baruku di kantor. Umurnya baru 19 tahun. Lulusan SMK jurusan teknik mesin. Dibesarkan dalam lingkungan Kristen sampai kelas dua SMP lalu dia memilih untuk menjadi mualaf. Dia terlampau lugu. Ditambah lagi dengan satu gigi serinya yang patah dan kumis tipis yang mirip kumis ikan lele. Selalu memakai kemeja yang kegedean juga memakai sepatu yang sudah jebol solnya. Membuatnya menjadi pribadi yang kurang percaya diri. Namun, dibalik itu semua, Jek memiliki keterampilan yang luar biasa. Sketsa wajah. Dia bisa menggambar sketsa wajah dengan sungguh keren. Sketsa yang dia bikin terakhir adalah sketsa wajah mantan kekasihnya, yang menurutku adaah gambar sketsa yang paling bagus dari gambar-gambarnya yang lain (setidaknya yang aku lihat di akun instagramnya). Sayang beribu sayang, Jek dengan masalah kepercayaan dirinya sulit untuk menunjukan hasil karyanya dengan mudah kepada orang lain. Austin Kleon pasti ngamuk-ngamuk jika mendengar kisah si Jek ini. Bagai sisi koin yang lain, Jek juga merupakan pribadi yang periang (saat dia menyembunyikan kemeja yang kegedean dalam balutan jaket bersablon Domestik Doktrin, dan saat dia mengisap rokok Dji Sam Soe Magnum). Kami menobatkan dirinya sebagai si bungsu. Orang yang sering kami goda sekaligus yang paling kami sayangi. Jek selalu memiliki kekuatan lebih untuk ngantor lantaran gaji harian terlalu sayang untuk dilewatkan. Dia pun berharap cuti bersama tidak berlaku agar dia bisa lebih sering masuk kantor. Kantor adalah surga bagi hidupnya yang terlalu sendiri untuk tinggal di sebuah pemukiman di dekat Gedung Sate. Dia senang bertemu dengan kami untuk sekedar ngopi bareng di warung seorang ibu yang jago scream atau sekedar menikmati kilau cahaya dari jidat Dani yang terlalu lebar. Aku menyukainya, apalagi ketika aku tahu jika dia suka lagu-lagu Superman Is Dead.

2


Terkadang aku iri padanya. Iri pada keluguan dan keceriannya yang teramat sederhana. Pastinya, aku iri dengan keterampilannya menggambar sketsa wajah karena aku hanya bisa menggambar dengan krayon dengan hasil yang jauh dari keren. Jek tahu kapan waktunya untuk masuk ke relung-relung kreatifitas untuk selanjutnya menggurat pensil-pensilnya pada kertas gambar sehingga tercipta gambar sketsa yang aduhai. Tetaplah tersenyum, Jek.

The Vanished Ideas Will Never Come Back Setengah tulisanku tadi pagi hilang begitu saja. Tulisan yang kubuat saat menunggu jam kerja dimulai. Sepertinya, aku lupa menekan tombol save sebelum mematikan ponselku demi mereset data internet yang memang suka error. Sebuah kecerobohan yang sungguh menyiksa walau sesaat. Karena aku tahu itu tak akan pernah kembali. Pikiran-pikiran spontanku tak akan pernah kembali walaupun kucoba untuk mengulanginya lagi. Tak pernah ada kesempatan kedua bagi ide segar yang terlontar begitu saja. Andai saja ada program semacam 3


GetDataBack untuk mengembalikan ideku yang hilang itu, sungguh aku akan bersyukur dengan teramat tulus. Seperti kata-kata yang terlanjur terucap. Tak akan bisa ditarik kembali, tidak ada alat untuk memungutnya kembali. Belum pernah ada tombol reset dalam dunia ini. Tapi aku bisa membuatnya, dengan solder kehidupan dan timah ilmu pengetahuan untuk merangkai waktu pada PCB alam semesta. Aku ingat sebuah kalimat dari temanku yang berkepriadian unik, Ragil namanya. Dia pernah berkata yang menyiratkan begini kira-kira, “Andai saja setiap manusia memiliku tombol pause dalam hidup, maka tak perlu lagi ada kekhawatiran�. Seharusnya Ragil hidup di jaman para filsuf, agar dia bisa menuangkan seluruh pemikirannya dalam lembar-lembar perkamen. Sayangnya, dia hidup di era modern, ketika semuanya bisa diukur dan terekam dalam deretan bilangan. Ketidakpastian semacam pengandaian bisa disebut gila pada era modern ini. Mayoritas menuntut eksakta. Kepastian absolut yang harus bersandar pada data. Jika tidak, siap-siaplah dibubuhi marka sebagai pengkhayal. Itu masih lebih baik daripada disebut sebagai pembual. Ketika semua hal di dunia ini bisa diukur, maka nilai toleransi berbanding terbalik dengan pencapaian penemuan manusia dalam ukur-mengukur. Kehidupan terus berlanjut dan mustahil untuk menemukan tombol pause. Yang diperlukan saat ini adalah tombol reset. Penghancuran menyeluruh. Revolusi total. Membangun kembali dari awal sesuai dengan keinginan masing-masing individu. Tanpa ragu, tombol reset memberikan setiap individu pilihan-pilihan baru berjumlah tak terhingga. Tinggal bagaimana tiap-tiap individu mengambil sikap akan pilihan-pilihan yang dipilih. Jika, pilihan satu individu sama dengan pilihan individu lain serta mereka memiliki kecocokan karenanya, maka suatu komunal baru akan terbentuk. Komunal-komunal ini akan tumbuh di seluruh penjuru dunia. Hal yang paling penting bagi komunal-komunal ini adalah untuk mempelajari apa yang menjadi tujuan penciptaan tombol reset. Dari titik itulah sebuah dunia baru akan terbentuk. Yang dianggap merusak ditinggalkan, sedangkan hal yang menimbulkan keharmonisan dipertahankan dan dikembangkan. Aku mulai membuat tombol resetku sendiri setelah aku keluar dari kuliahku. Menyedihkan memang jika harus terus-terusan pada jalur yang tidak disenangi. Ada tiga pilihan yang bisa diambil. Pertama, terus bergerak pada jalur yang tidak menyenangkan itu hingga tubuh hancur lebur dan mati digerus realita yang membosankan dan tak menggairahkan sama sekali. Kedua, keluar dari jalur itu dan memilih jalur yang lain yang telah ada lalu berusaha menyenanginya dengan keyakinan bahwa jalur yang baru adalah jalur yang disenangi sekaligus masih bisa melihat jalur lama yang ditinggalkan dengan segela gemerlap dan durjananya. Ketiga, menghancurkan secara total semua jalur yang ada lalu membuat jalur sendiri, menatanya, memugarnya, sehingga kepuasan dalam diri begitu berkembang tanpa distorsi dari manapun. I’m creating my own path because this world is just like Hunger Games. You’ll die if you ain’t the best.

4


Mementingkan Hiburan Demi Menjaga Hidup Agar Tetap Keren Sedari dahulu kala, semenjak aku masih anak ingusan dan pernah modol di celana, aku adalah pemuja hedonisme strata egois. Aku selalu mementingkan kesenangan di atas segalanya. Dari mulai giat belajar demi diperbolehkan main Nintendo di akhir pekan, nyolong recehan Ibu dari toples hasil jualan es coklat untuk bermain dingdong, sampai mabal tarawehan demi main ucing sumput atau nyundut petasan. Pokoknya mah kesenangan duniawi lah ya. Da saya mah belum ngerti euy kesenangan spiritual teh kayak gimana. Apa itu kayak si Nietzsche yang berfilsafat hingga pada akhirnya dinyatakan sakit jiwa? Atau kayak Siti Jenar yang jadi legenda? Atau kayak Jalaludin Rumi yang aku juga lieur itu puisipuisinya teh apaan sih? Nah, daripada aku sok filsuf dan sok pemikir bebas, mending aku nikmatin apa-apa yang aku suka secara nyata. Fisikal. Jadi bener-bener kerasa gitu sama panca indra aku.

1. Film Selain lagu, hiburan yang juga kusukai adalah menonton film. Ada beberapa film pada yang suka berulang kali kutonton. Alasannya mah sederhana saja: film-film itu memang rame. Hiburan demi menunjang pengejaran hedonisme personal memang bisa didapatkan pada scene-scene film favorit. Tak peduli aku sudah tahu adegan-adegannya, tak peduli juga walau aku sudah hafal dialog-dialognya. Aku suka. Seperti sukanya aku saat memandang sayuransayuranku yang kutanam yang sudah tumbuh tinggi-tinggi dan hijau-hijau. Puas. The Help adalah film yang entah sudah berapa kali aku tonton. Aku suka gaya bicara para wanita kulit hitam di film itu. Seakan bernada yang dibalut dengan gesture-gestur luwes nan tegas. Kalau tentang jalan ceritanya mah jangan diragukan lagi lah. Film ini menyuguhkan drama yang tidak muluk-muluk namun memukul para penonton dengan cerita-cerita perjuangan yang sederhana. (Kamaaaaaaana atuh „perjuanganâ€&#x;?). Minny, adalah tokoh kesukaanku. Apalagi saat adegan dimana dia memberikan pie berisi tai untuk dimakan oleh mantan majikannya yang berkulit putih. It’s so epic. The sweetest revenge I’ve ever watched. 12 Angry Men. The most recommended old film to be watched in the era of Marvel superheroes movies. Kenapa? Karena di film ini ga ada adegan action sama sekali, sangat berfokus pada percakapan dalam forum juri demi membahas apakah terdakwa pantas dihukum mati atau tidak. Filmnya masih hitam putih. Sangat minim efek spesial. Jadi, 5


kehebatan para aktor dalam berakting menjadi faktor utama yang membuat film ini layak ditonton, bahkan berulang kali. Karena jalan ceritanya juga, menurutku, sangat tidak ngebosenin. Walaupun cuman nontonin orang-orang yang ngobrol.

2. Ngopi Aduh atuh ini mah ritual wajib tiap hari. Tiga kali sehari. Lupakan dulu itu kopi-kopi mahal di coffe shop. Masih ada kopi seribuan di warung-warung terdekat. Ritual ngopiku makin menggila sejak aku menulis skripsi. Caffein dan glukosa yang bisa bikin tenang dan nyaman seakan berubah menjadi zat adiktif akhir-akhir ini. Ampun lah memang. Ini sungguh tidak sehat. Tapi da asoy atuh. Mau gimana lagi atuda euy. Ini aku masih susah kalau harus jihad melawan hawa nafsu diri sendiri.

Badanku dulu tak begini, tapi kini tak cukup lagi.. Aku juga gak ngerti kenapa aku kini jadi gemuk. Mungkin karena banyak minum kopi. Jadinya kayak sapi gelonggongan yang dipaksa minum aer. Apa juga karena aku terlalu gembira akhir-akhir ini? Ya.. sepertinya begitu >_<

Biar ritual ngopiku mencapai tingkatan makrifat. Maka, jika si Fahmy ngajakin ngopi di coffe shop aku selalu berusaha mengiyakannya. Apalagi kalau uang di kantong lagi lumayan ada. Kalau ga ada, biasanya si Fahmy mah suka sukarela nraktir aku. Da bageur atuh si eta mah euy. Hingga akhirnya aku berkenalan dengan Crème Brulee. Jenis teknik penyajian kopi dengan ngaduruk brown sugar di atas secangkir latte. Kenapa aku suka itu? Karena rasanya manis. Gak kayak kopi-kopi lain yang paitnya amit-amit. Tapi si Fahmy mah suka kopi yang paitpait gitu euy. Dia suka teknik Vietnam Drip. Aku mencoba memahami apa yang ada di pikiran Fahmy dengan juga memesan kopi pait sesekali. Anjir da rasa pait mah ga bisa diboongin atuh euy. Salut lah bener sama si Fahmy. Sama si Kak Ali Burhan juga. Mereka suka papaitan gitu euy. Aku mah suka mamanisan. Semanis wajah Yoobin Wondergirls di acara Unpretty Rapstars Vol. 2 Hingga pada akhirnya aku menemukan kopi pahit yang kusuka. Gayo. Waktu itu di Warkop Udinwati yang bertempat di Cigugur aku memesan Gayo yang di-brew dengan aero press. Tanpa sadar kopi itu habis diminum olehku tanpa keluhan bahwa paitnya amit-amit. Aku pun akhirnya tersadar jika ternyata Gayo adalah biji kopi yang kusuka. Sensasinya berbeda. Semenjak itu aku selalu meminta Gayo pada setiap barista yang kukunjungi. Aduh anjir, ternyata apapun harus terbiasa dulu untuk selanjutnya bisa dapat dinikmati dengan enak.

6


3. Buku Hal ini adalah cemilan wajib. Seakan dosa apabila tidak memakannya barang satu hari saja. Harus. Iqra! Kini aku mulai menyuplai lagi buku-buku baru untuk bertengger dengan buku-buku lama di meja komputer yang kusulap jadi rak buku seadanya. Memang, bagi manusia minim harta sepertiku, pengalokasian dana untuk buku jadi semacam hal yang ngeringeri sedap. Oleh karena itu, janji Jania bahwa dia akan memberikan buku gratis sangat disambut bahagia olehku. Ada beberapa buku yang sempat kubaca selama pembentukan zine ini. Diantaranya adalah: a. Friedrich Nietzsche oleh Roy Jackson Sebuah buku yang sepertinya memang dipilih oleh sanubariku terdalam. Mengingat aku yang sudah baca terjemahan Also Sprach Zaratushtra malah dibikin tambah bingung sama si filsuf kumis Jerman ini. Maka, ketika salah satu dosen pembimbing skripsiku yang baik hati memberiku saran agar membaca buku tentang buku yang membingungkan, aku sungguh berterimakasih atasnya. Buku ini semacam manual book bagiku untuk memahami kalimat-kalimat yang memusingkan dari si filsuf yang aku selalu saja salah mengeja nama belakangnya itu. Untuk lalu aku membaca lagi bukunya (Zaratushtra). Sialan memang. Gara-gara si Fajar aku jadi kenalan sama filsafat sableng kayak gini. Lebih sial lagi, kini aku malah makin penasaran, walaupun juga aku tak yakin manfaat apa yang bisa aku dapatkan dari baca-baca yang beginian. Yang pasti mah ya, aku jadi berasa keren aja gitu. Serasa jadi sastrawan yang doyan filsafat aja gitu. Dan juga, dapat membunuh waktu luang yang membosankan saat menunggu rapat dengan pimpinan dimulai. b. Kitab Al-Hikam: Untaian Hikmah Ibnu Athaillah ditulis oleh Ibnu Athaillah disertai ulasan oleh Imam Sibawaih El-Hasany Rekomendasi dari istrinya Alimin. Waktu itu aku ingin membeli buku namun tak tahu mau beli apa. Maklum, kepala lagi kosong jadi sulit mikir, maka aku butuh pemikiran untuk mengisi kekosongan rongga tengkorak. Kata beliau yang merekomendasikan sih buku ini anti galau. Jadi aku tertarik aja dengan ke-antigalau-annya itu. Bener gak nih anti galau? 7


Kitab klasik. Tasawuf. Ilmu sufi. Katanya mah buku ini teh untuk tingkatan makrifat gitu. Penyerahan diri pada Allah secara total. Pemahaman diri dengan cara mengenal-Nya. c. How the World Works oleh Noam Chomsky Anjir hebat gak gueh? Tiga buku yang gueh baca ini ditulis oleh para pemikir. Filsuf edan. Pemerhati kehidupan. Gaul ya gueh ya? Sama sih, ini juga rekomendasi dari orang yang sama. Maklum juga, dia makhkluk yang terlalu jenius. Jadi rekomendasinya buku-buku beginian. Kalau gueh mah biasanya cuman kuat memahami komik One Piece atau Kariage-Kun. Menurut gueh, buku ini jauh lebih bersahabat dari segi diksi dan rangkaian kata dalam kalimat dibanding buku Revolusi Permanen si Trotsky. Fokus pada konspirasi Amrik dalam membentuk dunia idealnya sehingga membuat pembaca sedikit bergumam “Hmm, jadi gini dunia sebenernya bekerja”

4. Musik Perjalananku selalu teriringi oleh soundtrack. Biar keren kayak di film-film. Akhir-akhir ini aku semakin menjadi omnivora dalam memakan lagu-lagu. Aku meracik cocktail dalam playlistku dengan komposisi lagu lawas, lagu yang kata temen-temen kantor disebut ga enakeun, korea-korean, soundtrack game, hiphop, punkrock, dan senandung si Jek yang unik (kalau gak tega dibilang aneh) Playlist:            

“겁” – Song Mino feat. Taeyang “November Rain” – Guns N’ Roses “Welcome To My Life” – Simple Plan (disenandungkan si Jek sambil gegerenyeman) “Pupus”, “Risalah Hati”, “Kamulah Satu-satunya”, “Separuh Nafas” – Dewa 19 “The Monster”, “Not Afraid” – Eminem “언프리티 랩스타” (Don`t Stop) (Prod. By D.O) – Unpretty Rapstars Vol. 2 “Wake Me Up When September Ends”, “Basket Case” – Green Day Album “Efek Rumah Kaca” – Efek Rumah Kaca “The Opening (Ketika Senja)” – Superman Is Dead “Ini Bukan Arab!” – Milisi Kecoa “Mahadewi” – Padi “Go To Church” – Ice Cube feat. Snoop Dogg and Lil John 8


“Korobeiniki” – Original Tetris Soundtrack

        

Harvest Moon “Fall” Soundtrack Super Mario Bros Main Theme “Fancy” – Iggy Azalea (feat. Charli XCX) “Sewindu” – Tulus “Pergilah” – Raisa “Shelter Pendakian” – Thufail Al-Ghifari “Moal Mandi” – Koejang “Rhythm Ta”, “Airplane” – iKon “Hip Hop is Dead” – Nas

“Jump Around” – House of Pain

I‟m going down in order to going up up up. Austin Kleon bergema. Bergulat bersama Jessica Hagy Jika hidup adalah perjuangan, maka perjuangan yang pantas adalah perjuangan tanpa akhir yang bermulai dari dasar terendah. “Selalu ada kegilaan dalam cinta, namun selalu ada alasan dalam kegilaan” Epifani Siti Jenar tak pernah tampak, berganti jadi aku yang menggenggam takdir, mengecup amor fati merengkuh transenden diri.

Aku bergerak bersama Robin Williams dengan Carpe Diem. Hentak langkah injak setiap teori Marx dan Nietzsche Bersembunyi dalam terang. Merengkuh penuh dalam gelap. Kubunuh Tyler Durden. Kutampar Chuck Palahniuk dengan jilid skripsi. Membelah diri dalam tiap karya. Mempesona bagai rangkai kata Buya Hamka. Merasuk ke relung-relung takdir. Memugar istana sekaligus menghancurkan mahkota.

9


CATATAN Corat-coret spontan ketika ide tiba-tiba lewat. Terlalu sayang untuk sekedar hanya lewat menjadikanku menangkapnya dan kutabur di sini. Mengingat bahwa aku adalah orang yang tidak pandai bicara dalam lisan, maka aku mencoba berbicara melalui tulisan karena sejatinya aku adalah manusia yang suka dongeng. Aku telah banyak mendengarkan dongeng – dari mulai dongeng Hans Christian Andersen sampai dongeng-dongeng fabel sunda klasik sakadang peucang jeung sakadang monyet. Kini aku mendongeng. Anggap saja ini sebuah dongeng. Moga-moga bisa jadi lulabi

Obsesi Aku ingin, setidaknya, membuat satu novel dalam hidup. Aku yang berhobi mengkhayal ingin merekam khayalanku dalam karya. Namun, ternyata gak gampang ya euy bikin novel teh. Gak gampang bikin cerita yang plotnya runut dan enak untuk dibaca. Beda banget sama 10


mengkhayal sebelum tidur yang aku langsung bisa merangkai ceritanya dengan mudah di dalam pikiranku. Tapi da iya euy, pengen punya satu novel bikinan sendiri. Pengen bikin dunia sendiri selayak Eiichiro Oda yang membikin dunia One Piece bersama tokoh utamanya yang bernama Monkey D. Luffy, atau Akira Toriyama yang bikin planet bumi versi dirinya dan juga planet Namek. Pengen punya tokoh yang dihidupkan dan dikembangkan sebagaimana Rowling membesarkan Harry Potter. Atau, dunia absurd yang gak jelas semacam Samuel Beckett membuat kisah Waiting For Godot. Iya. Aku tahu. Kalau menginginkan suatu mimpi terwujud itu gak ada jalan lain selain mengambil langkah pertama untuk merealisasikannya. Memulai. Untuk selanjutnya bergerak. Lalu tawakal. Apakah kecepatan gerak itu bakalan cepat atau tersendat-sendat. Yang penting mah bergerak kan ya? Agar kualitas hidup keseharian jadi bermakna dan gak sia-sia. Bukankah banyak teman-temanku di media sosial yang ngepos kalimat “Proses tak akan mengkhianati hasil� ? Kalau ternyata terkhianati oleh hasil? Amor fati aja lah. Ikhlas. Ambil hikmahnya untuk bekal menjalani hidup di waktu mendatang. Klise ya?

Batang Rokok Terakhir Bukan batang rokok terakhir untuk selamanya. Bukan. Aku sudah tidak mau berjanji-janji busuk lagi tentang akan kapan berhenti merokok. Aku selalu gagal menepati janji untuk berhenti merokok. Jadi, aku nyerah aja. Menyedihkan memang. Aduh anyiiing. Jadi gini, aku selalu merasa jika rokok tinggal satu batang lagi itu selalu terasa sangat enak. Apalagi disaat tidak punya uang untuk beli rokok lagi. Batang terakhir yang tersisa itu bagaikan batang rokok yang terenak yang pernah kuhisap selama hidup. Selalu saja begitu. Selalu saja aku ingin batang rokok terakhir itu tidak pernah habis. Ingin sekali menghisapnya sampai pagi berikutnya. Magis.

Gaban (Garut – Bandung) Man Jasad si pendiri Republik Gaban dan pernah mengadakan pertemuan bilateral dengan The Panasdalam Serikat dengan Pidi Baiq sebagai presidennya. 11


Aku mengunjungi Republik Gaban di salah satu akhir pekan. Hanya untuk numpang lewat menuju Kabupaten Garut tempat sahabatku tinggal – si Fahmy tea yang otaknya rada sengklek. Niatan pergi ke Garut itu dadakan sekali karena kami ingin saling curhat. Memang terdengar sangat bencong. Tapi itulah kami, pemuja romantisisme. Semua hal-hal di dunia ini bisa kami dramatisir sampai pada bagian yang sempurna menurut pemikiran kami. Termasuk tentang pernikahan teman kami. Kami yang sama-sama masih membujang harus segera menganalisa kenapa si Asep Alimin ini bisa menjadi ksatria tangguh yang mampu menaklukan hati Nurul, bagai Mario si tukang ledeng yang menyelamatkan sang putri dari jeratan kastil raja buaya. Hasil analisa kami adalah bahwa kami berdua sama-sama bloâ€&#x;on dan terlalu pengecut untuk sekedar memperlihatkan kejantanan kami pada orang tua kekasih kami. Mungkin, titit kami belum benar-benar tumbuh. Baru sebesar sedotan Ale-ale. Untuk mengurangi rasa iri kami, kami mencoba menikmati hidup bujangan kami dengan meminum kopi. Ditemani Faqot, si pecinta kopi asal Padalarang yang tak segan-segan berbagi ilmu perkopiannya kepada kami. Garut yang katanya adalah Swiss-nya pulau Jawa ternyata terlalu panas cuacanya saat itu. Tapi kopi-kopi panas dalam gelas kami tetap kami seruput sampai habis ditengah guyonan renyah. Hari itu, hadir Gayo Wine V60, Gayo Wine Vietnam Drip, dan Gayo Vietnam Drip di atas meja kami. Di kala maghrib, kami bersantai sejenak di Jatinangor di kampus Unpad di pekarangan seketariat Klinik Tanaman Fakultas Pertanian. Faqot yang membuka warung kecil-kecilan menyuguhkan kami Choco Latte dan biji kopi robusta dalam balutan teknik Vietnam Drip (aku lupa nama origin si Robusta itu, tapi si Fahmy kurasa masih ingat). Faqot memang berbakat, kopi yang dia suguhkan tak kalah enak dari kopi-kopi di cafĂŠ-cafĂŠ ternama. Malah, kupikir ini adalah Vietnam Drip terenak yang pernah kuminum. Malam hari kami sampai di rumah Andi setelah sebelumnya beriringan bersama Viking Persib di jalanan. Dan melihat tragedi kebakaran di Taman Sari dari atas flyover Pasupati. Andi yang sedang main game online kami bajak tempatnya sekaligus ketertarikannya atas game. Kami mengajaknya berbincang sampai tengah malam. Dan kami tertawa-tawa sungguh gembira. Ah, seketika aku kangen si Abonk. Makhluk dari Bogor yang punya rambut lurus seperti wanita dan kadang suka pebeulit dalam merangkai kata. Boooonk! Si Imin kawin boooonk!

12


Rekam jejak tukang kolase amatiran. Layaknya bengkel, zine ini berisi segala macam alat dan perkakas yang menjadikan kolase-kolasenya ada dan juga mengungkap apa yang dirasa oleh si pembuat kolase yang karyanya dapat ditemui pada akun instagramnya. Sejujurnya, tak ada yang spesial dari apa yang dibeberkan.Namun, ketidakspesialannya itulah yang memaksa zine ini lahir untuk membuat yang tidak spesial menjadi terlihat sedikit spesial bagi si pembuat kolase itu sendiri

13


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.