Media Indonesia

Page 3

P OLKAM

SENIN, 4 JULI 2011

3

Politik Dagang Sapi Hambat RUU Pemilu Partai-partai besar selalu berupaya menekan partai menengah dan kecil untuk mengamankan kekuasaan mereka. NURULIA JUWITA SARI

R MI/SUSANTO

PERDAMAIAN DI ACEH: Direktur Program Imparsial Al-Araf (kanan) didampingi peneliti senior Imparsial Otto Syamsuddin Ishak dan Sekjen Konsorsium Aceh Baru Juanda Djamal (tengah) memberi keterangan sikap Imparsial terkait evaluasi perdamaian dan prospek demokrasi di Aceh di Jakarta, kemarin. Berdasarkan pengamatan Imparsial dan Konsorsium Aceh Baru, perdamaian di Aceh rawan karena kepemimpinan eksekutif di Aceh tidak memiliki kebijakan anggaran.

DINAMIKA Kasus Hakim Antasari Segera Diputus

Dibutuhkan UU Etika Politisi

KOMISI Yudisial (KY) tidak akan meminta keterangan lagi dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim pengadil kasus mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. “Sejauh ini masih belum ada perubahan, sudah tidak akan ada yang dipanggil lagi,” ujar juru bicara KY Asep Rahmat Fajar saat dihubungi Media Indonesia, kemarin. Namun, Asep menyatakan pihaknya belum menentukan kapan keputusan atas hakim-hakim tersebut diumumkan. Dihubungi terpisah, Ketua KY Eman Suparman menyatakan pihaknya sedang mencari waktu yang tepat untuk menggelar sidang pleno atas hal tersebut. Eman menegaskan proses atas pemeriksaan dugaan pelanggaran etik itu tinggal sidang pleno komisioner untuk memutuskan. Eman pun menyatakan itu akan dilakukan pada waktu seminggu sampai 10 hari lagi. “Pokoknya kami akan taat asas dengan peraturan KY bahwa kurang lebih dalam waktu 90 hari.” (*/P-2)

PENGAMAT hukum tata negara dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Radian Salman mengusulkan perlu adanya Undang-Undang (UU) Etik untuk politisi. “Saya kira, politisi di DPR/DPRD perlu bersikap fair dengan meminta saran LSM untuk merumuskan UU Etik bagi politisi supaya kasus seperti Nazaruddin tidak terulang,” katanya di Surabaya, kemarin. Saat ditanyai solusi seperti kasus politikus Partai Demokrat M Nazaruddin dalam jangka panjang, ia menegaskan penggalian dan penggunaan dana di kalangan politisi saat ini tidak ada yang mengatur sehingga politisi mudah menjadi ‘sapi perahan’ parpolnya. “UU etik politisi itu bisa mengatur perlunya kemandirian parpol melalui iuran anggota, sumbangan pihak ketiga untuk kampanye, laporan transparansi dana parpol setiap semester, dan aturan yang mengantisipasi interes politis dalam jabatan eksekutif,” katanya. (Ant/P-2)

RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Ditargetkan Lolos Pada 2011

N

EGARA memiliki tanggung jawab untuk melindungi segenap rakyat, memajukan kesejahteraan umum, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak terkecuali, perlindungan dan pemberdayaan petani. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mengupayakan peningkatan kapasitas petani agar menjadi petani yang mandiri dan berdaulat. Sejalan dengan hal tersebut, Komisi IV DPR yang membidangi sektor pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan, dan Perum Bulog tengah mempersiapkan sejumlah rancangan undangundang (RUU) terkait, dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011. Dua RUU inisiatif DPR yang sudah masuk Prolegnas 2011 adalah RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan RUU Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pangan. M e n u ru t Wa k i l K e t u a Komisi IV DPR RI Anna Mu’awanah, RUU tersebut masuk prioritas DPR karena peran sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang cenderung menurun. Padahal, sektor tersebut menampung jumlah tenaga kerja terbesar, sekitar 39,87%, ketimbang sektor industri (12,15%) dan jasa (20,68%), pada 2010. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), peran strategis sektor pertanian juga ditunjukkan melalui tingginya perolehan devisa, penyediaan pangan dan energi, penyerapan tenaga kerja (projob), pengurangan angka kemiskinan (propoor), pele-

DOK DPR

RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani merupakan upaya untuk melindungi eksistensi petani Indonesia.” Anna Mu’awanah Wakil Ketua Komisi IV DPR RI starian lingkungan (proenvironment), dan multiplier effect keterkaitan input-output antarindustri, konsumsi, dan investasi. “Ditemukan bahwa kerja keras petani ternyata belum diikuti oleh peningkatan kesejahteraan petani, karena secara umum pembangunan sektor pertanian masih berorientasi pada peningkatan produksi (production oriented), yang belum diikuti dengan pendekatan peningkatan kesejahteraan petani (welfare oriented),” papar Anna. Terlebih lagi, arah kebijakan Prolegnas 2011 adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan dengan memprioritaskan pembangunan pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, infrastruktur, dan energi.

Anna mengingatkan, kurangnya perhatian negara terhadap kesejahteraan petani membuat kelompok ini dipandang sebelah mata. Hal itu membuat petani semakin menghadapi ketidakpastian. Anna menerangkan, sektor pertanian mencakup tiga komponen utama yang meliputi lahan, komoditas, dan petani. Ketiga komponen itu saling terkait, sehingga pengaturan mengenai tiap-tiap komponen akan memberikan dampak. Khususnya, bagi petani yang berada di garda terdepan pembangunan sektor pertanian. Di samping itu, lahan dan komoditas sudah diatur dalam UU lain terkait dengan sektor pertanian, termasuk masalah sanksi seperti UU Sistem Budidaya Tanaman,

UU Pangan, UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan UU Hortikultura. Keempat UU itu merupakan bentuk perlindungan terhadap pertanian. Namun, UU yang memberikan perlindungan kepada pelaku dalam berusaha tani, yaitu petani, belum ada. “RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani merupakan upaya untuk melindungi eksistensi petani Indonesia tidak hanya dalam tataran nasional tetapi juga internasional, khususnya dari neoliberalisasi ekonomi dunia,” tegas Anna. Selain upaya perlindungan terhadap petani, upaya pemberdayaan juga memiliki peran penting untuk mencapai kesejahteraan petani yang lebih baik. Pemberdayaan dilakukan dengan memfasilitasi petani agar mampu mandiri melalui jalur pendidikan, penyuluhan, pendampingan, akses sumber modal dan pembiayaan, akses informasi dan teknologi, hingga kelembagaan petani dan kelembagaan ekonomi petani. “Juga mendorong petani untuk memperoleh lahan usaha tani yang lebih luas,” tambah Anna. Disahkannya RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, sambungnya, diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada petani dalam mengatasi gangguan risiko dalam usaha tani, baik dari internal petani maupun eksternal seperti gangguan hama dan bencana alam, juga memberikan kemudahan bagi petani dalam memperoleh modal usaha tani, sehingga petani mampu meningkatkan lahan usaha tani dan mendorong petani untuk membentuk kelompok tani. (S-25)

APAT Badan Legislasi membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu pada 20 Juni lalu kembali menemui jalan buntu. Karena itu, nasib RUU tersebut baru akan dibahas kembali pada pekan ini, dalam rapat antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi. Kerja DPR yang lambat membuat banyak pihak khawatir. Mereka pun pesimistis RUU itu akan selesai tepat tenggat. “DPR sudah menghabiskan waktu hampir dua tahun untuk bicara ambang batas. Ini terlalu menyita waktu. Apa manfaatnya berpanjang-panjang? Substansi lain jadi tidak terkaji. Seolah-olah revisi UU kita hanya soal itu,” keluh Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow di Jakarta, kemarin. Menurut dia, DPR tidak perlu berpanjang-panjang lagi bermusyawarah untuk pasal yang menemui jalan buntu. “Sebaiknya divoting saja supaya lebih pasti. Lagi pula, ini baru di internal DPR. Masih panjang prosesnya. Masih ada percakapan dengan pemerintah.” Saat ini, fraksi besar, khususnya Golkar, dan fraksi menengah terbelah dalam menyikapi

persentase ambang batas parlemen (parliamentary threshold/ PT) dalam revisi UU 10/2008 tersebut. Apakah perlu dicantumkan besaran PT 2,5%-5% atau tidak dicantumkan dulu dalam draf RUU. Soal besaran PT pun menjadi polemik karena Fraksi besar seperti Demokrat, PDIP, dan Golkar cenderung menaikkan PT dari 2,5% menjadi 4%-5%. Fraksi lainnya 2,5%-3%. Jeirry memperkirakan tarikmenarik antara partai besar dan partai menengah ke bawah akan kembali tajam dalam pasal penataan daerah pemilihan (dapil). Khususnya pada berapa alokasi kursi dari setiap dapil. “Partai besar akan siapkan jebakan. Di ambang batas dia kompromi, tapi setelah itu mereka bargaining di jumlah kursi. Karena itu, saya tidak yakin RUU ini selesai tepat waktu.” K a re n a i t u , J e i r r y m e nyarankan, ketika RUU ini lolos menjadi draf sebaiknya dibentuk tim kecil untuk menggodok pasal-pasal krusial. “Se telah itu, kesepakatan dibawa ke forum yang lebih besar, apakah panja atau komisi.” Administrasi kacau Saat dihubungi terpisah, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) menilai

pengaturan jumlah daerah pemilihan dan jumlah kursi akan menjadi upaya parpol besar untuk menekan parpol kecil. Pelakasanaan teknis pemilu terancam menjadi korban. “Partai kecil ngotot ambang batas parlemen di angka 3%. Partai besar akan melepas keinginan di angka 5%, tetapi mereka akan main di jumlah kursi dan dapil yang diperbanyak. Kalau dapil dipersempit dan kursi sedikit, sisa suara akan diambil partai menengah ke atas,” tuturnya. Upaya memperluas dapil dan mengurangi jumlah kursi, sambung dia, bukannya tanpa risiko. Pihaknya khawatir perubahan itu akan membuat teknis dan administrasi pelaksanaan pemilu menjadi kacau balau. Di lain pihak, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa berharap, rapat yang digelar pimpinan DPR dan pimpinan fraksi dapat berujung pada titik temu sehingga draf RUU itu dapat segera disahkan. Ia tetap berharap, RUU ini tidak diselesaikan dengan voting. “Lobi antarfraksi ini menghindari voting. Jangan sampai baru draf yang muncul terkesan ngotot-ngototan,” kata Saan. (P-2) nurulia@mediaindonesia.com


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.