11 Maret 2014

Page 5

NAsional kasus Lanjutan Kasus Korupsi Dana Hibah KPU

Rina Divonis 1 Tahun Penjara

TANJUNGPINANG (BP) - Terdakwa kasus korupsi dana hibah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Batam, Rina binti Idris, divonis satu tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Tanjungpinang, Senin (10/3). ”Terdakwa juga diwajibkan membayar denda Rp 50 juta subsider satu bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Jarihat Simarmata. Ada pun vonis yang diterima mantan bendahara KPU itu lebih ringan ketimbang tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, jaksa menuntut ter­ dakwa dengan hukuman satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan. Usai persidangan, tidak banyak komentar terlontar dari perempuan berjilbab ini. ”Saya pikir-pikir,” ucapnya singkat lantas me­ lenggang didampingi dua penasihat hukumnya. Selama persidangan kemarin, Rina pun terlihat santai. Tidak segugup ketika sidang pembacaan tuntutan beberapa waktu lalu. Sementara itu, JPU Pofrizal belum bisa memastikan kemungkinan adanya tersangka lain pada kasus yang sudah ditanganinya sejak Oktober 2012 silam ini. ”Ini kerja tim, jadi saya belum bisa berkomen­ tar tentang itu,” ujarnya dijumpai sesaat usai persidangan. Terkait vonis lebih ringan yang dijatuhkan majelis hakim, Pofrizal juga menya­ takan berpikir-pikir. Pada persidangan kemarin, majelis hakim menyatakan Rina, secara sah, tidak terbukti bersalah sesuai dengan dakwaan primer dan subsider yang didakwakan JPU. Hanya saja, Rina secara sah terbukti melanggar Pasal 9 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. ”Terdakwa sudah terbukti dan mengakui telah membuat dan menyusun dokumendokumen fiktif,” jelas Pofrizal. Seperti yang pernah terungkap di persidangan sebelumnya, Rina mengakui telah membuat laporan fiktif untuk menutupi kejanggalan laporan keuangan KPU Batam. Kata dia, itu adalah perintah Syarifudin, yang kini sudah mendekam di balik jeruji. Rina juga mengaku tak kuasa menolak perintah atasannya, lantaran dirinya merupakan pegawai baru di KPU Batam. Di antara laporan fiktif yang Rina buat, seperti nota makan dari sejumlah rumah makan yang ada di Batam. Kemudian, terdapat pula struk bukti pembelian BBM fikti dari SPBU Sekupang, nota pembelian ATK fik­ tif, serta beberapa SPPD anggota KPU ke luar kota, yang dilengkapi dengan tiket dan boarding pass palsu. Dari nilai total Rp 41 juta yang dike­ luarkan, ternyata tidak sepeser pun yang tercatat di Rencana Kegiatan Anggaran. Atas perbuatannya, negara mengalami kerugian mencapai Rp 1,09 miliar. (cr8)

5

Batam Pos, Selasa 11 Maret 2014

Andi Didakwa Menerima Rp 4 Miliar dan USD 550 Ribu JPNN, Jakarta

FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS

Mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng menjalani sidang perdana dengan agenda dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Senin, (10/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Andi Alfian Mallarangeng untuk pertama kalinya hadir dalam per­ sidangan dengan status terdakwa. Mantan Menteri Pemuda dan Olahra­ ga itu mendengarkan dakwaan jaksa atas perkara korupsi megaproyek Hambalang. Dalam dakwaan itu peran dan uang-uang yang diterima Andi terungkap. Dakwaan untuk Andi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang disusun jaksa untuk anak buah Andi, Deddy Kusdinar (mantan Kabiro Perencanaan Kemenpora). Dalam dakwaan Deddy Kusdinar, peran Andi sebenarnya juga telah dipapar­ kan dengan gamblang. Hanya saja dalam dakwaan ini sejak awal Jaksa membeberkan penerimaan uang untuk Andi. Seperti misalnya dalam dakwaan halaman 14. Disitu dituliskan M. Fakhrudin memberikan fee seperti yang diminta adik Andi, Choel Mallarangeng. ”Dalam per­ temuan di restauran Jepang di Hotel Grand Hyatt, Choel Mallarangeng menyampaikan pada Wafid Mu­ haram dan Deddy Kusdinar bahwa kakak­n ya sudah menjabat seba­ gai Menpora setahun tapi belum mendapatkan apa-apa,” terang Jaksa Supardi. Supardi menjelaskan dalam kes­ em­p atan lain, staf khusus Andi Mallarangeng, Fakhruddin mem­ intakan bagian fee 18 persen dari proyek Hambalang. ”Permintaan itu disampaikan pada Wafid dan akan dimintakan dari PT Adhi Karya,” jelasnya.

Lantaran belum mendapatkan fee dari PT Adhi Karya, Wafid kemudian berinisiatif menggunakan uang yang diterima dari Mindo Rosalina Manu­ lang (Grup Permai). Grup Permai yang tak lain perusahaan M. Naz­ aruddin memang sempat mengijon proyek Hambalang sebelum akhirnya diminta Anas Urbaningrum mundur. Akhirnya proyek dimenangkan dan dikerjakan PT Adhi Karya. ”Wafid menggunakan uang dari Mindo sebesar USD 550 ribu atau se­ nilai Rp 5 miliar,” papar Jaksa Irene Putrie. Mantan Sesmenpora yang menjadi terpidana kasus korupsi Wisma Atlet itu kemudian meminta Deddy Kusdinar dan M. Fakhrud­ din mengantarkan uang tersebut ke rumah Choel di Yusuf Adiwinata, Menteng. Kejadian itu diungkapkan oleh jak­ sa berlangsung menjelang lebaran, sekitar September 2010. Dalam per­ sidangan Deddy memang mengakui hal tersebut. Namun Deddy mengaku dirinya awalnya tidak mengira yang dikirim ke rumah Choel itu uang. Deddy berkilah kiriman itu disangka dokumen. Penerimaan yang dialamatkan untuk Andi lainnya diungkapkan dalam dakwaan halaman 43. Lagi-lagi penerimaan uang yang ditujukan untuk Andi dilewatkan Choel. Kali ini yang memberi­ kan uang ialah PT Global Daya Manunggal, subkontraktor Adhi Karya. Dalam dakwaan peru­ sahaan itu disebut merupakan bawaan Choel. ”PT Global Daya Manunggal memberikan uang pada terdakwa

(Andi) melalui Choel Mallarangeng secara bertahap,” ucap Jaksa. Pe­ nyerahan uang itu antara lain Rp 2 miliar (diserahkan langsung ke Choel), Rp 1,5 miliar (diserahkan lewat Wafid Muharam), dan Rp 500 juta (diserahkan lewat Fakhrud­ din). Sayangnya jaksa tidak memapar­ kan detail pemberian itu. Tempat dan waktu kejadian tidak dituliskan da­ lam dakwaan. Inilah yang kemudian menjadi celah dan dipermasalahkan pihak Andi. Usai mendengarkan dakwaan, Andi dan kuasa hukum­ nya memberikan keterangan pada media. Kubu Andi menilai dakwaan han­ ya berupa asumsi dan spekulasi dari kejadian yang saling dihubungkan. ”Sebagai contoh ada fee 18 persen yang dimintakan dan diantarkan oleh Fakhruddin. Dalam dakwaan tidak dijelaskan dengan detail, semisal siapa yang menyaksikan. Jadinya hanya terkesan asumsi saja,” ujar pengacara Andi, Luhut Pangaribuan. Persoalan penerimaan uang dari PT GDM lewat Choel juga dipertanyakan. Andi mengatakan keberatan atas dakwaan itu yang akan disusunnya bersama tim kuasa hukum. Saat diminta komentar terkait pernyataan Anas yang meminta tersangka Hambalang lainnya juga dijerat dengan pencucian uang sep­ erti dirinya, Andi meminta semua pihak mengurus masalahnya masingmasing. ”Saya rasa kita harus mengu­ rus masalah sendiri,” ujarnya lantas sambil tertawa. ***

Rumah Anas Belum Dipasang Plang Sita JAKARTA (BP) - Masih terkait Hambalang. Untuk penyitaan terh­ adap aset Anas Urbaningrum, KPK mengatakan belum memasang plang sita di seluruh aset yang diamankan. Terutama, untuk tanah dan bangunan di Jalan Selat Makassar, Duren Sawit Jakarta Timur. Meski dipermasala­ kan kubu Anas, dia menyebut itu bukan persoalan besar. ”Yang penting ada berita acara penyitaannya ada. Soal plang, ting­

gal pasang,” kata Johan. Sedangkan untuk aset milik mertuanya, Attabik Ali dan anaknya, dia menyebut sudah ada plang sita. Selama disita, Johan mengatakan aset tersebut masih boleh digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Yang tidak boleh dilakukan hingga turunnya vonis hakim adalah tran­ saksi pindah tangan. Mulai dari jual beli aset, hingga sewa menyewa. Jadi, bisa dipastikan kalau LSM

besutan Anas, Perhimpunan Perg­ erakan Indonesia (PPI) juga masih boleh bermarkas di rumah Jalan Selat Makassar. Menanggapi penyitaan itu, kuasa hukum Anas, Firman Wi­ jaya saat menjenguk kliennya di Rutan KPK menegaskan kalau penyitaan gegabah. Menurutnya, TPPU adalah delik lanjutan jadi harus dibuktikan terlebih dahulu sangkaan KPK kalau Anas telah

menerima gratifikasi proyek Hambalang. ”Tidak mungkin hasil kejahatan itu (pencucian uang) sebelum terjadinya tindak kejahatan. Itu logika hukum­ nya. Kasus mas Anas ini menarik, TPPUnya sudah ada, sebelum per­ buatan pidananya,” terangnya. Saat disinggung bahwa penerapan TPPU terbukti bisa sebelum vo­ nis pidana asal, Firman Wijaya ngotot. Menurutnya, penerapan

TPPU sebelum vonis merupakan kekacauan logika penegakan hu­ kum. Dia mengaku tidak habis pikir karena ada aset yang didapat sebelum proyek Hambalang terjadi juga ikut disita. Seperti rumah di Duren Sawit dan Jogjakarta yang disebutnya sudah dimiliki pada awal 2000an. Firman Wijaya menyebut kliennya tidak terlalu menang­ gapi penyitaan itu. (jpnn)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.