Jurnal Inovasi Juni 2010

Page 36

INOVASI : Vol. 7. No. 2, Juni 2010

Media Litbang Provinsi Sumatera Utara

program yang dikembangkan dalam pertemuanpertemuan ini menunjukkan kecenderungan terfokus pada perbaikan fisik sekolah. Aktivitas peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya nampak tidak mengacu pada isu-isu penting belajar mengajar. Walaupun demikian, dampak positif perencanaan bersama pengembangan program dapat dilihat di banyak sekolah. Komite sekolah dengan semangat tinggi merinci perubahan-perubahan di sekolah di dalam 4 bidang peningkatan pembelajaran, guru dan kesejahterannya, fasilitas sekolah yang lebih baik, dan perbaikan lingkungan fisik.

pasti membawa perubahan. Perubahan ini jelas menimbulkan konsekuensi bagi elemen atau pihak yang terlibat. Proses adopsi umumnya berevolusi melalui tahapan: awareness (tertarik), interest (minat), desire (hasrat), dan action (mengambil langkah untuk mengadopsi). Disadari bahwa tidak semua pihak secara langsung sampai pada langkah untuk mengadopsi, ada pihak yang cepat untuk mengadopsi (early adopter), ada yang lambat menerima (late adopter), dan ada pihak yang sementara menolak (laggard). Reluktansi merupakan wujud keengganan untuk mengimplementasikan Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat atau keengganan untuk mengimplementasikan secara benar (terjadi distorsi pada peran, fungsi, dan keanggotaan). Reluktansi dapat dipahami, karena pihak-pihak yang berada di zone of comfort (zona kenikmatan) dunia persekolahan merasa terganggu dan merasa tidak perlu mengadopsi Manajemen Berbasis Sekolah/Masyarakat. Reluktansi semakin menguat saat dibarengi dengan keluhan bahwa kinerja Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat memberikan peluang terhadap peran masyarakat yang mendikte sekolah, bersikap arogan, atau memanipulasi kepentingan. Keluhan demikian harus direspon dan ditangani dengan cepat oleh stakeholders pendidikan di daerah bahwa perilaku peran dan partisipasi masyarakat yang menyimpang tidak mencerminkan perilaku sistem Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat sebagaimana diharapkan. Dengan respon dan penanganan yang tepat, maka reluktansi terhadap konsep Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat secara perlahan dapat dikikis, sehingga proses adopsi dapat berjalan dengan baik.

Walaupun demikian, ada kendala-kendala. Kendala yang paling menonjol adalah usaha sekolah untuk mendanai program yang berani, terutama karena perencanaan dilakukan lebih dulu, dan kemudian dicarikan pendanaannya. Komite dan sekolah melaksanakan wiraswasta dalam hal ini dengan mengunakan berbagai cara untuk mengumpulkan dana termasuk: penjualan, canvassing, eliciting donator. Hanya satu dari keempat peran komite sekolah mediator antara sekolah dan masyarakat -yang dianggap sebagai kriteria keefektifan komite. Bahkan pengumpulan dana, suatu kegiatan yang memerlukan pemikiran dan tenaga dari komite, tidak dianggap sebagai tanda keefektifan komite oleh sebagian besar dari responden. Sebagian besar responden mengharapkan komite sekolah yang ideal di masa depan mempunyai peran yang lebih besar daripada perannya sekarang. Banyak yang menganggap bahwa lingkungan kerja yang bagus dan anggota yang berkualitas sangat penting, sehingga komite dapat bekerja secara efektif bersama-sama dengan sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu belajar mengajar. 5.

Hambatan konseptualisasi juga dapat bersumber dari internal sekolah (yayasan dan lembaga) dan aparat dinas pembina. Kesan yang muncul adalah tidak menyadari kepentingan melibatkan stakeholders sekolah untuk lebih memajukan dan mengembangkan sekolah. Kesan berikutnya adalah tidak mau dibantu, merasa bahwa guru lebih pintar dari masyarakat, merasa bahwa partisipasi masyarakat merupakan bentuk campur tangan dalam mengelola sekolah.

Kendala yang Dihadapi Dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat di Sumatera Utara

Hasil kajian menunjukkan bahwa ada 3 (tiga) hambatan utama dalam proses pembentukan dan aktualisasi kinerja komite sekolah sebagai pengejawantahan dari Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah/Masyarakat di Sumatera Utara, yakni hambatan konseptualisasi, hambatan implementasi, dan hambatan aktualisasi. Ketiga hambatan tersebut diuraikan sebagai berikut : -

Hal yang lebih parah adalah fenomena dimana pihak sekolah tidak mau tahu atas makna implementasi Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat, dengan asumsi bahwa sekolah adalah produsen dan masyarakat ditempatkan tidak lebih dari sekedar konsumen, yang harus menerima konsekuensi biaya yang dibebankan, mau menerima semua aturan yang dibuat sekolah, mau menerima batas kemampuan pengelolaan yang dijalankan, dan mau menerima atas capaian mutu lulusan yang dihasilkannya.

Hambatan Konseptualisasi :

Hambatan ini berkaitan dengan penerimaaan terhadap konsepsi baru. Secara alami, sebuah konsepsi baru, apapun bentuknya, saat pertamakali diintroduksikan tidak secara cepat diadopsi, bahkan sering terjadi penolakan. Sebuah konsepsi baru

110


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.