COMPLICATED DESK CLOCK, RARE HANDCRAFTS
LIPUTAN























![]()























Menunggu adalah sebuah kemewahan, karena di dunia di mana semua orang berlari cepat dan perangkat elektronik selalu mengingatkan kita akan seluruh jadwal dan aktivitas, momen yang terhenti sejenak adalah sebuah kenikmatan, dan menjadi dimensi baru dari kemewahan. Edisi 29/2025 ini menawarkan makna pada penantian, di era di mana kepuasan instan mendominasi, kesabaran menjadi sebuah bentuk kemewahan, seperti halnya instrumen penunjuk waktu, sebagai pengingat bahwa apa yang paling berharga dalam hidup seringkali tak bisa terburuburu. Karena jam tangan mewah pun lahir dari keahlian yang membutuhkan pengerjaan yang teliti selama bertahun-tahun yang mencerminkan dedikasi sang pembuat jam.
Kesabaran juga yang membedakan kolektor sejati dari pembeli biasa, karena bagi para kolektor jam, pengalaman menunggu hingga mendapatkan apa yang mereka idam-idamkan mencerminkan disiplin tersebut. Berita sampul di edisi ini adalah salah satu hasil dari pengerjaan yang teliti dan membutuhkan waktu lama dari salah satu produsen jam tangan tertua di dunia dengan sejarah pembuatan jam tangan yang tidak pernah terputus sejak didirikan, yaitu Patek Philippe, yang menciptakan mahakarya Patek Philippe Grand Complications Desk Clock senilai satu juta franc Swiss, simak beritanya di halaman 36. Dalam dunia koleksi jam tangan mewah, kesabaran bukan hanya sebuah kebajikan, tetapi juga bagian penting dari perjalanan.
Edisi ini juga menjadi penghargaan khusus bagi tokoh-tokoh terkemuka Indonesia yang karyanya diakui secara internasional dan telah bergabung untuk menghiasi halaman-halaman edisi ini: William Wongso (halaman 60), Ananda Sukarlan (halaman 52), Didiet Maulana (halaman 56), dan tentu saja untuk semua pembuat jam, desainer perhiasan, semua merek besar maupun merek independen yang telah memainkan peran penting dalam industri mereka, dan telah mendukung majalah saya. Bagi para figur ini, kepuasan instan mungkin memuaskan hasrat, tetapi kesabaran


memperdalam apresiasi. Mereka dengan sabar membangun bisnis dan reputasi selama bertahun-tahun hingga sukses, dan ini semua tidak hanya menunjukkan sumber daya, tetapi juga disiplin dan semangat. Menjelang akhir tahun, saya sangat bangga melihat banyaknya acara jam tangan dan perhiasan penting, serta tokohtokoh penting dari seluruh dunia yang mengundang dan dapat kami liput dan wawancarai untuk edisi ke-29/2025 Collector’s Guide - Watches, Indonesia ini. Dalam kolom liputan eksklusif, kami berbagi cerita yang dimulai dari Swiss tentang kemeriahan acara pameran jam tangan indepeden, Geneva Watch Days (halaman 66), hingga kunjungan ke manufaktur merek jam BA111OD dan bincangbincang eksklusif dengan CEO merek (halaman 50 dan halaman 102). Dari Thailand, kami bagikan liputan peluncuran koleksi terbaru MIDO, sekaligus wawancara eksklusif dengan CEO merek (halaman 48, dan halaman 106). Dan sebagai satu-satunya mitra media eksklusif dari Indonesia untuk ajang pameran jam di Hong Kong, kami dengan bangga membagikan berita liputan HKTDC Hong Kong Watch & Clock Fair dan Salon de TIME (halaman 132).
Sebagai penutup dan pengingat bahwa menunggu waktu yang tepat adalah penting, saya sematkan ungkapan dari seorang penyair sufi asal Persia, Jalal al-Din Rumi, “Segala sesuatu menunggu pada waktunya. Tak ada mawar yang mekar sebelum waktunya. Matahari juga tidak terbit sebelum waktunya. Tunggu, apa-apa yang menjadi milikmu pasti akan datang kepadamu...” Namun Anda tidak perlu menunggu lama, karena edisi terbaru ini sudah tersedia di toko-toko buku di kota-kota besar di Indonesia melalui toko buku Gramedia dan Kinokuniya. Anda juga dapat membelinya secara ONLINE dengan gratis ongkos kirim, silaka kunjungi situs online kami. Jangan sungkan mencari berita-berita terbaru lainnya tentang jam tangan dan perhiasan di platform media sosial kami, dan situs online: www.cgw-indonesia.com
DARI KIRI
Bersama pak Irwan Mussry dan Brice Tchaplyguine (TAG Heuer); Bersama Martin Frei (URWERK); Bersama Ananda Sukarlan dan tamu undangan; Bersama Wanida Siripaopradist dan Felix Baumgartner (URWERK); Bersama Didiet Maulana dan tim pemotretan; Bersama Elvin Seah (Bell & Ross) dan team Time International; Bersama William Wongso
Publisher & Chief Editor
Lulu Fuad


COLLECTOR’S GUIDE ®
EDISI 29-2025
PUBLISHER & CHIEF EDITOR: Lulu Fuad
FEATURES EDITOR: Billy Saputra
EDITOR: David Tang
ART DIRECTOR: Taufik Nurman
SENIOR WEB DESIGNER: Fatorahman Handayani
SOCIALITE PHOTOGRAPHER: Setiyo Supratcoyo PT. ZAMRUD KHATULISTIWA
CHAIRMAN: Ir. Nabiel Fuad. A. MSc (nabiel@zamrud-media.com)
MANAGING DIRECTOR: Lulu Fuad (lulu@zamrud-media.com)
DIRECTOR OF FINANCE: M. Ramzy (ramzy@zamrud-media.com)
EXECUTIVE ASSISTANT: Deny Pratama (secretary@zamrud-media.com)
OFFICE STAFF : Ahmad Firdaus (firdaus@zamrud-media.com)
JAKARTA: Ardhana Utama, Fiqih, Rendy Kairupan, Yessar Rosendar, Yohanna Yuni / DUBAI: Faizal. A SINGAPORE: Dr. Bernard Cheong / SWITZERLAND: Maria Ronnie Bessire
PT. ZAMRUD KHATULISTIWA MEDIA
The City Tower Level 12-1N, Jl. MH. Thamrin No.81, Jakarta 10310, INDONESIA Phone: +62 21 344 0999 Website: www.cgw-indonesia.com
Switzerland Sales Representative: Maria Ronnie Bessire (Ms.) E-mail: ronnie@zamrud-media.com
SUBSCRIPTIONS/GENERAL INQUIRIES: info@zamrud-media.com
PT. Zamrud Khatulistiwa Media BCA - KCU TCT (The City Tower) A/C 31930 74797
COLLECTOR’S GUIDE – WATCHES, INDONESIA is published by PT. Zamrud Khatulistiwa Media. All rights reserved. No part of this publication may be reproduced without the written permission of PT. Zamrud Khatulistiwa Media. Opinions expressed in CGW Indonesia are solely those of the writers and not necessarily endorsed by the Publisher and its editors. PT. Zamrud Khatulistiwa Media accepts no responsibility for unsolicited manuscripts, transparencies or other material. For further inquiries, contact: info@zamrud-media.com
PRINTING: PT. Harapan Prima COVER PAGE
PHILIPPE, COMPLICATED DESK CLOCK, RARE HANDCRAFTS



Rado Store, Plaza Indonesia, Jakarta , Level 2, No.E020 – E020A, Indonesia , Tel :+62 21 22395605
Rado Store, Tunjungan Plaza 3, Surabaya, Lantai 1, Unit 89, Indonesia , Tel : +62 31 99246973





30 First Time First!
Pendatang baru di ajang Watches and Wonders Geneva
36 Cover Story: Patek Philippe
Rilisan terbesar dari Watches and Wonders Geneva 2025
66 Geneva Watch Days 2025
Koleksi dari pameran jam tangan mewah Jenewa
80 Faces of Time
Rolex Cosmograph Daytona, GMT-Master II, dan Sky-Dweller
86 Mechanical Witchcraft
Roger Dubuis, dimensi legenda dan keahlian teknis
88 The Return Of The Icon
Louis Vuitton Monterey terbaru yang mewah dan canggih
90 Groundbreaking Movement
Grand Seiko Spring Drive terakurat di dunia, SLGB005
92 Seamaster’s Dual Journey
OMEGA Aqua Terra Turquoise dan Diver 300M Orange
96 Gold, Time, and Glory
Titan flying tourbillon mengusung warisan seni India
98 Flavorful Layers
Instrumen profesional Bell & Ross melalui duo BR-X3
100 Black Bay Trilogy
Evolusi bahasa desain lini Black Bay besutan Tudor
102 Striking Time
BA111OD pamerkan warisan, kerajinan, dan mesin jam Swiss
104 Going Vintage
Tissot SRV rayakan seratus tahun gaya Art Deco
106 MIDO Prime-Time Event 2025
Peluncuran perdana dunia koleksi Multifort TV Chronograph
110 An Intimate Showcase
Acara Bell & Ross dan Collector’s Guide Watches Indonesia
114 Reviving the Horizon
Peluncuran King Seiko VANAC di Jakarta
116 A Ticking Jewel on the Wrist
Rado Centrix Diamonds, kemewahan yang abadi
117 Golden Goldfeather
Credor, tourbillon dan Goldfeather terbaru
118 The Ocean’s Timeless Companion
Seiko merayakan enam puluh tahun sejarah jam selamnya








138 Time Reimagined
Titan, tempat inovasi, keahlian, dan gaya bertemu
150 Shaping The Future
Peluncuran global MIDO Multifort 8 Two Crowns terbaru
44 Beyond Timekeeping
Brice Tchaplyguine dan masa depan TAG Heuer
46 Pursuit of Perfection
Fatemeh Laleh berhasil memperkuat platform Piaget
48 Retro Time
Franz Linder, MIDO Multifort TV Chronograph dan pasar Asia
50 The Next Big Thing
Thomas Baillod, BA111OD dan revolusi industri pembuatan jam
52 A Stage for Virtuosos
Ananda Sukarlan, lintas disiplin seni dan generasi baru
56 Calm in the Rush of Time
Perjalanan 14 tahun berkarya Didiet Maulana
60 William Wongso’s Culinary Wonders
Legenda di dunia kuliner Indonesia, William Wongso
62 Guardians of the Blue Heart
Rolex, Perpetual Planet Initiative dan National Geographic


122 The Wing of Madness
Vanguart, Johnny Depp, horologi dan seni film
124 Stillness in Motion
Bremont Terra Nova, Tomos Parry dan Kouadio Amany
126 Light and Time
Grand Seiko, Tokujin Yoshioka dan Milan Design Week
128 Time To Be Bold
Frederique Constant dan jam tangan glam-rock
130 The Star-Studded Rocks
LV Diamonds Monogram Star terbaru
132 Hong Kong Watch & Clock Fair 2025
Detak jantung dunia jam tangan global dari Hong Kong
136 Singapore International Jewelry Expo 2025
Pameran perhiasan paling bergengsi di Singapura
140 The Art Of Timeless Gifting
Rado merayakan seni pemberian hadiah abadi
142 Exploring Antarctica
Pelayaran eksklusif ke benua Antartika, “The Ice”
144 Stunning Sanctuary
Banyan Tree Bangkok, kuliner, relaksasi, dan kultural
148 A New Era Of Holistic Wellness
Merayakan 20 tahun COMO Shambala Retreat


Sangat jarang Anda temui jam tangan sport yang begitu elegan seperti yang dirilis merek jam Parmigiani Fleurier ini, yaitu Parmigiani Fleurier Tonda Sport PF Chronograph versi rose gold Sandstone. Jam tangan berdiameter 42mm dan tebal 12.9mm ini terbuat dari rose gold 18K dengan pelat jam guilloché perak yang elegan, counter penghitung waktu berwarna pasir yang terinspirasi dari Mediterania yang hangat, tanpa jendela tanggal, menampilkan motif clou triangulaire atau guilloché paku segitiga. Terdapat tiga sub-dial yang sedikit tersembunyi dalam warna batu pasir yang lembut namun hangat, senada dengan penunjuk menit/ detik di sekelilingnya, dan jam ini dilengkapi tali karet bertekstur dalam warna tuf (batuan berpori dan pucat yang terbentuk dari abu vulkanik yang banyak terdapat di lanskap Mediterania), dan mengusung mesin jam frekuensi tinggi bersertifikat
COSC. Harga: CHF 49.000 (sekitar IDR 1 milyar). www.parmigiani.com








Merek jam tangan independen Czapek & Cie telah menarik perhatian dan pujian atas haute horology dan pembuatan jam tangan mewahnya. Bayangkan jam tangan yang menampilkan robot animasi yang menyenangkan pada mekanisme yang terungkap di balik pelat jam safir abu-abu metalik. Di ajang Geneva Watch Days 2025, merek ini dengan berani menghadirkan sentuhan robotik pada Antarctique Rattrapante R.U.R. terbarunya. Saat fungsi kronograf diaktifkan, mata robot berubah warna: tekan mulai, matanya berubah menjadi kuning, saat berhenti: matanya berubah menjadi merah, dan saat direset, matanya berubah menjadi biru! Keunggulan lain, meskipun ini adalah kronograf split-second monopusher dalam casing baja tahan karatnya (berdiameter 42,5mm, tebal 15,3mm, dan lug-tolug 46,6mm), jam ini kedap air hingga kedalaman 120 meter. Tombol jam pada posisi jam 3 disekrup, sehingga memberikan keamanan tambahan. Antarctique Rattrapante R.U.R. yang diproduksi dalam edisi terbatas sebanyak 77 buah ini ditawarkan dengan harga: CHF 58.000 belum termasuk pajak (sekitar IDR 1,2 milyar). www.czapek.com

THURSDAY 13 NOVEMBER 6:30 PM CET
Speake Marin meluncurkan Tourbillon Purple Hour di ajang Geneva Watch Days 2025 yang menegaskan reputasinya dalam hal kreativitas yang berani. Masuk dalam lini One & Two Openworked Toubillon, kreasi terbaru ini menghadirkan dial dengan lapisan PVD berwarna ungu terang dan bercahaya, membangkitkan “purple hour” pada saat senja. Bagian flying tourbillon yang terletak pada pukul 1:30 yang dibingkai oleh bagian bridge dalam bentuk alat topping milik Speake Marin, menjadi ciri khas merek tersebut. Dikemas dalam case klasik Piccadilly yang telah diperbarui dengan rancangan desainer terkenal Eric Giroud, kini terbuat dari titanium grade 5. Tersedia dalam ukuran 38mm dan 42mm, bagian case memadukan permukaan yang dipoles dengan bagian lug geometris dan tombol jam fluted. Jam tangan ini ditenagai oleh mesin kaliber SMA05 buatan in-house, yang juga dikembangkan oleh Le Cercle des Horlogers, dengan cadangan daya 72 jam dan dilengkapi mikrorotor yang terintegrasi. Bagian belakang case transparan memperlihatkan bagian bridge yang dihiasi garis-garis Côtes de Genève dan lapisan PVD berwarna hitam, dan diperindah dengan tali jam kulit berwarna ungu dengan motif denim. www.speake-marin.com







Menyambut Festival pertengahan Musim Gugur, Tudor meluncurkan Tudor 1926 Luna pertamanya dengan komplikasi fase bulan, dengan sentuhan magis dari Jay Chou yang multitalenta. Sebagian besar tahun memiliki 12 bulan purnama yang muncul sekali dalam siklus lunar yang berlangsung sekitar 29,5 hari, tetapi kalender kita tidak selalu sinkron dengan sempurna, sehingga beberapa tahun mungkin memiliki 13 bulan purnama. Inilah yang membuat komplikasi fase bulan begitu memukau, dan jam tangan ini mengukur 24 jam sehari hingga ke detiknya. Selain itu, jam tangan ini juga mengukur siklus yang berbeda, yaitu siklus bulan. Dibingkai bevel yang dipoles sempurna, indikator fase bulan muncul di pukul 6 pada tiga dial baru dalam casing baja tahan karat 39mm dalam versi Biru, Hitam, dan warna sampanye milik Jay sendiri. Indikator fase bulan untuk setiap dial unik, dan visi Jay untuk model dial berwarna sampanye hadir dengan cakram emas cahaya bulan yang menyerupai bulan tersembunyi di balik potongan hitam pekat yang perlahan menghilang seiring bulan membesar dan mengecil. www.tudorwatch.com




Ada hal menarik ketika dua dunia yang berbeda bertemu karena memiliki nilai yang sama. Dari layar lebar ke dunia horologi, aktris ternama Zhang Ziyi kini bergabung sebagai Duta Global dari salah satu merek jam mewah paling terkemuka di dunia, Jaeger-LeCoultre. Perjalanan kariernya yang dikenal penuh dedikasi, ketelitian dan ketekunan, adalah nilai-nilai yang juga dipegang erat oleh Maison asal Vallée de Joux ini. Sebagaimana Zhang Ziyi dengan cermat mewujudkan setiap karakter yang ia





perankan, di mana setiap gerakan, tatapan, dan senyum halus membawa makna dan emosi, para perajin Jaeger-LeCoultre menerapkan tingkat presisi yang sama pada karya mereka. Setiap kaliber, setiap komponen, dan setiap ukiran halus berkontribusi pada sebuah jam tangan yang menceritakan kisah unik. Zhang Ziyi menghidupkan hubungan ini melalui kampanye yang memulai debutnya pada bulan Juli lalu, dimana ia terlihat mengenakan Jaeger-LeCoultre Reverso. www.jaeger-lecoultre.com
OMEGA Railmaster terbaru hadir dengan sentuhan vintage yang ikonik dan nilai sejarah yang kuat, cocok bagi petualang sejati. Pada perilisan film Jurassic World Rebirth dari Universal Pictures dan Amblin Entertainment, Duta OMEGA, Jonathan Bailey yang berperan sebagai Dr. Henry Loomis, seorang intelektual sekaligus petualang, mengenakan OMEGA Railmaster edisi terbatas 60thAnniversary yang berdiameter 38mm. Model ini dipilih karena desain vintage dan sifat anti-magnetiknya, yang selaras dengan peran karakternya sebagai paleontolog. Dengan inovasi antimagnetiknya, Railmaster orisinal diciptakan khusus untuk para ilmuwan, teknisi, dan mereka yang bekerja di bidang kelistrikan, menjadikannya pilihan sempurna untuk Dr. Loomis. Jam tangan yang dikenakan oleh karakter Jonathan Bailey ini merupakan salah satu dari 3.557 unit terbatas yang diproduksi, terbuat dari baja tahan karat, mesin Co-Axial Master Chronometer Kaliber 8806, dan dial jam hitam yang dipadukan dengan tali kulit cokelat. Terdapat versi lain dalam dial jam cokelat dan tali kulit warna senada, atau pilihan dengan gelang jam stainless steel www.omegawatches.com




POWERED BY NATURE CRAFTED FOR YOU








Audemars Piguet, H. Moser & Cie. dan sembilan merek baru akan bergabung di ajang bergengsi Watches and Wonders Geneva 2026
Berita mengejutkan, dan tentunya menyenangkan bagi para penggemar jam tangan mewah adalah, bergabungnya Audemars Piguet, produsen ternama dari Le Brassus, dan H. Moser & Cie. yang bermarkas di Schaffhausen, Swiss, bersama sembilan merek lainnya di acara pameran jam tangan terkemuka Watches and Wonders Geneva 2026. Acara ini akan menawarkan pengalaman sejati dan sorotan tak terlupakan selama seminggu penuh, mulai tanggal 14-20 April 2026.
Ajang bergengsi ini akan menampilkan program-program dari Salon dan In The City yang bersatu untuk menciptakan satu acara eksklusif dan tak terlupakan. Watches and Wonders
Geneva 2026 akan menyambut sebelas merek baru, termasuk Audemars Piguet, produsen pembuatan jam tangan mewah tertua yang masih berada di tangan keluarga pendirinya, dan l’Epée 1839, satu-satunya produsen di Swiss yang berspesialisasi dalam produksi jam tangan mewah. Dengan kehadiran Behrens, Bianchet, B.R.M Chronographes, Charles Girardier, Corum, Credor, Favre Leuba, March LA.B, dan Sinn Spezialuhren, jumlah total merek yang berpartisipasi dalam pameran akan meningkat menjadi 66. Perubahan signifikan lainnya: H. Moser & Cie. akan hadir di aula utama, menegaskan status barunya di samping merek-merek bersejarah yang hebat, sementara Frederique Constant juga mengubah lokasi dan memperluas stan mereka.
Untuk mendukung perkembangan ini, Salon juga beradaptasi dan memperluas ruang, sekaligus memastikan kenyamanan pengunjung dan kualitas layanan tetap terjaga. Semua senimankreator independen kini akan tersebar di dua area, Carré des Horlogers (bertambah dari 16 menjadi 23 peserta pameran) dan Mezzanine (bertambah dari 9 menjadi 15 peserta pameran), yang menawarkan visibilitas dan konsistensi tata letak yang lebih baik.
Selain stan merek-merek ternama, LAB, inkubator ide yang didedikasikan untuk teknologi yang akan membentuk masa depan pembuatan jam, untuk pertama kalinya, menawarkan kesempatan kepada perusahaan rintisan, perusahaan, atau laboratorium mana pun untuk mengirimkan inisiatif bernilai tambah tinggi mereka di watchesandwonders.com. Para profesional, pengunjung, dan calon mitra akan menemukan proyek-proyek terpilih selama Watches and Wonders Geneva 2026.
Meskipun format empat hari profesional diikuti oleh tiga hari terbuka untuk umum tetap sama, programnya sendiri terus berkembang sehingga setiap hari menjadi pengalaman tersendiri: pembukaan ruang baru, museum, acara setelah jam kerja, lokakarya, dan persembahan untuk generasi muda, serta acara Kamis malam yang wajib dikunjungi, dengan dukungan dari Pemerintah Kota dan Kanton Jenewa. Transportasi antara Salon dan In The City akan dipermudah dengan layanan antarjemput gratis yang memungkinkan pengunjung untuk bepergian antara kedua lokasi tersebut. “Edisi Watches and Wonders Geneva tahun 2026 menandai titik balik dalam keinginan kami untuk menjadikan Jenewa sebagai destinasi unggulan. Ambisi kami adalah menawarkan program budaya yang tulus di seluruh kota, yang melampaui Salon. Kami ingin memberikan pengalaman yang bermanfaat, menghibur, dan beragam bagi pengunjung dari semua generasi,” ungkap Matthieu Humair, CEO Yayasan Watches and Wonders Geneva.
Untuk diketahui, bahwa Watches and Wonders Geneva Foundation (WWGF) yang didirikan pada September 2022 atas inisiatif Rolex, Richemont, dan Patek Philippe ini adalah yayasan nirlaba yang berbasis di Jenewa. Chanel, Hermès, dan LVMH juga merupakan anggota Dewan WWGF. Misi yayasan ini adalah untuk mempromosikan pembuatan jam tangan di seluruh dunia dengan menyelenggarakan Watches and Wonders Geneva. Info selengkapnya: www.watchesandwonders.com

TIME FOR LUXURY
All About Luxury Watches Collector’s Corner Interviews
Kini semakin banyak merek jam tangan independen yang baru pertama kali turut berpameran di ajang Watches and Wonders Geneva 2025. Berikut beberapa jam tangan unik favorit Collector’s Guide - WATCHES Indonesia dari sejumlah merek pendatang baru dan juga independen yang berhasil mencuri perhatian tahun ini


Ajang Watches & Wonders Geneva tahun ini dipenuhi dengan energi yang menyejukkan, berkat gelombang kehadiran peserta pameran baru yang membawa kreativitas dan keberanian ke panggung horologi paling bergengsi di dunia ini. Di antara 60 merek yang ikut pameran pada tahun ini, terdapat beberapa nama pendatang baru yang membuktikan bahwa inovasi terus tumbuh secara subur. Kehadiran mereka lebih



dari sekedar simbolis. Mereka menyuntikkan energi menyegarkan yang bergema di seluruh aula Palexpo, menawarkan ide-ide berani, komplikasi yang tidak lazim, dan interpretasi modern tentang penunjuk waktu. Suara mereka yang beragam—masingmasing dengan bahasa desain dan kreativitasnya sendiri—seakan memberikan kepada publik gambaran sekilas tentang seperti apa masa depan pembuatan jam tangan.



Merek Christiaan van der Klaauw menjalani debutnya di ajang tahun ini dengan sebuah kreasi yang menggemparkan yaitu Grand Planetarium Eccentric Meteorite. Singkatnya, Christiaan van der Klaauw telah membawa desain astronomi ke tingkat berikutnya dalam rangkaian produksi yang direncanakan hanya dibuat sebanyak tiga buah jam tangan. Bagaimana tidak, merek ini mengklaim telah memproduksi satu-satunya komplikasi mekanis Grand Planetary di dunia yang secara akurat menampilkan kedelapan planet—Merkurius hingga Neptunus—yang mengorbit Matahari secara real time atau nyata.
Secara visual, bagian dial jam yang terbuat dari aventurine glass menciptakan latar belakang langit malam yang menakjubkan, lengkap dengan rasi bintang zodiak dan orbit planet yang dilukis dengan tangan. Menariknya, di antara planet Mars dan Jupiter terdapat cincin meteorit yang berisi pecahan asli meteorit Mars yang berasal dari 50.000 tahun lalu, yang secara khusus diperoleh Pim Koeslag, CEO dari merek ini, dari NASA. Semua ini tersimpan dalam case luar biasa ringan seberat 47 gram yang notabene terbuat dari meteorit yang dibuat dari batu luar angkasa seberat 1,09 kg. Material unik ini juga memiliki pola “Widmanstätten” yang terbentuk selama jutaan tahun akibat pendinginan lambat di luar angkasa, yang memberikan sentuhan akhir dengan sangat indah.
Khusus untuk GENUS, debutnya seakan menggabungkan penguasaan teknis dengan ekspresi artistik. Model terbaru GNS2 Infinity Blue ditempatkan dalam case dari titanium Grade 5 yang kokoh, dipilih karena daya tahan dan juga sifatnya yang ringan. Bagian dial jam memadukan warna biru dengan cahaya hangat keemasan, yang membangkitkan misteri akan keabadian dan perjalanan waktunya yang abadi—sebuah tema yang menjadi inti filosofi horologi GENUS, yang didirikan oleh duo Sébastien Billières dan Catherine Henry. Proses penunjukkan waktunya pun dihadirkan dengan unik, melalui tampilan anak panah yang bergerak. Hadir dengan tampilan dial jam bergaya sektor, terdapat satu set anak panah berjalan di sepanjang pinggiran tepi yang menunjukkan penanda jam, sementara satu set terpisah anak panah bergerak di sektor atas dan bawah dalam jalur yang menyerupai angka delapan sebagai penanda menit.



HYT seakan mengikuti arus dengan menggunakan titanium yang menjadi tren akhir-akhir ini, dengan memperkenalkan model titanium di lini koleksi S1 mereka. Menariknya, lini S1 kali ini menampilkan tiga referensi baru yang bergabung dengan koleksi permanen mereka. Ketiganya, S1 Titanium DLC Blue, S1 Titanium DLC Green, dan S1 Beadblasted Titanium Red, masing-masing dibedakan oleh tampilan jam fluid retrograde khas merek ini dalam warna yang sesuai.
Sebagai contoh, untuk versi berwarna biru dan hijau memamerkan case titanium DLC berwarna hitam dengan cairan fluid sebagai penanda jam yang menjadi ciri khasnya,


sementara varian merah memamerkan case titanium berwarna perak dengan cairan yang juga berwarna merah terang. Ketiganya juga menampilkan penanda Jam melalui teknologi hidromekanik khas merek tersebut yang memungkinkan cairan berwarna bergerak melalui tabung kapiler. Di dalam setiap case titanium berukuran 45,3mm ini terdapat mesin jam yang menyediakan cadangan daya hingga 72 jam, serta dilengkapi dengan pilihan tali jam tangan yang terbuat dari karet atau model velcro melalui sistem ganti dengan cepat. Pada akhirnya, melalui kombinasi ini HYT sekali lagi menunjukkan keunggulan mereka kepada khalayak ramai dengan interpretasi modern mereka akan penunjuk waktu.


Untuk penampilan perdananya di Watches & Wonders Geneva, Kross Studio melakukan sesuatu yang sedikit berbeda dengan konfigurasi yang selama ini kita kenal. Model jam tangan MT1
Chronomètre Tourbillon 7 Jours yang diluncurkan menghadirkan mesin jam kaliber KS 7010 MT terbaru yang dibuat secara in-house, dengan komplikasi flying tourbillon yang kini berada di posisi pukul 6, bukan di posisi tengah seperti biasanya. Jam tangan berdiameter 44mm ini membingkai arsitektur bertipe skeletonized


yang, untuk pertama kalinya, menyertakan nama Marco Tedeschi sebagai pendiri pada bagian dial jam. Namun, di balik tampilan dial jam yang terkesan agak rumit, jarum jam berbahan rose gold dengan lapisan satin membantu menonjolkan keterbacaannya. Bagian tombol jam inovatif yang terintegrasi ke bagian belakang case juga hadir guna meningkatkan ergonomi. Jam tangan ini juga dilengkapi tali jam yang dapat diganti dengan sistem tombol tekan yang tersembunyi untuk penyesuaian yang mudah.
Sebagai sentuhan akhir, mesin jam ini memiliki sertifikasi kronometer COSC, dan juga sesuai dengan namanya, menyediakan cadangan daya selama 7 hari. Mesin yang spesial ini terlihat melalui bagian belakang yang menampilkan motif dekoratif “raindrop” atau menyerupai tetesan hujan, sebuah pola yang meniru riak-riak di air yang tenang.



Tahun ini, khusus untuk debut mereka di ajang Watches & Wonders Geneva, MeisterSinger bermitra dengan perancang jam tangan Prancis yang terkenal, Alain Silberstein, untuk menciptakan dua jam tangan edisi terbatas yang memukau: MeisterSinger x Alain Silberstein Kaenos Editions. Sebagai merek jam tangan yang dikenal dengan pendekatan menggunakan satu jarum jam yang khas selama hampir 25 tahun, kolaborasi kali ini dengan Silberstein menghadirkan warna-warna berani dan keceriaan geometris khasnya.
Hasilnya adalah dua model jam tangan baru yang hadir dalam versi MeisterSinger x Alain Silberstein Edition Kaenos Grand Date dan MeisterSinger x Alain Silberstein Edition Kaenos
Open Date. Keduanya dikemas dalam case Kaenos berdiameter 40mm x × 11.2mm baru dari MeisterSinger dengan gelang jam baja yang terintegrasi, yang masing-masing diciptakan secara terbatas sebanyak 225 buah. Secara visual, keduanya dilengkapi dengan dial jam berwarna hitam dengan jarum jam merah khas Silberstein yang dipadukan jarum detik dari emas. Pada versi Open Date, cincin untuk penanda tanggal terekspos sepenuhnya, yang memberikan struktur dan kedalaman pada bagian dial, dengan tanggal pada saat ini dapat dibaca di bawah posisi jam 12. Sementara, lingkaran dalam berwarna emas yang tersembunyi pada versi Grand Date dengan tanggal berbentuk persegi panjang pada pukul 6 adalah perbedaan detail yang menonjol di kedua versinya.

Rilisan terbesar dari Watches and Wonders Geneva 2025 adalah mahakarya terbaru dari Patek Philippe, termasuk jam meja dengan mesin berperforma tinggi, hingga kalender abadi dan kronograf yang menawarkan warisan klasik hingga puncak inovasi



DENGAN TAMPILAN DIAL OPAL KEPERAKAN, JAM MEJA MEWAH SEHARGA SATU JUTA
FRANC ATAU SEKITAR IDR 20,8 MILYAR INI
ADALAH KREASI LANGKA YANG MENAMPILKAN
PERPADUAN ANTARA KEAHLIAN MEKANIS
DAN SENI DEKORATIF
Tahun ini para penggemar jam tangan Patek Philippe menerima berbagai kejutan menyenangkan dari ajang Watches and Wonders Geneva 2025. Berita sampul di edisi 29/2025 ini menampilkan berbagai mahakarya terbaru dari salah satu produsen jam tangan tertua di dunia dengan sejarah pembuatan jam tangan yang tidak terputus sejak didirikan, yaitu Patek Philippe. Kita mulai dengan hadirnya Ref. 27000M-001, kode untuk jam meja mewah “Patek Philippe Grand Complications Desk Clock”. Pabrikan ini berhasil menyatukan tradisi dan inovasi dalam sebuah jam meja yang menawarkan kalender abadi dan kalender mingguan, dilengkapi dengan kaliber baru yang diputar secara manual dengan cadangan daya 31 hari, akurasi dalam rentang +/– 1 detik per 24 jam, dan kemudahan penggunaan yang layak untuk sebuah jam tangan abad ke-21. Permata kehebatan teknis dan rekayasa ini, dalam balutan perak, juga menonjol karena kehalusan eksteriornya yang abadi, diperkaya dengan enamel flinqué Grand Feu berwarna hijau.



Dengan tampilan dial opal keperakan, jam meja mewah seharga satu juta franc atau sekitar IDR 20,8 Milyar yang berukuran 164,6mm x 125mm dengan kabinet perak sterling berukir dan panel enamel hijau yang rumit ini merupakan sebuah kreasi langka yang menampilkan perpaduan antara keahlian mekanis dan seni dekoratif. Memiliki cadangan daya selama 31 hari, mesin berpemutar manual dengan 912 komponen, serta fitur-fitur rumit seperti kalender abadi, fase bulan, dan penanda detik lompat, jam meja ini menunjukkan hubungan erat Patek Philippe dengan era keemasan jam meja dengan interpretasi baru dari jam yang ditujukan untuk James Ward Packard, seorang kolektor yang sangat teliti dan telah memesan beberapa jam tangan paling rumit dari rumah-rumah horologi ternama. Terinspirasi oleh jam ikonis Packard dan Graves tahun 1920-an, Grand Complication modern ini merupakan hasil pengembangan selama tujuh tahun, yang menghasilkan kaliber persegi panjang 86-135 PEND S IRM Q SE, yang dicap dengan Segel Patek Philippe, terdiri dari 912 bagian, yang hampir separuhnya berkaitan dengan kalender abadi. Pengembangannya menghasilkan sembilan permohonan paten untuk inovasi dan optimasi, yang terutama ditujukan untuk memperkuat keandalan jangka panjang, mengurangi konsumsi energi kalender abadi, meningkatkan kemudahan penggunaan, dan mengamankan fungsi-fungsi dari kesalahan penanganan yang tidak disengaja. Patek Philippe Ref. 27000M-001 adalah lebih dari sekadar jam meja, ini adalah mahakarya, yang memiliki kemudahan sistem penyesuaian kalender tanpa alat.
HALAMAN SAMPING
Patek Philippe Grand Complications Desk Clock Ref. 27000M-001 yang mewah
HALAMAN INI
Jam meja ini dilengkapi dengan kaliber baru dengan cadangan daya 31 hari, yaitu mesin jam kaliber persegi panjang 86-135 PEND S IRM Q SE, yang dicap dengan Segel Patek Philippe, dan terdiri dari 912 bagian

Tradisi dan inklusi dalam mahakarya Patek Philippe terbaru yang menghadirkan kalender abadi dan kronograf yang menawarkan warisan klasik hingga puncak inovasi
Sejarah panjang Patek Philippe selalu berkaitan erat dengan seni membaca waktu melalui komplikasi yang melampaui fungsi. Sejak awal abad ke-20, maison ini dikenal sebagai pelopor kalender abadi yang mampu menghitung setiap pergantian hari, bulan, dan tahun kabisat dengan presisi tanpa henti. Komplikasi tersebut bukan hanya pencapaian teknis, tetapi juga simbol pandangan manusia terhadap siklus waktu yang terus berulang. Tahun ini, di Watches and Wonders Geneva 2025, Patek Philippe kembali membuka bab baru dalam kisah panjang itu dengan menghadirkan dua kreasi terbaru. Ref. 6159G-001 dan Ref. 7340/1R menjadi perwujudan bagaimana kalender abadi tetap hidup dalam bahasa desain yang berbeda, namun sama-sama berakar pada tradisi keunggulan yang melekat.
Ref. 6159G-001 Retrograde Perpetual Calendar lahir sebagai tafsir modern atas komplikasi abadi yang menjadi ciri khas
Patek Philippe. Case berdiameter 39.5mm dari emas putih menghadirkan kehadiran yang tegas, sementara bezel Clous de Paris atau motif guilloché hobnail menambahkan sentuhan tradisi dengan tekstur halus nan klasik. Pada pelat jam safir metalisasi abu-abu, lapisan arsitektur mesin ditampilkan secara terbuka, menciptakan kedalaman visual yang menyiratkan modernitas. Mekanisme retrograde date di posisi jam 6 tampil dramatis setiap akhir bulan ketika jarumnya melompat kembali ke angka satu, menghadirkan nuansa teatrikal khas haute horlogerie. Semua fungsi ini dijalankan oleh calibre otomatis 26-330 S QR, mesin yang menyatukan presisi teknis dengan estetika penuh ekspresi.

MEKANISME RETROGRADE DATE DI POSISI
JAM 6 TAMPIL DRAMATIS SETIAP AKHIR BULAN
KETIKA JARUMNYA MELOMPAT KEMBALI
KE ANGKA SATU, MENGHADIRKAN NUANSA
TEATRIKAL KHAS HAUTE HORLOGERIE
Secara visual, Ref. 6159G-001 menawarkan pendekatan yang unik, di mana transparansi pelat jam memungkinkan cahaya menari di antara roda gigi dan menciptakan kesan mekanis yang hidup. Subdial kalender ditata dengan simetri yang bersih, menghadirkan keterbacaan jelas tanpa mengorbankan kompleksitas khas lini Grand Complications. Detail finishing tampak pada setiap elemen, dari indeks ramping hingga jendela kalender, menunjukkan dedikasi maison pada kesempurnaan estetika. Kehadiran bezel Clous de Paris menjadi tautan historis dengan model-model Patek Philippe terdahulu, memperkuat identitasnya sebagai jam tangan yang berakar pada tradisi. Hasilnya adalah kreasi yang bukan hanya mengukur waktu, tetapi juga menghubungkan masa lalu dan masa depan melalui bahasa desain yang konsisten.


Dikenal sebagai koleksi yang merayakan ritme kehidupan perempuan modern sejak 1999, Twenty~4 kini melangkah ke ranah baru dengan menghadirkan komplikasi kalender abadi untuk pertama kalinya. Ref. 7340/1R hadir dalam balutan emas merah yang hangat, ditawarkan dalam dua pelat jam berbeda: (Ref. 7340/1R-001) yang berkarakter lembut, dan hijau zaitun sunburst (Ref. 7340/1R-010) yang menyalurkan energi kontemporer. Keduanya digerakkan oleh caliber ultra tipis 240 Q dengan mekanisme self-winding, dipadukan dengan gelang rantai terintegrasi yang telah menjadi identitas khas koleksi ini. Komplikasi kalender abadi menambahkan lapisan kedalaman baru, menjadikan jam tangan ini bukan hanya aksesori mode, melainkan instrumen waktu yang memuat tradisi teknis tertinggi Patek Philippe. Dengan langkah ini, maison seakan membuka babak baru, mengajak perempuan untuk ikut merasakan keindahan dan kerumitan dunia haute complication dengan cara yang elegan dan mudah dikenakan. Dua kreasi terbaru ini memperlihatkan bagaimana Patek Philippe mampu menafsirkan
HALAMAN SAMPING
Patek Philippe Ref. 6159G-001 Retrograde Perpetual Calendar menampilkan pelat jam safir metalisasi abu-abu transparan sehingga arsitektur mesin terlihat dari dasar muka jam
HALAMAN INI
Patek Philippe Ref. 6159G-001 Retrograde Perpetual Calendar terbuat dari emas putih dalam case berdiameter 39.5mm dan menampilkan mekanisme retrograde date di posisi jam 6, yang ditenagai mesin calibre otomatis 26-330 S QR yang tampak sebagian dari bagian belakang case

komplikasi kalender abadi melalui lensa yang berbeda. Ref. 6159G001 berbicara dengan suara maskulin, menghadirkan perpaduan nuansa teknis dan klasik yang seolah menjadi penghormatan pada akar horologi tradisional. Sementara itu, Ref. 7340/1R membawa kalender abadi ke dalam dunia Twenty 4, menambahkan dimensi inklusif yang membuka ruang ekspresi baru bagi perempuan modern.
A Dialogue in Chronographs
Koleksi kronograf 2025 dari Patek Philippe memperlihatkan perjalanan dari warisan klasik hingga puncak inovasi. Kronograf selalu menjadi salah satu bahasa teknis paling fasih yang digunakan Patek Philippe untuk berbicara tentang kemewahan mekanisnya. Dalam perjalanan evolusinya, maison ini membangun reputasi lewat rangkaian komplikasi besar yang tidak hanya berfungsi, tetapi juga memamerkan keindahan teknik dalam setiap detail roda gigi dan roda kolom. Dari kronograf manual klasik hingga integrasi dengan komplikasi tingkat tinggi, jejak inovasi mereka selalu menjadi tolok ukur dalam dunia haute horlogerie. Tahun 2025 menjadi babak penting berikutnya, ketika Patek Philippe memperkenalkan koleksi kronograf terbaru yang memperlihatkan tiga wajah berbeda dari satu bahasa yang sama. Ada interpretasi klasik yang dipoles ulang dengan cita rasa modern, ada percampuran gaya pilot dengan fungsi ganda yang penuh utilitas, dan ada pula mahakarya yang memadukan kalender abadi dengan split-seconds sebagai simbol puncak kompleksitas.
Ref. 5370R-001 Split-Seconds Chronograph tampil sebagai wajah baru dari salah satu ikon paling dihormati dalam jajaran komplikasi


REF. 7340/1R MEMBAWA KALENDER ABADI KE
DALAM DUNIA TWENTY~4, MENAMBAHKAN
DIMENSI INKLUSIF YANG MEMBUKA RUANG
EKSPRESI BARU BAGI PEREMPUAN MODERN
Patek Philippe. Untuk pertama kalinya, jam tangan ini hadir dalam balutan emas merah muda, dipasangkan dengan pelat jam Grand Feu enamel berwarna cokelat yang kaya nuansa, dihiasi skala takimeter champlevé beige yang mempertegas keterbacaannya. Di balik estetika klasiknya, berdenyut mesin manual CHR 29-535 PS dengan roda kolom dan horizontal clutch, sebuah arsitektur tradisional yang disempurnakan dengan tujuh paten teknis,



termasuk mekanisme split-seconds yang lebih stabil dan efisien. Temali kulit buaya chestnut melengkapi tampilannya, dipasangkan dengan gesper lipat tiga cabang baru yang juga dipatenkan, memastikan kenyamanan sekaligus keamanan pemakaian. Ref. 5370R-001 dengan demikian berdiri di persimpangan antara tradisi tinggi haute horlogerie dan inovasi teknis mutakhir, menghadirkan bukti nyata bahwa warisan klasik bisa terus diperbarui tanpa kehilangan rohnya.
HALAMAN SAMPING
Patek Philippe Twenty~4 terbaru Ref. 7340/1R terbuat dari emas merah 18K, dengan komplikasi kalender abadi, hadir dalam dua pilihan pelat jam berbeda: hijau zaitun sunburst (Ref. 7340/1R-010) dan silver satin shantung (Ref. 7340/1R-001)
HALAMAN INI
Patek Philippe Ref. 5370R-001 Split-Seconds Chronograph dalam balutan emas merah muda, dengan dial jam Grand Feu enamel berwarna cokelat, dihiasi skala takimeter champlevé beige. Di balik case jam terlihat mesin manual CHR 29-535 PS dengan roda kolom dan horizontal clutch


keahlian kronograf Patek Philippe, kali ini dengan pendekatan yang modern dan serba guna. Keduanya hadir dalam case emas putih 42mm, memadukan komplikasi Travel Time dengan flyback chronograph yang menjadikannya sangat praktis bagi para penjelajah dunia. Dua pilihan pelat jam ditawarkan: biru sunburst yang elegan dan hijau khaki yang berkarakter, masingmasing menegaskan aura aviasi yang menjadi inspirasi koleksi Calatrava Pilot sejak awal diperkenalkan. Mesin otomatis kaliber CH 28-520 C FUS memungkinkan pengaturan zona waktu secara mudah, dengan jarum jam tambahan yang dapat disesuaikan lewat pusher tanpa mengganggu akurasi waktu utama, sekaligus mengaktifkan fungsi flyback untuk kronograf. Dengan perpaduan fitur ini, Ref. 5924G menegaskan dirinya sebagai jam tangan yang menjembatani warisan aeronautika dengan gaya hidup globetrotter modern yang menuntut fleksibilitas, fungsionalitas, dan karakter kontemporer.




DENGAN KOMBINASI INI, REF. 5204G TIDAK
HANYA MENYASAR PARA KOLEKTOR, TETAPI
JUGA BERDIRI SEBAGAI SIMBOL PUNCAK PENCAPAIAN TEKNIS PATEK PHILIPPE
Ref. 5204G-001 Split-Seconds Chronograph with Perpetual Calendar hadir sebagai puncak kompleksitas horologi dari Patek Philippe, menggabungkan dua komplikasi paling bergengsi sekaligus: split-seconds chronograph dan kalender abadi. Case emas putih berdiameter 40mm dipadukan dengan dial sunburst hijau zaitun dengan bingkai gradasi hitam yang menghadirkan aura elegan namun sarat nuansa teknis. Di dalamnya, mesin manual kaliber CHR 29-535 PS Q merepresentasikan presisi tinggi, dengan arsitektur roda kolom dan horizontal clutch yang disempurnakan demi kinerja kronograf yang mulus. Integrasi kalender abadi yang menampilkan hari, tanggal, bulan, fase bulan,
serta tahun kabisat dilakukan dengan keterbacaan yang tetap jelas meski sarat informasi. Dengan kombinasi ini, Ref. 5204G tidak hanya menyasar para kolektor, tetapi juga berdiri sebagai simbol puncak pencapaian teknis Patek Philippe dalam meramu kerumitan mekanis dengan kejelasan visual yang memikat.
Ref. 5370R-001, Ref. 5924G, dan Ref. 5204G bersama-sama menampilkan spektrum penuh dari apa yang dimaksud dengan kronograf di tangan Patek Philippe. Ref. 5370R-001 menghidupkan kembali tradisi melalui estetika klasik dan penyempurnaan teknis yang penuh dedikasi. Ref. 5924G membawa kronograf ke ranah fungsional, memadukan semangat aviasi dengan kebutuhan praktis globetrotter modern. Sementara itu, Ref. 5204G memperlihatkan kompleksitas tertinggi dengan perpaduan dua komplikasi besar yang dirancang untuk kolektor paling serius. Ketiganya menegaskan filosofi Patek Philippe bahwa kronograf bukan sekadar alat pengukur waktu, melainkan medium ekspresi yang menjembatani teknik, estetika, dan gaya hidup, memperluas relevansi horologi tinggi bagi generasi sekarang dan mendatang.

HALAMAN SAMPING
Dua versi terbaru Patek Philippe Ref. 5924G-010 dan Ref. 5924G-001
Calatrava Pilot Travel Time with Flyback Chronograph, dalam case emas putih 42mm, memadukan komplikasi Travel Time dengan flyback chronograph, dalam dua pilihan pelat jam: biru sunburst dan hijau khaki
HALAMAN INI
Patek Philippe Ref. 5204G-001 Split-Seconds Chronograph with Perpetual Calendar dengan dua komplikasi paling bergengsi sekaligus: split-seconds chronograph dan kalender abadi, hadir dalam case emas putih berdiameter 40mm dengan dial sunburst hijau zaitun dengan bingkai gradasi hitam

Brice Tchaplyguine
Managing Director TAG Heuer untuk
Asia Tenggara, Korea Selatan, dan Australia


Brice Tchaplyguine berbagi perspektif tentang identitas, inovasi, dan masa depan TAG Heuer dalam wawancara eksklusif bersama Collector’s Guide Watches, Indonesia di Jakarta
Pada pertengahan bulan Juli lalu, Brice Tchaplyguine, Managing Director TAG Heuer untuk Asia Tenggara, Korea Selatan, dan Australia, berkunjung ke Jakarta. Bertempat di butik TAG Heuer, Senayan City, ia menerima Collector’s Guide Watches, Indonesia untuk sebuah perbincangan eksklusif. Suasana diskusi berlangsung hangat, membahas bagaimana TAG Heuer terus menjaga identitasnya sebagai pionir performa dan presisi. Brice menekankan kedekatan merek dengan dunia balap, serta peran kronograf sebagai fondasi historis yang tak tergantikan. Ia juga berbagi pandangan tentang inovasi masa depan, termasuk material dan teknologi baru, yang tetap berpijak pada warisan kuat TAG Heuer.
Jadi, apa yang membuat TAG Heuer berbeda dari merek lain?
Merek ini sudah berhasil selama 165 tahun, menurut Anda apa kunci keberhasilannya?
Saya suka pertanyaan ini, karena setiap kali saya melakukan kunjungan pasar, dan saya cukup sering melakukannya, saya selalu bertanya kepada staf butik atau manajer butik, “Di antara
banyak kompetitor di sekitar kita, apa yang membuat TAG Heuer berbeda?” Bagi saya, TAG Heuer itu tentang performa dan kekuatan mental. Saya percaya setiap orang, dalam caranya sendiri, adalah seorang performer, jadi selalu ada cara untuk terhubung dengan pelanggan melalui sisi performa itu. Ambil Formula 1 sebagai contoh. Dunia itu benar-benar tentang kekuatan mental. Hanya selisih satu milidetik bisa membawa Anda dari posisi pertama ke posisi paling belakang. Sejak awal berdirinya TAG Heuer, kami dikenal sebagai raja kronograf. Saya selalu ingatkan orang bahwa inilah keahlian kami, ini wilayah di mana kami benar-benar memiliki legitimasi. Merek lain mungkin fokus ke kalender abadi atau komplikasi lain, tetapi kami terus berinovasi di bidang kronograf. Dan tentu saja, motorsport. Kami adalah pencatat waktu resmi Formula 1 sejak dulu. Kami pernah bermitra dengan McLaren, dan banyak juara besar setidaknya pernah sekali memakai TAG Heuer di pergelangan tangan mereka. Kami punya banyak fotonya. Jadi inilah legitimasi TAG Heuer, dan inilah yang harus terus kami komunikasikan. Tiga pilar utama: kronograf, performa, dan motorsport



INILAH LEGITIMASI TAG HEUER, DAN INILAH YANG HARUS TERUS KAMI KOMUNIKASIKAN.
TIGA PILAR UTAMA: KRONOGRAF, PERFORMA, DAN MOTORSPORT
Untuk jam mekanikal, inovasi seperti apa yang bisa kami harapkan dari TAG Heuer?
Yang membuat TAG Heuer sukses juga adalah inovasi. Nama kami sendiri, Techniques d’Avant-Garde, artinya kami selalu selangkah di depan. Itu sebabnya Frédéric Arnault meluncurkan
Connected Watch, dan itu juga alasan kami menghadirkan mesin Solargraph. Kami terus mencoba hal-hal baru, baik dalam teknologi maupun material. Contohnya Solargraph di koleksi Formula 1, ukuran 38mm. Model itu sebenarnya penghormatan untuk seri tahun 1995, bentuk dan warnanya kami ambil dari sana. Tapi kami sesuaikan dengan konsumen hari ini: ukuran lebih kecil, lebih nyaman, dan kami pasang mesin Solargraph, jadi bukan quartz biasa lagi. Ini juga termasuk material. Berlian misalnya, itu pesan kepada pasar bahwa kami terus berinovasi dan mencari material baru, tetapi tetap setia pada warisan kami. Jadi, ketika kami merilis sesuatu yang terlihat klasik, seperti Formula 1 yang terinspirasi 1995, di dalamnya selalu ada teknologi baru dan arah masa depan.
Bagaimana TAG Heuer menemukan keseimbangan antara heritage dan modernitas? Dan ke depannya, mana yang akan lebih difokuskan?
Menurut saya, ini bukan soal memilih salah satu, tapi bermain di antara keduanya. Kalau kita bicara Formula 1 Solargraph, itu contoh bagus. Kita bisa bicara Monaco juga. Untuk Monaco, bentuknya tidak bisa diubah. Kalau bentuknya diubah, itu bukan Monaco lagi, karena bentuk kotak itulah yang membuatnya ikonis dan dikenali. Tapi di dalam bentuk itu, kami tetap bisa berinovasi. Kami bisa ubah mesinnya, kami bisa gunakan material baru, kami bisa kembangkan cerita, bahkan bisa ubah gelang jamnya. Dan hal ini akan terus berlanjut. Saya bisa bilang, tunggu saja di Geneva Watch Days. Akan ada hal-hal baru, material baru, pendekatan baru, tetapi tetap setia pada model aslinya. Ambassador juga berperan. Dulu ada Steve McQueen. Sekarang ada Max Verstappen. Setiap
tahun kami merilis Monaco khusus untuk Grand Prix Monaco di pergelangan tangannya, dan selalu sukses. Karena Max mewakili performa dan kekuatan mental. Tidak ada yang lebih kuat mewakili kekuatan mental di lintasan selain dirinya saat ini. Jadi, keseimbangan itu datang dari menghormati bentuk dan sejarah, sambil terus mendorong inovasi di dalam kerangka itu.
Masih soal inovasi, terutama untuk jam wanita. Banyak merek bicara soal berlian alami, tetapi TAG Heuer justru memperkenalkan lab-grown diamond (berlian laboratorium). Itu dianggap cukup berani di industri. Apakah itu sekadar cobacoba atau memang bagian dari strategi?
Bisa saja disebut coba-coba, atau test and learn, tidak masalah. Tapi saya melihatnya sebagai pesan inovasi. TAG Heuer itu avantgarde, dan kami selalu ingin berada selangkah di depan. Jadi kami mencoba segala hal untuk membuka jalan baru, bahkan kalau itu berarti keluar dari kebiasaan industri. Berlian laboratorium ini adalah bukti kemampuan kami untuk menciptakan ulang sesuatu. Banyak orang menganggap gila pada awalnya, tetapi hasilnya ternyata sukses secara komersial. Produksi model seperti ini memang tidak besar karena prosesnya panjang, tetapi itu justru menunjukkan bahwa TAG Heuer selalu mempertanyakan standar watchmaking yang ada. Jadi ini bukan hanya soal berlian, tetapi soal keberanian untuk bertanya: Apa lagi yang bisa kita lakukan? Kami ingin menunjukkan bahwa inovasi bisa datang dalam banyak bentuk, termasuk dari material.
Media kami berfokus pada kolektor dan pecinta jam yang sangat mendetail. Apa menurut Anda hal yang masih belum mereka ketahui tentang TAG Heuer, atau sesuatu yang ingin Anda jelaskan kepada mereka?
Ini pertanyaan yang sangat bagus, dan jujur saja, ini tidak mudah dijawab. Karena inilah yang sebenarnya sedang kami coba cari tahu melalui storytelling. Saya sendiri tidak selalu tahu apakah jawaban saya sudah tepat, tetapi inilah yang menurut saya penting. Banyak orang mungkin tahu jam tangan-jam tangan kami, tapi belum tentu tahu cerita di baliknya. Misalnya, apakah mereka tahu bahwa dari tahun 1992 sampai 2003, TAG Heuer adalah official timekeeper Formula 1? Bahwa koleksi Formula 1 dibuat untuk merayakan kemitraan itu dengan McLaren? Atau cerita tentang Jack Heuer yang langsung memasangkan kronograf ke pergelangan tangan para pembalap? Hal-hal seperti itu sangat kuat, dan saya rasa banyak yang belum mengetahuinya. Inilah yang ingin kami sambungkan kembali: emosi. Ketika Anda datang ke balapan Formula 1 bersama TAG Heuer, Anda bisa merasakan atmosfer yang luar biasa itu. Rasanya seperti duduk di antara Niki Lauda dan Jack Heuer. Atmosfer itu nyata, dan bisa dirasakan. Itulah yang ingin kami sampaikan, bahwa TAG Heuer bukan hanya soal produk, tapi soal rasa, soal dorongan untuk menang, soal performa.
HALAMAN SAMPING, DARI KIRI
Brice Tchaplyguine mengenakan TAG Heuer Carrera Chronograph dari emas kuning berdiameter 39mm; Beragam versi terbaru TAG Heuer
Formula 1 Solargraph dalam diameter 38mm; Dua versi TAG Heuer Monaco
Gulf Chronograph yang eksklusif
HALAMAN INI
Saat berkunjung ke Jakarta, Brice Tchaplyguine sempat hadir di butik
TAG Heuer di Senayan City, bersama Irwan D. Mussry, CEO Time International, peritel eksklusif TAG Heuer di Indonesia

Fatemeh Laleh
Piaget International Director of Communication & Images


Direktur internasional untuk bidang komunikasi dan citra dari pembuat jam tangan dan perhiasan mewah Piaget, Fatemeh Laleh, membawa merek tersebut kembali menjadi pusat perhatian
Berhasil mempersiapkan ulang tahun Maison Piaget yang ke-150 di tahun 2024 lalu, semua mata mengarah pada wanita kelahiran Iran ini, Fatemeh Laleh. Dengan memadukan nuansa kemewahan Iran, romantisme Prancis, dan pragmatisme Amerika, Laleh berhasil memperkuat platform merek pembuat jam tangan dan perhiasan mewah Swiss, Piaget. “Saya sudah lama mengenal Piaget karena saya
adalah perwujudan nyata dari nilai-nilainya, yaitu joie de vivre, kegembiraan bersama, kecanggihan, dan sentuhan kemewahan!” ungkap Fatemeh Laleh yang akrab dipanggil Fatti Laleh, yang bergabung dengan Maison pada Januari 2022 sebagai Direktur Piaget untuk bidang komunikasi dan citra. Kami berhasil mewawancarainya melalui surel dan berikut rangkumannya.


SELALU ADA SESUATU YANG MEMBUAT PIAGET
BERBEDA, SELALU MERUPAKAN PERPADUAN
PERTEMUAN TAK TERDUGA, WARNA, TEKSTUR, DAN KEAHLIAN. SELALU ELEGAN DAN MEWAH
Apakah Anda memiliki strategi khusus untuk mengembangkan merek di pasar regional Asia? Asia tentu saja sangat penting.
Setiap merek perlu menemukan keunikannya sendiri untuk bersinar di pasar jam tangan mewah yang kompetitif. Apa yang membuat Piaget menonjol? Kisahnya, keahliannya. Setiap produknya berbicara sendiri.
Maison of Extraleganza adalah filosofi Piaget. Bisakah Anda memberi tahu kami apa ide di baliknya?
Piaget sangat unik, karena siapa yang menciptakan Maison, bagaimana mereka berevolusi dari pembuat jam menjadi penjual perhiasan, karena keahliannya, dan komunitasnya. Selalu ada sesuatu yang membuat Piaget berbeda, selalu merupakan perpaduan pertemuan tak terduga, warna, tekstur, dan keahlian. Selalu elegan, mewah, tetapi bukan hanya salah satu atau yang lain. Percikan terletak di antara keduanya. Inilah yang biasanya membuat AUC Tourbillon begitu berbeda, ini adalah jam tangan pemecah rekor dunia tetapi indah, elegan di pergelangan tangan, dan nyaman dipakai.
Apa saja karakteristik merek yang mungkin tidak diketahui kebanyakan orang?
Begitu banyak hal yang masih belum diketahui, mengingat Piaget dulu dan sekarang masih merupakan Maison yang sangat niche, yang menciptakan kreasi-kreasi indah dengan penuh semangat dan bakat. Tahun ini, misalnya, dengan peluncuran Sixtie, kami merayakan tema Play of Shapes dan apa yang JeanClaude Gueit lakukan untuk Piaget selama bertahun-tahun. Setiap kisah, setiap kisah memungkinkan kami untuk mengungkap beberapa fakta yang belum diketahui.
Dengan munculnya merek-merek baru yang beresonansi dengan
Gen Z dan Milenial serta telah mengubah industri jam tangan, apa strategi Anda untuk menargetkan klien generasi baru ini?
Dengan tidak menargetkan mereka. Semakin kita mencoba menargetkan suatu area, gender, usia, semakin tidak berhasil.
Yang berhasil adalah gaya Piaget, kami melihat kolektor muda dan orang-orang dari segala usia dan wilayah terobsesi dengan dial jam dari batu hias atau Piaget Polo 79. Karena terasa sangat khas Piaget.
Ketika Piaget mencari duta merek atau rekan merek, kualitas apa yang Anda cari?
Keaslian. Ketika Anda berada di sebuah Maison di mana Piaget Society begitu kuat, di mana Yves Piaget menjadikan kliennya sahabat, dan sahabatnya sebagai klien, di mana ia menciptakan ikatan yang begitu nyata dengan para legenda internasional, Anda membutuhkan seseorang yang dapat mewujudkan nilai-nilai ini.
Dan memelihara mitos ini.
Dengan sejarah yang begitu panjang dan kaya, bagaimana Anda menemukan keseimbangan yang tepat antara warisan dan modernitas?
Memang ada garis tipis antara masa lalu dan masa kini. Anda harus membayangkan sesuatu yang terasa abadi, modern, tanpa terpaku pada masa lalu atau terlalu jauh ke masa depan. Bagi kami, kuncinya adalah tidak terlalu memikirkannya, semakin Anda mengenal Maison, DNA-nya, kekayaannya, semakin Anda menciptakannya kembali secara organik. Jika terasa autentik, itu akan berhasil. Semakin Anda mencoba memaksakan sesuatu, semakin pelanggan akan mengabaikannya karena dianggap terlalu pemasaran.
Majalah kami didedikasikan untuk para kolektor jam tangan dan pecinta perhiasan di Indonesia. Apa saja elemen yang membuat Piaget unik dan menarik bagi klien-klien ini?
Saya harap mereka menyukainya dan ingin mendengar masukan mereka. Penghormatan terbaik adalah ketika persepsi tentang Maison tersebut koheren dan diinginkan di seluruh dunia, terlepas dari kategorinya (Haute Joaillerie, jam tangan, atau perhiasan) atau peluncurannya yang berbeda.

SAMPING, DARI KIRI
Fatemeh Laleh terlihat mengenakan jam tangan Piaget Altiplano; Jam tangan Piaget Altiplano Ultimate Concept Tourbillon, dengan pelat jam monoblok bahan paduan kobalt warna hijau khaki dan emas kuning, berukuran 41,5mm dan tebal hanya 2mm (termasuk kristal)
HALAMAN INI DARI KIRI ATAS
Model mengenakan jam tangan Piaget Sixtie berbentuk trapesium, dengan diameter casing 29mm x 25.3mm, dari baja tahan karat dan bezel emas pink 18K 4N; Dua versi lain dari jam tangan Piaget Sixtie; Model mengenakan jam tangan Piaget Polo 79 dari emas kuning 18K dan cincin Piaget Possession
Berbincang tentang MIDO Multifort TV Chronograph yang terinspirasi gaya vintage namun mengusung mesin jam modern dengan akurasi tinggi, hingga target pasar Asia

Produsen jam tangan Swiss, MIDO, meluncurkan Multifort TV Chronograph, kronograf pertama dalam seri ikonik dan komplikasi mekanis besar pertamanya untuk koleksi ini dalam ajang “Prime-Time Event 2025” di Four Seasons Hotel, Bangkok pada 27 Agustus 2025 lalu. Acara yang merayakan seri kronograf baru ini mengusung tema sinematik dan juga menampilkan warna-warna baru untuk jam tangan Multifort TV Big Date, “Merupakan momen yang istimewa untuk berbagi jam tangan ini di Bangkok, dikelilingi oleh tamu-tamu terhormat kami dan untuk merayakan keahlian dan semangat yang menjadi ciri khas Mido,” ungkap CEO Franz Linder. Merek milik Swatch Group dengan nama dari bahasa Spanyol (“I Measure”) yang lahir pada tahun 1918 ini kini mengincar pasar Asia, pasar terbesarnya saat ini. Kami diundang ke Bangkok untuk melihat langsung rilisan terbaru ini, sekaligus berbincang singkat dengan Franz Linder. Ia yang sudah mengenal Indonesia sejak lama mengaku jika Indonesia adalah salah satu pasar tertua bagi MIDO dan ia berjanji akan kembali datang ke Jakarta, “Kami sudah berada di Indonesia sejak lama, untuk itu pasti kami akan datang kembali

ke Indonesia, mengingat pula bahwa populasi di Indonesia yang sangat besar, tentunya pasar yang bagus untuk MIDO.”
Bisa ceritakan sedikit tentang koleksi terbaru MIDO yang diluncurkan hari ini dan apa target pasar utama Anda untuk koleksi kronograf ini?
Anda perlu melihatnya dari sudut pandang strategis, bahwa MIDO memiliki lima koleksi utama, yaitu Ocean Star, Multifort, Commander, Baroncelli, Belluna, dan Rainflower. Salah satunya adalah Multifort, dan kami memiliki piramid dalam tiap koleksi, mulai dari model Multifort basic dengan diameter 35mm dengan tiga jarum jam, lalu ada koleksi small complication Big Date, dan di level atas adalah Chronograph, GMT, Power Reserve, dan paling atas kita memiliki sertifikasi COSC. Dan kami yakin bahwa jam tangan versi Chronograph ini adalah pilihan sempurna dari lini Multifort TV karena memiliki tampilan sporty , tangguh dan memiliki desain yang sangat bagus. Saya harap para konsumen kami akan menyambutnya dengan antusias.


BAGI KAMI, JAM TANGAN ADALAH
MEKANISME YANG MEMILIKI SEGI
EMOSIONAL YANG KUAT, IA ADALAH PRODUK
DI PERGELANGAN TANGAN ANDA
Kami melihat jika target pasar MIDO sekarang mengarah ke anak muda, mengenalkan mereka pada jam tangan mekanis. Sementara mereka lebih mengenal smartwatch yang serba cepat berganti model seperti halnya ponsel.
Untuk menarik perhatian setiap generasi adalah suatu tantangan bagi sebagian besar industri jam tangan. Bagi kami tantangannya adalah bagaimana kami bisa berkomunikasi dengan baik dengan audiens ini dan untuk tetap relevan dan tetap diinginkan. Tentu saja kini cara berkomunikasinya sudah banyak berubah, dengan adanya sosial media, kami harus bekerja dengan bahasa yang tepat untuk menarik perhatian mereka, dan itu yang dihadapi oleh tim pemasaran kami setiap harinya. Kami percaya salah satu elemennya adalah dengan menciptakan desain yang unik, itu sebabnya kami merilis kembali jam berbentuk TV yang memadukan desain vintage dengan mesin jam kronograf untuk menjawab permintaan pasar kalangan anak muda. Bagi kami, jam tangan adalah mekanisme yang memiliki segi emosional yang kuat, ia adalah produk di pergelangan tangan Anda, yang jika Anda memiliki pilihan jam tangan yang tepat, ia akan membuat Anda tersenyum setiap melihat jam itu. Saya melihatnya lebih ke sisi emosional, karena untuk zaman sekarang, jika Anda hanya ingin mengetahui waktu, Anda tidak perlu jam tangan, karena kini hampir setiap orang memiliki ponsel. Jadi, mengenakan jam tangan adalah sesuatu hal yang sangat personal, yang bisa jadi kita kenakan setiap hari.
Apa ada strategi khusus untuk menarik minat generasi muda terutama di pasar Asia Tenggara saat ini?
Di manapun, Anda harus memiliki channel dan jaringan dimana para konsumen potensial ini berada. Karena mereka sangat berbeda dengan konsumen kami sebelumnya. Mereka tidak lagi menonton TV, melainkan streaming termasuk di media sosial. Pada dasarnya, kita harus menyadari generasi yang ada sekarang ini, dan harus menawarkan konten yang menarik perhatian mereka dan dalam waktu yang singkat. Kami memiliki data konsumen yang sama di pasar Asia Tenggara, rata-rata di usia 25 – 50 tahun, dan selain generasi muda, di Indonesia juga kami memiliki para kolektor jam tangan dan generasi yang lebih tua dan telah mengenal dan setia dengan jam tangan MIDO selama bertahun-

Franz Linder
CEO MIDO
tahun. Jam tangan adalah sesuatu yang sangat pribadi, dan kami yakin bahwa para retailer kami tetap menjadi kunci utama bagi penjualan jam-jam buatan Swiss, dan pengalaman berbelanja adalah kunci utama dari penjualan.
MIDO memiliki sejarah panjang di industri jam tangan, bahkan ada koleksi-koleksi yang sukses dilelang. Karena pembaca majalah kami sebagian besar adalah para kolektor jam tangan, apakah Anda akan kembali merilis koleksi khusus atau edisi terbatas?
Saya selalu berharap, dan tujuan utama kami adalah jam tangan kami akan dikenakan di pergelangan tangan, dan bukan disimpan di kotak jam khusus atau di lemari. Kami bukan merek jam tangan mewah dan meski ini juga sebuah investasi, you should enjoy your watches, Anda harus menikmati jam tangan Anda. Kami tentu memiliki beberapa koleksi edisi terbatas atau edisi khusus, dan tentu saja jika jam tangan tersebut sukses di pasaran, kami sangat bangga, namun itu bukanlah strategi utama kami.
HALAMAN SAMPING
MIDO Multifort TV Chronograph 42mm terbaru dengan opsi tali kain biru atau gelang jam stainless steel; Mesin otomatis Swiss Calibre 60, dilengkapi dengan pegas keseimbangan Nivachron™ terlihat dari bagian belakang case transparan
HALAMAN INI DARI KIRI
Suasana peluncuran MIDO Multifort TV Chronograph dihadiri para selebritas Thailand; CEO MIDO Franz Linder bersama dengan perwakilan merek MIDO di Thailand; CEO MIDO Franz Linder
BA111OD berhasil merevolusi industri pembuatan jam dengan perpaduan unik antara kemewahan dan aksesibilitas

Berawal dari tantangan untuk memberi solusi terhadap harga yang melambung di industri jam tangan Swiss, merek jam tangan independen Swiss yang didirikan pada tahun 2019 oleh Thomas Baillod ini ternyata berhasil menarik minat para penggemar jam tangan, dengan sistem pemasaran mereka yang unik, berani, dan akses seluas-luasnya akan kemewahan yang terjangkau. Dengan menggabungkan penjualan langsung ke konsumen dengan model harga yang transparan, dan yang jauh lebih murah dibandingkan produk mewah tradisional, mereka memperkenalkan jam tangan mekanis autentik, termasuk flying tourbillon yang diproduksi di studio pembuatan jam mereka di sebuah bangunan bersejarah di jantung kota Vallée de Joux, Swiss.

Berbagai inovasi ditawarkan, sehingga BA111OD berkembang dari sebuah eksperimen menjadi produsen jam tangan independen yang berkembang pesat, dan dianggap berhasil mendefinisikan ulang nilai dan komunitas dalam horologi modern. Kami diundang untuk mengunjungi manufaktur mereka dan berbincang dengan Thomas Baillod dan teamnya di Neuchâtel, sekaligus mencoba langsung merakit jam tangan yang diberikan kepada kami sebagai hadiah yang sungguh berkesan. Thomas berujar, “Untuk ini, pelanggan dapat datang dan merakit jam tangan langsung di tempat kami di Swiss. Kami mempertahankan sentuhan manusia dalam pembuatan jam tangan Swiss meskipun AI membantu kami bekerja lebih cepat.”

Thomas Baillod

Founder & CEO BA111OD
THOMAS MENGAKU
JIKA JAM PRODUKSINYA
DIRAKIT DI STUDIO MEREKA
SENDIRI, “SEMUANYA
DIRAKIT DENGAN TANGAN
DI STUDIO JAM TANGAN
SWISS KAMI. KAMI SANGAT
TRADISIONAL DALAM
PEMBUATAN JAM TANGAN”
Dalam perbincangan kami yang akrab dan santai, kami baru mengetahui jika pria yang lahir di La Chaux-de-Fonds ini adalah seorang pakar dan veteran di industri jam tangan. Bahkan kisah pembuatan jam tangan BA111OD sangat terkait dengan warisan horologi Neuchâtel yang kaya. Hubungan keluarga Baillod dengan horologi dimulai pada tahun 1775, ketika David François Baillod de St-Aubin didokumentasikan sebagai perakit casing utama. Thomas Baillod berhasil menemukan hubungan keluarganya dengan tradisi ini melalui leluhur seperti Ulysse Baillod, yang merupakan bagian dari sejarah panjang wilayah tersebut dalam menciptakan jam tangan mewah. Pada tahun 2019, Thomas, penduduk asli La Chaux-de-Fonds dan bagian dari sejarah horologi Neuchâtel yang kaya, meluncurkan BA111OD dari garasinya. Awalnya ditujukan sebagai platform eksperimental untuk merevolusi distribusi jam tangan, namun merek ini dengan cepat berkembang menjadi merek yang lengkap.


Ia mengajak kami berkeliling di area gesung studionya hingga berjalan mendaki bukit dan menaiki puluhan anak tangga di tengah hujan gerimis, sembari menjelaskan sejarah berdirinya merek ini. Saat kami mencapai puncak bukit, dimana terdapat sebuah gedung gereja yang salah satu bentuk ukiran di kacanya menjadi inspirasi logo yang terukir di tombol jam BA111OD, kami baru menyadari betapa kuatnya sejarah keluarganya memengaruhi terbentuknya BA111OD yang kita saksikan sekarang ini. Silsilah ini menginspirasi komitmen mereka untuk melestarikan dan merayakan seni pembuatan jam tangan Neuchâtel, memadukan keahlian berusia berabad-abad dengan inovasi kontemporer untuk menciptakan jam tangan yang menghormati masa lalu dan masa kini. Untuk menyeimbangkan keahlian internal dengan kolaborasi strategis, Thomas mengaku jika jam produksinya dirakit di studio mereka sendiri, “Semuanya dirakit dengan tangan di studio jam tangan Swiss kami. Kami sangat tradisional dalam pembuatan jam tangan, dan saya ingin seperti ini. Kami memiliki pembuat jam tangan Swiss sendiri, desainer senior kami Liliane Murenzi sangat brilian dalam membuat sketsa desain jam tangan. Kami juga berkolaborasi, seperti dengan Olivier Mory untuk jam tangan flying tourbillon pertamanya, yang dikembangkan bersama dalam enam minggu. Kami mempertahankan inti pembuatan jam tangan internal tetapi bermitra secara strategis.”
Dan tahun lalu, sebagai bagian dari perayaan berdirinya merek ini yang ke-5, BA111OD menciptakan Trilogi jam tangan eksklusif yang merayakan nilai-nilai inti merek, yaitu Keaslian, Keberanian, dan Keahlian. Setiap koleksinya terinspirasi oleh keindahan dan warisan Neuchâtel dan lanskap sekitarnya, menghormati tradisi pembuatan jam tangan yang kaya di wilayah tersebut. Sebagai bukti hubungan yang mendalam ini, logo BA111OD telah diadaptasi untuk menyertakan “Neuchâtel”, yang memperkuat akar merek. Ia juga berhasil mendefinisikan ulang pembuatan jam tangan dengan We-commerce, yaitu semacam model yang berpusat pada pelanggan yang menggabungkan pendekatan tradisional dan digital. Didirikan oleh Thomas Baillod sendiri, konsep inovatif ini mengoptimalkan distribusi dengan memangkas biaya yang tidak perlu dan memprioritaskan pengalaman pelanggan.
HALAMAN SAMPING DARI KIRI
Dua dari koleksi Trilogy 5th anniversary: La Chaux-de-Fonds, untuk menghormati kota pembuat jam tangan UNESCO itu, dan Neuchâtel, yang didedikasikan untuk cakrawala Neuchâtel yang indah
HALAMAN INI DARI KIRI ATAS
Thomas Baillod mengenakan jam tangan BA111OD Chapter 4 GMT Tourbillon Limited Edition; Sketsa lanskap Neuchâtel yang dillukis pada dial; Jam tangan Creux du Van, sebuah penghormatan kepada Creux du Van yang agung
POINT OF VIEW

Dari panggung Bimasena hingga lintas disiplin seni, Ananda Sukarlan merayakan musik sebagai ruang inklusif yang mempersatukan generasi baru, sastra, dan suara

Pada suatu malam di pertengahan bulan Juli 2025, The Bimasena yang bernaung di The Dharmawangsa Hotel, Jakarta, memancarkan suasana hangat yang menyambut para tamu dengan elegan yang menghadiri konser musik klasik. Konser ini menjadi panggung bagi Ananda Sukarlan untuk memperkenalkan para pemenang Ananda Sukarlan Award (ASA) 2025, ajang yang telah lama dikenal sebagai salah satu kompetisi musik klasik paling bergengsi di Indonesia. Andreas pada biola, Wirawan Cuanda sebagai bariton, dan Michael Anthony Kwok di piano, tampil membawakan karya-karya pilihan yang memikat hadirin. Sejumlah tokoh penting dari kalangan diplomatik dan seni turut hadir, memberikan warna tersendiri pada malam yang penuh apresiasi ini. Konser ini terasa seperti sebuah perayaan bagi talenta muda dan dedikasi tanpa henti terhadap dunia musik klasik.
Di antara para pemenang malam itu, sosok Michael Anthony Kwok mencuri perhatian dengan caranya yang begitu menyentuh hati. Pianis muda ini lahir dengan kondisi tunanetra dan autisme, namun ia berhasil memukau audiens lewat permainan dua nomor Rapsodia Nusantara (No. 31 dan No. 19) ciptaan Ananda Sukarlan yang menuntut teknik pianistik tingkat tinggi. Usai penampilannya, Ananda Sukarlan tak ragu menyebut permainan Michael sebagai “jenius”, sebuah pengakuan yang menegaskan kualitas musikalnya. Kemenangan ini juga mengantarkannya

ANANDA SUKARLAN TAMPIL MEMUKAU
DENGAN JAM TANGAN CHOPARD L.U.C XPS
DENGAN PELAT JAM ABU-ABU, DAN CASE EMAS
MERAH MUDA YANG TAMPAK RINGAN DAN
SELARAS MENEMANI TIAP GERAK JARINYA DI
ATAS TUTS PIANO
meraih beasiswa penuh ke Perancis tahun depan dari Institut Francais d’Indonesie. Michael membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk bermusik, berkarya, dan menginspirasi. Kolaborasi penuh makna pun juga tersaji lewat penampilan bariton Wirawan Cuanda bersama Ananda Sukarlan dan oboist asal Belanda, Eric van Reenen. Mereka mempersembahkan tiga lagu puitik yaitu, Tangerang (puisi Sabar Anantaguna), Dalam Sel (Putu Oka Sukanta) dan Aku dan Kutu Busuk (puisi Sutikno W.S.). Wirawan menghadirkan karakter suara yang kuat, bergerak dari lirih hingga dramatis, dengan iringan oboe yang memberi warna emosi berbeda pada tiap baitnya. Sebuah momen berkesan juga terjalin saat Wirawan dan Ananda
HALAMAN SAMPING
Sang maestro, Ananda Sukarlan mengenakan kemeja batik dari Rosdhani by Franceline Sri Rosdhanimurti
HALAMAN INI
Ananda Sukarlan mengenakan jam tangan Chopard L.U.C XPS Forest Green 40mm dengan pelat jam hijau dan case baja; Dalam penampilannya, Ananda mengenakan Chopard L.U.C. XPS 40mm dari rose gold dengan pelat jam abu-abu

membawakan karya Kurnia Effendi yang memadukan bahasa Indonesia dan Jawa, memperkuat nuansa puitis dalam musik. Penampilan ini menegaskan bagaimana puisi, sejarah, dan musik klasik dapat bersatu dalam harmoni yang menggugah.
Malam itu, Ananda Sukarlan dan Eric van Reenen turut mempersembahkan dua karya untuk oboe dan piano yang memadukan sastra, seni visual, dan musik. Dawn, yang terinspirasi dari puisi Emily Dickinson, dan Echo’s Whisper, yang mengambil ilham dari lukisan John William Waterhouse, menghadirkan keindahan dialog antara suara oboe yang melankolis dan grand piano Yamaha yang membingkai tekstur bunyi penuh warna. Kedua karya ini sekaligus menandai langkah Ananda untuk mendorong minat lebih luas terhadap instrumen tiup di kalangan pemusik Indonesia. Ia juga membuka potensi kolaborasi lintas disiplin, mempertemukan musik klasik dengan dunia seni rupa. Dalam momen tersebut, Ananda tampil memukau dengan jam tangan CHOPARD L.U.C XPS dengan pelat jam abu-abu, dan case emas merah muda yang tampak ringan dan selaras menemani tiap gerak jarinya di atas tuts piano. Sebelumnya, Ananda juga terlihat mengenakan Chopard Alpine Eagle 41mm dengan pelat jam biru, dibalut case Lucent Steel; Alpine Eagle 41mm pelat jam merah salmon, dengan case Lucent Steel; dan L.U.C XPS pelat jam hijau, dengan case Steel yang terlihat serasi dengan batik yang dikenakannya saat sesi pemotretan untuk majalah Collector’s Guide-WATCHES Indonesia.
Malam itu juga menandai pelantikan Ananda Sukarlan sebagai anggota Bimasena Circle, Board of Social (BOS) untuk bidang Art, Culture & Inclusivity. Ia bergabung bersama nama-nama lain dari lintas disiplin seperti Amalia Wirjono (Art & Design), Widhyawan



POTENSI KOLABORASI LINTAS DISIPLIN
ANTARA MUSIK DAN SENI VISUAL PUN TERUS BERKEMBANG, TERINSPIRASI DARI LUKISAN (SEPERTI FRIDA KAHLO DAN JOHN WILLIAM WATERHOUSE) DAN PUISI YANG MENJADI SUMBER KEKAYAAN GAGASAN
Prawiraatmadja (Mines & Energy), Tyo Guritno (Tech & Education), dan Wilsen Willim (Fashion). Peran Ananda di BOS mempertegas dedikasinya dalam memperjuangkan keterhubungan antara seni, inklusivitas, dan pendidikan musik klasik. Forum ini membuka lebih banyak peluang kolaborasi lintas bidang, mempertemukan ide dari berbagai sektor untuk membangun ekosistem seni yang lebih hidup. Keterlibatan ini semakin mengukuhkan posisi Ananda sebagai salah satu figur penting yang membentuk arah perkembangan budaya di Indonesia hari ini. Melalui karyakaryanya, Ananda Sukarlan terus membangun jembatan antara generasi muda dan musik klasik yang kerap dianggap sulit didekati. Lewat Rapsodia Nusantara yang telah melahirkan banyak pianis berbakat hingga lebih dari 600 tembang puitik yang memadukan sastra dan musik, ia membuka akses baru bagi penikmat seni. Kini, karyanya untuk instrumen tiup juga memberi harapan bagi tumbuhnya minat baru di Indonesia, sebuah bidang yang selama ini kurang diminati. Potensi kolaborasi lintas disiplin antara musik dan seni visual pun terus berkembang, terinspirasi dari lukisan (seperti Frida Kahlo dan John William Waterhouse) dan puisi yang






menjadi sumber kekayaan gagasan. Harapannya, semangat ini akan terus melahirkan generasi baru yang melihat musik sebagai ruang luas untuk berekspresi, melampaui batas konvensional.
Diantara para tamu yang hadir malam itu terlihat para Duta Besar dan diplomat dari negara-negara sahabat dan para penikmat seni musik klasik yang disambut hangat oleh manajemen The Bimasena Club, Gevin Indra Abubakar (General Manager), Ananda Idris (Executive Team Member, Bimasena Energy Society), Shahnaz Anindya (Director of Membership, Bimasena) dan Fitria Passau (Program Director).


HALAMAN SAMPING

Sebelum konser berlangsung, Ananda terlihat mengenakan jaket batik yang serasi dengan jam tangan Chopard Alpine Eagle 41mm dengan pelat jam biru dengan case Lucent Steel, dan Chopard Alpine Eagle 41mm pelat jam merah salmon; Ananda saat mengiringi penampilan bariton Wirawan Cuanda dengan piano Yamaha
HALAMAN INI
Ananda mengenakan Chopard Alpine Eagle 41mm dengan pelat jam biru; Chopard L.U.C XPS Forest Green 40mm dengan pelat jam hijau dikenakan Ananda saat ia mengiringi oboist asal Belanda, Eric van Reenen; Seorang pianis muda berbakat, Michael Anthony Kwok turut memeriahkan konser malam itu; Para tamu yang hadir termasuk para Duta Besar dan diplomat dari negara-negara sahabat dan penikmat seni musik klasik; Team Chopard Indonesia dan Time International serta manajemen The Bimasena Club berfoto bersama Ananda

Fotografer:
Lokasi:
Perjalanan berkarya seorang Didiet Maulana yang telah memasuki masa 14 tahun, dimatangkan oleh waktu

Dalam ruang kamar hotel Keraton at The Plaza yang bergaya modern dengan sentuhan elemen tradisional di kawasan Jakarta Pusat, tim Collector’s Guide Watches disambut dengan senyum hangat dari seorang pria yang selama lebih dari satu dekade telah berkontribusi ke dalam ranah mode Indonesia. Didiet Maulana adalah sosok yang dikenal luas sebagai pendiri label IKAT Indonesia beserta tiga label lainnya. Saat kami bertanya tentang karya favoritnya, ia menjawab, “Semua karya saya baik itu IKAT Indonesia, Svarna by IKAT Indonesia, Sarupa by IKAT Indonesia, dan juga Griya by IKAT Indonesia, semuanya adalah anak-anak kesayangan saya. Masing masing dari mereka memiliki treatment yang berbeda-beda, audiens yang berbeda-beda, dan masing-masing juga mempunyai keunikan sendiri-sendiri. Jadi, enggak ada anak kesayangan.”

DIDIET MENYULAP TENUN MENJADI BUSANA READY-TO-WEAR, KEBAYA MODERN, HINGGA KOLEKSI PAKAIAN SERAGAM YANG SARAT IDENTITAS NASIONAL. IA MENGHADIRKAN KOMBINASI WARNA HARMONIS, POTONGAN MODIS, SERTA PERHATIAN PADA DETAIL
Tampak jelas bahwa bagi Didiet, label-label tersebut bukan sekadar sarana komersial, namun manifestasi cintanya terhadap negeri ini. Melalui berbagai label tersebut, ia menjadikan kain tenun sebagai pusat perhatian. Bukan sekadar sebagai unsur pelengkap, tetapi sebagai bahan utama yang dimuliakan dalam tiap koleksi. Didiet menyulap tenun menjadi busana ready-to-wear, kebaya

modern, hingga koleksi pakaian seragam yang sarat identitas nasional. Ia menghadirkan kombinasi warna harmonis, potongan modis, serta perhatian pada detail yang menjadikan karyanya mudah dikenali. Segala usaha mulia tersebut tentu berjalan bukannya tanpa tantangan dari sisi eksplorasi. Pria ini pun percaya, bahwa ragam kain tradisional Indonesia masih dapat dioptimalkan. Ia berpendapat, “Eksplorasi kain Indonesia sebenarnya banyak sekali yang bisa digunakan, tapi memang semuanya membutuhkan waktu, energi, hingga keahlian. Membutuhkan kesabaran dan juga ego kita yang harus semakin ditekan apabila kita memang ingin berkarya dengan kain tradisional Indonesia, dan juga mengembangkan ide dan kreativitas kita tetapi harus tetap menjaga juga akar budayanya. Jadi, pengembangannya tetap didasarkan dari inspirasi nilai-nilai tradisi atau budaya Indonesia.”
Kini ia sudah memasuki masa 14 tahun berkarya, sehingga pola pikirnya semakin dewasa. Ia tumbuh dan makin paham. “Memasuki 14 tahun ini yang pasti kita semakin mengenal satu
sama lain, saya dengan tim, saya dengan partner saya, kemudian saya dengan audiens saya. Jadi, sebenarnya 14 tahun ini adalah perjalanan untuk makin mengenal orang-orang yang ada di sekitar saya. Tapi dari perjalanan ini, saya juga sebenarnya semakin mengenal seorang Didiet Maulana. Apa yang ia inginkan, apa yang ingin ia capai, dan bagaimana akhirnya 14 tahun telah menempanya menjadi seseorang yang lebih matang dan lebih bijak dalam menghadapi tantangan dan juga problem yang terjadi dalam hal manajemen, business development, desain dan ide, dan lainnya,” cerita Didiet. Saat pemotretan dimulai, pria ini mengenakan tampilan khasnya berupa kemeja tanpa kerah polos dengan luaran berbahan kain tradisional yang mempunyai volume. Di pergelangan tangan kanannya, ia mengenakan sebuah jam tangan elegan yang mempunyai makna tersendiri dalam perjalanan kariernya. Inilah jam tangan vintage Rolex Cellini yang dilengkapi dengan dial putih, serta bezel dan indeks berwarna emas. “Ini adalah Rolex pertama saya, dan saya senang sekali karena orang butuh beberapa detik untuk menebaknya. Selain unik, warna emas di bagian depannya itu mengingatkan saya tentang keberhasilan, pencapaian, tapi tetap terlihat sederhana,” tambahnya.
Jam tangan tersebut tak sekadar menunjukkan waktu, tapi juga cerminan dari kerja keras dan hasil yang pantas dirayakan. Ia berkata, “Jadi ketika saya membeli atau mengoleksi jam tangan itu semata-mata karena saya ingin menangkap momennya, saya ingin mengingat momen tersebut. Baik berupa perayaan atau momen selebrasi dalam hidup saya.” Jam tangan mempunyai tempat istimewa di hati Didiet Maulana. Sampai saat ini pun, rupanya ia masih mengamati lansiran lain yang belum ia miliki. “Saya ingin sekali jam Jaeger-LeCoultre Reverso yang bisa dibolak-balik. Mudah-mudahan satu hari saya bisa membawa pulang jam itu. Dulu saya pernah mencobanya dengan tali kulit hitam dengan case berwarna emas. Menurut saya itu begitu indah dan tidak begitu banyak yang pakai, jadinya spesial,” kenangnya.


INI ADALAH ROLEX PERTAMA SAYA, DAN SAYA SENANG SEKALI KARENA
ORANG BUTUH BEBERAPA DETIK
UNTUK MENEBAKNYA. SELAIN UNIK, WARNA EMAS DI BAGIAN DEPANNYA
ITU MENGINGATKAN SAYA TENTANG KEBERHASILAN, PENCAPAIAN, TAPI TETAP TERLIHAT SEDERHANA

Saat menuliskan artikel ini, kami jadi teringat sebuah pernyataan yang bilang bahwa “Time is our worst enemy”, namun tidak begitu halnya bagi Didiet. Menurutnya, waktu justru adalah sebuah anugerah. Dengan memilikinya, maka ia harus membuatnya jadi bermakna dan berguna. “Jadi bagaimana waktu itu dimanfaatkan kembali lagi ke diri kita. Kita bisa saja menggunakan satu jam untuk scrolling media sosial, padahal mungkin di saat yang sama satu jam itu bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Bagi saya, selagi masih ada napas dan degup jantung maka waktu itu adalah sebuah karunia yang tak ternilai,” jelas Didiet. Dengan demikian, waktu adalah suatu bentuk platform yang membuat kita bisa mewujudkan semua yang kita punya atau yang kita miliki dalam benak kita. Maka dari itu, ia memutuskan untuk menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya dan dibagi dengan sebijak-bijaknya. Perjalanan berkarya Didiet dimatangkan oleh waktu, seperti halnya proses menenun yang membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan rasa percaya bahwa
benang yang dirajut hari ini akan membentuk sesuatu yang indah pada akhirnya. Didiet berupaya mencari titik imbang di tengah arus mode yang cepat dan silih berganti. Berusaha merangkul masa lalu tanpa terjebak nostalgia, sembari melangkah ke depan tanpa kehilangan akar. Lewat benang-benang yang ia rangkai, Didiet tengah menulis ulang warisan budaya versi dirinya dalam bahasa yang dipahami zaman.
HALAMAN SAMPING
Bros yang elegan dan jam tangan Rolex miliknya melengkapi penampilannya saat pemotretan di lobby hotel Keraton at The Plaza, Jakarta
HALAMAN INI
Jam tangan Rolex Cellini 6623 yang berdiameter 37mm dan terbuat dari emas kuning 18K ini dikenakannya di pergelangan tangan kanan, ternyata Didiet seorang kidal dan lebih aktif menggunakan tangan kirinya
Kebesaran dalam kesederhanaan seorang William Wongso, legenda di dunia kuliner Indonesia yang semakin mendunia di usianya yang sudah mencapai 78 tahun

Pada sebuah sore di atas meja kerja, saya membayangkan sosok William Wongso: air muka yang bersahabat, matanya sudah menyaksikan berpuluh musim kuliner Indonesia, dan jari-jarinya yang penuh kerja seolah punya bekas ingatan tiap tekstur tepung, aroma rempah, hingga pedasnya cabai. Pria ini tak berbicara cepat, namun tiap kata dipikirkan dan disampaikan dengan cermat. Begitulah seorang maestro kuliner nasional yang tak hanya berniat menyajikan hidangan, tapi juga menjelajahi narasi budaya dan sejarahnya lewat tiap hidangan yang ditemuinya dalam perjalanan. William Wirjaatmadja Wongso lahir di Malang, Jawa Timur pada tahun 1947, dua tahun usai Indonesia merdeka. Sejak awal, jalan hidupnya bukanlah garis lurus menuju dapur profesional, namun panggilan rasa dan budaya tampaknya memang lebih kuat. Masih jelas dalam memorinya tentang



pengalaman rasa hidangan di masa kecilnya. Ia bernostalgia, “Saya besar di Surabaya. Waktu saya masih kecil, saya kurang tahu apa itu makan di resto besar, apalagi fine dining. Masih teringat nasi bandeng Bali bungkus di seberang rumah yang cita rasanya sangat ngangenin. Saat ini, saya tidak dapat menemukan rasa seperti itu lagi. Tiap sore ada nenek yang keliling sekitar rumah yang membawa nampan masakan mie lontong di atas kepalanya. Cara berjualan ini sudah tidak ditemukan lagi, seperti penjual jajanan dalam tenong yang dibawa ke rumah-rumah. Dan begitu banyak lagi kenangan kuliner masa kecil.”
Jika Anda kerap kali melewati Jalan Panglima Polim di Jakarta Selatan, mungkin Anda familier dengan logo dan tulisan Vineth Bakery yang bersandar pada bangunan berwarna putih cokelat


bergaya tempo dulu. Inilah salah satu jejak awal perjalanan kuliner William dalam bidang roti dan pastry di akhir 1970-an. Uniknya, pria ini tidak menuntut dirinya untuk selalu berada di ruang kelas kuliner. Ia belajar di luar negeri dari Australia, Swiss, Belanda, Jerman, Italia, Prancis, di bidang pastry, roti, cokelat, es krim, dan kursus kuliner lainnya. Di Indonesia, ia memilih belajar dari warung pinggir jalan hingga pasar tradisional untuk menyerap teknik dan cita rasa lewat interaksi langsung. Belajar secara total melalui praktik dan observasi adalah karakteristik khasnya. Dari sana ia merancang dasar pemikiran kulinernya, bahwa seorang chef sejati harus punya lidah yang tajam dan wawasan luas soal rasa.
William tak hanya berkutat di dapur dan bisnis, ia membentangkan langkahnya ke ranah diplomasi pangan dan kebudayaan. Jauh sebelum maraknya era media sosial, ia pernah menjabat sebagai penasihat kuliner untuk maskapai Garuda Indonesia guna membantu standardisasi dan pengembangan hidangan di udara. Ada pula peran di dalam pemerintahan, antara 2011-2014 saat ia memimpin program diplomasi makanan yang melibatkan Kementerian Pariwisata, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Perdagangan, yang bertujuan mengenalkan 30 masakan Indonesia ke dunia internasional. Hingga pada akhirnya 5 tahun lalu wajahnya hadir dalam program Gordon Ramsay: Uncharted, berjasa dalam pengenalan dan interpretasi masakan khas Sumatra Barat pada audiens taraf internasional.
WAJAHNYA HADIR DALAM PROGRAM
GORDON RAMSAY: UNCHARTED, BERJASA
DALAM PENGENALAN DAN INTERPRETASI
MASAKAN KHAS SUMATRA BARAT PADA
AUDIENS TARAF INTERNASIONAL.
Maka dari itu ia rencanakan dengan matang agar kultur Indonesia terlihat luar biasa di mata dunia. Ia mengusulkan opening scene dalam bentuk Bajamba (tradisi makan dengan cara duduk bersama-sama di dalam suatu ruangan yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau termasuk di Solok Selatan untuk menyambut perayaan penting) agar dibuat dengan megah. Tujuannya tak sekadar memperkenalkan hidangan, tapi menjadikannya lebih menonjol dibandingkan episode lainnya—agar perhatian tertuju bukan hanya pada apa yang tersaji di piring, melainkan pada keseluruhan narasi budaya yang menyertainya. Dedikasinya yang panjang dalam dunia kuliner Indonesia datang dari semangatnya yang tetap membara hingga saat ini. “Sebagai orang Indonesia, saya bangga dengan beragamnya budaya kuliner daerah yang sangat kompleks dan berbeda satu dengan lainnya. Sayang kalau sampai punah untuk generasi yang akan datang,” jelasnya dengan mantap.
Kepribadian William yang ramah dan hangat akhirnya terbukti benar saat kami berjumpa di sela kesibukannya menjadi bintang utama sebuah acara kuliner bertajuk Savor the Flavor by William Wongso di Plaza Indonesia. Di pergelangan tangan kanannya, ia mengenakan Rolex Daytona White Gold Meteorite dengan tali jam kulit warna hitam. Pria ini mengaku masih menyimpan beberapa jam tangan mekanis favoritnya, meski kini ia sudah tidak lagi menambah koleksinya. Mungkin, waktu bagi seorang William Wongso, itu bukanlah ukuran keberhasilan. Ia tak pernah membatasi dirinya dalam kerangka umur, gelar, atau garis akhir karier. “Saya tidak memandang waktu. (Yang penting) melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat,” ujarnya. Di balik deretan prestasi dan pengakuan internasional, masih terselip satu asa yang hingga kini belum juga tercapai. Ia berharap akan hadirnya institusi pendidikan khusus yang benar-benar mengkaji dan merawat budaya kuliner daerah secara serius dan berkelanjutan. William turut menggugah dunia perhotelan: mengapa tidak hotel-hotel bintang lima secara rutin menghadirkan maestro kuliner tradisional sebagai bentuk perayaan kearifan lokal?
Dalam bayangannya, sebuah festival kuliner daerah yang bukan sekadar agenda musiman, melainkan panggung berkelanjutan bagi penjaga rasa dari Sabang sampai Merauke. Dengan semangat yang tak lekang waktu, William Wongso telah mencetuskan obor sembari menjaga nyalanya agar terus berpijar. Jika dapur adalah ruang untuk meramu budaya, maka semoga dari ruang tersebut kelak lahir gelombang baru yang mampu meneruskan misi ini.
HALAMAN SAMPING, DARI KIRI
Menjadi bintang utama dari acara kuliner Savor the Flavor by William Wongso di Lamoda, Plaza Indonesia; Dari helikopter, chef William Wongso menyaksikan keindahan pantai hingga hamparan sawah menghijau di sekitar
NIHI Sumba, Nusa Tenggara Timur
HALAMAN INI
Di hotel mewah NIHI Sumba, chef William Wongso berfoto bersama
Carolien Ter Linden (produser & pembawa acara TV asal Belanda), dan Herman den Blijker (celebrity chef, pemilik restoran dan presenter TV asal Belanda)
OF VIEW
Rolex memperkuat komitmennya terhadap konservasi Bumi melalui
Perpetual Planet Initiative, bermitra dengan National Geographic, mendukung ekspedisi laut yang inovatif dan penelitian lingkungan yang penting

Bayangkan sebuah jantung biru yang berdenyut di kedalaman bumi, setiap detaknya mengalirkan kehidupan ke segala penjuru dunia. Dari sana, laut hadir tidak hanya sebagai hamparan air luas, melainkan cermin yang memantulkan keterhubungan tak kasatmata antara manusia, satwa, dan iklim. Namun keseimbangan ini rapuh, karena di balik ketenangannya ia menyimpan riak keresahan: meningkatnya suhu laut, ekosistem yang melemah, dan ancaman yang kian nyata. Tanda-tanda kecil itu ibarat bisikan seorang bijak dalam kisah kehidupan, yang mencoba memperingatkan sebelum keruntuhan besar tiba. Merespons panggilan ini, Rolex dan National Geographic
membuka lembaran baru, menjadikan samudra sebagai pusat eksplorasi demi menjaga detak kehidupan agar terus berlanjut. Sejalan dengan kesadaran akan kerentanan bumi, Rolex tergerak untuk meluncurkan Perpetual Planet Initiative pada 2019 sebagai komitmen untuk memperluas makna eksplorasi itu sendiri. Jika dahulu perjalanan para penjelajah difokuskan pada azas penemuan, kini langkah mereka diarahkan untuk meniti jalur perlindungan. Inisiatif ini kemudian menempatkan gunung sebagai menara air dunia, hutan hujan sebagai paru-paru bumi, dan laut sebagai sistem pendingin yang dicanangkan untuk menjaga keseimbangan iklim.

ROLEX DAN NATIONAL GEOGRAPHIC
MEMBUKA LEMBARAN BARU, MENJADIKAN
SAMUDRA SEBAGAI PUSAT EKSPLORASI DEMI
MENJAGA DETAK KEHIDUPAN AGAR
TERUS BERLANJUT
Jejak awal inisiatif ini tampak jelas pada ekspedisi Mount Everest 2019, dimana tim ekspedisi berhasil memasang lima stasiun cuaca, termasuk yang saat itu merupakan stasiun cuaca tertinggi di dunia. Data dari Hindu Kush-Himalaya itu menjadi kunci dalam memahami sumber air yang menopang kehidupan lebih dari satu miliar orang di kawasan hilir.Perjalanan ekspedisi berlanjut ke Andes Selatan pada 2021, dengan stasiun cuaca baru di Gunung Tupungato yang membuka jendela penting bagi studi atmosfer di salah satu menara air paling rentan. Pada tahun 2021, ahli glasiologi Alison Criscitiello mendaki Gunung Logan di Kanada, gunung tertinggi kedua di Amerika Utara, bersama ahli geologi Rebecca Haspel dan memasang stasiun cuaca. Setahun kemudian, ia kembali bersama tim ekspedisi dan mengekstraksi inti es pada kedalaman rekor 327 meter, yang diperkirakan mengandung informasi perubahan iklim selama ribuan tahun. Rangkaian ekspedisi April 2022 ini mencapai Amazon Basin, menghadirkan pemahaman menyeluruh tentang siklus air dan kerentanan ekosistem hutan hujan, sekaligus menjadi landasan bagi misi laut yang kini dijalankan.

Dari puncak gunung dan hutan hujan, perjalanan kini bergeser ke bentang biru yang menutupi hampir tiga perempat permukaan bumi. Ekspedisi laut ini membentang dari kutub utara hingga selatan, menjelajahi lima samudra yang menyimpan kekayaan sekaligus kerentanan terbesar planet. Fakta bahwa hanya
HALAMAN SAMPING
Tim ekspedisi melintasi bentang alam Antartika yang tandus. Ekspedisi Samudra Selatan dilaksanakan bekerja sama dengan Schmidt Ocean Institute. ©Luján Agusti/National Geographic
HALAMAN INI
Atas: Penjelajah National Geographic dan ahli kelautan Allison Fong (kanan), ahli ekologi mikroba laut Adriana Lopes dos Santos (kiri), dan ahli biologi laut João Bosco Gusmão (tengah), mengumpulkan sampel. ©Luján Agusti/ National Geographic, Bawah: Penjelajah National Geographic dan ahli kelautan Allison Fong (kiri) dan ahli ekologi mikroba laut Adriana Lopes (kanan), mengiris dan mengukur sepotong inti es dari bongkahan es. ©Luján Agusti/National Geographic



TIM EKSPEDISI MENELITI SHERMAN BASIN DI SAMUDRA ARKTIK, WILAYAH YANG DIKENAL
KAYA AKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN
KETAHANAN IKLIM
delapan persen lautan saat ini terlindungi menegaskan urgensi gerakan konservasi global. Tekad lebih dari seratus negara untuk melindungi tiga puluh persen perairan dunia pada 2030 menjadi tonggak penting yang memberi arah. Dalam konteks inilah Rolex dan National Geographic menegaskan misinya, menggabungkan ilmu pengetahuan akademis dengan pengetahuan ekologi lokal untuk menjaga keseimbangan samudra. Melihat sudut utara, tim ekspedisi meneliti Sherman Basin di Samudra Arktik, wilayah yang dikenal kaya akan keanekaragaman hayati dan ketahanan iklim. Bekerja dengan komunitas Gjoa Haven, tim menggunakan oseanografi dan pengetahuan ekologi tradisional untuk mengembangkan rencana bagi komunitas Arktik untuk mempertahankan ketahanan pangan. Sementara itu, di sudut selatan, ekspedisi menyingkap ekosistem yang belum pernah dipelajari sebelumnya, dari es laut hingga dasar samudra. Dengan dukungan kapal riset R/V Falkor (too) milik Schmidt Ocean Institute, para ilmuwan melakukan pemeriksaan ilmiah komprehensif terhadap Samudra Selatan. Hasil pengamatan ini tidak hanya memperdalam pemahaman ilmiah, tetapi juga akan menjadi pijakan penting dalam upaya konservasi global.
Lalu dari Samudra Hindia, ekspedisi yang dipimpin oleh National Geographic Explorer, kolaborator lokal dan komunitas nelayan lokal di Seychelles membantu melindungi daerah penangkapan ikan yang paling beragam hayati dan produktif. Dengan menerapkan sistem kamera laut dalam yang dirancang khusus untuk mengumpulkan data penting dari beberapa perikanan paling melimpah di Seychelles – temuan ini akan memandu kebijakan pengelolaan perikanan dan meningkatkan kapasitas

untuk melestarikan ekosistem lokal. Sementara itu, di Rarotonga, Samudra Pasifik, para penjelajah memusatkan perhatian pada terumbu karang yang ringkih dalam menghadapi peningkatan suhu laut. Upaya mereka berfokus pada metode inovatif untuk memperkuat daya tahan karang, membuka jalan bagi restorasi ekosistem pesisir. Dari Samudra Atlantik, tim ekspedisi menelusuri kawasan pesisir Gambia yang terancam oleh kenaikan muka laut dan intrusi air asin ke delta sungai. Para penjelajah melakukan perjalanan ke muara Sungai Gambia untuk mempelajari hutan bakau dan perannya dalam mendukung keanekaragaman hayati dan ketahanan pangan di wilayah tersebut, serta memberikan perlindungan terhadap dampak kenaikan permukaan laut bagi masyarakat pesisir, termasuk ibu kota Banjul. Untuk memperkuat penelitian, Deep-sea Explorer Katy Croff Bell berkolaborasi dengan para Penjelajah dan masyarakat lokal pada setiap Perpetual Planet Initiative Abadi untuk menyebarkan satu atau kedua platform penginderaan dan pencitraan laut dalam yang murah dan mudah digunakan, Maka Niu dan Deep Ocean Research and Imaging System (DORIS, saat ini dalam pengembangan) untuk memperluas akses ke eksplorasi kedalaman. Melalui rangkaian ekspedisi ini, Rolex menegaskan komitmennya bahwa eksplorasi kini bukan lagi sekadar pencarian pengetahuan, melainkan juga upaya menjaga keberlangsungan bumi.
HALAMAN SAMPING DARI ATAS
Pemandangan dari atas ke bawah terumbu karang yang sedang pulih di lepas pantai Rarotonga, Kepulauan Cook. ©Giacomo d’Orlando/National Geographic; Anggota tim ekspedisi Te Mata Patai mengangkat taramea (bintang laut mahkota duri) dari terumbu karang di Avana Passage. ©Giacomo d’Orlando/National Geographic
HALAMAN INI DARI ATAS SEARAH JARUM JAM
Sampel Acropora hyacinthus digunakan untuk penelitian di pendederan karang di Pantai Titikaveka, Rarotonga. ©Giacomo d’Orlando/National Geographic; Penjelajah National Geographic dan ahli biogeokimia kelautan Kristina Brown sedang meletakkan seikat rumput laut. Brown memimpin tim yang menyelidiki produktivitas dan ketahanan iklim unik Cekungan Sherman.
©Kaitlyn Van De Woestyne/National Geographic

Koleksi mengagumkan dari pameran jam tangan mewah utama yang menampilkan merek-merek jam tangan terkemuka, pameran eksklusif, lelang, dan inovasi pembuatan jam tangan
Ajang Geneva Watch Days yang baru saja berakhir beberapa saat yang lalu memperkuat statusnya sebagai ajang pertemuan sarat kreativitas dan juga tempat unik di panggung pembuatan jam tangan global. Dengan 66 merek yang meluncurkan karya terbaik mereka, acara yang terdesentralisasi ini menghadikan banyak koleksi jam tangan yang tertuju pada dualitas yang memukau: inovasi teknis yang berani dan keahlian artistik yang memukau banyak pihak. Mulai dari berbagai model jam tangan klasik yang dihidupkan kembali hingga produk baru yang mendobrak batasan-batasan, pilihan yang muncul merupakan pembaharuan dalam horologi modern. Mereka tidak hanya menunjukkan waktu, namun juga menceritakan sebuah kisah. Berikut beberapa jam tangan unik favorit Collector’s GuideWATCHES Indonesia dari sejumlah merek yang berhasil mencuri perhatian kali ini.













Ada momen-momen dalam pembuatan jam tangan di mana inovasi menjadi lebih dari bentuk seni yang menggunakan kualitas estetika dan ritme bahasa untuk menyampaikan emosi, ide, dan pengalaman di luar makna literal. Geneva Watch Days 2025 menghadirkan momen tersebut dengan peluncuran
Gérald Genta Minute Repeater. Lebih dari sekadar pencapaian teknis, ini merupakan penghormatan bagi kejeniusan naluriah seorang Gérald Genta, seniman yang percaya bahwa jam tangan lebih berkaitan dengan perasaan daripada mekanika. Dihidupkan kembali oleh La Fabrique du Temps Louis Vuitton di bawah Direktur Artistik Matthieu Hegi, mereka menghormati warisan Genta dengan memadukan keanggunan yang berani dan keahlian horologi murni. Gérald Genta Minute Repeater yang baru merupakan studi tentang keseimbangan dan kontras.
Gaya arsitektural yang lembut hadir dalam gaya vintage namun tetap memberikan sentuhan modern. Dibuat dalam ukuran 40mm dengan 3N yellow gold , yang dipadukan dengan bagian dial jam menggunakan batuan onyx berwarna hitam berkilau, jam tangan ini mengingatkan pada kecintaan Genta terhadap dial jam menggunakan hardstone atau batu semi mulia yang sekaligus menawarkan kedalaman visual yang mencolok. Dengan ketebalan hanya 9,60mm, case ultra tipis ini sengaja dirancang untuk memperkuat suara. Suara selalu menjadi hal terpenting bagi Genta, dan setiap detail di sini—mulai dari ketebalan case hingga penyetelan gong—dikalibrasi untuk menghasilkan suara yang cemerlang. Bunyi loncengnya sangat jelas, beresonansi, dan emosional, seakan mengubah hal mekanis menjadi musikal.



Fitur minute repeater adalah salah satu komplikasi yang paling disukai Genta, yang memadukan penguasaan teknis dengan pengejaran resonansi emosional dan keindahan yang merupakan inti dari pendekatannya. Master Watchmakers
Enrico Barbasini dan Michel Navas, telah mewujudkan semangat ini melalui GG-002, sebuah mesin manual winding minute repeater yang dikembangkan sepenuhnya secara internal di La Fabrique du Temps Louis Vuitton. Perakitannya memakan waktu lebih dari empat minggu, dan mesinnya dihiasi dengan sentuhan akhir Haute Horlogerie yang khas seperti Côtes de Genève, bagian tepi yang dibuat dengan tangan, serta roda inersia berbentuk segi delapan—sebuah penghormatan kepada bentuk khas Genta. Dengan cadangan daya 80 jam, jam ini sama kokohnya secara teknis dengan kehalusan estetikanya. Detail desain pada bagian lain semakin mempertegas nilai seninya.
Permukaan case yang dipoles dan disikat secara bergantian, bagian gadroon ganda yang merujuk pada model historis Genta, pemicu repeater yang tipis dan halus, dan tali jam tangan dengan lug tunggal mengingatkan kita pada sentuhan vintage . Bahkan bagian tombol pemutar jam juga dihadirkan dengan dengan batuan cabochon onyx , sehingga selaras dengan kedalaman hitam puitis dial . Hanya 10 buah yang akan diproduksi setiap tahunnya, Gérald Genta Minute Repeater adalah sebuah seni yang dapat dikenakan. Kreasi ini merupakan dialog antara masa lalu dan masa kini, yang merepresentasikan penghormatan terhadap tradisi horologi sekaligus sebuah pembaharuan yang berani atas berbagai macam kemungkinannya. Gérald Genta Minute Repeater berdiri sebagai pengingat abadi bahwa dalam pembuatan jam, seperti halnya dalam musik, kejeniusan sejati hidup dalam resonansi.

Di dunia pembuatan jam tangan, H. Moser & Cie. selalu mengikuti irama yang mereka buat sendiri. Pada Geneva Watch Days tahun ini, pabrikan asal Neuhausen sekali lagi menarik perhatian dengan terus mengingatkan dunia jam tangan mengapa independensi itu penting. Sentimen ini diperjelas ketika merek ini dengan apik memadukan dua kreasi mereka yang paling memikat—koleksi Pioneer yang tangguh dan komplikasi Flying Hours yang puitis—menjadi satu dalam jam tangan baru yang memesona: Pioneer Flying Hours. Ini bukan sekadar referensi baru; ini adalah evolusi yang halus yang membuat pembacaan waktu menjadi tontonan yang menarik. Sepuluh tahun setelah debut Pioneer dan tujuh tahun sejak model Flying Hours pertama memikat para kolektor, peluncuran khusus di tahun

2025 ini merupakan penanda kematangan teknis dan estetika yang signifikan. Jam tangan Pioneer Flying Hours memadukan semangat keanggunan sehari-hari dari koleksi ini dengan komplikasi modern yang berani: tampilan yang terinspirasi oleh satelit dan digerakkan oleh cakram.
Tidak seperti pendahulunya, di mana angka-angka secara bertahap memudar masuk dan keluar dari pandangan, interpretasi terbaru ini memperkenalkan mekanisme jumping hour yang melompat secara instan. Setiap jam baru ditampilkan dengan lompatan yang tajam, meningkatkan keterbacaan dan menawarkan pengalaman waktu yang intuitif dan menyenangkan. Tiga cakram jam mengorbit dengan anggun di sekitar cakram menit di bagian



pusat, menciptakan balet visual yang memikat imajinasi bagi siapapun yang melihat. Terbungkus dalam case berukuran 42,8mm, Pioneer Flying Hours hadir dalam dua kepribadian yang berbeda. Untuk model pertama, sebuah edisi terbatas 100 buah, terbuat dari 5N red gold dan titanium DLC berwarna hitam dengan bagian dial berwarna aventurine gelap yang menyerupai langit berbintang. Untuk model kedua terbuat dari steel dengan bagian dial jam berwarna putih bersih, seraya menunjukkan studi tentang keanggunan industri yang murni. Kedua model menampilkan jarum menit tengah yang memiliki kesan berbeda dengan bingkai kerangka, membentuk lengkungan 120 derajat, sementara bagian dial tetap bebas dari logo dan indeks, memungkinkan balet cakram
yang memukau menjadi pusat perhatian. Dilengkapi dengan mesin kaliber otomatis HMC 240, jam tangan ini juga dilengkapi dengan rotor terbuat dari bahan red gold atau tungsten tergantung pada modelnya, yang menekankan kemewahan dan efisiensi. Kedua model terbaru Pioneer Flying Hours dari H. Moser & Cie. ini mendorong batasan bagaimana waktu dapat dinikmati, kali ini dengan berani, intuitif, dan memikat, melalui model jam tangan yang terasa seperti karya seni sekaligus instrumen waktu. Dengan memadukan kekokohan sehari-hari dengan komplikasi yang puitis, merek ini menunjukkan sekali lagi bahwa independensi sejati dalam pembuatan jam bukan sekadar soal tradisi, tetapi tentang menata kembali waktu itu sendiri.

Dalam dunia pembuatan jam tangan independen yang luar biasa eksentrik, Konstantin Chaykin menonjol sebagai seorang ahli penceritaan di dunia horologi. Secara khusus, wajahwajah ekspresif dari “Wristmons” miliknya yang terkenal telah memikat para kolektor di seluruh dunia. Di ajang Geneva Watch Days 2025, merek ini tak hanya memperkenalkan sebuah jam tangan baru, tetapi juga sebuah bestiary atau sebuah koleksi yang mengkatalogkan makhluk hidup baik yang nyata maupun imajiner. Kali ini, bintang utamanya adalah “Panda” terbaru yang terbuat dari titanium, tetapi maknanya hadir lebih dalam. Lebih tepatnya, kreasi ini adalah karya perdana dari lima model koleksi “East” yang direncanakan, sebuah impian lama yang akhirnya terwujud dan menjadi panggung untuk peluncuran tahunan yang menawan. Jika melihat kembali ke belakang, perjalanan “Panda” untuk menjadi model dimulai pada tahun 2018, dengan sketsasketsa yang memenuhi buku catatan sang maestro jauh sebelum debutnya sebagai karya unik pada tahun 2024. Kini, “Panda” resmi memulai rangkaian legendarisnya dengan hadir dalam balutan case dari hypoallergenic titanium yang ringan.
Satu hal yang perlu diingat, selama empat tahun ke depan, “Panda” akan bergabung dengan “Serigala,” “Kera,” “Elang,” dan model yang menjadi bagian utama “Harimau,” yang masingmasing terinspirasi dari hewan yang dihormati dalam budaya Timur. Rencana ambisius ini juga mengubah satu pembelian


menjadi bab pertama dari kisah seorang kolektor, dengan edisi terakhir “Harimau” yang disediakan khusus bagi mereka yang memiliki rangkaian ini dengan lengkap. Sesuai dengan DNA Wristmons, model “Panda” ini menunjukkan waktu dengan sistem indikasi Joker yang khas. Contohnya, bagian matanya adalah cakram jam dan menit, dan mulutnya yang tersenyum menyembunyikan komplikasi moonphase. Namun, kejeniusan Chaykin terletak pada eksekusinya yang cermat. Bagian dial-nya merupakan sebuah masterclass dalam hal tekstur, menggunakan berbagai tingkat sandblasting dan guilloché bergelombang radial untuk meniru tekstur lembut dan bergelombang dari bulu panda.
Pada bagian bezel diukir dengan nama merek ini, dan bagian lug atas dibuat dari carbon-fiber composite berwarna hitam, yang menjadi ciri khas desainnya yang bernuansa hewan. Sentuhan yang cermat juga terdapat pada mesin jamnya, dengan bagian bridge pada modul Joker berbentuk seperti peta bergaya dari provinsi Sichuan, yang merupakan tanah air panda. Digerakkan oleh mesin kaliber K.18-22 (berdasarkan mesin La Joux-Perret yang dimodifikasi) dan dilengkapi dengan bagian tombol jam di posisi pukul 6, model “Panda” menjadi sangat kompeten secara teknis sekaligus menawan. Jam tangan ini dengan sempurna menyeimbangkan karakter yang ceria dengan tingkat keseriusan dalam pembuatan jam. Dengan model “Panda” dan lini koleksi “East” yang akan datang, Konstantin Chaykin mengangkat



“Wristmons” mereka dari sekadar model baru yang karismatik menjadi narasi yang kohesif dan sangat layak untuk dikoleksi. Ini adalah sebuah visi jangka panjang yang berani, dengan perpaduan keahlian luar biasa dan juga dari segi penceritaan, memastikan bahwa selama bertahun-tahun mendatang, semua mata akan tertuju pada kota Jenewa untuk melihat karakter mana yang akan muncul selanjutnya.
Konstantin Chaykin juga memperkenalkan babak baru dalam dunia “Wristmons” mereka yang tersohor melalui model yang dinamakan dengan White Tiger. Sebuah jam tangan yang ceria, filosofis, dan ambisius secara mekanis ini mewujudkan kemampuan unik dari Chaykin. Bagian dial jam menjadi kanvas yang menarik dengan mata birunya yang mencolok dan mulutnya yang bertaring, dalam pola guilloché dan lapisan pernis yang seakan menghidupkan binatang tersebut. Pada siang hari, mulutnya terbuka, memperlihatkan piktogram mangsanya, yang masing-masing berubah setiap hari untuk mencerminkan irama waktu. Saat tengah malam tiba, rahangnya menjadi tertutup rapat, lalu terbuka kembali saat fajar untuk melanjutkan siklus predatornya. Uniknya, pembuatan jam tangan ini kemudian berubah bagaikan teater, di mana jam dan menit diceritakan tidak hanya melalui indikator tetapi juga melalui karakter itu sendiri. Namun, di balik sisi eksteriornya yang unik, tersimpan mesin yang tangguh. Model White Tiger ini memperkenalkan mesin kaliber
K.33-4 internal terbaru, sebuah mesin mikro-rotor otomatis dengan indikasi Joker yang terintegrasi. Hal ini menandai evolusi yang signifikan, karena tidak seperti sistem modular “Wristmons” sebelumnya, tampilan komponen kali ini terpasang langsung pada bagian mainplate.
Bagian case berdiameter 42mm yang terbuat dari titanium semakin menegaskan simbolisme logam putih dari model White Tiger. Bagian atas lug juga menyerupai telinga sang predator, sementara bagian tombol jam ditempatkan secara tidak konvensional di posisi pukul 6, menekankan orisinalitas sekaligus kemudahan ergonomis. Secara simbolis, model White Tiger seakan menunjukkan gabungan dari berbagai dunia. Ia mengingatkan kita pada mutasi genetik langka antara harimau Bengal dan Siberia, dengan bulu putih dan mata biru tajam mereka yang diinterpretasikan ulang pada bagian dial jam. Ia juga menggemakan mitologi Tiongkok, di mana White Tiger berperan sebagai pelindung Barat, penguasa rasi bintang, dan melambangkan waktu senja. Konstantin Chaykin dengan lihai merangkai benang merah ini dan membuktikan sekali lagi bahwa sebuah jam tangan dapat menjadi objek dengan banyak kegunaan sekaligus wadah penceritaan budaya. Melalui White Tiger, Konstantin Chaykin mengingatkan kita bahwa horologi dapat menjadi sesuatu yang dahsyat, puitis, dan sekaligus sangat manusiawi dalam satu waktu yang bersamaan.

Ajang Geneva Watch Days tahun ini menjadi tempat pembuktian dari L’Epée 1839 terbaru, yang sekali lagi menunjukkan mengapa mereka tetap menjadi salah satu nama paling berani di dunia horologi. Pabrikan asal Swiss ini meluncurkan babak baru dari koleksi Time Fast mereka yang terkenal. Melihat ke dalam sejarah mereka, koleksi Time Fast selalu memberi penghormatan kepada era keemasan balap, mengambil inspirasi dari bentuk aerodinamis mobil Formula 1 tahun 1930-an hingga 1960-an. Setiap karya memadukan kecerdikan horologi dengan detail otomotif, mulai dari sasis aluminium, roda jari-jari, roda kemudi untuk mengatur waktu, dan bahkan mekanisme tarik-menarik yang menggemakan kegembiraan masa kecil bermain mobil balap mainan. Kali ini, L’Epée memperluas visi ini dengan intervensi artistik yang mendorong batasan tentang apa itu seni fungsional. Lini koleksi ini hadir kali ini berkolaborasi dengan seniman Inggris Chris Alexander, yang dikenal di seluruh dunia sebagai “The Dial Artist.” Hasilnya adalah pertemuan dua dunia: ketepatan dan keterampilan pembuatan jam Swiss dan kekuatan ekspresif seni jalanan kontemporer. Hasilnya, interpretasi ulang lukisan tangan Chris Alexander menjadi pusat perhatian. Baik itu dalam model Time Fast D8 Raced, yang membangkitkan patina mobil yang seakan telah lapuk setelah dikendarai ribuan kali, atau model Time Fast II Urban Racer yang dipenuhi dengan graffiti.



Masing-masing bagiannya melampaui sekadar pencatat waktu dan menjadi sebuah cerita yang tengah bergerak. Kreasi ini juga bukan hanya sekadar dekorasi semata yang menjadikannya dangkal, melainkan ini merupakan dialog antara mekanisme gerakan dan warna, antara budaya jalanan dan juga dunia horologi. Seperti halnya mobil drift yang dicat khusus atau instalasi seni di acara Burning Man, kreasi seni ini berada di persimpangan antara pemberontakan, identitas, dan juga kebebasan berkreasi. Sebagai contoh, keahlian teknis menjadi fondasi pertunjukan ini. Mesin jam internalnya menawarkan cadangan daya selama delapan hari, dan pada model Time Fast II, terdapat barrel ganda yang menggerakkan penunjuk waktu serta animasi V8 mini, lengkap dengan piston yang menyala saat kunci dasbor diputar. Ini adalah imajinasi yang dilapisi dengan presisi, sebuah objek yang menyenangkan sekaligus mengesankan. Kolaborasi ini juga mencerminkan filosofi L’Epée 1839: mengaburkan batasan pembuatan jam dengan merangkul seni, desain, dan ekspresi budaya.
Seri Time Fast x The Dial Artist merayakan waktu dengan bersemangat, membentuknya, dan bahkan berani untuk melukisnya. Selain itu, kolaborasi ini juga mengingatkan kita bahwa horologi, ketika tidak terikat, dapat menjadi sama



memberontaknya dengan grafiti di tembok kota dan sama abadinya dengan deru mobil balap kuno. Menariknya, selain seri Time Fast x The Dial Artist, L’Epée 1839 juga meluncurkan dua karya unik yang mewakili puncak “Creative Art Residency” mereka, dengan mengubah jam Flying Tourbillon yang ikonik menjadi mahakarya lukis tangan melalui kolaborasi dengan seniman visioner. Pondasi dari kreasi ini adalah keajaiban teknis yang diciptakan bersama maestro pembuat jam Vincent Calabrese. Di bagian intinya terdapat sebuah flying double tourbillon yang terpasang langsung pada jarum menit. Artinya, keseluruhan mekanisme berputar pada poros tengah setiap jam, sedangkan bagian tourbillon cage sendiri menyelesaikan satu putaran setiap 60 detik. Tarian yang berlawanan arah jarum jam yang menentang gravitasi ini ditempatkan dalam rangka titanium yang besar dan memiliki cadangan daya yang luar biasa selama 40 hari, menjadikannya sebagai kanvas dinamis yang sempurna untuk intervensi artistik. Ajaibnya lagi, L’Epée mempercayakan mekanisme hebat ini kepada dua seniman berbeda, yang masing-masing menciptakan narasi yang unik. Model pertama yang dinamakan Phoenix Eternis Ignis, dihidupkan oleh Morena Fetoshi. Pada latar belakang berwarna hitam pekat, seekor burung phoenix berwarna cerah muncul dalam warna jingga dan kuning yang dilukis dengan tangan. Burung mistis yang menjadi simbol universal atas kelahiran kembali ini menjadi alegori yang
kuat untuk sifat waktu yang terus-menerus dan berulang, diukur dengan putaran tourbillon yang tiada henti.
Sebaliknya, karya kedua yang dinamakan The Icon – Beaux Arts oleh Séverine Bugna, merupakan sebuah perayaan kehidupan yang penuh suka cita. Dengan menggunakan warna-warna berani dan cerah serta bentuk-bentuk yang indah dan cair yang mencerminkan arsitektur melingkar dari jam tersebut, desain Bugna mengubah rumah jam tersebut menjadi sebuah kanvas hidup. Setiap lekukannya tampak tersenyum, menciptakan karya yang tidak terasa seperti jam tangan, tetapi lebih seperti momen kebahagiaan murni yang tertangkap.
Kedua kreasi ini sejatinya menggarisbawahi filosofi inti L’Epée: bahwa kemewahan sejati terletak pada perpaduan yang mulus dan berani antara mekanika yang sempurna dan visi artistik yang tak terbatas. Pada akhirnya, dengan karya-karya unik ini, L’Epée 1839 menegaskan kembali bahwa bentuk tertinggi horologi adalah sebuah seni interdisipliner. Terlebih lagi, dengan memadukan mekanisme mesin yang luar biasa dengan jiwa artistik yang mendalam, proses pembuatannya tidak hanya menunjukkan waktu, tetapi juga menceritakan sebuah kisah, menawarkan kepada para kolektor sebuah kreasi seni tingkat tinggi di mana gravitasi, mitos, dan warna menari dalam sebuah harmoni yang sempurna.

Dari ajang Geneva Watch Days tahun ini, TAG Heuer kembali menunjukkan bakatnya dalam memadukan kepiawaian teknis dengan penceritaan yang puitis. Merek ini secara khusus mengalihkan pandangannya dari arena balap ke indahnya langit malam dengan meluncurkan TAG Heuer Carrera Astronomer, sebuah tambahan terbaru pada koleksi Carrera nan ikonik, yang ditata ulang melalui lensa keajaiban kosmik. Dikenal karena ikatannya yang erat dengan dunia balap, Carrera telah lama dipuji karena kejernihan dan desainnya yang berani. Namun dengan Carrera Astronomer, TAG Heuer menunjukkan bahwa DNA yang sama dapat sama memikatnya ketika diterapkan pada misteri alam semesta. Jam tangan ini seakan memberikan penghormatan kepada keindahan langit. Dibuat dengan seni yang menangkap romantisme langit malam, pada bagian dial-nya dihadirkan tontonan yang memukau dengan kaca aventurine yang berkilauan bagai galaksi bintang. Dengan latar belakang kosmik ini, komplikasi moonphase menjadi pusat perhatian, ditampilkan dengan detail yang sangat teliti untuk
mencerminkan keindahan perubahan siklus bulan. Jarum dan indeks jam yang dipoles, dilengkapi dengan Super-LumiNova, bersinar lembut dalam cahaya redup guna mencerminkan pendaran cahaya langit yang alami.
Dilengkapi dengan mesin Calibre 7 yang baru diluncurkan, jam ini mengubah cara pembacaan siklus bulan. Pada pukul 6, cakram berputar menampilkan tujuh fase bulan yang disertai dengan dua panah ramping yang dirancang untuk pergerakan harian, yang menunjukkan fase bulan saat ini serta tempatnya dalam siklus 29,5 hari. Lebih hebatnya lagi, setiap hari pada pukul 1:00 dini hari, cakram bulan bergerak seirama sempurna dengan pergerakan bulan di dunia nyata. Dibuat menggunakan bahan stainless-steel berukuran 42mm dengan lekukan halus, Carrera Astronomer menyuguhkan keseimbangan antara kekokohan dengan keanggunan. Bahasa desainnya mengacu pada kejelasan dan sifat keterbacaan lini koleksi Carrera, sekaligus menonjolkan romantisme modern yang terasa segar dan berani. Dengan Carrera

Astronomer, TAG Heuer memperluas cakupan lini keluarga Carrera mereka, menunjukkan bahwa DNA-nya dapat melampaui dunia balap motor. Didasarkan pada komplikasi moonphase yang puitis, Carrera Astronomer menjadi bukan sekadar alat untuk membaca waktu, melainkan juga tentang siklus, cahaya, dan tarian abadi siang dan malam.
Pandangan terhadap hal tak terlupakan juga mereka terapkan di model kedua yang diluncurkan di ajang ini. Merek ini kembali menegaskan semangat avant-garde mereka dengan TAG Heuer Monaco Flyback Chronograph TH-Carbonspring dan TAG Heuer Carrera Chronograph Tourbillon Extreme Sport TH-Carbonspring, kreasi jam tangan yang mendefinisikan ulang presisi melalui inovasi radikal. Sesuai dengan namanya, inti dari teknologi ini adalah osilator TH-Carbonspring, sebuah terobosan yang dikembangkan sepenuhnya secara internal oleh tim TAG Heuer LAB setelah melakukan penelitian hampir satu dekade. Tahan terhadap guncangan, magnet, dan perubahan lingkungan, osilator ini menetapkan standar baru untuk stabilitas dan kinerja jangka panjang, mendorong dunia pembuatan jam ke babak baru yang berani. Uniknya, TAG Heuer memilih Monaco dan Carrera dengan desainnya yang ikonik, untuk memulai debut tonggak sejarah dari teknologi ini. Untuk model TAG Heuer Monaco Flyback Chronograph TH-Carbonspring, jam tangan ini langsung menarik perhatian banyak pihak dengan bagian case yang terbuat dari bahan forged carbon berukuran 39mm dengan estetika hitam pekat. Bagian dial yang juga terbuat dari forged carbon, memiliki ukiran spiral yang mencerminkan bentuk dari bagian hairspring


di dalamnya, sebuah penghormatan halus namun puitis terhadap bagian dari teknologi inti. Jarum dan indeks berlapis emas hitam, yang disempurnakan dengan Super-LumiNova putih bersih memastikan kejernihan, mesin Calibre TH20-60, dan tali karet hitam dengan tekstur seperti kain menambah sentuhan teknis stealth yang tersembunyi.
Sementara untuk model TAG Heuer Carrera Chronograph Tourbillon Extreme Sport TH-Carbonspring, karakteristik intinya mencerminkan karakteristik serupa dari model TAG Heuer Monaco Flyback Chronograph TH-Carbonspring yang disebutkan di atas, dengan tambahan bagian bezel dari bahan forged carbon dan skala tachymeter, dan tali jam ramping berwarna hitam dari karet. Di bagian dalamnya terdapat mesin Calibre TH20-61 buatan TAG Heuer, mesin otomatis bersertifikasi yang memiliki cadangan daya 65 jam. Diproduksi hanya 50 buah di seluruh dunia, setiap jam tangan memiliki ukiran khusus di bagian belakang yang menggarisbawahi kelangkaan dan sifat koleksinya. Secara menyeluruh, proses perpaduan siluet paling ikonis mereka dengan sains mutakhir menjadikan merek ini tidak hanya sekedar mengulang kembali sebuah legenda, melainkan mengembangkannya secara lebih jauh. Dengan kedua model terbaru yang dilengkapi teknologi TH-Carbonspring, TAG Heuer sekali lagi membuktikan bahwa mereka tidak hanya mengukur waktu, melainkan mendefinisikannya kembali. Jam tangan ini mewujudkan ketahanan, inovasi, dan desain yang berani, menawarkan kepada para kolektor tidak hanya sepotong sejarah horologi, tetapi juga sekilas tentang masa depan penunjuk waktu.





Sebagai merek yang terkenal karena mendobrak konvensi pembuatan jam tangan tradisional, URWERK sekali lagi membuktikan bahwa mereka tidak lagi berfokus pada penyempurnaan masa lalu, melainkan lebih kepada pencitraan ulang masa depan. Di ajang Geneva Watch Days 2025, URWERK menarik perhatian banyak pihak melalui kreasi terbaru mereka UR-150 Blue Scorpion. Dalam kreasi ini, di bawah kristal safir yang berbentuk kubah, mekanisme mesinnya tampak melingkar. Ditenagai oleh mesin caliber UR-50.01 yang baru, mesin ini dibangun di atas komplikasi satelit yang memukau. Tiga satelit jam yang mengorbit meluncur di atas carousel yang tampak terbang, dengan rotasinya dibingkai oleh jarum retrograde yang menyapu tampilan busur 240° dengan dramatis. Pada pergantian setiap jam di menit ke-60, jarum jam berwarna kuning agak hijau ini seakan bergerak mundur dalam sepersekian detik melakukan gerakan kembali secepat kilat sejauh 240°. Sementara roda satelit
lainnya yang berputar masing-masing pada porosnya, kemudian menyelaraskan kembali posisi mereka, mengubah tumpukan penanda jam dengan kecepatan yang mengagumkan dan secara bersamaan berputar sejauh 270°, menghadirkan penanda jam terbaru di kolom bagian tengah.
“Bagian dial jam berubah di depan mata kita dengan cepat. Setiap kali, ada momen singkat ketidakpastian, sedikit kegelisahan, ketegangan diam yang berbisik: mungkin kali ini, angka yang tepat tidak akan muncul… Namun keajaiban terjadi, menanamkan rasa takjub yang baru,” ujar Direktur artistik dan salah satu pendiri URWERK, Martin Frei. Ini adalah gerakan balet mekanis yang terlalu cepat untuk dilihat dengan mata telanjang, namun sungguh mustahil untuk diabaikan. Ini merupakan sebuah perpaduan memukau antara teknik dan pergelaran teater yang telah menjadi ciri khas URWERK. Secara visual, bagian desain juga




hadir dengan sama pentingnya dengan sistem mekanik mereka. Daya tarik UR-150 Blue Scorpion salah satunya ditampilkan dengan garis-garis pada bagian case yang halus dan bertransisi mulus ke dalam tali karet jam tangannya. Hal ini seolah-olah memberikan jam tangan ini kesesuaian secara ergonomis yang dengan cermat menyembunyikan intensitas mekanisme di bagian dalamnya. Di bawah sinar UV, aksen Super-LumiNova membuat jam tangan ini menjadi hidup, meningkatkan keterbacaan sekaligus menambahkan kilauan yang tak terduga pada tampilan yang futuristik. Seperti yang dijelaskan oleh Felix Baumgartner, master watchmaker dan juga salah satu pendiri URWERK, “Kami telah mendorong kompleksitas mekanis hingga batas maksimal demi satu tujuan: tingkat kejelasan. Setiap satelit dimiringkan 10° menghadap si pemakai jam tangan. Meskipun hal ini menyulitkan segalanya, kejelasan dan keterbacaan tampilan waktu layak mendapatkan tingkat presisi ini.”
Diproduksi hanya 50 buah, UR-150 Blue Scorpion mewujudkan semua yang URWERK perjuangkan. Mulai dari pengejaran orisinalitas tanpa kompromi, penolakan untuk bermain dengan aturan tradisional, hingga misi untuk mengubah waktu menjadi seni. Terlepas dari namanya yang mencolok, UR-150 Blue Scorpion merupakan objek keanggunan dan kontras melalui garis-garisnya yang halus, organik, dan berkesinambungan. Hasilnya adalah jam tangan ergonomis, dibentuk untuk pergelangan tangan namun menampilkan detak jantung dengan kekuatan terkendali. UR-150 Blue Scorpion bukan hanya menjadi sekadar jam tangan, melainkan sebuah keajaiban seni yang hidup melalui sebuah mesin yang hadir dengan gerakan kompleks, presisi, dan interaksi satu sama lainnya yang tepat, laksana menangkap sensasi kekacauan secara terkendali dalam bentuk horologi.

The Oyster Perpetual Cosmograph Daytona, GMT-Master II, dan Sky-Dweller tampil dengan wajah baru yang memadukan estetika berani dan performa teknis
Dalam dunia jam tangan, dial atau pelat jam sering disebut sebagai wajah sejati sebuah jam tangan, yang menjadi titik fokus pertama untuk menyampaikan karakter dan kepribadian. Rolex kembali menegaskan hal ini dalam edisi 2025 dengan menampilkan konfigurasi baru yang memadukan material eksklusif dan warna yang tidak terduga. Pendekatan ini bukan sekadar memperkaya estetika, tetapi juga menciptakan resonansi emosional yang berbeda di setiap model. Melalui the Oyster Perpetual Cosmograph Daytona, Oyster Perpetual GMT-Master II, dan Oyster Perpetual Sky-Dweller, hadir permainan visual mulai dari kilau bahan pelapis pernis yang berani, tekstur batu alami yang unik, hingga intensitas warna efek pancaran sinar matahari atau sunray yang memikat. Ketiganya menjadikan pelat jam sebagai medium ekspresi yang segar sekaligus fondasi narasi baru yang siap dibahas lebih lanjut dalam edisi tahun ini.
HADIR PERMAINAN VISUAL MULAI DARI
KILAU BAHAN PELAPIS PERNIS YANG BERANI, TEKSTUR BATU ALAMI YANG UNIK, HINGGA
INTENSITAS WARNA EFEK PANCARAN SINAR
MATAHARI ATAU SUNRAY YANG MEMIKAT
Di balik tampilan berani yang diperlihatkan tahun ini, Rolex menghadirkan inovasi material dan konstruksi sebagai penopang utama aspek estetikanya. Cincin bezel Cerachrom monoblok yang digunakan pada Cosmograph Daytona dan GMT-Master II menawarkan ketahanan gores, intensitas warna yang langka, serta daya tahan terhadap korosi, dengan skala yang dilapisi


logam melalui proses PVD (Physical Vapour Deposition) untuk menghasilkan kontras yang kuat. Lalu, pada Sky-Dweller, cincin bezel fluted emas kuning 18 ct bukan hanya menjadi simbol tradisi, tetapi juga bagian dari sistem Ring Command yang memungkinkan pengaturan fungsi jam dengan presisi. Semua model menggunakan Oyster case yang kedap air hingga 100 meter, memberikan perlindungan menyeluruh bagi mesin jam. Dengan sertifikasi Superlative Chronometer, setiap jam tangan dijamin kinerja superlatif dalam hal presisi, cadangan daya, kedap air, dan penggulung otomatis.
The Oyster Perpetual Cosmograph Daytona
Ikon dunia motorsport ini kembali mendapat sorotan melalui interpretasi baru yang tidak kalah atraktif. Cosmograph Daytona

tampil dalam balutan emas kuning 18 ct dengan pelat jam pernis biru kehijauan dilengkapi dengan bezel Cerachrom monoblok dalam keramik hitam. Kehadiran cincin bezel Cerachrom hitam dengan emas kuning untuk skala takimetri kuning menambahkan dimensi visual yang tajam sekaligus mengingatkan pada fungsinya di lintasan balap. Gelang Oysterflex memberi sentuhan kontemporer, menggabungkan elastomer berperforma tinggi dengan bilah logam fleksibel dan melengkung untuk kenyamanan yang tahan lama. Semua detail ini menjadikan Cosmograph Daytona edisi 2025 sebagai jam tangan yang tetap setia pada DNA balapnya, namun tampil dengan energi visual yang benar-benar baru.
Di balik tampilannya yang berani, Cosmograph Daytona ini mengandalkan kaliber 4131, yang dilengkapi dengan sistem penggulung otomatis melalui rotor Perpetual. Mesin ini menawarkan cadangan daya sekitar 72 jam, dilengkapi Chronergy escapement yang efisien serta pegas rambut Parachrom yang tahan magnet dan guncangan. Kristal safir anti gores dengan lapisan anti-reflektif menambah poin visibilitas, sementara sistem ekstensi Glidelock pada gelang memungkinkan penyesuaian halus di pergelangan tangan. Semua aspek teknis ini memastikan Cosmograph Daytona bukan hanya tampil mencolok, tetapi juga bekerja dengan standar ketelitian tertinggi.
HALAMAN SAMPING
Oyster Perpetual Cosmograph Daytona, dari emas kuning 18 ct
HALAMAN INI
Tampilan elegan dari Oyster Perpetual Cosmograph Daytona, dari emas kuning 18 ct


PELAT JAMNYA TERBUAT DARI TIGER IRON, BATU ALAM YANG MEMADUKAN TIGER’S EYE, RED JASPER, DAN HEMATITE SEHINGGA MENGHADIRKAN POLA SERTA KILAU YANG BERBEDA PADA SETIAP JAM
Oyster Perpetual GMT-Master II
Dikenal sebagai jam tangan kosmopolitan terbaik, GMT-Master II edisi 2025 tampil dengan sentuhan yang benar-benar unik. Pelat jamnya terbuat dari tiger iron, batu alam yang memadukan tiger’s eye, red jasper, dan hematite sehingga menghadirkan pola serta kilau yang berbeda pada setiap jam. Balutan emas Everose 18 ct dipadukan dengan sisipan bezel Cerachrom dua warna cokelathitam, melanjutkan tradisi model ini yang sebelumnya pernah hadir dengan kombinasi seperti biru-merah atau hitam-abu-abu. Lalu, gelang Oyster-nya menambah kesan kokoh sekaligus klasik, dilengkapi dengan Gesper pengaman lipat Oysterlock. Perpaduan batu alami pada dial dengan keramik berteknologi tinggi pada cincin bezel menjadikan GMT-Master II 2025 sebagai interpretasi estetika yang berani namun tetap berakar pada identitasnya sebagai jam tangan perjalanan.
Jam tangan ini digerakkan oleh kaliber 3285, mesin jam mekanis yang menawarkan fungsi zona waktu ganda dengan pengaturan jam lokal secara independen, serta cadangan daya sekitar 70 jam. Jarum 24 jam memungkinkan pembacaan waktu referensi, sementara lensa Cyclops pada posisi jam 3 adalah untuk meningkatkan keterbacaan pada model dengan fungsi tanggal. Case Oyster 40 mm dibuat dari emas Everose 18 ct, dilengkapi tombol putar Triplock untuk ketahanan air hingga 100 meter. Gelang Oyster menggunakan sisipan keramik pada tautannya untuk meningkatkan fleksibilitas dan daya tahan jangka panjang. Dengan kombinasi teknis ini, GMT-Master II tidak hanya memikat secara visual, tetapi juga dirancang untuk mendukung mobilitas lintas zona waktu dengan keandalan khas Rolex.
HALAMAN SAMPING

Oyster Perpetual GMT-Master II edisi 2025 tampil dengan pelat jam yang terbuat dari tiger iron yang unik
HALAMAN INI
Oyster Perpetual GMT-Master II, emas Everose 18 ct

DI BALIK TAMPILANNYA YANG BERANI,
THE OYSTER PERPETUAL SKY-DWELLER 2025 DITENAGAI
OLEH KALIBER 9002, MESIN JAM TANGAN MEKANIS YANG DIRANCANG KHUSUS UNTUK MODEL INI
The Oyster Perpetual Sky-Dweller
Sebagai jam tangan yang canggih dan elegan yang dirancang untuk para pelancong, Sky-Dweller edisi 2025 menghadirkan kesan elegan melalui perpaduan warna dan material yang menonjol. Model ini tampil dalam emas kuning 18 ct dengan pelat jam hijau terang berfinis sunray, menghadirkan intensitas visual yang kontras namun harmonis dengan kilau logam mulia. Cincin bezel fluted emas kuning bukan hanya elemen estetika khas Rolex, tetapi juga berfungsi sebagai bagian dari sistem Ring Command yang memungkinkan pengaturan fungsi jam secara intuitif. Gelang Jubilee dengan tautan lima bagian emas kuning 18 ct menambah sentuhan halus, lengkap dengan Oysterclasp dan sistem Easylink untuk kenyamanan penggunaan. Pelat jam dengan lapisan sinar matahari berwarna hijau cerah, dan detail klasik seperti fluted bezel menjadikan Oyster Perpetual Sky-Dweller sebuah simbol perjalanan global yang tampil dengan penuh karakter.



Di balik tampilannya yang berani, Oyster Perpetual Sky-Dweller ditenagai oleh kaliber 9002, mesin jam tangan mekanis yang eksklusif untuk model ini. Mesin ini menggabungkan kalender tahunan Saros dengan tampilan bulan melalui 12 jendela di sekeliling pelat jam, serta zona waktu ganda yang terbaca lewat cakram 24 jam off-centre. Dengan cadangan daya sekitar 72 jam, kaliber ini dilengkapi Chronergy escapement, pegas rambut Parachrom, dan bantalan Paraflex untuk stabilitas optimal terhadap guncangan maupun medan magnet. Case Oyster 42 mm dari emas kuning 18 ct menjamin ketahanan air hingga 100 meter, dilengkapi kristal safir anti gores dengan lensa Cyclops. Semua fitur teknis ini memastikan Sky-Dweller tetap menjadi jam tangan traveler modern yang mengutamakan kepraktisan sekaligus performa tinggi.
HALAMAN SAMPING
Oyster Perpetual Sky-Dweller terbuat dari emas kuning 18 ct
HALAMAN INI DARI ATAS
Oyster Perpetual Sky-Dweller dari emas kuning 18 ct; Kaliber 4131, 3285, dan 9002




Roger Dubuis kembali mewujudkan desain jam tangan yang berjalan di antara dimensi legenda dan keahlian teknis melalui lansiran terbaru
Tampilan Roger Dubuis Knights of the Round Table: The Enchanter Merlin (RDDBEX1117) ini terasa seperti dongeng Arthurian yang hidup di pergelangan tangan, mengusung kisah yang lebih dari sekadar instrumen penunjuk waktu. Narasinya berangkat dari cerita tentang kekuatan, perlindungan, dan rasa cinta yang bersumber dari era kerajaan di masa lampau. Mitos ini kemudian dituangkan ke dalam konstruksi teknis dan artistik sebuah haute horlogerie. Jam tangan yang sarat akan kilau ini merupakan kelanjutan dari Tale of Merlin yang sudah dimulai sejak edisi perdananya tahun lalu dengan inti narasi pada kisah
Raja Arthur, Penyihir Merlin, dan Lady of the Lake. Daya tarik jam
The Enchanter Merlin ini ada pada legenda Istana Kristal di sebuah danau yang diciptakan secara magis oleh Merlin untuk melindungi Lady of the Lake dari pandangan dunia. Ilusi danau tersebut begitu sempurna sehingga istana itu tak dapat terlihat oleh siapa pun yang mencarinya. Di dalam tempat perlindungan istana, Lady of the Lake dijaga agar tetap aman dari bahaya. Roger Dubuis kemudian mengangkat kisah ini untuk mencerminkan kekuatan pengabdian dan menghormati mereka yang bersedia melakukan apa pun demi melindungi orang yang mereka cintai.

DAYA TARIK JAM THE ENCHANTER MERLIN
INI ADA PADA LEGENDA ISTANA KRISTAL DI SEBUAH DANAU YANG DICIPTAKAN SECARA
MAGIS OLEH MERLIN UNTUK MELINDUNGI
LADY OF THE LAKE DARI PANDANGAN DUNIA
Roger Dubuis menafsirkan visi dari cerita Merlin lewat tampilan tiga dimensi yang terdiri dari berbagai unsur. Dalam bidang plat dasar berbahan pink gold 18 karat, terdapat 56 kolom kecil berbentuk heksagonal yang hadir dalam berbagai material — 9 kolom dari kaca bergaya Murano, 19 kolom dari enamel putih polesan mengilap, 10 kolom enamel putih matte, 9 dari bahan emas berlapis rodium, dan 9 kolom dari bahan pink gold 18 karat mengilap. Berbagai kolom ini diatur dalam ketinggian yang bervariasi sehingga menciptakan lanskap yang dramatis dan kontras. Kesembilan kolom emas berlapis rodium turut menampilkan berlian heksagonal yang ditempatkan di bagian atasnya. Jenis berlian potongan maskulin ini uniknya tidak dibuat membulat di bagian bawah, namun dibentuk untuk memastikan tepinya yang khas terlihat dari tiap sudut, dan mempunyai pantulan yang maksimal. Untuk pertama kalinya Roger Dubuis menggunakan teknik invisible setting, dengan menjepitkan tiap berlian ke dalam alur tersembunyi di bagian atas emas sehingga memastikan transisi dan tampilan mulus di antara dua material berharga tersebut. Pada bagian dasar dial tersemat lapisan kristal rutenium yang menambah tekstur dan pendar jam tangan ini. Rutenium adalah logam langka berwarna abu-abu dari golongan platinum yang terkenal karena kilaunya yang tinggi berwarna putih keperakan. Dalam cerita legenda tersebut, logam ini berfungsi seperti bubuk berlian halus yang mengisyaratkan tampilan danau yang tenang dan berkilauan.
Demi menambah esensi dari tema perlindungan, 12 kesatria Arthurian dalam pose yang beragam ditempatkan di sekitar dial menemani indeks, yang seolah melambangkan pengawasan terhadap Lady of the Lake. Semua prajurit tersebut berdiri di depan flange putih yang terbuat dari kaca Murano yang di beberapa sisinya
terisi indeks dan merek Roger Dubuis dari bahan pink gold 18 karat. Figur kesatria ini dibuat melalui proses yang mendetail, dimulai dari sketsa dan prototipe resin dalam proporsi tepat kemudian ditransformasi ke dalam rupa tiga dimensi melalui pemindaian, hingga dibentuk ulang menggunakan bahan pink gold dengan sentuhan patina hitam melalui cetakan. Hasil akhirnya berupa figur kesatria setinggi 6mm yang berbeda-beda. Jam tangan edisi terbatas sejumlah 28 buah ini dibuat di dalam casing 45mm pink gold 18 karat dengan ketebalan 16,87mm untuk memberi ruang elemen penyusun dial yang kompleks. Detail di bagian case dilengkapi dengan cincin kristal safir di bawah bezel agar kolomkolom dan kesatria dapat dinikmati visualnya dari sisi miring. Sistem crown di bagian samping diberikan pelindung dengan gaya menyerupai gagang pedang yang mengambil referensi mitos pedang Raja Arthur. Inti mekanis jam tangan ini dimotori oleh kaliber otomatis Monobalancier RD821 produksi in-house yang terdiri dari 172 komponen, berfrekuensi 4 Hz, dengan cadangan daya 48 jam. Mesin ini telah memenuhi standar Poinçon de Genève, yaitu sertifikasi paling dihormati dalam dunia haute horlogerie Lebih jauh lagi, lewat bagian belakangnya ditampilkan rotor skeleton 360°, yang pola visualnya terinspirasi dari jendela kaca patri kastil abad pertengahan. Tali jam tangan menggunakan kulit calf dengan sistem Quick Release dan gesper lipat tiga dari pink gold 18 karat, sehingga pemilik dapat menggantinya dengan mudah tanpa menggunakan alat.

HALAMAN SAMPING
Detail mengagumkan pada Roger Dubuis Knights of the Round Table: The Enchanter Merlin, termasuk 12 ksatria Arthurian dalam pose yang beragam hingga 56 kolom kecil berbentuk heksagonal
HALAMAN INI
Jam mewah ini memiliki casing 45mm dari pink gold 18K dengan ketebalan 16,87mm, untuk memberi ruang bagi dial yang kompleks; Dibalik case jam transparan terlihat mesin kaliber otomatis Monobalancier RD821 produksi in-house

Louis Vuitton Monterey kembali menghidupkan visi horologi dan semangat berani sang pendiri, dengan menafsirkan ulang sebuah jam tangan yang mendefinisikan era dan karya kultus yang didambakan masa kini
Mengingat kembali ke tahun 1988, dengan jam tangan pertama Louis Vuitton Montre LV 1 dan LV2, jam tangan yang dijuluki Monterey itu kini menjadi sumber inspirasi untuk interpretasi ulang. Lebih ramping, lebih modern, kini mekanis, inilah jam tangan Louis Vuitton Monterey terbaru. Jam tangan edisi terbatas yang diproduksi terbatas hanya 188 buah ini mewujudkan dambaan para kolektor jam yang sangat menggemari kreasi LV I dan LV II orisinal, yang dibuat dalam bentuk kerikil khas, dirancang oleh arsitek visioner Gae Aulenti dan menyalurkan semangat perjalanan Maison. La Fabrique du Temps Louis Vuitton kini mengangkat kode desain khas ikon ini dengan sentuhan savoir-faire terbaik, hadir dalam warna emas kuning yang dipadukan dengan dial enamel grand feu putih
memukau yang mengingatkan pada jejak grafis aslinya, sekaligus mengganti mesin jam kaliber kuarsa dari koleksi warisan aslinya dengan mesin otomatis internal. Ini adalah salah satu evolusi utama Louis Vuitton Monterey, yaitu peralihan dari mesin jam kuarsa ke kaliber otomatis. Mesin jam terbaru ini dikembangkan dan dirakit oleh La Fabrique du Temps. Meskipun mesinnya tidak terlihat, mesin ini halus dan ringkas, hasil pengembangan internal. Mesin ini digerakkan oleh rotor emas mawar 18 karat di tengah yang dihiasi takik berbentuk V. Dekorasinya meliputi jembatan sandblasted dengan tepi micro-sandblasted, perlage pada pelat utama, bevel yang dipoles, dan permata tanpa warna. Mesin ini beroperasi pada 28.800 getaran per/ jam dan menyimpan cadangan daya selama 45 jam.



SALAH SATU ELEMEN PENENTU DARI MODEL
ASLINYA ADALAH KONSTRUKSI PENUTUP
BELAKANG CASE YANG CERDIK DAN BENTUK
TANPA LUG, YANG MASIH DIGUNAKAN HINGGA
KINI PADA MONTEREY TERBARU
Dibuat di manufaktur La Fabrique des Boitiers, bentuk jam tangan Monterey baru ini tetap setia pada versi aslinya, dengan casing jam yang dipoles sempurna dan sangat halus, terbuat dari emas kuning 18 karat, berdiameter 39mm. Namun, jam tangan ini bukan yang tertipis, hanya 12,2mm tanpa kristal safir, sementara posisi tombol jam di pukul 12 juga tetap sama, tetapi telah diperlebar dan didesain ulang dengan pola clou de Paris. Salah satu elemen penentu dari model aslinya adalah konstruksi penutup belakang case yang cerdik dan bentuk tanpa lug, yang masih digunakan hingga kini pada Monterey terbaru. Hal ini membuat jam tangan ini sangat nyaman di pergelangan tangan, karena casing jamnya sama panjang dengan ukurannya. Tali kulit hitam yang terpasang di bawah casing seolah menyatu dengan jam tangan saat dikenakan. Perbedaan yang


paling nyata terlihat pada dial, dimana terlihat kedua elemen klasik, tetapi dibuat dengan cara yang jauh lebih janggal. Tampilan dial jam LV 1 yang rumit telah hilang dan digantikan oleh gaya yang lebih sederhana, hanya menampilkan waktu. Meskipun demikian, jam tangan ini tetap memiliki ciri khas Monterey, berkat bentuk rel kereta api pada dial jam dan jarum jam, serta sentuhan warna merah dan biru. Yang paling berubah adalah dial-nya kini terbuat dari enamel grand feu, cara tradisional untuk membuat dial seperti itu. Louis Vuitton Monterey 2025 ini dirilis dalam edisi terbatas sebanyak 188 buah dan ditawarkan dengan harga EUR 56.000 (sekitar IDR 1 milyar) dan dikemas dalam sebuah koper Louis Vuitton yang eksklusif.
HALAMAN SAMPING
Louis Vuitton Monterey terbaru dalam diameter 39mm, terbuat dari emas kuning 18K, yang dipadukan dengan dial enamel grand feu putih yang elegan
HALAMAN INI DARI KIRI
Jam tangan ini memiliki konstruksi penutup belakang case yang cerdik dan bentuk tanpa lug, dilengkapi tali jam warna hitam dari kulit yang terpasang di bawah casing; Dua versi lama di tahun 1988, yaitu jam tangan pertama Louis Vuitton Montre LV 1 dan LV2, dengan tampilan dial yang lebih kompleks

Grand Seiko hadirkan Spring Drive terakurat di dunia lewat SLGB005 terbarunya yang mengagumkan

Pertengahan tahun ini, Grand Seiko kembali membuat gebrakan besar di dunia horologi. Pada ajang Watches and Wonders Geneva 2025, mereka memperkenalkan SLGB005, jam tangan dengan mesin Spring Drive Caliber 9RB2 yang revolusioner. Mesin ini mendapat predikat U.F.A. (Ultra Fine Accuracy) dengan tingkat akurasi menakjubkan ±20 detik per tahun, menjadikannya jam tangan bertenaga mainspring paling presisi yang pernah ada. Sejak pertama kali menghadirkan jam pada 1960, Grand Seiko selalu menempatkan akurasi sebagai jantung dari filosofi pembuatannya. Komitmen itu terus berlanjut hingga akhir 1970-an, ketika mereka mulai mengembangkan teknologi Spring Drive—sebuah inovasi yang memadukan energi mekanis dari pegas utama dengan kecanggihan teknologi elektronik modern.


MESIN INI MENDAPAT PREDIKAT U.F.A. (ULTRA FINE ACCURACY) DENGAN TINGKAT AKURASI
MENAKJUBKAN ±20 DETIK PER TAHUN
Dengan ukuran hanya 30mm dan ketebalan 5,02mm, Caliber 9RB2 mampu mencapai tingkat presisi yang luar biasa berkat proses manufaktur tingkat tinggi. Kristal kuarsa yang digunakan telah melalui proses penuaan selama tiga bulan untuk kestabilan optimal, lalu dipasangkan dengan IC (sirkuit terpadu) generasi terbaru. Setiap osilator kuarsa diuji dalam berbagai kondisi suhu. Hasil pengukuran ini kemudian diprogram ke dalam IC berdaya rendah untuk fungsi thermo-compensation, memastikan osilator tetap stabil kapan pun digunakan. Baik osilator maupun sensornya disegel rapat dalam ruang vakum untuk melindungi dari kelembapan, perubahan suhu, listrik statis, hingga cahaya. Semua ini menjamin performa kuarsa yang konsisten dari waktu ke waktu. Yang tak kalah menarik, mesin ini juga dilengkapi sakelar regulasi. Fitur ini memungkinkan teknisi melakukan penyetelan ulang akurasi saat layanan purna jual, bahkan setelah jam digunakan bertahun-tahun.
Lewat kaca safir transparan di bagian belakang, pengguna bisa menikmati keindahan finishing mesin yang terinspirasi embun beku di hutan Shinshu ketika musim dingin tiba. Permata pada mesin jam ini juga dibuat agar berkilau halus, mengingatkan pada cahaya bintang yang menghiasi langit pegunungan di awal musim dingin. SLGB005 dibuat menggunakan Ever-Brilliant Steel, paduan baja tahan karat dengan ketahanan korosi sangat tinggi sekaligus warna lebih terang daripada baja biasa. Baja ini memiliki nilai PREN (Pitting Resistance Equivalent Number) di atas 40 yang dikategorikan sebagai super stainless steel Selain memberikan daya tahan luar biasa, warna terang dari baja ini juga memperkuat hasil poles khas Grand Seiko, Zaratsu polishing. Hasilnya adalah pantulan cermin bebas distorsi yang dipadukan dengan sentuhan satin halus, menciptakan kilau harmonis yang memikat.
Jam ini masuk dalam koleksi Evolution 9, yang merupakan kelanjutan dari filosofi desain Grand Seiko yang pertama kali diperkenalkan pada model ikonik 44GS tahun 1967. Jarum jam dan indeks bergalur besar khas Evolution 9 memberikan keterbacaan sempurna. Case berdiameter 37mm dirancang dengan titik gravitasi rendah agar nyaman dipakai, sementara gelangnya dibuat tebal dengan lebar lebih dari setengah diameter case untuk memberikan keseimbangan pas di pergelangan tangan. Ukuran case ini juga membuatnya nyaman untuk dipakai karena kecil, ringan dan tidak mencolok. Salah satu ciri khas Grand Seiko adalah dial yang selalu memiliki cerita. Untuk SLGB005, inspirasi datang dari dataran tinggi Kirigamine, yang berada di timur Shinshu Watch Studio. Pada musim dingin, pepohonan di kawasan ini tertutup lapisan embun beku. Saat fajar, cahaya pertama memantul pada kristal es, menciptakan kilau violet lembut yang menarik. Dial jam ini memadukan tekstur halus dengan gradasi warna violet pekat yang perlahan memudar ke arah tengah. Tekstur yang tampak seakan menghadirkan lanskap hutan es yang muncul perlahan saat tersinari cahaya pagi. Latar ini menjadi panggung sempurna bagi jarum detik Spring Drive berwarna perak, yang meluncur mulus dan tenang, seolah merefleksikan aliran waktu itu sendiri.
Para penggemar Grand Seiko harus bersiap, karena kreasi terbaru ini hanya akan diproduksi 1.300 unit. SLGB005 akan tersedia mulai November 2025 di butik-butik Grand Seiko serta mitra ritel resmi di seluruh dunia. Para penggemar Grand Seiko di Jakarta bisa datang ke butik terbarunya di Plaza Senayan, Lt.3 Unit 353 A, Tel: (021) 5725689. Happy shopping!
HALAMAN SAMPING
Grand Seiko SLGB005 menampilkan dial jam yang memadukan tekstur halus dengan gradasi warna violet, terinspirasi dari dataran tinggi Kirigamine; Jam tangan ini mengusung mesin Spring Drive Caliber 9RB2 yang revolusioner
HALAMAN INI
Mesin jam terlihat dari bagian belakang case transparan, dan jam berukuran 37mm ini dirancang dengan titik gravitasi rendah, dan gelangnya dibuat tebal dengan lebar lebih dari setengah diameter case untuk memberikan keseimbangan pas di pergelangan tangan

OMEGA menghadirkan Aqua Terra Turquoise dan Diver 300M Orange, dua wajah berbeda dari warisan Seamaster yang menyatukan gaya hidup, inovasi, dan petualangan

Jika diperhatikan dengan saksama, paras samudra selalu menyimpan dua raut wajah: tenang di permukaan, namun penuh arus tak terlihat di kedalaman. Sejak 1948, lini
Seamaster dari OMEGA menampung dualitas tersebut, yang hadir sekaligus sebagai simbol keluwesan di daratan dan ketangguhan di lautan. Karakter ini lahir dari kerajinan waktu yang panjang, namun tumbuh bersama semangat manusia yang terus mencari makna di antara waktu dan gelombang. Tahun ini, kisah itu berlanjut dengan dua interpretasi baru yang saling melengkapi. Aqua Terra Turquoise bagaikan permukaan laut yang jernih, sementara Diver 300M Orange menjelma ombak yang bergejolak, keduanya menegaskan satu kebenaran: waktu, seperti laut, selalu menghadirkan tantangan sekaligus ketenangan

DALAM AQUA TERRA TURQUOISE, OMEGA
MENANGKAP TENANGNYA PERMUKAAN
SAMUDRA, MEMBINGKAINYA KE DALAM PELAT
JAM BIRU KEHIJAUAN YANG MEMANTULKAN
CAHAYA SEPERTI RIAK AIR DI PELABUHAN
Jika Hemingway menulis tentang laut, ia mungkin akan menyebut warna sebagai bahasa yang mengisahkannya. Dalam Aqua Terra Turquoise, OMEGA menangkap tenangnya permukaan samudra, membingkainya ke dalam pelat jam biru kehijauan yang memantulkan cahaya seperti riak air di pelabuhan. Sementara itu, Diver 300M Orange menghadirkan keberanian dengan warna jingga menyala, seakan bara api yang kontras di tengah buih ombak. Dua ekspresi ini berbicara tentang dunia yang sama, tetapi dari perspektif berbeda: satu mengajak merenung, yang lain menantang untuk melompat. Seperti halaman novel laut klasik, keduanya adalah metafora tentang bagaimana waktu bisa terasa lembut sekaligus bergolak, namun selalu tak terhindarkan.
OMEGA Seamaster Aqua Terra Turquoise
Musim panas kali ini, warna Turquoise melestarikan muara cerita tentang laut dan langit, tentang kesegaran yang menenangkan sekaligus energi yang membangkitkan. Dalam Aqua Terra, warna ini menjadi napas kontemporer yang memancarkan vitalitas, seakan percikan air asin yang menyapa wajah di dermaga pada pagi hari. Pelat jam polosnya menjelma kanvas yang jernih, tempat garis sederhana dan detail halus justru menonjolkan ketertiban yang memikat mata. Dua interpretasi lahir dari ide ini: satu hadir dengan indeks rhodium-plated yang memantulkan
cahaya murni, sementara yang lain berhiaskan bezel dan indeks berlian yang menambah gemerlap elegan. Aqua Terra Turquoise pun tampil sebagai simbol refinement modern, sebuah pernyataan gaya yang berani tanpa kehilangan kelembutan di dalamnya.
Dua varian Aqua Terra Turquoise tersedia dalam ukuran 38mm dan 41mm, masing-masing menampilkan nuansa teknis yang sama memikatnya dengan estetika visualnya. Pelat jam turquoise dengan gradient hitam berpadu dengan bezel keramik hitam matte dan jarum berlapis PVD hitam berisi Super-LumiNova, menciptakan cahaya biru lembut di kegelapan. Model 41mm digerakkan mesin Co-Axial Master Chronometer Calibre 8900 dengan cadangan daya 60 jam, sementara varian 38mm ditenagai Calibre 8800 dengan daya simpan 55. Kedua mesin ini telah tersertifikasi METAS, tahan medan magnet hingga 15.000 gauss, sekaligus memastikan presisi tinggi dalam pemakaian sehari-hari. Detail ikonis seperti struktur wave-edged caseback, screw-in crown, dan kaca safir dome dengan lapisan anti-reflektif, melengkapi wujud teknis jam tangan ini yang diciptakan untuk menemani pemakai dari ruang kota hingga perairan terbuka.
HALAMAN SAMPING
OMEGA Seamaster Aqua Terra Turquoise terbaru yang berdiameter 41mm ini digerakkan mesin Co-Axial Master Chronometer Calibre 8900 dengan cadangan daya 60 jam
HALAMAN INI
Dua versi OMEGA Seamaster Aqua Terra Turquoise yang tersedia dalam ukuran 38mm dan 41mm ini memamerkan pelat jam turquoise dengan gradient hitam berpadu dengan bezel keramik hitam matte

PILIHAN WARNA INI
BUKAN HANYA ESTETIK, MELAINKAN FUNGSIONAL
KARENA ORANYE
DIKENAL MEMILIKI
VISIBILITAS TINGGI DI
BAWAH PERMUKAAN
LAUT, MEMUDAHKAN
PEMBACAAN WAKTU
DALAM KONDISI EKSTREM
OMEGA Seamaster Diver 300M Orange
Seamaster Diver 300M kembali menegaskan posisinya sebagai ikon sejak kemunculannya di tahun 1993, jam tangan yang dirancang bagi para profesional penyelam sekaligus disukai pecinta gaya sporty. Dalam edisi terbaru ini, OMEGA memberi sentuhan berbeda melalui detail oranye yang muncul pada ujung jarum detik berbentuk lollipop, serta tulisan Seamaster pada pelat jam. Pilihan warna ini bukan hanya estetik, melainkan fungsional karena oranye dikenal memiliki visibilitas tinggi di bawah permukaan laut, memudahkan pembacaan waktu dalam kondisi ekstrem. Jam tangan ini tersedia dalam dua opsi, dengan temali baja tahan karat yang kokoh maupun temali karet oranye yang ringan dan fleksibel, keduanya menghadirkan nuansa berbeda bagi pemakainya. Dengan demikian, Diver 300M edisi oranye ini menyatukan jiwa petualangan laut dengan energi kontemporer.
Diver 300M Orange hadir dalam ukuran 42mm dengan case dari baja tahan karat, dilengkapi pelat jam keramik hitam bertekstur gelombang yang diukir laser. Jantungnya digerakkan oleh Calibre 8800, mesin bersertifikasi Master Chronometer yang teruji dalam hal presisi, anti-magnetik, dan daya tahan. Sebagai jam penyelam profesional, fitur khas seperti helium escape valve dan ketahanan air hingga 300 meter memastikan performa yang siap menghadapi kondisi ekstrem. Detail oranye pada jarum detik, bezel keramik, dan tulisan Seamaster memberi kontras visual yang tajam terhadap latar hitam, mempertegas karakter sporty sekaligus modern. Semua unsur ini menyatukan fungsionalitas murni dengan estetika kontemporer, menegaskan posisi OMEGA sebagai pembuat jam tangan yang tak hanya andal di lautan, tetapi juga berani di ranah desain.


Kedua jam tangan terbaru ini menyajikan bahasa warna sebagai inti narasi yang saling melengkapi: turquoise pada Aqua Terra untuk menghadirkan kesan halus dan penuh ketelitian, sementara oranye pada Diver 300M menyalurkan energi sporty yang membara. Meski tampil dengan wajah berbeda, keduanya digerakkan oleh Calibre 8806, sebuah standar teknis yang menjamin performa tinggi dan presisi tak tergoyahkan. Aqua Terra memikat dengan aura urban yang elegan, sedangkan Diver 300M mengedepankan fungsionalitas khas penyelam profesional. Keduanya membuktikan bahwa OMEGA tidak terjebak dalam satu persona tunggal, melainkan merangkul keberagaman karakter para pemakainya. Inilah strategi narasi ganda OMEGA: untuk mereka yang ingin bersinar di hiruk pikuk kota, dan untuk jiwa yang rindu menantang kedalaman samudra.
HALAMAN SAMPING
OMEGA Seamaster Diver 300M Orange terbaru ini hadir dalam ukuran 42mm dengan case dari baja tahan karat, dan pilihan tali jam karet oranye yang ringan
HALAMAN INI
Detail oranye pada OMEGA Seamaster Diver 300M muncul pada ujung jarum detik berbentuk lollipop, hingga tulisan Seamaster pada pelat jam; Jam tangan ini juga tersedia dalam versi temali baja tahan karat yang kokoh, dan kedua versi ditenagai mesin calibre 8806

Titan hadir di Grand Prix d’Horlogerie de Genève 2025 dengan flying tourbillon ultra-terbatas yang memadukan warisan seni India dengan presisi mekanis kelas dunia

Salah satu produsen jam tangan terbesar di dunia yang berbasis di India, Titan Company Limited, kini menorehkan babak baru dalam perjalanan horologi mereka. Untuk kedua kalinya, Titan berpartisipasi dalam ajang Grand Prix d’Horlogerie de Genève (GPHG), dan tahun ini dalam kategori prestisius Tourbillon, membawa sebuah karya yang mereka sebut JALSA. Jam tangan flying tourbillon edisi ultra-terbatas ini bukan sekadar penanda waktu, melainkan pernyataan budaya yang menyatukan warisan seni India dengan presisi teknik kelas dunia. Di bawah lini Nebula yang seluruhnya dibuat dari emas 18 karat, JALSA dirancang sebagai simbol kebanggaan nasional sekaligus pembuktian kemampuan India di panggung haute horlogerie



Kehadirannya di GPHG disokong oleh keunikan desain berbasis bidriware dan ukiran tangan yang dikerjakan oleh pengrajin ahli, menjadikannya wujud nyata keterampilan tradisi yang diolah menjadi mahakarya modern.
Proyek ini merupakan hasil perjalanan tiga tahun, dimulai dari tahap konseptual, desain rinci, hingga proses perakitan akhir, sebelum diresmikan pada 11 Agustus 2025 di Bangalore dan Geneva. Debutnya di Grand Prix d’Horlogerie de Genève (GPHG) 2025 menjadi langkah perdana Titan dalam kategori Tourbillon, menempatkan India di sorotan komunitas horologi dunia. Desainnya terinspirasi oleh kekayaan seni dan arsitektur India, khususnya perayaan 225 tahun Hawa Mahal di Jaipur yang ikonik dengan fasadnya yang megah. Kolaborasi antara fasilitas manufaktur Titan di India dan keahlian pakar Swiss memastikan standar haute horlogerie terpenuhi, sekaligus memperkuat posisi Titan di segmen jam tangan mewah secara global. Titan menciptakan JALSA untuk memadukan kekayaan budaya India dengan keunggulan teknis dalam satu karya istimewa. Pada pelat jam, maestro lukis miniatur peraih penghargaan Padma Shri, Shakir Ali, menggambarkan prosesi kerajaan di depan Hawa Mahal dengan kuas setipis sehelai rambut dan pigmen alami dari batu mulia. Lukisan ini dikerjakan di atas marmer putih yang dipoles, menghadirkan detail yang layak masuk museum. Perpaduan marmer, rose gold 18K, dan red agate pada desain casing jam bukan hanya memberi nilai artistik, tetapi juga menunjukkan bahwa tradisi dapat diolah menjadi karya fungsional yang relevan untuk penggemar jam tangan masa kini.


PADA PELAT JAM, MAESTRO LUKIS MINIATUR PERAIH PENGHARGAAN PADMA SHRI, SHAKIR ALI, MENGGAMBARKAN PROSESI KERAJAAN DI DEPAN HAWA MAHAL DENGAN KUAS SETIPIS
SEHELAI RAMBUT
Di balik kemewahan tampilannya, JALSA menyimpan mesin flying tourbillon yang sepenuhnya dirancang, direkayasa, dan dirakit di India. Kaliber ini terdiri dari 144 komponen dan 14 jewels, berdetak pada frekuensi 3 Hz dengan cadangan daya selama 48 jam. Lapisan red agate tidak hanya membalut casing jam, tetapi juga menghiasi movement bridges yang dapat dinikmati melalui kaca safir di bagian belakang. Sebuah detail unik hadir melalui lensa pembesar di ujung jarum menit, yang secara bergantian memperbesar bagian-bagian lukisan miniatur sesuai pergerakan waktu. Pada momen tertentu setiap jam, lensa ini berada tepat di atas tourbillon, menciptakan paduan visual yang menghubungkan presisi mekanis dengan kehalusan karya artistik.
Hanya diproduksi sejumlah 10 unit yang akan pernah ada di dunia, masing-masing diberi nomor unik layaknya karya seni langka, setiap jam tangan membawa cerita yang tak dapat diulang, menjadikannya bukan sekadar alat penunjuk waktu, tetapi artefak koleksi yang akan diwariskan. Dengan harga senilai 45.000 euro atau 843 juta rupiah, kepemilikan jam tangan eksklusif berarti menjadi bagian dari kelompok eksklusif kolektor yang mengapresiasi perpaduan presisi mekanis dan narasi budaya India. Distribusinya pun terbatas, hanya melalui jaringan ritel mewah Titan dan mitra internasional terpilih, memastikan setiap unit menemukan rumah yang tepat. Fakta edisi terbatas ini menempatkan JALSA di ranah jam tangan yang bukan hanya langka, tetapi juga memiliki jejak sejarah yang akan terus diperbincangkan di dunia haute horlogerie
HALAMAN SAMPING
Tampilan jam tangan Titan JALSA yang mewah, perpaduan marmer, rose gold 18K, dan red agate pada desain casing jam, sehingga masuk dalam nominasi Grand Prix d’Horlogerie de Genève (GPHG), untuk kategori prestisius Tourbillon
HALAMAN INI DARI KIRI
Managing Director Titan Company, C. K. Venkataraman bersama Padma Shri
Shakir Ali, seniman dan perancang dial jam yang berkolaborasi untuk desain JALSA; Proses pembuatan dial mini pada jam tangan JALSA; Pabrik pembuatan jam Titan; Salah satu pabrik pembuatan jam Titan di India

Tafsir ulang konstruksi instrumen profesional oleh Bell & Ross melalui duo BR-X3, meracik kekuatan struktur dan rasa fungsional dalam setiap lapisan
Diluncurkan pada September 2025, koleksi Bell & Ross
BR-X3 menandai langkah baru dalam eksplorasi desain profesional yang lahir dari dunia aviasi. Jam tangan ini tidak hanya menghadirkan case dan ukuran baru, tetapi juga memperluas bahasa visual Bell & Ross melalui arsitektur multi-lapisan yang dirancang seperti penyusunan roti sandwich yang menggiurkan dan penuh pertimbangan. Setiap lapisan, dari material hingga mekanisme, dirangkai untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan struktural dan kenyamanan penggunaan harian. Dengan mesin manufaktur bersertifikasi
COSC dan cadangan daya 70 jam, BR-X3 menunjukkan bagaimana presisi Swiss dapat dipadukan dengan intuisi desain yang berkarakter. Koleksi ini hadir bukan sebagai variasi, tetapi sebagai manifestasi tentang bagaimana susunan lapisan, material, volume dan fungsi dapat hidup dalam satu konstruksi.

DENGAN MESIN MANUFAKTUR
BERSERTIFIKASI COSC DAN CADANGAN
DAYA 70 JAM, BR-X3 MENUNJUKKAN
BAGAIMANA PRESISI SWISS DAPAT
DIPADUKAN DENGAN INTUISI DESAIN
YANG BERKARAKTER
BR-X3 Black Titanium
BR-X3 Black Titanium hadir sebagai interpretasi paling teknikal dalam koleksi ini, memadukan kekuatan struktural dengan rasa ringan yang menjadi ciri khas material bahan titanium. Ia dirancang untuk mereka yang mencintai ketahanan ekstrem tanpa mengorbankan kenyamanan pemakaian sehari-hari. Dalam filosofi sandwich, varian ini ibarat lapisan dasar yang kokoh, menjadi fondasi tempat semua rasa bertumpu, sederhana namun menentukan keseluruhan pengalaman. Titanium Grade 2 tidak hanya tahan korosi, tetapi juga mampu menyesuaikan suhu kulit, menjadikannya alat profesional yang adaptif. Dengan visual serba hitam yang tegas, Black Titanium tampil seperti instrumen yang lahir dari hanggar pesawat, siap menghadapi


tekanan, gesekan, dan waktu. Struktur BR-X3 Black Titanium dibangun melalui konstruksi multi-lapisan, menyatukan dua pelat titanium yang diikat oleh empat sekrup utama, seperti lapisan inti dalam sandwich yang memastikan seluruh rasa tetap utuh. Di balik wujudnya yang monolitik, tersimpan mesin manufaktur
BR-CAL.323 bersertifikasi COSC, menawarkan cadangan daya 70 jam yang dirancang untuk akurasi jangka panjang. Pelat jam (dial) berbentuk X bukan sekadar dekorasi, melainkan kerangka visual yang mengatur ruang bagi tanggal besar dan indikator power reserve dengan presisi. Indeks Super-LumiNova memastikan keterbacaan sempurna dalam terang maupun gelap, menegaskan fungsinya sebagai instrumen profesional. Dipadukan dengan temali karet openworked, varian ini menjadi definisi fungsionalitas yang tersusun rapi, dan menyatu secara teknis.
BR-X3 Blue Steel
Jika Black Titanium mewakili kekuatan teknikal, BR-X3 Blue Steel membawa dimensi emosional yang lebih ekspresif. Terinspirasi dari langit dan perjalanan antariksa, varian ini menghadirkan kilau baja dan aluminium biru yang mencipta nuansa futuristik tanpa kehilangan identitas profesional. Permukaan pelat jamnya juga mengusung filosofi sandwich, namun membawa perbedaan lewat permainan cahaya melalui pelat jam sunray, seolah memantulkan cakrawala yang terus bergerak. BR-X3 Blue Steel tidak hanya menjadi alat ukur waktu, tetapi pernyataan gaya bagi mereka yang menghargai presisi yang dalam nuansa biru yang menenangkan. Konstruksi multilapisan dipertahankan pada BR-X3 Blue Steel, namun mengubah pengalaman rasa visualnya melalui material yang lebih reflektif. Pelat baja dipadukan dengan pilar aluminium biru anodized, memberi aksen yang mengingatkan pada sambungan kostum



astronaut, detail kecil yang menyimpan cerita perjalanan. Mesin BR-CAL.323 tetap menjadi inti, menawarkan presisi COSC dan cadangan daya 70 jam. Sementara pelat jam tiga lapis dengan indeks rhodium dan Super-LumiNova menjaga keterbacaan dalam setiap kondisi cahaya, mempertegas bahwa rasa estetika tetap mengemuka tanpa melemahkan keistimewaan fungsi. Dari dua racikan ini, pertanyaan akhirnya sederhana: apakah Anda lebih memilih rasa yang kuat dan senyap seperti Black Titanium, atau kejutan biru yang menyelipkan emosi seperti Blue Steel?
HALAMAN SAMPING
BR-X3 Black Titanium yang terbuat dari Titanium Grade 2 ini menampilkan struktur konstruksi multi-lapisan, menyatukan dua pelat titanium, seperti lapisan inti dalam sandwich
HALAMAN INI DARI KIRI
BR-X3 Black Titanium dengan tali karet openworked; BR-X3 Blue Steel yang dikenakan model ini terlihat futuristik, menghadirkan kilau baja dan aluminium biru, dan mengusung mesin BR-CAL.323


Evolusi bahasa desain lini Black Bay besutan Tudor dari diver klasik, performa kronograf, hingga eksperimen material
Tahun ini, Tudor menawarkan tiga arah evolusi dari satu fondasi DNA yang sama melalui lini Black Bay. Ketimbang menghadirkan model tunggal yang mencolok, merek ini membuktikan bahwa satu bahasa desain dapat dibawa ke ranah yang berbeda tanpa kehilangan identitas teknis. Black Bay 54 “Lagoon Blue”, Black Bay Chrono, dan Black Bay Chrono “Carbon 25” masing-masing mewakili tiga kebutuhan pemakai: estetika jam tangan selam, performa kronograf, dan eksplorasi material modern. Di tengah industri yang sering mencari perhatian lewat dramatisasi, Black Bay menawarkan narasi yang lebih subtil tetapi konsisten: jam tangan tetap dimaknai sebagai item yang siap dipakai, bukan hanya untuk dikagumi.
Black Bay 54 “Lagoon Blue”
Model terbaru ini berfungsi sebagai pengingat bahwa Tudor tidak harus merombak identitas untuk tetap relevan. Dengan diameter 37mm dan proporsi yang dikembalikan ke skala diver 1950-an, Black Bay 54 “Lagoon Blue” berbicara langsung kepada pemakai yang menghargai akurasi proporsi lebih dari sekadar
kehadiran visual. Tekstur pasir pada pelat jam dan bezel poles menciptakan interaksi cahaya yang tidak agresif, memperkuat karakter jam sebagai instrumen, bukan aksesori. Jarum Snowflake, yang telah menjadi ciri sejak 1969, kembali dipertahankan sebagai bentuk konsistensi. Di pasar Asia, termasuk Indonesia, pendekatan ini relevan karena semakin banyak kolektor mulai menilai kenyamanan dan keseimbangan pergelangan, dibanding ukuran dengan efek perhatian. Mesin MT5400 digunakan untuk menjamin kestabilan ritme dalam pemakaian jangka panjang. Cadangan daya 70 jam memberikan kenyamanan praktis bagi pemilik yang tidak mengenakan jam setiap hari, terutama bagi mereka yang berganti jam sesuai aktivitas. Penggunaan pegas silikon dan arsitektur mesin jam menunjukkan bahwa ketahanan tetap menjadi prioritas, selaras dengan warisan tool watch Tudor. Gelang lima-sambungan dengan sistem T-fit memungkinkan penyesuaian cepat tanpa alat, detail kecil yang penting saat menghadapi perubahan temperatur atau kondisi pergelangan. Dengan jaminan lima tahun yang bersifat transferable tanpa registrasi, Tudor tidak hanya menjual jam, tetapi membangun rasa aman bagi pemiliknya.


DALAM KONTEKS KOLEKTOR, CHRONO STEEL
DAPAT BERPINDAH PERAN, DARI PENGGUNAAN

KASUAL KE AKTIVITAS YANG MENUNTUT PRESISI
Black Bay Chrono
Black Bay Chrono 41mm menunjukkan bahwa Tudor tidak membatasi bahasa Black Bay hanya pada dunia penyelaman, tetapi juga membawa fondasi desainnya ke ranah pengukuran performa. Dengan format kronograf, jam tangan ini memperluas fungsinya menjadi pencatat durasi, relevan bagi mereka yang memerlukan utilitas waktu dalam aktivitasnya. Pelat jam dengan dua kontras dua varian hitam-putihnya menjaga keterbacaan dan tetap mempertahankan identitas Tudor tanpa harus menyimpang dari pakem jam tangan selam. Kehadiran bezel tachymeter menegaskan orientasi teknis, sekaligus memisahkan model ini dari estetika retro yang terlalu bergaya. Dalam konteks kolektor, Chrono Steel dapat berpindah peran, dari penggunaan kasual ke aktivitas yang menuntut presisi. Black Bay Chrono mengandalkan mesin jam MT5813, kaliber hasil kolaborasi industri yang ditingkatkan oleh Tudor untuk memenuhi standar presisi yang lebih ketat dari COSC. Mekanisme column wheel dan vertical clutch memastikan aktivasi kronograf berjalan mulus tanpa hentakan, aspek yang dihargai oleh kolektor yang memahami perbedaan antara komplikasi tambahan dan kapabilitas mekanis. Konstruksi baja pada bezel dan pusher menjaga rasa solid. Opsi gelang tiga atau lima-sambungan dengan sistem T-fit memperjelas fokus pada ergonomi.
Black Bay Chrono “Carbon 25” Versi “Carbon 25” menjadi titik paling eksperimental dalam rangkaian ini, karena Tudor secara sengaja mendorong platform Black Bay masuk ke ranah rekayasa material. Penggunaan serat karbon pada case, bezel, dan end-link tidak dimaksudkan sebagai pembeda visual, tetapi sebagai upaya menurunkan bobot tanpa mengurangi kekuatan struktural. Pelat jam putih dengan subdial karbon diperkuat aksen biru pada skala luar dan jalur kronograf, memberikan kontras fungsional yang mengacu pada identitas balap (Visa Cash App Racing Bulls Formula One Team) yang menjadi referensi desain. Pusher titanium dan caseback berlapis PVD memperjelas orientasi teknis, menjaga ketahanan komponen dalam penggunaan intensif yang mampu menyimpan cadangan daya selama 70 jam, berkat mesin jam MT5813. Dengan case berukuran 42mm, jam tangan yang diproduksi terbatas sebanyak 2.025 unit ini siap melaju di kompetisi.



Black Bay 54 “Lagoon Blue” 37mm ini terlihat elegan dan dilengkapi dengan gelang jam lima-sambungan dengan sistem T-fit, memungkinkan penyesuaian cepat tanpa alat
HALAMAN INI DARI ATAS
Black Bay Chrono 41mm hadir dalam pelat jam dengan dua versi subdial kontras dua varian hitam-putih; Black Bay Chrono “Carbon 25” menggunakan serat karbon pada case, bezel, dan end-link

Temui keunggulan BA111OD yang memamerkan warisan, kerajinan, dan mesin jam Swiss dalam harga terjangkau

Sungguh sebuah pengalaman yang sangat berkesan, disela-sela kesibukan kami di ajang Geneva Watch Days bulan lalu, kami menerima undangan untuk berkunjung ke manufaktur merek jam tangan BA111OD sekaligus mencoba merakit jamnya di studio mereka di Neuchâtel, Swiss. Merek jam tangan yang baru didirikan pada tahun 2019 ini memang relatif masih terhitung muda dibandingkan dengan merek-merek jam tangan Swiss yang legendaris, namun kehadiran BA111OD dengan cepat menarik perhatian, dengan beragam inovasi dan
ide baru yang menarik. Dipimpin oleh Thomas Baillod yang sukses menciptakan kembali distribusi jam tangan dengan produk yang berani dan kontemporer, dan berkat model bisnis yang inovatif, ia bisa menawarkan jam-jam produksinya dengan harga yang belum pernah ada sebelumnya. Apa rahasianya? Sang pakar dan veteran di industri jam tangan ini ternyata berhasil menciptakan kembali model distribusi tradisional, yaitu dengan menempatkan konsumen di inti proses, alih-alih di akhir. Harga jam tangan bukan lagi satu bagian biaya produksi dan 99 bagian distribusi dan pemasaran, melainkan sebaliknya. Sehingga konsumen yang pasif menjadi bagian aktif dari proses tersebut, dan jika mereka mau, mereka dapat mendorong penjualan berikutnya, karena minat bersama adalah inti dari konsep tersebut.
BA111OD diproduksi dari dua lokasi di Neuchâtel dengan kantor pusat yang terletak di Villa Castellane yang mencakup departemen desain, komunikasi, penjualan, sumber daya manusia, dan keuangan. Sementara fasilitas di Rue des Moulins menampung bengkel pembuatan jam tangan untuk T2 (dial, jarum, casing) dan T3 (perakitan gelang), serta layanan purnajual dan departemen logistik merek. Integrasi ini menunjukkan dinamisme perusahaan yang masih muda ini, akarnya di Neuchâtel, dan memungkinkan kendali penuh atas proses pembuatan, sehingga meningkatkan otonominya. Kini perusahaan ini memiliki tim yang terdiri dari



DARI SEGI TEKNOLOGI
PUN, BA111OD SELALU
TERDEPAN, DENGAN
MENYEDIAKAN TALI
JAM DAN BAHKAN
KRISTAL JAM TANGAN
DENGAN CHIP NFC
YANG MENAWARKAN
FUNGSI CONCIERGE

dan bernuansa sinar matahari dengan permainan cahaya dan komplikasi yang tersusun secara harmonis, yaitu fase bulan yang ditempa dan dipoles pada pukul 1, flying tourbillon pada pukul 7, dan detik kecil pada pukul 10. Kubah yang dipoles dan kristal safir kotak mengungkap keindahan bagian dalam mekanisme mesin jam, menawarkan tampilan yang menakjubkan dari gerakan mekanis yang diputar dengan tangan dan sisi-sisinya yang diselesaikan dengan halus. Koleksi terbaru lainnya adalah Chapter 7 Certified Chronometer Summer Edition 2025 dalam tiga edisi terbatas dalam warna-warni ceria: fuchsia, turquoise, dan kuning. Dengan casing PVD hitam 40mm, ketahanan air hingga 100 meter, dan mesin bersertifikasi kronometer Swiss dari Timelab Observatory di Jenewa, jam tangan ini wajib dimiliki di musim panas. Kami akan membagikan kisah dan pengalaman unik kami saat mengunjungi manufaktur dan studio mereka di edisi mendatang. Stay tuned!
12 orang dan terus memikat khalayak yang cerdas dengan jam tangannya yang memukau. BA111OD kini berhasil memproduksi jam-jam yang terangkum dalam empat koleksi inti atau Chapter (bab), yang memiliki segala yang diinginkan konsumen, mulai dari dari versi maskulin hingga feminin, dari jam tangan skeleton hingga tourbillon. Dari segi teknologi pun, BA111OD selalu terdepan, dengan menyediakan tali jam dan bahkan kristal jam tangan dengan chip NFC yang menawarkan fungsi concierge sejak Februari 2022.
Berikut beberapa koleksi yang bahkan ada yang sudah ludes terjual karena harga yang sangat kompetitif dengan kualitas mesin jam yang mumpuni. Chapter 4 GMT Tourbillon Edisi Terbatas 30 buah hadir dalam casing 44mm dari titanium grade 5 yang halus dengan lapisan PVD 5N, menawarkan desain yang anggun sekaligus kontemporer. Sesuai dengan DNA horologis merek ini, jam tangan ini mempertahankan tourbillon di pukul 7, penghitung GMT yang diukir halus di pukul 1, dan tombol khas yang diposisikan di pukul 4, yang merupakan ciri khas identitas estetika Maison. Koleksi lainnya Chapter 4 Infinity FlyingTourbillon yang dikembangkan dan dirakit oleh perancang jam tangan berbakat Olivier Mory, yang berbasis di La Chaux-de-Fonds dan telah menjadi simbol keunggulan horologi. Hadir dalam casing baja 904L poles berukuran 41mm dengan cekungan halus dan lug las, jam tangan ini memamerkan dial biru kosmiknya yang sedikit miring

HALAMAN SAMPING


Villa Castellane yang bersejarah di Neuchâtel; Team BA111OD yang dipimpin oleh Thomas Baillod, termasuk Desainer Senior in-house mereka, Liliane Murenzi
HALAMAN INI DARI KIRI ATAS
Tampilan jam tangan Chapter 4 Infinity FlyingTourbillon dengan dial biru kosmik dan flying tourbillon pada pukul 7; Chapter 4 GMT Tourbillon Edisi Terbatas, dengan perpaduan warna abu-abu dan titanium; Tiga model terbaru dari Chapter 7 Certified Chronometer Summer Edition 2025 dalam warna-warni ceria: fuchsia, turquoise, dan kuning
Merayakan seratus tahun gaya Art Deco melalui Tissot SRV, jam tangan yang menyatukan geometri klasik dengan semangat perempuan modern

Pada dekade 1920-an, dunia saat itu berdenyut dalam semangat yang belum pernah ada sebelumnya. Era Art Deco meletakkan fondasi estetika baru, di mana geometri tegas, simetri, dan kilau modernisme menjadi bahasa visual yang universal. Hal ini dapat ditemui lewat lantai dansa dalam buku The Great Gatsby, pun melalui lampu kristal berkilauan seperti janji akan masa depan, sementara dari ranah arsitektur megah di New York dan Paris menandai kebangkitan gaya hidup urban yang penuh gairah. Dalam atmosfer itu pula kaum perempuan mulai menuntut kebebasan, menanggalkan batasan lama, dan tampil dengan suara serta gaya yang lebih berani. Tissot SRV hadir sebagai gema dari era tersebut, menjadi sosok jam tangan yang memadukan nostalgia masa keemasan dengan ekspresi kontemporer, seraya membawa denyut tahun 1920 ke pergelangan tangan pengguna masa kini.
Umpama sebuah siluet ramping melintas di linimasa modern, mengemas aroma nostalgia sekaligus pancaran masa depan, itulah kesan pertama yang ditangkap dari Tissot SRV: rancangan yang terinspirasi era Art Deco dengan garis linear tegas dan detail geometris yang menegaskan karakter. Case memanjang dengan

FITUR INDIKATOR END-OF-LIFE MENAMPILKAN
JARUM DETIK YANG BERGERAK TIDAK
MENENTU DAN TERSENTAK UNTUK MEMBERI
SINYAL KETIKA BATERAI HAMPIR HABIS
pelat jam yang terstruktur rapi seolah meminjam bahasa arsitektur gedung pencakar langit 1920-an, sementara lekukannya dipoles agar menyatu harmonis dengan kontur pergelangan. Temali baja atau kulitnya tidak sekadar pengikat, melainkan bagian dari narasi visual yang menyeimbangkan kekuatan dan keanggunan. Di titik ini, SRV tidak hanya tampil sebagai instrumen waktu, tetapi juga artefak desain yang merekam denyut budaya sebuah era lalu membawanya hidup kembali.
Enam wajah berbeda yang dipersembahkan dari Tissot SRV seakan merepresentasikan ragam emosi manusia yang tak pernah tunggal. Dua model dengan mono-link bracelet baja tahan karat tampil dengan ketegasan industrial yang kokoh, namun tetap memancarkan kehalusan di setiap kilau permukaannya. Di sisi lain, varian dengan pelat jam merah dan hijau yang dipadukan temali




kulit memberi letupan energi, seolah menangkap cahaya kota yang dinamis dan penuh gairah. Bagi mereka yang mencari nuansa lebih mewah, hadir edisi dengan pelat jam induk mutiara, dalam versi putih berpadu lapisan emas beige PVD dan versi hitam berbalut emas kuning PVD, keduanya dihiasi empat butir berlian yang memantulkan cahaya dengan ritme intim. Setiap model berbicara dengan bahasa emosional yang berbeda, dari keceriaan yang bersemangat hingga kewibawaan yang memikat.
Di balik tampilannya yang glamor, Tissot SRV memelihara jiwa semangat nan praktis yang mengalir dari mesin quartz dengan fitur indikator End-of-Life. Jarum detik yang bergerak tidak menentu dan tersentak untuk memberi sinyal ketika baterai hampir habis, sekaligus metafora tentang kesiapan untuk melangkah menuju babak baru, sebagaimana perempuan modern selalu menyiapkan dirinya menghadapi perubahan. Ketahanan air hingga 5 bar menjadikannya teman setia dalam keseharian, dari ruang kerja hingga momen relaksasi di tepi kolam. Sistem temali quick-release memberi kebebasan untuk berganti temali sesuai suasana hati, menegaskan bahwa fleksibilitas adalah bagian dari filosofi jam tangan ini. Nama SRV sendiri, singkatan dari Sapphire Rectangle V, merangkum harmonisasi bentuk geometris, daya tahan, dan semangat bergerak yang menjadi inti koleksi ini.
Seri SRV ini lahir dari garis keturunan panjang Tissot, sebuah rumah jam Swiss yang sejak 1853 selalu menyeimbangkan tradisi dengan keberanian untuk bereksperimen. Filosofi itu tampak dalam banyak wujud, dari bagaimana Tissot mengawal dunia olahraga

internasional melalui NBA, MotoGP, dan Tour de France, hingga menghadirkan jam tangan mekanis maupun quartz yang tetap inklusif secara harga tanpa kehilangan kualitas Swiss. Dengan SRV, nilai itu dialihkan pada narasi yang lebih personal, menempatkan perempuan sebagai pusat inspirasi. Jam tangan ini bukan sekadar perhiasan teknis, melainkan medium untuk mengekspresikan pencapaian, ritme hidup, dan identitas diri. Dalam kerangka besar perjalanan Tissot, SRV menjadi simbol bahwa dunia jam tangan dapat terus berbicara tentang kemanusiaan dan nilai universal yang menyentuh lintas generasi. Jam tangan ini dapat menjadi sahabat setia dalam menemani perjalanan membangun rasa percaya diri yang utuh dan penuh karakter.


HALAMAN SAMPING
Dua versi terbaru Tissot SRV, dengan dial jam induk mutiara dalam versi putih berpadu lapisan emas beige PVD, atau merah dengan warna tali senada
HALAMAN INI DARI KIRI ATAS, SEARAH JARUM JAM
Versi terbaru lainnya dari Tissot SRV dengan mono-link bracelet baja atau tali kulit, dan pilihan warna dial yang beragam; Ilustrasi Manufaktur Tissot dari Katalog Tissot, 1929; Contoh awal jam tangan Tissot persegi panjang dengan sudut terpotong, tahun 1917; Ilustrasi dari Katalog Tissot, tahun 1920-an

Debut gemilang perayaan momen abadi MIDO hadir dengan peluncuran perdana dunia koleksi Multifort TV Chronograph terbaru, yang pertama kali diluncurkan di Thailand
Perjalanan panjang dan kesuksesan merek jam asal Swiss, MIDO terlihat jelas dalam evolusi terbaru mereka dengan semangat retro yang kembali hadir tahun ini. Peluncuran jam tangan MIDO Multifort TV Chronograph terbaru yang menggabungkan dial retro berbentuk TV dengan komplikasi kronograf menjadi inti dari acara eksklusif bertajuk “Prime-Time Event 2025” yang diadakan di Four Seasons Hotel, Bangkok, Thailand pada tanggal 28 Agustus lalu. Setelah koleksi sebelumnya yang diperkenalkan kembali pada tahun 2023, bentuk TV yang khas ini terus memikat para penggemar jam tangan. Model unik yang terinspirasi oleh desain kultus tahun 1970-an, estetika uniknya menjadi sumber daya tarik utama. Tahun 2025, koleksi TV ini
menampilkan komplikasi kronograf pertama, yang menegaskan keahlian pembuatan jam tangan MIDO. Selain merayakan peluncuran model unggulan Multifort TV Chronograph terbaru di Asia yang meriah, CEO MIDO, Franz Linder juga menerima sesi wawancara eksklusif dengan perwakilan media dari berbagai negara, termasuk Collector’s Guide-WATCHES Indonesia untuk memberikan wawasan lebih dalam tentang kisah di balik koleksi ini (simak wawancaranya di laman 48-49).
Acara yang berlangsung meriah malam itu menghadirkan perpaduan nostalgia dan rekayasa inovatif, sembari menampilkan perjalanan yang imersif dan berkesan yang memadukan inovasi,



keahlian, dan warisan Swiss. MIDO Multifort TV Chronograph adalah karya unggulan yang mencerminkan keunggulan teknis dan desain berkinerja tinggi merek tersebut, yang diperkenalkan ke publik malam itu, bersamaan dengan koleksi MIDO Multifort TV Big Date dalam warna baru yang berani, seperti perpaduan warna orisinal dan cerah, casing hitam berlapis PVD, tali tekstil biru, dan tanggal besar oranye cerah yang khas. Desain unik Multifort TV Chronograph langsung menarik perhatian, karena casing baja tahan karat 42mm yang kokoh dengan lapisan satin dan polesan mengilap, serta dial jamnya yang hadir dalam tiga variasi warna cerah, termasuk gradasi biru mencolok yang menari-nari di bawah cahaya. Dipadukan dengan garis-garis horizontal yang dipoles, indeks Super-LumiNova putih, dan tiga subdial kronograf, jam tangan ini menghadirkan keseimbangan ideal antara gaya vintage dan utilitas kontemporer untuk pasar penggemar jam tangan yang sedang berkembang pesat saat ini. Terdapat tiga variasi dial jam, yaitu biru, abu-abu dengan aksen oranye, dan abu-abu dengan aksen putih dan kuning. Jam tangan dengan casing berukuran 42 x 41mm ini menampilkan tiga penghitung presisi, 60 detik, 30 menit, dan 12 jam, dilengkapi dengan skala tachymeter dan jendela tanggal pada arah pukul 4:30, dan ditenagai oleh mesin otomatis Swiss Calibre 60 yang dilengkapi pegas penyeimbang Nivachron, untuk

PELUNCURAN JAM TANGAN
MIDO MULTIFORT TV
CHRONOGRAPH TERBARU
YANG MENGGABUNGKAN
DIAL RETRO BERBENTUK
TV DENGAN KOMPLIKASI
KRONOGRAF MENJADI INTI
DARI ACARA EKSKLUSIF INI

HALAMAN SAMPING, DARI KIRI


Para selebritas dan aktor terkenal Thailand, Mean-Phiravich
Attachitsataporn, Bie-Thassapak Hsu dan Kao-Noppakao Dechaphatthanakun hadir mengenakan jam tangan
MIDO Multifort TV Chronograph terbaru
HALAMAN INI
MIDO Multifort TV Chronograph memiliki casing baja tahan karat 42mm, dial jam dalam tiga variasi warna cerah, termasuk gradasi biru, dilengkapi dengan gelang baja dan satu set tali tambahan, dan mesin otomatis ETA dengan pegas Nivachron; Kao-Noppakao Dechaphatthanakun mengenakan
MIDO Multifort TV Chronograph dengan dial biru



ketahanan luar biasa terhadap guncangan, medan magnet, dan variasi suhu. Bagian belakang casing transparan memperlihatkan mesinnya yang berhias indah, menampilkan sekrup biru, bridge berurat melingkar, dan pemberat osilasi berbingkai yang diukir dengan logo MIDO. Dengan cadangan daya 60 jam, ketahanan air hingga 100 meter, dan dilengkapi dua tali jam yang mudah diganti, gelang baja tahan karat, dan tali kain sintetis biru.
Acara yang diselenggarakan di ballroom Four Seasons Hotel Bangkok di Sungai Chao Phraya yang ikonik ini dihadiri oleh 150 tamu internasional dari seluruh Asia, termasuk anggota pers, influencer, hingga para selebritas Thailand seperti Chanin Taerattanachai, Haruethai Jayant Na Ayudhaya, Chalermphol Akkarapinyokul, Yavista Krinchai, dan Vichada Poolphol, serta aktor dan aktris ternama termasuk Kao-Noppakao Dechaphatthanakun, Mean-Phiravich Attachitsataporn, Bie-Thassapak Hsu, dan lainnya. Para tamu akan disambut dengan hangat, kami mendapatkan kesempatan berfoto hingga menjelajahi Expertise Lounge untuk mendapatkan pengalaman langsung dengan jam tangan baru ini. Acara resepsi koktail ini dibuka dengan pertunjukan langsung spesial yang terinspirasi oleh konsep acara TV prime-time, dimana terlihat hitung mundur peluncuran dan pemutaran perdana film resmi produk serta animasi yang sangat menarik.
Sungguh sangat berkesan, dan sebagai penutup, Franz Linder berujar, “Saya sangat senang dapat memperkenalkan Multifort TV Chronograph kepada teman-teman dan penggemar jam tangan kami di Asia. Karya ini menangkap semangat berani dari desain asli berbentuk TV, ciri khas sejarah MIDO, yang kini disempurnakan dengan presisi dan performa kontemporer. Tim kami telah menyempurnakan setiap detail, mulai dari siluet casing yang khas hingga penguasaan teknis mesin jam, untuk memastikannya

















ACARA YANG DISELENGGARAKAN DI BALLROOM
FOUR SEASONS HOTEL BANGKOK DI SUNGAI
CHAO PHRAYA YANG IKONIK INI DIHADIRI OLEH 150 TAMU INTERNASIONAL DARI SELURUH ASIA
mencerminkan warisan sekaligus visi kami yang berwawasan ke depan. Merupakan momen istimewa untuk berbagi jam tangan ini di Bangkok, dikelilingi oleh tamu-tamu terhormat kami, sekaligus merayakan keahlian dan semangat yang menjadi ciri khas MIDO.”
Bagi penggemar jam tangan di Indonesia, jam tangan MIDO tersedia di butik utamanya yang berlokasi di Grand Indonesia, West Mall Lantai UG No. 16, Jl. M.H. Thamrin No. 1, Jakarta. Selain itu, MIDO juga hadir di lebih dari 70 dealer resmi terkemuka yang tersebar di lebih dari 20 kota besar di Indonesia, serta dapat ditemukan di berbagai marketplace terkemuka. Seluruh jam
tangan MIDO memiliki garansi purna jual selama 2 hingga 5 tahun yang berlaku secara nasional maupun internasional. Di Indonesia, pusat klaim garansi berlokasi di WATCH CONTINENT, Galeri Niaga Mediterania 1, Jl. Pantai Indah Utara 2 Blok B/8P, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi WATCH CONTINENT di WhatsApp +62 812-9988-1655, Instagram: @watchcontinent.id, Facebook: Watch Continent ID, atau kunjungi situs resmi mereka: www.watchcontinent.co.id
HALAMAN SAMPING DARI KIRI ATAS
Mesin otomatis Swiss Calibre 60 yang dilengkapi pegas penyeimbang Nivachron; Dua versi terbaru MIDO Multifort TV Chronograph dengan dial jam abu-abu dengan aksen oranye; Bie-Thassapak Hsu mengenakan versi dengan dial jam abu-abu; Multifort TV Big Date, terlihat dikenakan selebritas Thailand yang hadir; CEO MIDO, Franz Linder bersama tamu undangan; Expertise Lounge untuk tamu yang ingin mencoba merakit jam
HALAMAN INI
Suasana resepsi koktail yang meriah dan dihadiri oleh tamu dari seluruh Asia, termasuk anggota pers dari Indonesia, yang didampingi Presiden Direktur & CEO Watch Continent Steven Chen, dan kami sempat berfoto bersama CEO MIDO, Franz Linder dan aktor Bie-Thassapak Hsu, sembari menikmati hidangan yang disediakan
Acara private gathering diselenggarakan demi memamerkan beragam koleksi terbaru dari Bell & Ross

Suasana yang hangat dan intim terasa jelas di butik jam tangan Bell & Ross, Pacific Place pada akhir Agustus silam. Butik yang menjadi ikon gaya hidup dan horologi modern tersebut siap menyambut sejumlah tamu pilihan. Acara private gathering diselenggarakan demi memamerkan beragam novelties dari Bell & Ross yang dilansir di awal tahun ini. Bell & Ross kerap dikenal sebagai merek jam tangan fungsional dengan inspirasi dunia penerbangan dan militer, hasil perpaduan estetika kontemporer perusahaan Prancis dengan keunggulan teknis yang dirakit di Swiss. Kombinasi tersebut tak hanya menghasilkan produk jam tangan yang indah, namun juga unggul dari segi kualitas.
Collector’s Guide Watches Indonesia bersama dengan Time International menyusun daftar tamu undangan dengan selektif. Keragaman latar belakang tamu menumbuhkan nuansa dinamis di malam itu, mulai dari profesional muda, pengusaha, hingga pencinta horologi sejati yang menganggap bahwa jam tangan tak cuma sekadar instrumen penunjuk waktu, melainkan juga

SOROTAN UTAMA MALAM ITU TAK DIRAGUKAN LAGI ADALAH KEHADIRAN BR-05 SKELETON PHANTOM CERAMIC
sebagai karya seni yang menyimpan cerita dan identitas. Para tamu disambut secara personal oleh tim Bell & Ross bersama dengan tim Collector’s Guide Watches Indonesia yang memandu mereka ke dalam ruang butik. Interaksi berjalan dengan cair hingga beberapa saling bertukar pandangan mengenai koleksi jam tangan pribadi, sementara tamu lainnya tertuju pada display jam tangan yang menampilkan seleksi produk unggulan. Menemani berlangsungnya acara, di tangan para pramusaji tersedia canapé pilihan serta minuman yang menambah sentuhan hospitality khas sebuah acara eksklusif.



BR-05 Skeleton Phantom Ceramic
Sorotan utama malam itu tak diragukan lagi adalah kehadiran
BR-05 Skeleton Phantom Ceramic. Jam tangan dengan ukuran case 41mm ini menjadi perwujudan filosofi desain Bell & Ross yang istimewa. Selain mengedepankan konsep instrumen yang dirancang untuk keseharian di perkotaan modern, produk ini turut mengusung kesan misterius dan elegan lewat tampilannya yang serba hitam.
Pesona tersembunyi ini dihadirkan dengan kuat di bagian dial, yang dibuat dari safir transparan berwarna kelam yang secara diam-diam menunjukan skeleton movement berlapis rodium di bagian dalamnya. Terlebih, penanda waktu dan jarum jam dilapisi oleh Super Luminova hitam sehingga mudah dibaca, sebab dapat menghasilkan cahaya hijau terang di kondisi gelap. Jam ini menggunakan material keramik yang dikenal akan daya tahannya terhadap goresan, serta keanggunannya yang tahan lama. Case jam berbentuk persegi dengan sudut landai khas seri BR-05 dengan material yang sama hingga ke bagian gelang jam (terdapat juga opsi


HALAMAN SAMPING
Mike Ethan menjajal beberapa koleksi terbaru dari jam tangan Bell & Ross, termasuk BR-05 Skeleton Phantom Ceramic yang elegan
HALAMAN INI DARI KIRI ATAS SEARAH JARUM JAM BR-05 Skeleton Phantom Ceramic terbaru dengan diameter case 41mm dan skeleton movement berlapis rodium; Elvin Seah dari Bell & Ross South East Asia; Acara in-store cocktail di butik Bell & Ross, Pacific Place; Elvin Seah menunjukkan beberapa koleksi terbaru mereka
tali jam karet warna hitam senada yang memberi kesan sporty), menciptakan harmoni desain yang memikat mata. Para tamu yang hadir tampak antusias mencoba langsung jam tangan ini di pergelangan tangan mereka, merasakan beratnya yang seimbang, serta kehalusan finishing yang hanya bisa dicapai melalui craftsmanship tingkat tinggi. Konsep Phantom dengan finishing hitam secara keseluruhan telah digunakan oleh Bell & Ross sejak 2007 dengan mengadopsi inspirasi dari pesawat siluman, berbekal desain radikal dan warisan ilmu penerbangan yang disuntikkan ke dalam desain jam tangan BR-05.
Perwakilan dari Bell & Ross Singapura, Elvin Seah, memberikan penjelasan mendalam mengenai filosofi desain dan inovasi teknis di balik BR-05 Skeleton Phantom Ceramic dalam kesempatan tersebut. Tidak sedikit tamu yang terkesan dengan fakta bahwa material keramik tak hanya mampu menyuguhkan tampilan mewah, namun juga memberikan kenyamanan ekstra saat dikenakan, terutama di iklim tropis seperti Indonesia.






Seleksi yang Beragam
Deretan jam tangan Bell & Ross yang ditampilkan malam itu merupakan kumpulan berbagai jenis produk yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup urban. Collector’s Guide Watches Indonesia berkesempatan untuk melihat dua jam tangan Bell & Ross seri Lum, yaitu BR-X5 Blue Lum (rilis 2024) dan BR-X5 Green Lum (rilis 2023) yang unik dan inovatif. Sesuai namanya (Lum diartikan sebagai luminescence), case jam tangan tersebut mampu berpendar cerah dalam gelap berkat teknologi material komposit LM3D yang ringan dan kokoh.



Pada bagian display di fasad butik, Bell & Ross mempersembahkan rangkaian BR-03 Skeleton yang baru rilis di momen Watches & Wonders Geneva 2025. Dua di antaranya adalah BR-03 Skeleton Grey Steel yang sarat dengan kesan industrial design, serta BR-03 Skeleton Lum Ceramic yang berkesan futuristis dan mampu bertransformasi saat malam tiba. Bagi Anda yang menikmati desain minimalis dan simpel, sejumlah seleksi BR-05 36mm dalam berbagai macam warna dial merupakan opsi yang tak pernah salah. Selain warnanya yang klasik, ukuran case yang lebih kecil membuatnya versatile saat digunakan oleh pria maupun wanita dengan ukuran pergelangan yang lebih ramping.












PARA TAMU YANG HADIR TAMPAK ANTUSIAS MENCOBA LANGSUNG JAM TANGAN TERSEBUT, MERASAKAN BERATNYA YANG SEIMBANG, SERTA KEHALUSAN FINISHING YANG
HANYA BISA DICAPAI MELALUI CRAFTSMANSHIP TINGKAT TINGGI
HALAMAN SAMPING DARI KIRI ATAS SEARAH JARUM JAM
Lebih dari Sekadar Perayaan
Kemeriahan gathering malam tersebut bertambah istimewa dengan para tamu yang memperoleh kesempatan untuk mengikuti doorprize eksklusif dengan hadiah menginap di properti Como Hotels & Resorts di Bali dan Singapura. Penyerahan voucher menginap dilakukan secara personal oleh Taufik Rahman selaku Senior Global Director of Sales dari Como Hotels & Resorts Acara di butik Bell & Ross Pacific Place ini menjadi bukti bahwa peluncuran sebuah jam tangan bisa melampaui sekadar peristiwa komersial. Ia menjadi media perayaan untuk apresiasi seni, desain, dan komunitas.
BR-03 Skeleton Lum Ceramic; BR-X5 Blue Lum; Mariska Wicaksono, Lily Tjhang dan Hilda Spanjaart-Kalman; Team di butik Bell & Ross Indonesia; Adik Karuniawan dan Mike Ethan; Para tamu mencoba koleksi terbaru dari Bell & Ross; BR-03 Skeleton Grey Steel; Bernard Suwanto, Taufik Rachman, Cipry Tjan dan Troy Fridatama
HALAMAN INI DARI KIRI ATAS SEARAH JARUM JAM
Elvin Seah dan Edo Fernando Susilo; Edo Fernando Susilo; Para tamu mencoba jam tangan terbaru Bell & Ross; Cipry Tjan, Mariska Wicaksono, Troy Fridatama dan Alamo Laiman; Hilda Spanjaart-Kalman, Kyla Adam dan Mariska Wicaksono; Howard Brawidjaya dan Djoni Heng; Tamu mencoba koleksi terbaru dari Bell & Ross; Charles Sutanto dan Howard Brawidjaya mendapatkan doorprize dari Como Hotels & Resorts di Bali dan Singapura, diserahkan oleh Kyla Adam dan Taufik Rahman; Regina Dharmawan dan Kyla Adam dari Time International; Lily Tjhang dan Roy Widosuwito; Alamo Laiman dan Menara Iman Hutasoit
King Seiko VANAC kembali dengan semangat baru, membawa warisan desain tahun 70-an ke era modern melalui warna, bentuk, dan filosofi yang terinspirasi cakrawala Tokyo



Aktor Jeremy Thomas terlihat hadir di atas kapal yang membawa para tamu VIP dan media berlayar menyusuri perairan Jakarta. Ia tampil karismatik dengan jam tangan King Seiko VANAC berpelat ungu (SLA083J1) terbarunya. Sang aktor senior yang masih eksis di dunia hiburan Indonesia yang juga seorang pengusaha, terutama di bidang cerutu ini terlihat memilih mengenakan jam tangan high-end asal Jepang, King Seiko terbaru dalam model berwarna ungu terbaru yang menjadi hero model, warna ungu yang merepresentasikan senja, penuh energi dan keanggunan dalam satu tampilan. Di tengah riuhnya lanskap urban yang terus berubah, King Seiko VANAC

kembali hadir dengan semangat baru. Tahun 1972 menjadi saksi lahirnya sub-lini ini, menawarkan pendekatan desain yang lebih berani dan dinamis dibandingkan King Seiko klasik yang dikenal akan karakter konservatifnya. Lima dekade berselang, tahun 2025 menandai babak baru bagi VANAC yang bangkit membawa warna dan bentuk yang terinspirasi dari cakrawala Tokyo. Koleksi ini memadukan nostalgia dengan keberanian ekspresi, menciptakan jam tangan yang relevan bagi generasi baru pencinta desain. Lebih dari sekadar penanda waktu, VANAC memperlihatkan bagaimana warisan dapat terus menemukan maknanya di masa kini.
BAGI MEREKA YANG INGIN TAMPIL
PERCAYA DIRI, BERANI
MEMAINKAN WARNA, NAMUN
TETAP MENGHARGAI HERITAGE





Lima model baru dalam koleksi ini seakan memotret gradasi warna langit Tokyo, dari nuansa hangat senja, pekatnya tengah malam, hingga lembutnya matahari terbit. Setiap pelat jam menampilkan warna berani (ungu, biru gelap, perak, emas, dan biru es) yang dipoles oleh finis sunray, menciptakan permainan cahaya yang hidup di pergelangan tangan. Case berbentuk tonneau dengan sudut tajam, membawa kembali siluet khas era 70-an dalam sentuhan modern. Desain ini merangkul dualitas, antara sporty yang kasual dan refined yang rapi, mencerminkan ritme kota Tokyo yang terus bergerak namun tetap tertata. Seperti yang disampaikan oleh Kevin Lie, General Manager, Seiko Indonesia, “King Seiko VANAC adalah perwujudan filosofi desain kami yang mengedepankan presisi, estetika, dan karakter.” Kutipan ini menegaskan bagaimana koleksi ini tidak hanya sekadar menghadirkan desain, tetapi juga filosofi kuat yang mengakar pada warisan Seiko. Di balik tampilannya yang mencuri perhatian, King Seiko VANAC membawa kekuatan teknis yang mendukung fungsinya sebagai teman keseharian. Setiap model ditenagai mesin jam otomatis calibre 8L45 yang menawarkan power reserve hingga 72 jam, memastikan ketepatan waktu terjaga lebih lama. Ukuran case 41 mm yang proporsional dipadukan dengan ketahanan air hingga 100 meter, dan hadir dengan desain tanpa bezel (bezelless) yang menciptakan tampilan ramping dan elegan. Koleksi ini hadir dalam tiga opsi: versi reguler, limited edition, dan boutique edition, masing-masing menyajikan keunikan tersendiri bagi para
kolektor. Temali stainless steel diperbarui dengan modern finishing, menegaskan identitas VANAC sebagai jam tangan yang tak hanya bergaya, tetapi juga siap menemani aktivitas harian dengan andal.
Peluncuran King Seiko VANAC kali ini dirancang sebagai pengalaman yang tak mudah dilupakan. Dimulai dari titik temu di FX Sudirman, para tamu dan media diajak menikmati makan siang bersama sebelum melanjutkan perjalanan menuju dermaga Baywalk Mall Pluit. Dari sana, acara berlanjut di atas kapal yang menyusuri perairan Jakarta, menghadirkan suasana matahari terbenam yang selaras dengan tema “Tokyo Horizon” yang menginspirasi koleksi ini. Aktor Jeremy Thomas turut hadir, tampil karismatik dengan jam tangan VANAC berpelat ungu (SLA083J1), model yang mewakili nuansa senja dengan energi dan pesona dalam satu tampilan. Seluruh rangkaian acara ini dirancang bukan hanya untuk merayakan produk baru, tetapi juga mempertegas semangat King Seiko VANAC yang modern, berani, dan dinamis.
Kembalinya King Seiko VANAC menandai keberanian Seiko dalam membaca arah baru selera generasi masa kini. Jam tangan ini diciptakan bagi mereka yang ingin tampil percaya diri, berani memainkan warna, namun tetap menghargai heritage yang kuat. Dengan napas Tokyo yang urban, cepat, dan penuh energi, VANAC memosisikan diri sebagai refleksi gaya hidup yang dinamis tanpa kehilangan akar sejarahnya. Di antara lini Seiko, King Seiko hadir sebagai jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa depan, menghadirkan warisan dalam kemasan yang lebih relevan. VANAC kini berdiri sebagai ikon baru bagi mereka yang mencari pernyataan gaya yang unik, modern, dan penuh karakter.




HALAMAN SAMPING, DARI KIRI ATAS
Team Seiko Indonesia berfoto bersama di atas kapal pesiar: Jeremy Thomas mengenakan jam tangan King Seiko VANAC berpelat ungu (SLA083J1) terbaru; Kevin Lie, Yo Ko, Harjono Lie, Jeremy Thomas dan Brandon Lee
HALAMAN INI DARI ATAS
King Seiko VANAC Boutique Exclusive Edition (SLA091J1) dengan dial berwarna ice blue, dan King Seiko VANAC Limited Edition dalam warna emas (SLA089J1); Director Seiko Indonesia, Kevin Lie; Asia Sales Division of Seiko Watch Corporation, Yo Ko; Aktor, model, pengusaha dan produser, Jeremy Thomas; Para tamu undangan VIP yang turut hadir, dari kiri atas: Marissa dan Christina; Jeffrey, Kevin, Erwin dan Steven; Filbert dan Willis; Felix Susanto dan Brandon Lee
Rado Centrix Diamonds memadukan kilau berlian, motherof-pearl, dan material canggih untuk menghadirkan kemewahan yang tak lekang waktu sekaligus nyaman dikenakan
Pada abad ke-18 dan ke-19, jam saku berhiaskan batu mulia menjadi benda berharga bagi kalangan aristokrat di wilayah Eropa, bukan hanya sebagai instrumen penunjuk waktu, melainkan juga simbol kemewahan dan karya seni yang diapresiasi. Dialog historis antara perhiasan dan pembuatan jam tidak pernah berhenti. Melalui Centrix Diamonds terbaru, Rado menawarkan interpretasi modern dari warisan tersebut dengan menghadirkan opulensi yang dirancang tetap memesona, nyaman, dan relevan untuk masa kini. Enam puluh berlian yang tersusun rapat di sekeliling lingkaran bezel, ditambah sebelas butir lainnya pada indeks pelat jam, menghadirkan pancaran cahaya yang seolah menandai setiap detik dengan kilau sempurna. Seluruhnya adalah berlian tingkat warna Top Wesselton atau dikenal tingkat kejernihan tertinggi, menjadikan cahaya yang dipantulkan begitu murni dan berkelas. Keindahan ini kemudian disandingkan dengan pelat mother-of-pearl yang hadir dalam dua karakter: cokelat dengan nuansa hangat yang mendalam, atau perak dengan kilau lembut yang memantulkan cahaya halus. Perpaduan keduanya melahirkan harmoni antara kemewahan berlian dan pesona alami, menegaskan kembali identitas Rado sebagai Master of Materials yang mampu menghadirkan kemewahan organik dalam wujud kontemporer.
Balutan rona emas merah muda pada case-nya, tombol pengaturan, hingga jarum jam memberi sentuhan modern yang hangat sekaligus mewah. Sentuhan ini kemudian diperhalus dengan gelang yang memadukan baja berlapis PVD dengan sisipan keramik canggih: cokelat berkilau untuk varian dengan pelat jam mother-of-pearl cokelat, dan plasma berkilau abu-abu metalik untuk varian berpelat perak. Material keramik ini dikenal sangat

ringan, tahan gores, serta mampu menyesuaikan suhu dengan cepat, sehingga memberikan kenyamanan instan di pergelangan tangan. Perpaduan antara desain klasik Centrix dan relevansi gaya modern menjadikan koleksi ini bukan semata aksesori berkilau, tetapi juga simbol kemewahan yang terasa selaras dengan tren masa kini. Dengan diameter 35mm, Centrix Diamonds dirancang untuk pergelangan yang lebih ramping, menghadirkan proporsi yang ideal dan serasi. Ukuran bijou ini memberi kesan seimbang, cukup berkilau tanpa terjebak dalam kesan berlebihan. Detailnya sederhana namun bermakna: tiga jarum berwarna rose gold, jendela tanggal pada posisi pukul enam, serta simbol jangkar khas Rado yang bergerak di bawah angka dua belas. Semua elemen ini berpadu untuk menegaskan harmoni antara opulensi berlian dan kesederhanaan desain, menghasilkan sebuah karya yang memadukan fungsi dengan ekspresi gaya.
Di balik kilau eksteriornya, Centrix Diamonds ditenagai mesin otomatis calibre R763 yang andal. Mesin ini menawarkan cadangan daya hingga 80 jam, cukup untuk menemani akhir pekan tanpa perlu diisi ulang. Kehadirannya diperkokoh oleh pegas Nivachron yang antimagnetik, menjamin stabilitas performa bahkan dalam kondisi sehari-hari yang penuh gangguan elektromagnetik. Setiap unit juga telah diuji dalam lima posisi berbeda untuk memastikan akurasi optimal. Perlindungan ekstra diberikan oleh kaca safir melengkung dengan lapisan anti-reflektif ganda serta ketahanan air hingga 5 bar, menambah rasa aman dalam pemakaian.
HALAMAN INI
Dua pilihan Rado Centrix Diamonds terbaru, dengan pelat mother-of-pearl dalam warna perak atau cokelat

Credor gabungkan tourbillon dengan keindahan seni tradisional Jepang lewat jam Goldfeather terbaru

Credor, lini dress watch mewah dari Seiko, kembali menghadirkan mahakarya horologi lewat Goldfeather Tourbillon Limited Edition GBCF999. Jam ini menggabungkan untuk pertama kalinya komplikasi mekanis bergengsi, tourbillon, dengan keindahan seni tradisional Jepang, urushi lacquer. Sejak berdiri pada 1974, Credor dikenal sebagai salah satu simbol pencapaian tertinggi dalam dunia horologi Jepang. Namanya sendiri berasal dari bahasa Prancis crête d’or yang berarti mahkota emas, melambangkan posisinya di puncak seni pembuatan jam. Namun, akar Goldfeather dapat ditelusuri lebih jauh, ke tahun 1960, ketika model ini pertama kali diperkenalkan sebagai jam tipis yang ringan, halus, dan elegan— layaknya sebuah bulu. Pada 2023, Goldfeather dilahirkan kembali dengan sentuhan modern, dan kini kembali berevolusi lewat kehadiran sebuah tourbillon yang menyempurnakan keakuratan jam dengan keindahan komplikasi mekanikal.
Dial jam edisi terbaru ini bercerita tentang burung yang terbang menembus langit. Gerakan naiknya divisualisasikan dari tourbillon di posisi pukul 9 hingga logo Credor di pukul 12. Visual tersebut dihidupkan dengan dua teknik urushi klasik yaitu Raden dengan inlay mother-of-pearl berwarna-warni yang berkilau di atas permukaan urushi gelap, serta Kirikane yang berupa potongan
lembaran emas tipis yang ditempelkan sebagai dekorasi yang halus. Artisan Urushi Isshu Tamura meracik lapisan mother-ofpearl dan emas dengan ketelitian luar biasa. Setelah permukaan dial diratakan dengan presisi, tampil kilau mendalam yang seakan membawa langit ke pergelangan tangan. Di sekeliling tourbillon, taburan bubuk emas dalam teknik maki-e menambah kesan pancaran cahaya matahari. Bahkan jembatan tourbillon pun dibentuk menyerupai burung dengan sayap terbentang.
Melalui caseback safir, terlihat Caliber 6850, mesin tourbillon terbaru yang meneruskan Caliber 6830 yang diluncurkan pada tahun 2016. Desainnya terinspirasi bulu utama sayap burung, diwujudkan lewat ukiran tegas, detail halus, serta sentuhan raden dan maki-e. Setiap alur diukir sedalam hanya 0,15mm dengan berbagai alat, menciptakan kedalaman unik pada setiap “bulu.” Warna biru dari sekrup baja yang ditemper dan kilau kehijauan raden dari cangkang yakougai (siput laut hijau) menambah daya pikat visualnya. Mesin jam berdiameter 25,6mm dengan ketebalan 3,98 mm ini tetap ramping, tetapi kini memiliki barrel pegas utama lebih besar yang memperpanjang cadangan daya menjadi 60 jam. Proses perakitan dilakukan oleh master watchmaker Katsuo Saito, penerima penghargaan medali dengan pita kuning dari pemerintah Jepang tahun 2023. Setiap tahap membutuhkan presisi ekstrem—hingga seperseratus milimeter—untuk menyempurnakan komponen mungil di dalam tourbillon
Meski menyimpan tourbillon yang cukup kompleks, Goldfeather Tourbillon tetap mempertahankan profil tipis 8,6mm berkat rancangan case yang baru. Bagian mid-case, lug, dan case back non-safir dibuat dari satu bagian utuh, menciptakan siluet streamline yang elegan. Case yang berukuran 38.6mm ini menggunakan Platinum 950, bahan yang sangat sulit untuk dipoles. Namun para artisan Credor mengolahnya dengan tangan hingga setiap permukaan terasa halus, nyaman dikenakan, dan memancarkan keindahan yang maksimal. Para kolektor atau penggemar Credor harus segera bersiap agar bisa memiliki jam terbaru ini, karena hanya 10 unit Credor Goldfeather Tourbillon yang akan tersedia di seluruh dunia mulai Oktober 2025, dengan harga senilai EUR 190,000 (sekitar IDR 3,67 milyar).
Enam puluh tahun sejarah penyelaman dirayakan oleh Seiko dengan pameran di Jakarta dan koleksi eksklusif yang menghadirkan kembali ikon-ikon legendaris


Sejarah Seiko Diver’s Watch dimulai pada tahun 1965, ketika Jepang untuk pertama kalinya menghadirkan jam tangan selam yang tangguh menemani para penyelam menghadapi kedalaman laut. Terinspirasi dari tantangan eksplorasi samudra, Seiko terus mendorong batas dengan inovasi yang menjadi penanda zaman, mulai dari penggunaan titanium pada Professional Diver’s 600m di tahun 1975 hingga penciptaan Ceramic 1000m Saturation Diver’s Watch pada 1986. Enam dekade kemudian, perjalanan itu dirayakan melalui pameran 60th Anniversary of Diver’s Watch di Atrium Plaza Senayan, Jakarta, pada 25-31 Agustus 2025 yang menampilkan perpaduan nuansa laut dan kehidupan urban selaras dengan filosofi From the Sea to the City. “Selama 60 tahun terakhir, Seiko Diver’s Watch telah menjadi simbol perpaduan antara teknologi mutakhir dan desain abadi. Pameran ini tidak hanya merayakan sejarah, tetapi juga memperlihatkan masa depan inovasi Seiko,” ujar Kevin Lie,
Direktur PT Asia Jaya Indah. Sebagai bagian dari perayaan ini, tiga model edisi khusus diperkenalkan untuk membawa kita menyelami lebih dalam warisan enam dekade Seiko Diver’s Watch.

permukaan cermin bebas distorsi diwarisi dari desain tahun 1968, kini disempurnakan agar tampil mulus tanpa gangguan visual. Di dalamnya berdetak Caliber 8L45, mesin mekanis berkinerja tinggi dengan cadangan daya 72 jam dan akurasi stabil -5 hingga +10 detik per hari, hasil penyempurnaan rancangan pegas utama dan penyesuaian presisi oleh para pengrajin Seiko. SLA081J1 menjadi flagship dari ketiga jam tangan yang merangkum enam dekade warisan Seiko Diver’s Watch, secara bersamaan menghadirkan inovasi dan keindahan yang mengingatkan kita bahwa daya tarik sejati menyelam ada pada ketenangan, keindahan momen, dan birunya laut yang selalu menanti untuk dijelajahi.


PELAT JAMNYA TERINSPIRASI DARI
SHINKAI, ISTILAH JEPANG UNTUK
LAUT DALAM, DENGAN TEKSTUR
BARU YANG MENGHADIRKAN NUANSA
KEDALAMAN MISTERIUS
Seiko Prospex Marinemaster Professional 600m (SLA081J1)
Sebagai puncak perayaan enam dekade, hadir Marinemaster Professional 600m, sebuah mahakarya yang memadukan teknologi mutakhir dengan keindahan yang lahir dari detail penuh dedikasi. Jam ini bukan hanya alat selam kelas profesional, tetapi juga representasi filosofi Seiko dalam menyeimbangkan performa ekstrem dengan estetika yang memikat. Pelat jamnya terinspirasi dari shinkai, istilah Jepang untuk laut dalam, dengan tekstur baru yang menghadirkan nuansa kedalaman misterius. Lapisan cat tebal nan jernih memberikan kilau berlapis, menciptakan kesan seakan-akan kita sedang menatap ke dalam samudra yang tenang sekaligus penuh rahasia. Dengan eksklusivitas hanya 600 buah di seluruh dunia, SLA081J1 berdiri sebagai simbol keberanian dan keindahan yang sulit ditandingi.
Di balik keindahannya, Marinemaster Professional ini dirancang untuk memenuhi tuntutan paling keras dari penyelam profesional. Case titanium satu bagian memastikan ketahanan air hingga 600 meter untuk saturation diving, sementara cincin bezel baja berlapis material Diamond-Like Carbon menghadirkan kekerasan enam kali lipat lebih tahan gores. Bentuk case unik dengan

Seiko Prospex 1965 Heritage Diver’s Modern Re-Interpretation (SPB511J1)
Seperti menyelam kembali ke titik awal sebuah perjalanan, model 1965 Heritage Diver’s Modern Re-interpretation menghadirkan kembali semangat petualangan yang lahir enam dekade lalu. Dial berwarna perak dengan motif Silver Wave seakan menjadi cermin dari riak laut pertama yang menginspirasi terciptanya jam selam Seiko. Setiap detailnya berbicara tentang warisan yang terus hidup, sebuah simbol bahwa keberanian untuk memulai adalah kunci dari segala pencapaian. Desain yang setia pada karakter asli namun diperhalus untuk era modern menjadikan jam ini lebih dari sekadar penghormatan terhadap seri lawas. Jam tangan ini juga mewujud sebuah ajakan bagi generasi baru untuk merasakan bagaimana sebuah legenda bisa hadir dalam bentuk yang relevan di tangan masa kini.
HALAMAN SAMPING DARI ATAS
Dari kiri, Seiko Prospex 1965 Heritage Diver’s Modern Re-Interpretation (SPB511J1) dalam pelat “Silver Wave”, dan Seiko Prospex 1968 Heritage Diver’s GMT (SPB509J1) dalam pelat “Blue Wave”; Kevin Lie, Direktur PT Asia Jaya Indah, peritel resmi Seiko di Indonesia
HALAMAN INI
Seiko Prospex Marinemaster Professional 600m (SLA081J1) Edisi terbatas hadir dalam pelat biru gelap, tanda gelombang terukir di bagian belakang case titanium, dan dilengkapi mesin jam Caliber 8L45, mesin mekanis berkinerja tinggi dengan cadangan daya 72 jam; Artis dan politikus Indonesia, Kirana Larasati mengenakan jam tangan Seiko




Seiko Prospex 1968 Heritage Diver’s GMT (SPB509J1)
Model 1968 Heritage Diver’s GMT menghadirkan dial biru dengan pola bergelombang yang terinspirasi dari wave mark, simbol ikonis Seiko Diver’s Watch yang sejak lama menjadi tanda keandalan dan teknologi unggul. Pola embossed yang dinamis ini menangkap suasana laut ganas, berubah penampilannya sesuai sudut pandang, seolah menghidupkan riak dan arus samudra di permukaan pelat jam. Kehadiran motif ini bukan semata hiasan, melainkan penghormatan pada warisan yang telah menemani para penyelam profesional selama puluhan tahun. Dengan bahasa desain yang berakar pada diver’s watch tahun 1968, jam ini memancarkan karakter tangguh sekaligus modern. Ia dirancang untuk mereka yang ingin membawa semangat eksplorasi laut dalam ke dalam kehidupan sehari-hari maupun perjalanan lintas benua.
Kekuatan cerita itu diwujudkan melalui performa teknis yang semakin ditingkatkan. Dibekali Caliber 6R54 dengan cadangan daya 72 jam, jam ini memungkinkan fungsi GMT yang akurat bagi pengguna yang hidup di dua zona waktu. Water resistance-nya kini ditingkatkan menjadi 300 meter, memberikan keyakinan ekstra bagi penyelaman serius dibandingkan generasi sebelumnya yang hanya 200 meter. Kenyamanan juga dipertegas lewat desain clasp baru yang dapat disesuaikan hingga 15mm melalui enam tahap penyesuaian cepat, menjaga jam tetap pas di pergelangan tangan meski ada perubahan tekanan atau suhu. Semua detail pembaruan ini menjadikan SPB509J1 tidak hanya sebagai ikon penghormatan pada seri yang telah ada sebelumnya, tetapi juga evolusi nyata bagi mereka yang menuntut keandalan sekaligus fleksibilitas di setiap perjalanan.
DIAL BERWARNA PERAK DENGAN MOTIF SILVER WAVE
SEAKAN MENJADI CERMIN DARI RIAK LAUT PERTAMA YANG
MENGINSPIRASI TERCIPTANYA JAM SELAM SEIKO
Selain tampilan klasiknya yang menarik, jam ini menghadirkan teknologi yang siap menemani berbagai momen, dari kedalaman laut hingga rutinitas harian. Case baja tahan karat berdiameter 40 mm memberi kesan tangguh sekaligus proporsional di pergelangan tangan. Mesin Caliber 6R55 di dalamnya menawarkan cadangan daya 72 jam, menghadirkan rasa aman bahwa waktu akan tetap terjaga bahkan saat aktivitas berlangsung berhari-hari. Ketahanan air hingga 300 meter memastikan jam ini dapat diandalkan untuk penyelaman serius, bukan sekadar gaya hidup. Ditambah dengan micro-adjustable clasp yang memberi kenyamanan melalui penyesuaian praktis, SPB511J1 menjelma sebagai perpaduan fungsi dan estetika yang menyalurkan semangat awal Seiko Diver’s Watch ke era modern.

HALAMAN INI DARI ATAS
Ken Lie, Harjono Lie, tamu dan Naoto Kirtooka di pameran Seiko Prospex 60th Anniversary of Diver’s Watch di Plaza Senayan; Alimin dan Keith Tan; Kirana Larasati; Sketsa Seiko Prospex Marinemaster Professional 600M dan replika Caliber 8L45, mesin mekanis berkinerja tinggi dengan cadangan daya 72 jam; Instalasi pelat jam ukuran besar pada pameran Seiko Prospex 60th Anniversary

TIME FOR FASHION Fashion Forward Watches Jewellery Haven Stars & Timepieces
Vanguart dan Johnny Depp merayakan pertemuan horologi dan seni film melalui pemutaran perdana Modigliani di London


Di tengah langit kelabu London yang khas, The Curzon Mayfair malam itu memancarkan kilau berbeda. Ruang legendaris ini menjadi saksi pemutaran perdana Modigliani: Three Days on the Wing of Madness (2024), film terbaru garapan Johnny Depp yang mengisahkan babak genting dalam hidup pelukis Italia, Amedeo Modigliani. Secara sinopsis, film ini menyoroti tiga hari paling menentukan dalam perjalanan hidup Modigliani, antara keputusasaan, cinta, dan keberanian melawan dunia yang belum siap menerima karyanya. Setelah kredit penutup film berlalu, para tamu undangan melanjutkan keriaan malam ke Dartmouth House, di mana pesta lanjutan eksklusif dilangsungkan. Pada momen penting ini, Vanguart tampil sebagai mitra resmi, mengisyaratkan posisinya sebagai jenama yang memahami hubungan erat antara waktu, dan karya sinema drama biografi tersebut.




JOHNNY DEPP TAMPAK MENGENAKAN
VANGUART ORB. PILIHAN JAM TANGAN
INI TERASA SEJALAN DENGAN CITRA
DEPP SEBAGAI SENIMAN YANG SELALU MENEMPATKAN ORISINALITAS DI ATAS TREN
Vanguart hadir sebagai mitra resmi dalam pemutaran perdana ini, mempertegas dukungannya terhadap karya seni, sinema, dan komunitas kreatif global. Sebagai pembuat jam independen yang mengedepankan inovasi, Vanguart dapat dinilai memandang sinema sebagai cerminan semangat kreatif yang serupa: keduanya merangkum waktu, emosi, dan visi dalam medium yang abadi. Kehadiran mereka di malam perdana ini memperkuat komitmen untuk merangkul komunitas kreatif lintas disiplin, dari pembuat film hingga pencipta masa depan. Momen ini dimanfaatkan



Vanguart untuk membangun dialog antara dunia jam tangan dan semesta sinema, dua dunia yang sama-sama memahami pentingnya detail dan dedikasi. Dalam konteks ini, setiap detik terasa lebih dari hitungan waktu, melainkan bagian dari cerita yang lebih luas.
Di malam peluncuran perdana film tersebut, di balik balutan setelan hitamnya yang sederhana namun berkarakter, Johnny Depp tampak mengenakan Vanguart Orb di pergelangan tangannya. Pilihan jam tangan ini terasa sejalan dengan citra Depp sebagai seniman yang selalu menempatkan orisinalitas di atas tren. Dikenal lewat filmografi ikonis seperti Edward Scissorhands (1990), Pirates of the Caribbean (2003), hingga Finding Neverland (2004), Depp membangun karier dari peran-peran yang menantang arus utama dan merayakan sisi eksentrik kemanusiaan. Vanguart Orb, dengan desain kompleks dan filosofi horologi avant-garde, menjadi simbol pertemuan dua dunia yang sama-sama menghargai proses, ketekunan, dan visi personal. Lewat momen ini, kolaborasi antara sang aktor dan Vanguart bukan soal gaya, melainkan pernyataan tentang bagaimana seni pembuatan film dan seni jam tangan bergerak di jalur yang sama.
Pemutaran perdana Modigliani malam itu dihadiri nama-nama besar dari berbagai bidang, mulai dari Charlie Hunnam, Riccardo Scamarcio, Sally Wood, Ronnie Wood, Andrey Rublev, Eva-Jane Willis, Katie Wong, Paul Simonon, Ryan McParland, Bruno Gouery, Yağmur Tanrısevsin, hingga aktris Antonia Desplat yang turut membintangi film tersebut. Sosok-sosok dari dunia seni, mode, dan perfilman berkumpul, menciptakan atmosfer yang memadukan keintiman seni dengan gemerlap budaya kontemporer. Kehadiran mereka menandai bagaimana acara ini bukan hanya selebrasi film,



tetapi juga ajang pertemuan bagi para kreator lintas disiplin. Bagi Vanguart, momen ini memperluas jangkauan interaksi mereka dengan komunitas global yang menghargai inovasi dan keunikan ekspresi. Di tengah percakapan tentang seni, waktu, dan warisan, jam tangan kembali menemukan relevansinya sebagai simbol gaya hidup yang berpikir jauh ke depan.
Vanguart didirikan oleh Axel Leuenberger, Mehmet Koruturk, Jeremy Freléchox, dan Thierry Fischer sebagai maison independen yang menjadikan inovasi sebagai inti filosofi mereka. Setelah memulai debut dengan Blackhole pada 2021, Vanguart kembali mencuri perhatian lewat Orb pada 2024. Jam tangan ini menampilkan flying tourbillon yang tampak melayang di atas pelat jam skelet, dipadu fitur orbiting mass yang unik: sebuah komponen berbentuk cakram yang berotasi sebagai penghormatan terhadap konsep gravitasi dan pergerakan kosmis. Seluruh struktur dibuat dari titanium grade 5, dengan sentuhan satin, microblasted, serta beveling yang dipoles tangan, mengukuhkan warisan haute horlogerie dalam pendekatan modern. Orb bukan hanya eksplorasi teknis, tetapi juga manifesto Vanguart dalam meredefinisi batas antara seni dan mekanis.
HALAMAN SAMPING
Johnny Depp tampak mengenakan jam tangan Vanguart Orb berdiameter 41mm; Vanguart Orb Tourbillon terdapat dalam versi Titanium atau rose gold, menampilkan flying tourbillon di atas pelat jam skelet, dipadu fitur orbiting mass yang unik. Harga versi Titanium: CHF 150,000 (sekitar IDR 3,1 milyar)
HALAMAN INI DARI KIRI ATAS SEARAH JARUM JAM
Para tamu VIP yang hadir diantaranya, dari kiri: Johnny Depp dan Antonia Desplat; Mehmet Koruturk (Chairman & Co-Founder Vanguart) diapit Yağmur
Tanrısevsin dan Katy Wong yang mengenakan jam Vanguart; Charlie Hunnam and Eddie Loodmer; Hugo Nicolau; Eva-Jane Willis; Sally Wood dan Ronnie Wood
Bremont Terra Nova menunjukkan bahwa keteguhan tidak selalu datang dari kilau, melainkan dari keberanian menyembunyikan kompleksitas di balik ketenangan visual dan disiplin mekanis




Jika ditelusuri lewat jejak langkahnya, seri Terra Nova dari Bremont pertama kali diperkenalkan sebagai interpretasi modern atas field watch (jam tangan militer) yang berakar pada jam saku militer pada era awal abad ke-20. Bremont awalnya merancang jam tangan ini sebagai bentuk penghormatan terhadap ketahanan para penjelajah dan prajurit yang mengandalkan instrumen presisi dalam medan ekstrem. Bentuk cushion case geometris dengan profil sederhana segera menjadi penanda visual yang membedakannya dari tipologi lapangan tradisional. Di tengah lanskap horologi yang dipenuhi kutipan sejarah, Terra Nova menawarkan sudut pandang British, yang lugas, utilitarian, dan bebas dari pretensi. Dengan fondasi tersebut, koleksi ini tidak hanya tampil sebagai objek visual, tetapi juga sebagai narasi tentang perjalanan dan keteguhan. Bremont melihat ruang untuk menyisipkan renungan dalam konstruksi fungsional, lalu menghadirkannya melalui komplikasi Jumping Hour. Mereka tidak


tertarik mengejar daya tarik populer seperti kronograf atau zona waktu ganda, melainkan memilih format montre à guichet (dengan celah jendela) yang tampil menyelinap, seolah ingin menguji seberapa jauh ketenangan bisa menggantikan gestur. Di balik jendela kecil itu, lompatan jam terjadi dalam sepersekian detik, namun kesannya tak pernah terburu-buru, seperti waktu yang melompat tanpa memberi penjelasan. Dengan langkah ini, Terra Nova perlahan melepaskan diri dari sekadar alat lapangan dan mulai berbicara seperti gagasan yang disusun dengan sengaja.
Kehadiran material versi 904L steel menandai babak baru bagi Terra Nova, seolah Bremont ingin menguji keteguhan ide yang telah mereka bangun. Jika material perunggu sebelumnya mengundang perubahan melalui efek patina yang unik, maka material baja ini secara spesifik memilih untuk bertahan, menawarkan kilau yang tidak mudah luntur oleh waktu. Teksturnya yang dipoles dan disatinasi ringan menghadirkan keheningan visual, namun menyimpan ketegasan karakter, seperti keyakinan yang tidak perlu ditinggikan suaranya. Pilihan material ini memberi pesan bahwa Terra Nova tidak hanya tentang nostalgia, tetapi tentang
DI BALIK JENDELA KECIL ITU, LOMPATAN JAM
TERJADI DALAM SEPERSEKIAN DETIK, NAMUN
KESANNYA TAK PERNAH TERBURU-BURU, SEPERTI WAKTU YANG MELOMPAT TANPA
MEMBERI PENJELASAN
konsistensi dalam menghadapi perjalanan. Di sinilah filosofi koleksi bergeser, dari romansa masa lalu menuju keberanian baru untuk menetap dan bertahan. Di balik konstruksi yang kokoh, Terra Nova memilih bahasa visual yang hampir sunyi. Tidak ada indeks mencolok atau ornamen yang berlebihan, hanya tiga jendela kecil yang bekerja dengan ritme yang tertahan. Kesederhanaan ini bukan hasil pengurangan, melainkan keyakinan bahwa presisi tidak selalu perlu tampil agresif. Bremont menyembunyikan kerumitan mesinnya di balik ketenangan, seakan ingin mengajak pemakainya membaca waktu dengan refleksi, bukan sekadar pandangan cepat. Seperti yang pernah diungkapkan Tomos Parry, “Ia menyeimbangkan insting dengan teknik yang presisi, dan setiap keputusannya mencerminkan pencarian tanpa henti akan penyempurnaan,” sebuah filosofi yang sejiwa dengan cara Terra Nova merayakan ketelitian tanpa suara.
Jika presisi melahirkan ketenangan, maka ekspresi memberi bentuk pada keberanian. Terra Nova tidak hanya berbicara melalui mekanisme, tetapi juga melalui sikap visual yang tegas dan terkendali. Dalam lanskap inilah sosok Kouadio Amany menemukan relevansinya, seorang perancang yang menafsirkan tailoring Inggris dengan keberanian untuk melebihi batas klasik. Ia dikenal bukan karena kilau, melainkan karena keberhasilannya menyatukan warisan dengan pandangan masa kini. Seperti yang digambarkan tentang dirinya, “Ia mewakili semangat kreatif yang berani, mengolah teknik tradisional dengan sudut pandang progresif,” sebuah refleksi bahwa Terra Nova dibuat bukan untuk menarik perhatian, melainkan untuk menetapkan pendirian. Terra Nova bukan dirancang untuk mereka yang mencari gemerlap, melainkan untuk individu yang memahami bahwa karakter dapat disampaikan tanpa suara. Jam ini berbicara kepada mereka yang menempatkan konsistensi di atas pengakuan, dan memilih ketenangan sebagai bentuk kekuatan. Jam ini tidak menjanjikan pesona instan, tetapi menawarkan hubungan yang semakin dalam seiring waktu. Di balik dial tertutup, mesin kaliber BC634 bekerja pada frekuensi 28.800 bph, menggerakkan lompatan jam dengan ketepatan di bawah sepertiga kedipan mata, ditopang 29 jewels dan cadangan daya hingga 56 jam. Konstruksi dua bagian berbahan 904L steel, dipoles dan disatinasi, menjaga proporsi 38 milimeter yang terasa kokoh namun tetap bersahaja di pergelangan. Tiga jendela waktu; jam di puncak, menit di dasar, dan detik tengah berbentuk kompas, menghidupkan fungsi tanpa mengorbankan ketenangan visual.
HALAMAN SAMPING
Jam tangan Bremont Terra Nova 38mm mengusung komplikasi Jumping Hour dalam format montre à guichet (dengan celah jendela) yang unik, dan tersedia dalam pilihan gelang baja 904L atau tali nubuck cokelat yang mudah dilepas-pasang
HALAMAN INI DARI ATAS
Tomos Parry, koki kelahiran Anglesey, pemilik restoran Brat berbintang Michelin di London Timur; Kouadio Amany, penjahit dan desainer senior di Ozwald Boateng

Pencatat waktu resmi Fuorisalone 2025 dan Brera Design District, Grand Seiko, mempersembahkan karya Tokujin Yoshioka – Frozen, selama Milan Design Week


Dari ajang Milan Design Week 2025, di mana inovasi kerap menjadi pusat perhatian, Grand Seiko dengan bangga mempersembahkan sebuah proyek luar biasa hasil kolaborasi dengan Tokujin Yoshioka, salah satu desainer ternama Jepang. Tokujin Yoshioka menawarkan sesuatu yang benar-benar berbeda, yaitu sebuah pengalaman yang perlahan menghilang. Berjudul “TOKUJIN YOSHIOKA – Frozen”, proyek ini dipamerkan selama Milan Design Week pada bulan April lalu. Pengunjung berkesempatan untuk menikmati instalasi dan karya seni terbaru Tokujin Yoshioka, “Aqua Chair”, bersama kreasi Spring Drive Grand Seiko, yang dengan indah menangkap aliran waktu alami melalui gerakan geser jarum detik. Dalam mempersembahkan kreasi Spring Drive-nya, Grand Seiko menafsirkan ulang tema Fuorisalone 2025, yaitu “ Connected Worlds” (Dunia yang Terhubung), yang menunjukkan hubungan antara alam dan waktu bagi khalayak internasional, sebagaimana diungkapkan oleh filosofi merek tersebut, The Nature of Time (Sifat Waktu).




PENGUNJUNG BERKESEMPATAN UNTUK MENIKMATI INSTALASI DAN KARYA SENI TERBARU TOKUJIN YOSHIOKA, “AQUA CHAIR”, BERSAMA KREASI SPRING DRIVE GRAND SEIKO, YANG DENGAN INDAH MENANGKAP ALIRAN WAKTU ALAMI MELALUI GERAKAN GESER JARUM DETIK
Sang seniman dan desainer Tokujin Yoshioka sendiri dikenal karena telah menciptakan banyak karya yang melampaui aspek bentuk tradisional, memanfaatkan cahaya dan benda-benda tak berwujud lainnya untuk menciptakan karya seninya. Karyakaryanya telah menerima penghargaan internasional dan ditampilkan dalam koleksi permanen museum-museum besar di seluruh dunia. Khusus untuk proyek ini, Tokujin Yoshioka berfokus pada konsep “air”, menciptakan sebuah instalasi di mana patung cahaya transparan bertransformasi seiring berjalannya waktu. Dibuat menggunakan proses khusus yang dimulai dengan balok es ultra-transparan, kursi ini muncul secara alami melalui teknik khusus pembekuan lambat. Es, yang mampu membiaskan dan memancarkan cahaya alami, membentuk kursi yang siluetnya perlahan berubah, dibentuk oleh cahaya, angin, dan suhu.
Menjelang akhir acara di Milan, patung ini bertransformasi menjadi komposisi organik, lalu perlahan menghilang. Dengan lebar 120 cm, kedalaman 100 cm, dan tinggi 89 cm, patung seberat 850 kg ini menangkap kualitas refraksi air. Instalasi ini telah dipamerkan di Palazzo Landriani, sebuah bangunan bersejarah yang terletak di jantung Distrik Brera, pusat acara Milan.
HALAMAN SAMPING DARI ATAS
Desainer ternama Jepang Tokujin Yoshioka di balik karyanya; Sketsa desain “Aqua Chair” oleh Tokujin Yoshioka; Mesin jam Grand Seiko Caliber 9RB2
HALAMAN INI
Jam tangan Grand Seiko Spring Drive U.F.A.SLGB003 menafsirkan ulang tema Fuorisalone 2025, yaitu “Connected Worlds” (Dunia yang Terhubung), yang menjadi inspirasi karya Yoshioka; yang dibuat menggunakan proses khusus yang dimulai dengan balok es ultra-transparan



INI BUKAN TENTANG TRADISI, INI TENTANG
PEMBERONTAKAN, SEMANGAT ZAMAN, GAYA
HIDUP, DAN SELERA MODE YANG UNIK YANG
DIHIDUPKAN KEMBALI OLEH FREDERIQUE
CONSTANT DENGAN GEMILANG DI AWAL TAHUN 2000-AN
Pernahkah Anda merasa pembuatan jam tangan terkesan monoton dan itu-itu saja? Frederique Constant benar-benar tahu cara menyegarkan suasana dengan gaya. Setelah absen dari koleksi mereka selama lebih dari dua puluh tahun, Manchette kini kembali dengan sentuhan glam-rock yang seksi pada jam tangan cuff yang patut diperhitungkan sebagai jam tangan cuff yang definitif, gelang anggun dengan pola Clou de Paris persegi yang terpantul di pelat jam (juga persegi), tersedia dalam empat versi berbeda, satu set perhiasan, dua alternatif mineral dalam malachite dan onyx, dan versi keempat dalam perak matte
Mengulang kembali salah satu aksesori ikonis era 1980-an. Jam tangan Manchette cuff ini melambangkan era ‘apa pun boleh’, mewujudkan gaya pembuatan jam tangan yang bebas. Di sini, kerumitan dan eksklusivitas tidak ada lagi, berganti menjadi gaya yang ceria dan berani. Ini bukan tentang tradisi, ini tentang pemberontakan, semangat zaman, gaya hidup, dan selera mode yang unik yang dihidupkan kembali oleh Frederique Constant dengan gemilang di awal tahun 2000-an. Dan kini, Manchette kembali ke koleksi ini dengan nama Classics Manchette. Mungkin paling tepat dilihat sebagai gelang (dengan tujuh kaitan fleksibel yang mengalir) yang kebetulan menunjukkan waktu. Diikat dengan aman di pergelangan tangan agar tahan terhadap segala keasyikan di lantai dansa, jam tangan ini dilengkapi gesper lipat terintegrasi (dan karenanya tak terlihat). Pola ‘Clou de Paris’ menyelimuti seluruh jam tangan dengan beragam kotak berkilau yang dipoles, dengan sentuhan akhir yang halus di bagian atas setiap kaitan. Di bagian tengah terdapat dial yang tersembunyi dengan hanya dua jarum yang bergerak di atasnya untuk menunjukkan jam dan menit.
Sejalan dengan tren terkini, Frederique Constant memperhatikan kembalinya dial mineral, yang hadir pada separuh jam tangan Classics Manchette terbaru. Yang pertama menampilkan warna hijau marmer malachite, yang diselingi oleh beragam corak. Yang kedua hadir dalam warna hitam pekat onyx, yang menyerap hampir semua cahaya dan memberikan dua jarum yang anggun (diselesaikan dengan tangan menggunakan polesan cermin). Dua versi lainnya memilih register monokrom yang sangat berbeda. Untuk melapisi manset baja yang dipoles, yang satu memilih kilau cemerlang dari 158 berlian, sementara yang lain mengadopsi kecanggihan ton-sur-ton dari dial perak matte yang menampilkan angka Romawi untuk etos horologis yang lebih kuat. Setiap arloji ditenagai oleh kaliber kuarsa FC-200 yang sama, dengan daya tahan baterai hingga 60 bulan, lima tahun penuh kemewahan glam-rock


JEWELLERY TIME



LV Diamonds menghadirkan potongan Monogram Star sebagai simbol keberanian untuk menafsirkan ulang tradisi dalam bahasa kemewahan masa kini




POTONGAN LV MONOGRAM STAR, SEBUAH
DESAIN BERANI DENGAN 53 FASET YANG
RUNCING, TERINSPIRASI LANGSUNG DARI
BUNGA MONOGRAM BINTANG CIPTAAN
GEORGES VUITTON PADA TAHUN 1896
Louis Vuitton sejak 1854 dikenal sebagai pembuat koper perjalanan yang dirancang untuk aristokrat Eropa, menjadikan jenama ini sinonim dengan seni berpelesir yang penuh wibawa. Dari sana, rumah mode ini berkembang menjadi mercusuar gaya hidup, melahirkan ikon-ikon yang tak lekang waktu: koper trunk berlapis monogram, tas Speedy, Keepall, hingga Neverfull yang menghiasi tangan generasi demi generasi. Perjalanannya tidak berhenti di dunia travel dan fashion, pun merambah furnitur, wewangian, bahkan seni, dengan bahasa desain yang selalu menantang batas. Kini, evolusi itu mencapai babak baru lewat LV Diamonds, lini perhiasan yang menyalakan kilau sejarah panjang merek ini dalam potongan berlian yang sarat simbol. Koleksi ini tidak hanya memperluas portofolio, tetapi juga menegaskan bahwa DNA Louis Vuitton selalu hidup di persimpangan antara warisan dan inovasi.
Dalam setiap era, Louis Vuitton menunjukkan kemampuannya membaca ulang kebutuhan zaman, kadang justru membuka jalan baru sebelum tren terbentuk. Jika dulu koper berlapis monogram menjanjikan kebebasan berpelesir, kini berlian hadir sebagai simbol perjalanan batin yang lebih intim: pencarian makna, ekspresi diri, dan warisan lintas generasi. Inti pusaran dari koleksi ini adalah potongan LV Monogram Star, sebuah desain berani dengan 53 faset yang runcing, terinspirasi langsung dari bunga monogram bintang ciptaan Georges Vuitton pada tahun 1896. Bentuk grafis yang khas ini menghasilkan kilau berbeda dari potongan konvensional, menciptakan bahasa visual yang segera dikenali sebagai milik Louis Vuitton. Dengan cara ini, berlian bukan hanya perhiasan, melainkan simbol identitas yang menyatukan tradisi dan inovasi di dalam satu karya secara kukuh.


Sejak lama berlian dipandang sebagai object of desire, sebuah simbol hasrat dan prestise yang juga dikenal bernilai abadi. Louis Vuitton menarasikan ulang pesona ini menjadi bahasa visual yang mencerminkan identitasnya, diwujudkan dalam koleksi LV Diamonds yang mencakup cincin, band uniseks, anting, dan liontin. Setiap karya lahir dari Jewelry Creation Studio milik Louis Vuitton, terinspirasi oleh estetika Art Deco serta detail V yang dahulu menghiasi koper Gaston-Louis Vuitton pada era 1920–1930an. Material yang digunakan pun beragam, mulai dari platinum yang modern, emas mawar yang lembut, hingga versi penuh bertatahkan berlian, menciptakan rentang ekspresi dari sederhana hingga megah. Dengan hadirnya desain uniseks, koleksi ini menunjukkan bahwa object of desire hari ini tidak lagi terikat pada batasan gender, melainkan pada kebebasan untuk memilih dan mengekspresikan diri.
Dalam lanskap perhiasan mewah global, isu transparansi dan keberlanjutan kini menjadi tolok ukur yang tak bisa diabaikan. Louis Vuitton menanggapi hal ini dengan meluncurkan sertifikat LV Diamonds, sebuah inisiatif yang mencatat asal-usul, bobot, warna, hingga perjalanan setiap berlian dari sumber hingga perhiasan akhir. Semua data tersimpan di blockchain Aura Consortium, sebuah jaringan eksklusif yang memastikan informasi tidak dapat diubah sekaligus tahan pemalsuan. Sistem ini menciptakan digital twin untuk tiap berlian, sehingga pemilik dapat menelusuri dengan mudah perjalanan batu mulia mereka dari tambang hingga menjadi perhiasan. Dengan cara ini, Louis Vuitton menegaskan bahwa kemewahan masa kini tak lagi sebatas kilau, melainkan juga bukti nyata komitmen pada akuntabilitas dan tanggung jawab terhadap manusia dan lingkungan.
Sejak didirikan, Louis Vuitton selalu memadukan inovasi, imajinasi, dan mutu terbaik dalam setiap kreasinya. Dari koper berlapis monogram hingga tas-tas ikonis, dari furnitur hingga parfum, jejak perjalanan rumah mode ini senantiasa ditandai oleh keberanian untuk memperluas batas. Kehadiran LV Diamonds menjadi kelanjutan alami dari tradisi tersebut, kali ini dalam wujud perhiasan yang menyimpan makna lebih dari sekadar hiasan. Dengan dukungan sertifikasi dari Responsible Jewellery Council sejak 2012, setiap berlian yang mereka hadirkan tak hanya bersinar, tetapi juga membawa narasi etis tentang asal-usul dan prosesnya. Melalui koleksi ini, Louis Vuitton meneguhkan dirinya sebagai pionir yang berani mendefinisikan ulang makna kemewahan di abad ke-21 yang kini membawa nilai keindahan, keberanian, dan kesadaran.
HALAMAN SAMPING
Cincin-cincin platinum bertatahkan berlian LV Diamonds Solitaire; Model mengenakan cincin berlian LV Monogram Star dan anting berlian; Model mengenakan cincin-cincin platinum bertatahkan LV Diamonds Solitaire dan anting berlian
HALAMAN INI
Beragam pilihan cincin, kalung dan anting LV Diamonds dari bahan
platinum yang modern, emas mawar yang lembut, hingga versi penuh bertatahkan berlian
Dua pameran besar kembali menggemakan detak jantung dunia jam tangan global dari Hong Kong Convention & Exhibition Centre


Pameran jam tangan dengan cakupan internasional dari kawasan Asia yang paling megah dan dihormati adalah Hong Kong Watch & Clock Fair dan Salon de TIME, yang tahun ini berlangsung dari tanggal 2–6 September, di Hong Kong Convention & Exhibition Centre, Wan Chai. HKTDC Hong Kong Watch & Clock Fair tahun ini telah menginjak tahun ke-44 dan Salon de TIME yang ke-13, dan diselenggarakan bersama oleh Dewan Pengembangan Perdagangan Hong Kong (HKTDC), Asosiasi Produsen Jam Hong Kong Limited, dan Federasi Perdagangan & Industri Jam Hong Kong Limited. Tahun ini, kedua pameran ini sukses besar dan dihadiri sekitar 16.000 pembeli dari 95 negara dan wilayah, dengan pembeli dari luar Hong Kong sebagian besar berasal dari Tiongkok Daratan, Taiwan, India, Jepang, AS, dan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Para peserta pameran juga puas dan menyatakan optimisme yang kuat terhadap prospek pasar-pasar seperti Timur Tengah dan Asia Timur.






SEBAGAI PUNCAK ACARA SALON DE TIME, WORLD BRAND PIAZZA MENGHADIRKAN
SEMBILAN MEREK JAM TANGAN KELAS DUNIA
Apa yang menarik dari pameran ini yang membuat para pengunjung dan pebisnis di industri jam tangan begitu antusias untuk hadir? Acara yang sukses menarik lebih dari 19.000 pengunjung untuk membeli barang-barang favorit mereka dari sekitar 400 merek jam tangan dan fesyen dipamerkan ini memang lebih dari sekadar pameran dagang, melainkan tempat bertemunya warisan dan inovasi, dan tempat para kreator, kolektor, dan komunitas di industri jam tangan. Collector’s Guide-WATCHES Indonesia kembali menjadi mitra media eksklusif dari Indonesia

dan diundang untuk meliput langsung dari Hong Kong, dan menyaksikan sendiri kemeriahan suasana pameran, dan beragam program lain yang tak kalah pentingnya. Beberapa program yang kami hadiri dan sangat berguna bagi para pelaku di industri ini diantaranya adalah:
HALAMAN SAMPING DARI ATAS
Peresmian pembukaan pameran HKTDC Watch & Clock Fair dan Salon de TIME; Jam tangan SNAKE by Zbioland ZBL yang unik, dengan mesin jam ZBL in-house + SW, cadangan daya 38 jam, dan diameter casing 46mm dari Titanium Grade 5, seharga SGD 5,529 (sekitar IDR 70,8 juta)
HALAMAN INI DARI KIRI ATAS SEARAH JARUM JAM
Para model memperagakan jam tangan di Salon de TIME; Jam tangan Lilienthal Berlin dengan dial dari daun teh daur ulang; Dua jam mewah dipamerkan di ruang World Brand Piazza, termasuk Corum Golden Bridge; Pengunjung berinteraksi langsung dengan peserta pameran; Aqua Luna Harbour Cruise



Hong Kong International Watch Forum; Dimana perwakilan asosiasi jam tangan internasional berbagi kinerja perdagangan regional terbaru industri jam tangan di wilayah masing-masing, serta berbagi visi dan wawasan mereka tentang upaya kolaboratif antara produsen, pemasok, dan peritel di industri jam tangan, serta bagaimana industri ini dapat berkembang dan beradaptasi dengan perubahan permintaan pasar dan kondisi global; Ancient Wisdom Meets Innovative Technology: Smart Wearables for Preventive Healthcare (Kearifan kuno berpadu dengan teknologi inovatif: Perangkat pintar yang dapat dikenakan untuk layanan kesehatan preventif); Disini hadir Dayton Industrial, peserta pameran yang meluncurkan jam tangan pintar Watch2Care TCM yang dilengkapi analisis denyut digital dengan laporan TCM (Pengobatan Tradisional Tiongkok) untuk layanan kesehatan preventif;


Asian Watch Conference: Konferensi ini menyoroti tren-tren utama yang membentuk masa depan pasar jam tangan. Para peserta mengeksplorasi nilai artistik jam tangan independen dan merek mikro, dengan fokus pada inovasi gaya, komponen, dan filosofi pembuatan jam tangan. Sesi ini juga membahas Ecodesign for Sustainable Product Regulations (ESPR) Uni Eropa dan mengungkap bagaimana manajemen siklus hidup berkelanjutan membuka nilai abadi dalam pembuatan jam tangan.
Banyak hal unik yang kami temui, seperti saat merek Jerman Lilienthal Berlin memperkenalkan jam tangan pertama di dunia dengan casing yang terbuat dari ampas kopi daur ulang di Salon de TIME tahun lalu. Tahun ini, mereka kembali berinovasi dengan menghadirkan jam tangan ramah lingkungan baru dengan dial yang terbuat dari daun teh daur ulang. Sebagai puncak acara Salon



ACARA INI MEMANG LEBIH DARI SEKADAR
PAMERAN DAGANG, MELAINKAN TEMPAT BERTEMUNYA WARISAN DAN INOVASI, DAN TEMPAT PARA KREATOR, KOLEKTOR, DAN KOMUNITAS DI INDUSTRI JAM TANGAN
de TIME, World Brand Piazza menghadirkan sembilan merek jam tangan kelas dunia. Salon de TIME juga menampilkan beberapa peserta pameran yang memamerkan jam tangan seri “Guochao”. Tahun ini, Sun International Concepts menghadirkan enam merek jam tangan ternama dari Tiongkok Daratan, termasuk mahakarya dari empat pembuat jam tangan independen: Ma Xushu, Tan Zehua, Qian Guobiao, dan Gong Xun. Zona baru Microbrands menghadirkan merek-merek niche unik yang menawarkan jam tangan yang terjangkau dan bergaya. Untuk tahun kedua berturutturut, Salon de TIME dibuka sepenuhnya untuk umum secara gratis.
Wakil Direktur Eksekutif HKTDC, Sophia Chong, menyampaikan: “Pameran Jam & Arloji Hong Kong dan Salon de TIME merupakan acara tahunan yang menjadi sorotan industri. Tahun ini, acara ini mempertemukan lebih dari 650 peserta pameran dari 15 negara dan wilayah. Pameran tahun ini menampilkan paviliun dari Guangzhou, Taiwan, Paviliun Pembuat Arloji Independen Swiss (SIWP), dan paviliun Prancis karya Francéclat. Pameran ini juga menyambut kembalinya peserta pameran dari Jerman, Jepang, Lebanon, dan Belanda. Jumlah merek yang berpartisipasi di Salon de TIME mencapai rekor tertinggi pascapandemi. Banyak peserta pameran memanfaatkan platform ini untuk meluncurkan produk inovatif yang menampilkan keahlian istimewa, yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk memasuki pasar internasional dan Tiongkok daratan. Hal ini menggarisbawahi vitalitas Hong Kong sebagai pusat perdagangan dan kreativitas global.”





Kami juga menyaksikan hasil karya mengagumkan dari para pemenang Kompetisi Desain Jam Tangan Hong Kong ke-42 yang menampilkan kelompok terbuka dan kelompok mahasiswa. Selain dapat menikmati acara-acara yang menarik selama pameran berlangsung, kami media mancanegara hingga para pembeli yang hadir dari berbagai negara mendapatkan dukungan perjalanan dan perhotelan, termasuk naik perahu Aqua Luna, program kunjungan ramah Muslim ke Museum Istana Hong Kong dan Masjid Kowloon, tiket masuk Plaza Premium Lounge, dan stan budaya di resepsi untuk networking, yang seluruhnya disediakan dan difasilitiasi oleh HKTDC dan Dewan Pariwisata Hong Kong. Sunggu berkesan, dan kami tunggu Anda yang tertarik dan ingin berkunjung ke acara ini tahun 2026!
HALAMAN SAMPING DARI ATAS
Model mengenakan Aerowatch “Automatic Regulator 1942 Limited Edition 01/100” 42mm dari stainless steel; Jam tangan Aerowatch 1942 Lady Automatic Skeleton 35mm; Dua tourbillon Water Lilies dari Present Watch, terinspirasi oleh mimpi kupu-kupu klasik Zhuangzi dengan dial Applique 18K bertatahkan berlian, dan Present Watch tourbillon Tian Ji 18K dengan dial bertatahkan berlian alami
HALAMAN INI DARI KIRI ATAS SEARAH JARUM JAM
Sophia Chong, Wakil Direktur Eksekutif HKTDC; Hong Kong International Watch Forum; Para tamu hadir di resepsi dan networking dan pengundian berhadiah besar; Dua jam tangan peserta Kompetisi Desain Jam dan Arloji Hong Kong ke-42, dan para pemenang berfoto bersama
Pameran perhiasan paling bergengsi di Singapura ini sukses menghadirkan lebih dari 400 merek dan perusahaan dari 26 negara, dan dihadiri lebih dari 18.000 pembeli





MTAHUN INI TERDAPAT TUJUH KOMUNITAS
KURASI BARU, SEPERTI ICON DAN TIMELESS
YANG MENYOROTI PERHIASAN MEWAH DAN
JAM TANGAN MEWAH
ulai dari perhiasan warisan hingga desainer inovatif, pameran Singapore International Jewelry Expo (SIJE) edisi 2025 kembali digelar di Marina Bay Sands Expo & Convention Centre, Singapura pada tanggal 10 - 13 Juli lalu. Selama 4 hari, pameran ini berhasil meraih kesuksesan yang spektakuler, dihadiri lebih dari 18.690 pembeli dan pengunjung yang terdiri dari para kolektor dan penikmat permata internasional hingga industri profesional dan pembeli regional. Tak kurang dari 414 merek dan perusahaan dari 26 negara yang berpartisipasi dan memamerkan perhiasan dan batu permata senilai lebih dari USD 250 juta, yang tersebar di Halls A, B, and C seluas 10.000 meter persegi. Dengan sejarah gemilang SIJE selama 20 tahun, pameran perhiasan paling bergengsi dan terlama di Singapura ini telah mengukuhkan reputasinya yang tak terbantahkan sebagai pusat perhiasan terkemuka di kawasan ini, menarik para pembeli, penggemar perhiasan, kolektor, dan profesional industri dari Singapura dan seluruh dunia.







Pameran ini resmi dibuka oleh Low Yen Ling, Menteri Senior Negara Singapura untuk Perdagangan & Industri, serta Kebudayaan, Komunitas, dan Pemuda, di hadapan para perajin perhiasan, diplomat, dan tokoh industri internasional. Tamu kehormatan yang hadir pada pembukaan pameran antara lain Fabio Conte, Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Italia di Singapura, dan Giorgio Calveri, Komisioner Perdagangan untuk Singapura dan Filipina di Badan Perdagangan Italia (ITA). CEO IEG Asia, Dr. Ilaria Cicero sebagai penyelenggara pameran, dengan Singapore Jewellers Association, dalam sambutan saat pembukaan pameran ia menyampaikan kebanggaannya, karena tahun ini menandai perayaan Ulang Tahun SIJE yang ke-20, dua dekade sebagai pameran perhiasan dan batu permata terkemuka di Asia Tenggara, “SIJE 2025 lebih dari sekadar perayaan perjalanan 20 tahun kami. Ini adalah pernyataan yang berani tentang arah yang kami tuju. Singapura merupakan jangkar strategis di Asia. Dan selama dua dekade terakhir, SIJE telah berkembang menjadi platform tepercaya untuk koneksi, kolaborasi, dan perdagangan, tempat merek-merek internasional berinteraksi dengan kolektor, peritel, dan penikmat perhiasan yang cerdas.” Ilaria juga mengungkapkan bahwa tahun ini terdapat tujuh komunitas kurasi baru, seperti Icon dan Timeless yang menyoroti perhiasan mewah dan jam tangan mewah. Dan terdapat paviliun eksklusif, seperti Paviliun Italia, yang memamerkan karya seni Eropa yang mewah, dan Paviliun Singapura yang merayakan para desainer lokal dan merek lokal. Selain itu terdapat Prestige yang memamerkan perhiasan mewah yang sudah jadi, Facets menawarkan wawasan mendalam tentang berlian lepas, mutiara, dan batu permata, Venture yang mengeksplorasi teknologi mutakhir dan inovasi dalam manufaktur perhiasan, Bijou menyediakan platform bagi para desainer independen, dan Essence, tempat bertemunya desain eksperimental dan perhiasan konseptual.







Penasaran dan ingin ikut berpartisipasi di tahun depan? Catat tanggalnya karena ajang bergengsi edisi ke-21 ini dijadwalkan kembali pada bulan Juli 2026, diselenggarakan bersamaan dengan World Diamond Congress (kongres berlian dunia), salah satu pertemuan global paling bergengsi di industri berlian. Kongres dan SIJE akan menjadi fondasi bagi World Diamond & Jewellery Week yang perdana, menandai era baru Singapura yang semakin terkemuka di kancah perhiasan internasional. “Saya merasa sangat terhormat untuk mengumumkan tonggak penting bagi Singapura dan industri regional. Setelah hampir empat dekade, World Diamond Congress yang diselenggarakan bersama oleh Federasi Bursa Berlian Dunia dan Asosiasi Produsen Berlian Internasional akan kembali ke Singapura pada tahun 2026. Acara bersejarah ini akan berlangsung sebagai bagian dari Diamond Luxury Week, dengan SIJE 2026 dibuka pada tanggal 9 hingga 12 Juli, dan dilanjutkan World Diamond Congress pada tanggal 12 hingga 15 Juli 2026,” ungkap Ilaria. https://sije.com.sg/
HALAMAN SAMPING DARI KIRI
Gunting pita meresmikan pembukaan pameran SIJE 2025; Model mengenakan perhiasan Caratell; Acara Vernissage
Runway Fashion Show; Beberapa batu permata paling mengesankan di ajang pameran
HALAMAN INI DARI KIRI ATAS
Jam Racer Time Diamond Sun dari Greco Genève; Para model memamerkan perhiasan dan jam tangan mewah; Sambutan dari
Menteri Low Yen Ling; Fabio Conte (Wakil Kepala Misi, Kedutaan
Besar Italia di Singapura); Dr Ilaria Cicero (CEO IEG Asia Pte Ltd); Fabio Cascapera (Presiden Diamond Exchange of Singapore); Jam Pilo & Co Geneve Tempo; Para tamu di acara fashion show; Ho Nai Chuen BBM (Presiden Singapore Jewellers Association); Presentasi dari Paola De Luca; Perwakilan dan tokoh industri internasional

Dengan bahasa desain yang beragam, tempat inovasi, keahlian, dan gaya bertemu, Titan membangun kehadiran merek yang lebih kuat, mudah diakses, bergaya, dan relevan bagi konsumen
Mereka yang berasal dari India pasti sudah sangat mengenal nama TATA Group, konglomerat multinasional yang prestisius dengan kantor pusatnya di Mumbai, Maharashtra, India. Sebagai bagian dari TATA Group, merek jam tangan Titan memiliki produksi terbesar (mungkin di dunia) dengan jutaan produk jam tangan setiap tahunnya, dan kini telah hadir di lebih dari 25 negara, serta berhasil menjual satu jam tangan setiap tiga detik. Saat kami diundang ke Malaysia yang dipilih merek ini untuk memperkenalkan kembali produk mereka di kawasan Asia Tenggara, tentu saja kami menyambut dengan baik, sekaligus penasaran dengan apa yang akan ditunjukkan kepada media dan para pelaku di industri jam tangan yang hadir. Malamnya kami diundang untuk menikmati makan malam sekaligus kesempatan untuk saling mengenal dan networking bersama tamu undangan lainnya.










TITAN SUKSES DI KANCAH INTERNASIONAL
DENGAN KREDENSIAL DESAIN PEMENANG
PENGHARGAAN, TERMASUK NOMINASI DI GRAND PRIX D’HORLOGERIE DE GENÈVE 2024
UNTUK KOLEKSI EDGE ULTRASLIM, DAN TAHUN 2025 INI DENGAN JALSA BY NEBULA
Acara inti bertempat di Grand Ballroom hotel The Westin Kuala Lumpur, dimana kami menyaksikan sendiri koleksi unggulan Titan yang menawarkan beragam desain, mulai dari jam tangan untuk kebutuhan sehari-hari yang minimalis, hingga karya yang berani dan penuh pernyataan yang menjawab beragam selera dan gaya hidup. Koleksi unggulan Titan ditampilkan sebagai pernyataan gaya, termasuk lini Edge, dengan desain minimalis ultra-ramping dan pemenang berbagai penghargaan Red Dot Design; Raga, yang mewujudkan kekuatan dan keanggunan feminin; Titan Automatics yang menampilkan dial berbentuk hati terbuka dan mesin jam kinetik; Titan Stellar yang terinspirasi oleh bintang dan unsurunsur langit, dibuat dengan material langka dan komplikasi yang rumit. Titan juga sukses di kancah internasional dengan kredensial desain pemenang penghargaan, termasuk nominasi di Grand Prix d’Horlogerie de Genève 2024 untuk koleksi Edge Ultraslim, dan tahun 2025 ini dengan Jalsa by Nebula.







Selain pengalaman menyaksikan beragam produk yang imersif dan berinteraksi langsung dengan produk dan mencoba sendiri beragam jam tangan yang dipamerkan, kami juga berkesempatan untuk melakukan wawancara eksklusif dengan Gaurav Midha, Head of Business, Titan Company Ltd. Menurut Gaurav Midha, dengan meningkatnya permintaan akan aksesori mewah yang terjangkau dan trendi, peluncuran kembali Titan di Asia Tenggara menandai langkah signifikan dalam strategi ekspansi global merek tersebut. “Peluncuran kembali Titan di wilayah ini, Malayasia termasuk Indonesia menandai langkah penting dalam strategi ekspansi global kami,” ungkapnya dengan ramah. Simak wawancara lengkapnya di situs online kami: www.cgw-indonesia.com
HALAMAN SAMPING DARI ATAS
Para model mengenakan jam tangan Titan dari lini Edge; Raga; Titan Automatics hingga Titan Stellar yang menawan; Gaurav Midha, Head of Business, Titan Company Ltd.
HALAMAN INI
Para tamu yang hadir di acara pameran yang bertempat di Grand Ballroom hotel The Westin Kuala Lumpur, menyaksikan sendiri koleksi unggulan Titan yang menawarkan beragam desain dan keunggulan; Berfoto bersama saat hadir di acara Gala Dinner; Grup dari Indonesia, Hary Kusma, Della Agnes Florida, Athirah Nurfilzah dan Lulu Fuad berfoto bersama Gaurav Midha dan team

Rado merayakan seni pemberian hadiah abadi dalam kampanye terbarunya yang bertajuk: Saatnya Sekarang
Pelopor dalam hal inovasi material dan kecanggihan abadi Swiss, Rado menawarkan perayaan gemilang akan kehadiran, sentimen, dan desain abadi dalam kampanye terbarunya: The Time Is Now. Kampanye ini mengingatkan kita bahwa tak ada momen yang lebih baik daripada momen ini untuk mengungkapkan rasa terima kasih, kekaguman, atau cinta kita. Dipimpin oleh ikon global dan duta merek, Hrithik Roshan dan Katrina Kaif, kampanye ini menghormati kecemerlangan yang tenang dari momen saat ini, yaitu kesempatan untuk berhenti sejenak, merenung, dan memberi dengan penuh makna. Di dunia yang serba cepat, jam tangan Rado menawarkan sesuatu yang benar-benar langka: keabadian. Tak sekadar dikenakan, tetapi juga dikenang.
Hrithik Roshan dan Captain Cook High-Tech Ceramic Chronograph
Jam tangan pilihannya ini terlihat sporty namun elegan, berani namun tetap mudah, itulah Rado Captain Cook High-Tech Ceramic Chronograph yang merupakan pernyataan dualitas. Hrithik Roshan mengenakannya dengan nyaman, mewujudkan perpaduan antara performa presisi dan bentuk yang canggih. Casing keramik monoblok berteknologi tinggi berukuran 43mm berwarna hitam matte dipadukan dengan aksen warna emas mawar yang dipoles, menghadirkan kontras mencolok yang terasa kontemporer sekaligus abadi. Jam tangan yang luar biasa ringan dan tahan gores ini hadir dengan tali jam keramik berteknologi tinggi berwarna hitam matte dan dipoles, dan gesper titanium lipat tiga untuk kesesuaian yang sempurna, memastikan kenyamanan bagi pemakainya. Ditenagai oleh kaliber otomatis R801 dan diatur dalam lima posisi untuk akurasi yang lebih baik, kronograf ini dirancang untuk presisi, baik di medan terjal maupun dalam keanggunan malam yang tenang dan elegan. “Captain Cook bukan sekadar jam tangan; ia adalah pendamping. Kuat, serbaguna, dan selalu tenang,” ungkap Hrithik.

Katrina Kaif dan Centrix Diamonds Diciptakan bagi mereka yang mencari keanggunan, Rado
Centrix Diamonds adalah studi puitis tentang kecemerlangan dan keanggunan. Dihiasi dengan 60 berlian Top Wesselton yang dipotong penuh di sekeliling bezel dan 11 berlian lainnya pada pelat jam berwarna cokelat berkilau, jam tangan ini dirancang untuk memikat setiap pandangan. Dibuat dengan baja tahan karat berlapis PVD emas mawar yang dipoles dan kait keramik berteknologi tinggi, Centrix Diamonds begitu abadi dan halus. Jam tangan ini menggunakan mesin otomatis kaliber R763, yang disempurnakan dengan per rambut anti-magnetik Nivachron™ untuk akurasi yang tahan lama lintas generasi. “Centrix Diamonds tidak hanya indah, ia memiliki kekuatan yang tenang. Ia halus dan anggun. Ini adalah karya seni yang benar-benar mewah”, ujar Katrina.
DARI ATAS
Dua ikon global dan duta merek Rado, Hrithik Roshan dan Katrina Kaif; Centrix Diamonds pilihan Katrina Kaif, dan Captain Cook High-Tech Ceramic Chronograph yang dikenakan Hrithik Roshan


Rencanakan pelayaran eksklusif yang mendebarkan ke destinasi yang merupakan lanskap es abadi yang tak berpenghuni, yaitu ke benua Antartika, bersama Destination Tour

Pernahkah Anda membayangkan bagaimana rasanya mencapai Ujung Bumi, yaitu benua Antartika? Selama ini begitu banyak tawaran perjalanan wisata oleh operator penyedia jasa perjalanan ke tempat-tempat pariwisata mewah yang disebut ultimate luxury, yang mungkin sudah Anda alami sendiri. Namun pernahkah Anda membayangkan untuk mengunjungi benua Antartika yang dijuluki “The Ice” dan terletak di ujung paling selatan dunia ini? Antarctica21 mengoperasikan kapal ekspedisi mewah butik, berfokus pada pelayaran kapal kecil dan memelopori model Fly & Cruise untuk melewati Selat Drake yang sulit. Armada mereka mencakup kapal-kapal seperti Magellan Explorer dan Ocean Nova, yang lebih kecil, modern, dan dirancang untuk menjangkau lokasi-lokasi terpencil di Antartika yang tidak dapat dijangkau oleh kapal-kapal besar. Kapal baru, modern dan termuktahir, Magellan Discoverer akan beroperasi akhir November 2026. Kapal-kapal ini menawarkan fasilitas seperti ruang observasi, pusat kebugaran, dan perpustakaan, dan ukurannya yang lebih kecil memungkinkan pengalaman yang lebih intim







dengan lebih sedikit tamu dan pendaratan Zodiac yang lebih cepat. Kapal ekspedisi mewah yang berpenumpang 72 – 76 orang ini adalah anggota dari Serandipians Traveler Made, termasuk Destination Tour, yang hingga hari ini menjadi Serandipians Luxury Travel Designer satu-satunya di Indonesia.
Yento Chen, pakar perjalanan mewah dan pendiri Destination Tour menjelaskan jika selama 10 tahun, operator perjalanan spesialis Destination Tour miliknya telah berhasil mengkurasi berbagai perjalanan yang tak terlupakan, sekaligus menjawab keinginan para petualang anti-mainstream yang mencari ekspedisi mewah ke berbagai destinasi eksotis yang jarang dikunjungi di berbagai belahan dunia. Ia menjelaskan, “Perjalanan ke Antartika sendiri adalah lebih tentang tujuan dan tempatnya, bukan kapal. Jika ingin kapal mewah, besar, dan fasilitas lengkap layaknya kapal pesiar besar, tidak direkomen untuk ke Antartika. Yang ingin kita highlight adalah destinasi, alam, binatang yang dilihat, tour Zodiac Cruise-nya dan tentunya pengalaman yang tak terlupakan.”
Sebagai anggota Serandipians, yang di dalamnya terdapat jaringan hotel mewah bintang lima dan hotel ultra mewah seperti Aman, Singita, hingga vila-vila pribadi, otomatis memudahkan Destination Tour untuk mendapatkan akses dan fasilitas mewah yang diperlukan untuk perjalanan wisata eksklusif seperti ini. Selain tujuan eksotis ke Antartika di Kutub Selatan, mereka juga




YANG INGIN KITA HIGHLIGHT ADALAH
DESTINASI, ALAM, BINATANG YANG DILIHAT, TOUR ZODIAC CRUISE-NYA DAN TENTUNYA PENGALAMAN YANG TAK TERLUPAKAN
telah sukses menjelajahi wilayah lain mulai adri Amerika Selatan (termasuk Argentina, Bolivia, Brazil, Chili, Peru), Laut Merah di Timur Tengah (termasuk Kuwait, Bahrain, Saudi Arabia, Mesir), Afrika Timur (Sunset Cruise di danau Victoria, Sundowner di Tanzania & Kenya, gorilla trekking di Rwanda dan Uganda, hingga kepulauan Mauritius), Asia (Pegunungan Tibet, Himalaya, Nepal di Bhutan), dan masih banyak lagi pilihan tujuan wisata yang memiliki keindahan unik dan mendebarkan. Sudah siap mengunjungi Antartika? Operator ini sudah membuka pesanan untuk musim 2027-2028, dan otomatis setiap pemesanan melalui
Destination Tour akan mendapat fasilitas tambahan manfaat Serandipians dari kapal Antarctica21 ini. Happy travelling!
Destination Tour
Tel/WA: +62 811-1707-600
E: info@destinationtour.co.id
Instagram: @destinationtur www.destinationtour.co.id

Lebih dari sekadar hotel, tempat ini bagaikan tempat berlindung di perkotaan, di mana kuliner, relaksasi, dan ikatan kultural berpadu

Dari jantung distrik bisnis Bangkok yang ramai, tepatnya di South Sathon Road, menjulang salah satu ikon kota yang penuh pesona dan ketenangan, Banyan Tree Bangkok. Hanya 40 menit berkendara dari Bandara Internasional Suvarnabhumi, properti megah ini merupakan hotel keempat yang didirikan oleh Banyan Group, dan hingga kini tetap menjadi salah satu properti terindahnya. Memasuki lobi, para tamu disambut bukan hanya dengan keramahan khas Thailand, tetapi juga dengan perpaduan sempurna antara efisiensi bisnis, kemewahan santai, dan desain yang terkesan langgeng. Semua ini terlihat melalui business centre yang lengkap, 12 ruang pertemuan, pusat kebugaran, dan kolam renang. Turut menambah daya tarik adalah Banyan Tree Spa dan Banyan Tree Gallery, yang bersama-sama menyiratkan semangat kesejahteraan dan seni dari lini ini.



ROMANTIKA BANGKOK DAPAT DINIKMATI DI
ATAS APSARA, KAPAL TONGKANG KAYU JATI
YANG MELAJU DI SUNGAI CHAO PHRAYA, ATAU DI SAFFRON CRUISE YANG MENYUGUHKAN
PENGALAMAN BERSANTAP DI SUNGAI DENGAN
SENTUHAN MEWAH
Dengan 312 kamar dan suite yang apik, setiap pengalaman menginap menjadi perjalanan elegan bernuansa Thailand. Pilihannya beragam, mulai dari Horizon dan Skyline Room hingga Wellbeing Sanctuary dan Panorama Club Room, bahkan Presidential Suite yang luas. Setiap ruang meleburkan warisan budaya Thailand ke dalam desain kontemporer, menghadirkan keaslian budaya sekaligus kenyamanan modern. Baik untuk perjalanan bisnis maupun rekreasi, Banyan Tree Bangkok menjadikan setiap kamar bagaikan tempat perlindungan. Bagi tamu yang menginginkan pengalaman lebih eksklusif, tersedia kamar dan suite dengan akses ke Club Lounge di lantai 19. Lounge ini menawarkan berbagai keistimewaan, mulai dari sarapan eksekutif, kanape sore, layanan laundry gratis, hingga penggunaan ruang rapat pribadi.
Tak lengkap rasanya mengunjungi Banyan Tree Bangkok tanpa mencicipi pengalaman kuliner ikonisnya. Vertigo dan Moon Bar, di lantai 61, merupakan tempat tamu bersantap di bawah langit berbintang dengan pemandangan 360 derajat kota. Untuk suasana yang lebih playful, Vertigo TOO di lantai 60 memadukan koktail kreatif, live music, dan panorama gemerlap kota. Pilihan lainnya tak kalah memikat. Bai Yun menyajikan interpretasi baru masakan Tiongkok, sementara Saffron menjadi andalan dengan hidangan Thai kontemporer dan cita rasa Asia Tenggara. Saffron Sky Garden menawarkan koktail dengan latar cakrawala dramatis, sedangkan Romsai menghadirkan sajian internasional dalam suasana santai nan elegan. Romantika Bangkok juga dapat dinikmati di atas Apsara, kapal tongkang kayu jati yang melaju di Sungai Chao Phraya, atau di Saffron Cruise yang menyuguhkan pengalaman bersantap di sungai dengan sentuhan mewah. Untuk pilihan ringan, para tamu bisa menuju Lobby Lounge yang elegan atau Juice Bar untuk menikmati berbagai opsi yang ditawarkan.












Lokasi strategis membuat Banyan Tree Bangkok menjadi titik awal ideal untuk berbelanja dan berwisata. Hanya dengan berjalan kaki kurang dari 10 menit, tamu sudah dapat mencapai Lumpini Park, taman publik terbesar di Bangkok. Pusat perbelanjaan dan landmark budaya pun mudah dijangkau, menjadikan hotel ini pilihan utama untuk eksplorasi maupun relaksasi. Pengalaman kesehatan semakin lengkap dengan Banyan Tree Spa yang menjadikan hotel ini benar-benar sebuah “tempat perlindungan”. Dengan 16 ruang perawatan, spa ini mengusung filosofi “high-touch, low-tech” yang menekankan sentuhan manusia dan bahan-bahan alami daripada teknologi mesin. Terapi, pijat relaksasi, hingga perawatan wajah dilakukan oleh terapis profesional dalam suasana tenang bernuansa taman tropis. Sementara Banyan Tree Gallery menghadirkan koleksi busana, produk ramah lingkungan, hingga kerajinan tangan yang memungkinkan tamu membawa pulang kenang-kenangan dari Banyan Tree.
Di balik hotel ini adalah Banyan Group, perusahaan perhotelan global yang membangun reputasinya melalui pengalaman desain yang visioner dan komitmen terhadap tanggung jawab

lingkungan. Dengan lebih dari 70 hotel dan resor, 60 spa dan galeri, serta 14 hunian di lebih dari 20 negara, grup ini tetap menjadi pelopor perjalanan yang dekat dengan lingkungan. Falsafah pendirinya, “Merangkul Lingkungan, Memberdayakan Manusia”, terus memandu setiap langkah, memastikan bahwa kemewahan selalu berjalan beriringan dengan tanggung jawab. Di Banyan Tree Bangkok, filosofi itu benar-benar hidup. Lebih dari sekadar hotel, tempat ini bagaikan tempat berlindung di perkotaan, di mana kuliner, relaksasi, dan ikatan kultural berpadu. Baik saat menyesap koktail di ketinggian, menikmati spa, atau sekadar memandangi kota dari jendela kamar, setiap momen di sini terasa tak lekang oleh waktu.
Banyan Tree Bangkok
Thai Wah Plaza Co.,LTD, 21/100 S Sathon Rd, Thung Maha Mek Sathon, Bangkok 10120, Thailand Tel: +66 2 679 1200 www.banyantree.com/thailand/bangkok


Merayakan 20 tahun kiprahnya dalam dunia hospitality, COMO
Shambala Retreat menampilkan wajah barunya

Tak hanya renovasi akomodasi, COMO Shambala Retreat yang merupakan sebuah destinasi peraih sederet penghargaan untuk kebugaran personal dalam vitalitas, pertumbuhan, dan transformasi ini juga mempersembahkan kembali wellness centre Ojas mulai Juli 2025. Ojas terletak di sebuah area hutan terbuka berpemandangan memukau di atas Sungai Ayung, tepat di pertemuan antara Sungai Ayung dan Sungai Tibakauh. Dalam budaya Bali, pertemuan ini dianggap sebagai simbol penyucian dan pembaruan. Selain itu, fasilitas hidroterapi di Ojas dialiri oleh sumber mata air penyembuh yang telah dihormati selama berabad-abad oleh penduduk lokal. Lokasi ini juga sejajar dengan empat pura utama, menjadikannya bagian dari jaringan energi sakral Pulau Dewata.
“Lokasi Estate ini memberikan resonansi yang berbeda dibandingkan tempat mana pun yang saya kenal,” kata Christina Ong, pendiri COMO Group yang langsung terpikat dengan lokasi itu saat pertama berkunjung pada 2000 lalu. Ia merasa tempat tersebut memiliki warisan penyembuhan ribuan tahun, berpusat di sekitar mata air suci dan energi dari aliran sungai. “Yang saya lakukan hanyalah menghormati pengetahuan itu, bekerja bersama


desainer dan arsitek, termasuk Cheong Yew Kwan, yang hingga kini masih tinggal di lokasi, yang memahami dan menghargai garis energi yang telah ada,” imbuh Christina.
Atelier Ikebuchi, tim desain interior ternama di balik estetika Ojas tahun 2006, kembali dengan transformasi yang memukau. Mereka memadukan marmer Carrara putih yang berkilau, lapisan Corian hitam tegas, dan kayu jati alami yang kaya untuk menciptakan ruang yang menyeimbangkan kemewahan kontemporer dengan kehangatan organik. COMO Shambhala Estate menggabungkan teknologi kesehatan mutakhir dalam pendekatannya yang holistik, menjadikannya titik temu antara penyembuhan alami dan pendekatan modern, dengan perawatan mutakhir, terapi restoratif, serta akomodasi mewah yang menempatkan COMO Shambhala Estate sebagai pemimpin dunia dalam wellness yang dipersonalisasi. Salah satu inovasinya adalah terapi oksigen hiperbarik (Hyperbaric Oxygen Therapy) yang meningkatkan fungsi kognitif dan kualitas tidur dengan




mengantarkan oksigen murni langsung ke jaringan tubuh. Terapi ini disempurnakan oleh sauna inframerah, yang memanfaatkan cahaya spektrum penuh untuk menghangatkan tubuh secara langsung sehingga mendukung proses detoksifikasi alami, mempercepat pemulihan otot, serta menenangkan sistem saraf parasimpatik. Semuanya dirancang untuk menyelaraskan tubuh dan pikiran secara terpadu. Mangku Budi, seorang pendeta Bali dari desa Begawan Giri, mengatakan, “Kami percaya Sungai Ayung adalah jantung pulau ini. Pertemuan dua sungai di Estate ini, bersama dengan mata air suci, menawarkan kekuatan penyembuhan alami yang membersihkan tubuh dan melepaskan energi negatif.” Tak heran jika setiap aspek di COMO Shambhala Estate dibangun untuk memberikan pengalaman transformasional yang menyentuh level fisik dan batiniah sekaligus.
Selain pembaruan fasilitas, COMO juga memperkenalkan serangkaian program wellness berdurasi satu hingga dua hari, ideal bagi tamu pertama, tamu yang hanya memiliki waktu singkat, atau bahkan pengunjung harian yang ingin merasakan dampak retreat dengan waktu terbatas. Di antaranya adalah COMO Cleanse, program yang me-reset sistem pencernaan melalui sajian nutrisi dari COMO Shambhala Kitchen; Tech-Inspired Wellness, yang menggabungkan terapi kesehatan berteknologi tinggi dengan analisis data personal untuk mencapai keseimbangan sistemik; serta Vital Energy, sebuah pendekatan yang menyelaraskan terapi keseimbangan energi qi dengan teknologi kebugaran mutakhir untuk meningkatkan vitalitas tubuh. Tersedia pula Wellness Paths untuk pengalaman lebih mendalam, yakni program menginap beberapa malam yang menggabungkan diagnosis awal, pola makan terkontrol, latihan pernapasan, serta terapi penyembuhan langsung. Fokus dari program ini beragam, mulai dari detoksifikasi, kesehatan pencernaan, kebugaran fisik, mindfulness, penyembuhan berbasis Ayurveda, hingga program integratif untuk menyelaraskan pikiran dan tubuh secara menyeluruh. Setiap perjalanan diawali dengan konsultasi personal mendalam bersama para ahli wellness Estate, sehingga sangat terarah dan berdampak jangka panjang.


COMO SHAMBHALA ESTATE MENGGABUNGKAN TEKNOLOGI KESEHATAN MUTAKHIR DALAM PENDEKATANNYA
YANG HOLISTIK, MENJADIKANNYA TITIK TEMU ANTARA PENYEMBUHAN ALAMI DAN PENDEKATAN MODERN
COMO juga menawarkan rangkaian aktivitas wellness harian tanpa biaya tambahan. Tamu dapat mengikuti yoga saat matahari terbit atau bulan purnama, mengikuti kelas peregangan di tengah rimbunnya hutan Bali, atau menjalani ritual penyucian khas Bali yang sarat makna spiritual dan emosional. Fasilitas Ojas yang baru juga mengalami evolusi signifikan. Kini tersedia suite terapi kontras dengan kolam rendam dingin dan bak es, sauna inframerah, ruang terapi kolonik hidro lengkap dengan area relaksasi pascaperawatan, serta kolam hidroterapi yang menawarkan Watsu—terapi air yang menggabungkan pijat, mobilisasi sendi, dan peregangan dalam air hangat untuk relaksasi mendalam.
Tak ketinggalan, fasilitas kebugaran juga ditingkatkan dengan peralatan canggih yang mendukung seluruh Wellness Paths, serta area outdoor yang memungkinkan pelaksanaan program bootcamp dan sesi latihan personal di tengah lanskap alami. Sebagai bagian dari komitmen menyeluruh terhadap transformasi, COMO juga memperkenalkan renovasi penuh dua dari lima residen eksklusifnya. Wanakasa Residence, rumah pohon mewah yang mengelilingi pohon beringin raksasa dengan pemandangan ke Sungai Ayung di bawahnya, serta Bayugita Residence yang dilengkapi infinity pool, taman air pribadi, dan ruang meditasi yang dialiri mata air Kedara. Di COMO Shambhala Estate, setiap elemen dirancang untuk menyatukan ketenangan batin, kekuatan fisik, dan keindahan alam menjadi satu pengalaman menyeluruh.
COMO Shambhala Estate
Banjar Begawan, Desa, Melinggih Kelod, Payangan, Gianyar, Bali 80571 Tel: (0361) 978888 www.comohotels.com/shambhalaestate




Peluncuran global MIDO Multifort 8 Two Crowns terbaru yang kini hadir di Jakarta ini menawarkan desain arsitektural yang revolusioner dan inovasi Swiss yang tangguh

MIDO Indonesia melalui peritel eksklusifnya Watch Continent mengadakan acara peluncuran jam tangan terbaru MIDO Multifort 8 Two Crowns yang eksklusif di Jakarta. Rilisan baru yang berani ini menandai evolusi yang menarik dari koleksi Multifort yang ikonis, memadukan keahlian Swiss yang abadi dengan desain dan fungsionalitas kontemporer. Bertempat di MIDO Watches Boutique, Grand Indonesia – West Mall, Level UG. 16, acara yang berlangsung pada tanggal 16 Juli 2025 ini dihadiri para perwakilan media dan dua publik figur sahabat brand, yaitu Nadine Chandrawinata dan Morgan Oey. Merek jam premium asal Swiss yang dikenal dengan presisi dan desain elegannya ini memanjakan para penggemar horologi dengan Multifort 8 Two Crowns yang tidak hanya tangguh dan modern, namun juga penuh karakter berkat sentuhan desain arsitektural dan teknologi canggih dalam konsep Technometri, yaitu harmoni antara teknologi dan geometri. Terdapat tiga varian, dengan pilihan dial hitam atau abu-abu yang dipadukan dengan gelang jam stainless steel, atau varian dengan dial berwarna biru yang dipadukan dengan tali jam karet berwarna serupa yang sporty

MULTIFORT 8 TWO CROWNS TIDAK HANYA
TANGGUH DAN MODERN, NAMUN JUGA
BERKARAKTER BERKAT SENTUHAN DESAIN
ARSITEKTURAL DAN TEKNOLOGI CANGGIH DALAM KONSEP TECHNOMETRI
Nadine Chandrawinata dan Morgan Oey mengaku sangat mengagumi desain Multifort 8 Two Crowns terbaru ini karena selain dibalut case 40mm dari stainless steel yang tangguh, bentuknya yang unik berbentuk oktagon langsung mencuri perhatian. Perpaduan garis tegas dan sudut geometris memberikan kesan maskulin yang kuat namun tetap elegan. Bezel jamnya yang bersegi delapan, dilengkapi dengan kombinasi finishing satin dan polished, memantulkan cahaya secara dinamis dan memperkuat karakter desainnya yang terinspirasi dari arsitektur modern. Jam terbaru ini hadir dengan berat hanya 160 gram yang akan membuatnya nyaman untuk dipakai bahkan untuk waktu yang lama. Aktris pemegang gelar kontes kecantikan (Puteri Indonesia 2005 dan mewakili Indonesia di Miss Universe 2006), Nadine Chandrawinata memilih model dengan dial berwarna biru yang dipadukan dengan tali jam karet berwarna senada yang sporty, yang cocok dengan aktivitasnya yang padat sebagai seorang aktris, model, produser film, aktivis lingkungan, dan ibu dari dua anak yang tentunya membutuhkan jam tangan yang andal. Sementara aktor, model, dan penyanyi Morgan Oey memilih Multifort 8 Two Crowns dalam varian dial jam hitam yang dipadukan dengan gelang jam stainless steel, karena ia langsung tertarik dengan keunikan desainnya yang berbentuk oktagon dan modern, dan ketangguhan jam angan buatan Swiss ini yang cocok untuk gaya hidup aktifnya.
Jam tangan yang sudah tersedia di butik MIDO di Jakarta ini dilengkapi dengan dua tombol jam yang memiliki fungsi berbeda namun saling melengkapi. Tombol di posisi pukul 2 digunakan untuk mengaktifkan flange rotasi internal, yaitu fitur praktis



SAMPING DARI ATAS
Tiga versi MIDO Multifort 8 Two Crowns terbaru sudah tersedia di butik eksklusifnya di Jakarta; Nadine Chandrawinata dan Morgan Oey hadir dengan pilihan jam tangan MIDO masing-masing
HALAMAN INI DARI ATAS
Nadine Chandrawinata dan Morgan Oey bersama Steven Cheng, CEO PT Benua Jam Internusa selaku pemilik Watch Continent, dan team; Varian terbaru MIDO Multifort 8 Two Crowns; Morgan Oey memilih Multifort 8 Two Crowns dalam varian dial hitam dengan gelang stainless steel


AKTRIS PEMEGANG GELAR KONTES KECANTIKAN
(PUTERI INDONESIA 2005 DAN MEWAKILI INDONESIA
DI MISS UNIVERSE 2006), NADINE CHANDRAWINATA
MEMILIH MODEL DENGAN DIAL BERWARNA BIRU YANG
DIPADUKAN DENGAN TALI JAM KARET BERWARNA
SENADA YANG SPORTY
untuk mengukur waktu secara presisi, layaknya kompas bagi penjelajah modern. Sedangkan tombol di pukul 4 berfungsi sebagai pengatur waktu dan pengisi daya manual jam. Inovasi ini bukan hanya soal fungsi, tetapi juga simbol dari keunikan desain Mido yang berpikir di luar pakem. Multifort 8 Two Crowns didukung oleh Mido automatic Caliber 72 (berbasis mesin ETA A31.111), mesin otomatis Swiss dengan kinerja tinggi yang memberikan cadangan daya hingga 72 jam atau tiga hari. Cadangan daya yang cukup panjang memberikan fleksibilitas lebih ketika penggunanya gemar mengganti jam tangannya. Dengan teknologi Nivachron balance spring, jam ini juga memiliki ketahanan tinggi terhadap medan magnet dan guncangan—menjadikannya pilihan yang bisa diandalkan di banyak situasi, mulai dari kegiatan outdoor ekstrem hingga aktivitas harian di perkotaan. Jam ini juga mempunyai ketahanan terhadap air sampai 100 meter berkat adanya screwed crown. Melalui case belakang transparan, pengguna juga bisa menikmati keindahan mesin yang dihias secara detail lengkap dengan ukiran logo Mido—sebuah sentuhan yang mempertegas eksklusivitasnya. Jam terbaru ini sungguh menyatu dengan gelang jam dari stainless steel dengan finishing halus dan sistem pengunci lipat ganda menambah rasa aman dan kemewahan saat dikenakan. Semua elemen jam terbaru ini menjadikannya sebuah jam sport yang layak dipertimbangkan bagi para penggemar horologi.



Steven Cheng dan Rudy mengenakan jam tangan MIDO terbaru; Nadine Chandrawinata mengenakan model dengan dial berwarna biru dan tali karet yang sporty; Team Watch Continent bersama tamu VIP dan kolektor jam; Jay Robert Davies, PR Watch Continent; Lulu Fuad dan Morgan Oey; Versi dengan dial jam abu-abu yang elegan












Sejarah penting dari merek ternama Jaeger-LeCoultre ternyata pernah bersinggungan dengan sejarah fotografi, hampir seabad yang lalu. Manufaktur jam tangan mewah ini memproduksi kamera yang kelak akan tetap menjadi satu-satunya: Compass. Kamera saku Ultra-Compact 35mm dari tahun 1930-an inimenjadi salah satu produk paling unik yang dihasilkan oleh pabrikan ternama di Le Sentier ini. Kamera yang avant-garde dan luar biasa canggih ini adalah kamera yang telah meninggalkan jejak abadi dalam sejarah fotografi berkat kualitasnya yang unik.
Ini semua dimulai di Inggris berkat Noel Pemberton Billing, seorang pengusaha dan pilot yang mendirikan perusahaan penerbangan di tanah kelahirannya, perusahaan pengiriman barang di Afrika Selatan, dan kasino di Meksiko. Penyair, penulis, dan insinyur ini juga menciptakan sekitar seratus objek, termasuk pesawat yang menjadi cikal bakal Spitfire. Suatu malam, di akhir tahun 1920-an, penemu brilian ini bertaruh bahwa ia dapat menciptakan kamera dengan kualitas tak tertandingi yang mencakup semua fungsi yang memungkinkan, namun tetap cukup kecil untuk muat di dalam bungkus rokok! Namun untuk mengembangkan dan memproduksi objek semacam itu, ia menyadari bahwa ia membutuhkan bantuan sebuah perusahaan pembuat jam tangan yang terintegrasi penuh dengan keahlian yang
terbukti di bidang miniaturisasi, yang siap menghadapi tantangan tersebut. Pada saat itu, perusahaan pembuat jam LeCoultre & Cie, yang kemudian menjadi Jaeger-LeCoultre, telah memiliki ratusan kaliber, termasuk mesin terkecil dan tertipis di dunia, serta jam Atmos yang ikonis. Pada tahun 1934, Pemberton Billing berangkat ke Vallée de Joux, di mana proyeknya mendapat sambutan besar. Diluncurkan pada tahun 1937, kamera yang telah menjadi kesayangan para kolektor ini menciptakan sensasi berkat desain avant-garde dan beragam fungsinya. Hanya diproduksi dalam edisi terbatas sebanyak 4.000 buah saja, versi pertama menggunakan lembaran film 35mm individual, kamera film 35mm ini dibuat dari aluminium, lengkap dengan pengintai jarak, jendela bidik kaca dasar, pengukur pencahayaan, dan banyak fitur menarik lainnya, semuanya dalam satu paket berukuran hanya 2 3/4 inci x 2 1/4 inci x 1 1/4 inci. Pengembangan selama tiga tahun diperlukan untuk menyempurnakan 290 komponen Compass. Daftar fungsi lengkapnya meliputi pengukur eksposur, pengukur jarak, kap lensa teleskopik, filter bawaan, pengukur kepunahan, indikator EV, jendela bidik sudut, perangkat untuk tampilan panorama dan stereoskopik, serta tripod ultra-ringan yang dirancang khusus untuk melengkapinya. Meskipun Perang Dunia II dan masalah rol film mengakhiri kariernya, Compass tetap menjadi objek yang banyak dicari para kolektor.







The digital edition of CGW INDONESIA MAGAZINE can be viewed and purchased through SCOOP, Magzter, Rockstand Digital or ISSUU from your PC, Mac, Tablet, iPad, iPhone or Android www.cgw-indonesia.com
