HARIAN PIKIRAN MERDEKA

Page 7

RELIGI

SENIN 27 FEBRUARI 2012

PIKIRAN MERDEKA

7

Al Quran dan Kebebasan Berpikir Al Quran menyeru manusia untuk merenungkan kerajaan langit dan bumi serta semua keajaiban dan rahasia ciptaan Allah dalam hidup ini. Menyeru mereka untuk merenungkan semua ini agar mencapai kesimpulan yang tidak ada keraguan lagi di dalamnya “bahwa suatu karya mengharuskan adanya pencipta, suatu jejak pasti pelakunya. Oleh karena itu alam ini pasti memiliki Tuhan yang wajib adanya.” Coba kita simak firman Allah SWT berikut ini, “Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun. Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah).” (QS. Qaaf: 6-8) Jika kita menelaah kenyataankenyataan dan bukti-bukti ini, tentu kita akan mengetahui siapa Tuhan yang harus disembah, maha pencipta dan pemberi rejeki? Siapa perencana, penggambar, pengatur dan penguasa? Allah telah mengingatkan kita dalam kisah Ibrahim AS, akan contohcontoh yang hidup, yang menunjukkan kepada kita bagaimana cara berpikir yang sehat, dan bagaimana seorang mukmin memberikan penalaran yang sehat kepada orang-orang kafir dengan menggunakan sarana-sarana yang kongkrit dan dalil-dalil empiris. Sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an, Ibrahim pernah menghancurkan patung-patung berhala sembahan orang-orang kafir. Patung yang paling besar sengaja tidak dirusak oleh Ibrahim. “Siapa yang melakukan terhadap tuhan-tuhan kita ini,” seru Raja Namrud marah. “Kami mendengar seorang anak muda yang menghancurkan tuhan-tuhan kita itu. Namanya Ibrahim,” kata salah seorang

pengikut Namrud. Ibrahim lantas dipanggil, “Apakah kamu yang melakukan ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?,” tanya Namrud. “Yang melakukan yang besar ini (Ibrahim menunjuk patung terbesar yang sengaja tidak dirusaknya). Cobalah tanya kepada dia,” Ibrahim menjawab. Terang saja patung itu tidak menjawab. Ibrahim berkata, “ Apakah kalian akan menyembah patung yang tidak dapat mendatangkan manfaat sedikitpun pada kalian dan juga tidak dapat mendatangkan mudharat. Celaka bagi kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah. Apakah kalian tidak menggunakan akal untuk tahu?” Allah mencela pada setiap orang yang tidak menggunakan akalnya untuk mencapai hakikat kebenaran. Allah juga mengecam kepada orangorang taklid, yaitu orang-orang yang tidak menghargai nikmat akalnya, sehingga mereka tidak mau memikirkan tentang kekuasaan Tuhan yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak kemudharatan. Sebaliknya mereka berjalan di belakang kerusakan dan kemaksiatan yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. “Dan apabila dikatakan kepada mereka:”Ikutilah apa yang diturunkan Allah”.Mereka menjawab:”(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”.Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?” (QS. Luqman: 21) Allah pun tiak main-main menanggapi orang-orang musyrik itu. Firman-Nya: “Katakanlah:”Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilihNya.Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?” Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air un-

tukmu dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya . Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran). Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungaisungai di celah-celahnya, dan yang

“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retakretak sedikitpun. Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah).” (QS. Qaaf: 6-8) menjadikan gunung-gunung (mengkokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui. Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Amat se-

dikitlah kamu mengingati(Nya). Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya). Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)?. Katakanlah:”Unjukkanlah bukti kebenarannmu jika kamu orang-orang yang benar”. (QS. An-Naml: 59-64) Allah telah menyampaikan buktibukti yang kuat dan mantap tentang keberadaan-Nya, keesaan-Nya. Allah menantang kepada orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya untuk mendatangkan dalil yang mendukung keyakinannya. Atau bukti yang memperkuat pengakuannya yang palsu itu. Ayat-ayat di atas tak syak lagi membicarakan puncak kebebasan berpikir jauh dari keterikatan taklid dan kejumudan. Kebebasan berpikir di sini bukan berarti melepas kendali pandangan kita, sehingga kita berjalan ngawur dan tenggelam dalam kesesatan dan penyelewengan. Akan tetapi kebebasan berpikir yang dianjurkan Al Quran adalah kebebasan berpikir yang berpegangan pada sinar yang menerangi jalan dan menjelaskan rambu-rambu. Kemudian membiarkan pandangan kita bebas memilih. Ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan mengevaluasi diri dan untuk mengetahui ke arah mana kita akan menuju dan jalan mana yang akan kita tempuh. Pada metode yang jelas lagi sehat inilah Al Quran mengarahkan pemikiran manusia supaya terhindar dari gelombang fitnah, penyelewengan, kesesatan, jauh dari lembah ketaklidan dan kejumudan serta men-

gangkatnya ke tempat yang mulia, tempat Allah menampakkan kebenaran dan mencapai pantai keselamatan dengan aman dan damai. Di atas jalan yang lurus inilah Rasulullah SAW dan para sahabatnya berjalan. Rasulullah sangat menghargai pendapat yang benar dan melaksanakannya. Rasulullah memberi kelonggaran kepada sahabat yang berjauhan darinya untuk berijtihad dengan aklnya dalam masalah-masalah yang tidak ia dapatkan dalam nash Al Quran atau Sunnah Nabi seraya mengumumkan, “Barangsiapa yang berijtihad dan benar, maka baginya dua pahala. Dan barang siapa yang berijtihad dan slaah, maka baginya satu pahala”. Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah mengutus Mu’adz Ibnu Jabal sebagai hakim di Yaman. Nabi bertanya, “Wahai Mu’adz! Dengan apa engkau menghakimi? Muadz menjawab, “Dengan Kitab Allah.” “Jika engkau tidak mendapatkan dalam Kitab Allah?” Kata Mu’adz, “Dengan Sunnah Rasulullah”. “Dan jika tidak engkau dapatkan dalam sunnah?” Mu’adz menjawab, “Aku berijtihad dengan pendapatku.” lalu Nabi menepuk dadanya seraya berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik utusan Rasulullah.” Berangkat dari pemikiran yang sehat ini dapat kita katakan bahwa perbedaan mazhab Hanafiyah, Syafi’iyah, Malikiyah dan Hambaliyah hakekatnya melambangkan kebebasan berpikir. Kaum muslimin tidak statis di hadapan teks Al-Qur’an dan haditshadits Nabi kemudian berhenti pada makna lahiriyah tanpa rahasia-rahasianya. Akan tetapi setiap orang muslim mendalami dan menyelaminya sampai ia dapat mengambil dari ‘harta karun’ yang berharga ini sesuai dengan kemampuannya, dan menyingkap jaraknya yang sangat jauh sesuai dengan kemampuan pandangan mata hatinya. Sebagai akibat dari perbedaan

kemampuan dalam lapangan akal pemikiran dan pandangan mata dan hati, timbullah perbedaan pendapat di kalangan ilmuwan-ilmuwan (ulama) agama, pakar-pakar fiqh dan pemikir Islam. Dan perbedaan pendapat itu tidak mungkin bertentangan dan bertolak belakang, karena berasal dari satu sumber, yaitu Kitab Allah yang tidak dapat dijamah kebatilan dari depan atau dari belakang. Dan Kitab Allah itu selalu mengarahkan kepada satu tujuan, yaitu membuat manusia berbahagia baik secara perseorangan maupun secara kelompok masyarakat. Mengarahkan energi manusia pada hal-hal yang bermakna dan bermanfaat serta menjauhkan manusia dari hukum rimba dan logika taring dan kuku binatang. Oleh karena itu kaum muslimin berlapang dada terhadap perbedaan yang timbul dari kebebasan berpikir karena perbedaan ini tidak akan melampaui lapangan kebenaran baku yang telah digariskan, tidak akan mengakibatkan lahirnya keburukan dan kerusakan, akan tetapi malah akan mewujudkan keadilan dan kesadaran. Sebab dengan adanya perbedaan ini jalan-jalan menuju keselamatan bertambah banyak, dan bertambah banyak pula pintu-pintu masuk keridhaan Allah dan rahmat-Nya. Maka seyogyanya kaum muslimin di seluruh tempat dan zaman untuk mengambil petunjuk tata cara Islam dan prinsip-prinsipnya yang luhur lagi bijaksana. Seharusnya mereka juga belajar dari agamanya bahwa perbedaan pendapat tentang suatu persoalan atau pemikiran tidak sepatutnya menjadi penyebab putus hubungan atau sekat pemisah selama masih ada Kitab Allah SWT berikut Sunnah Rasulullah berada di antara yang sedang kebingungan. Al-Qur’an dan Sunnah itu akan membimbing orang-orang yang sedang kebingungan dan membimbing orang-orang yang sesat menuju jalan kebajikan dan keberuntungan. [al-qalam]

Kisah Hidup Imam Abu Hanifah yang Menakjubkan

W

ajahnya tampan dan ceria, fasih bicaranya dan santun tutur katanya. Tidak terlalu tinggi badannya, tidak pula terlalu pendek sehingga enak dipandang mata. Di samping itu, beliau suka berpenampilan rapi, wajahnya ceria dan gemar memakai wewangian. Ketika muncul di tengahtengah manusia, mereka bisa menebak kedatangannya dari bau wanginya sebelum melihat orangnya. Itu lah dia Nu’man bin Tsabit AlMarzuban yang dikenal dengan Abu Hanifah, orang pertama yang meletakkan dasar-dasar fikih dan mengajarkan hikmah-hikmah yang baik. Abu Hanifah masih merasakan hidup sesaat sebelum berakhirnya khilafah bani Umayah dan awal kekuasaan bani Abasiyah. Beliau hidup pada suatu masa di mana para khalifah dan para gubernur memanjakan para ilmuwan dan ulama hingga rejeki datang kepada mereka dari segala arah tanpa mereka sadari. Meski demikian, Abu Hanifah senantiasa menjaga martabat jiwa dan ilmunya dari semua itu. Sesampainya di istana beliau disambut ramah dengan penuh hormat, dipersilakan duduk di samping khalifah Al-Manshur kemudian khalifah bertanya tentang banyak persoalan yang menyangkut agama maupun dunia. Ketika beliau bermaksud untuk pulang, Amirul Mukminin mengulurkan sebuah wadah yang di dalamnya terdapat tiga puluh ribu dirham, padahal Al-Manshur dikenal kikir dibanding yang lain. Lalu Abu Hanifah berkata, “Wahai Amirul Mukminin,

saya adalah orang asing di Baghdad ini dan tidak memiliki tempat untuk menyimpannya. Maka aku titipkan di baitul maal, kelak jika aku memerlukannya, saya akan meminta kepada Anda.” Maka Al-Manshur mengabulkan permohonannya. Hanya saja, masa hidup Abu Hanifah tak begitu lama setelah peristiwa itu. Ketika beliau wafat, ternyata didapatkan di rumahnya harta titipan orang-orang yang jauh lebih besar daripada pemberian Amirul Mukminin. Tatkala Al-Manshur mendengar berita tersebut, dia berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Hanifah. Dia telah mengelabuhi kita, dia tidak ingin mengambil sesuatu pun dari kita, dia menolak pemberianku dengan cara halus.” Ini tidaklah aneh, karena Abu Hanifah memiliki prinsip bahwa tidak ada yang lebih bersih dan lebih mulia daripada orang yang makan dari hasil tangannya sendiri. Oleh sebab itu, beliau menyediakan waktu khusus untuk berdagang. Beliau berdagang kain dan pakaian, kadangkadang pulang pergi antar kota-kota di Irak. Di samping itu beliau juga memiliki toko pakaian yang terkenal dan banyak dikunjungi orang. Mereka mendapatkan kejujuran dalam bermuamalah dan amanah dalam memberi dan mengambil. Tidak diragukan lagi bahwa mereka merasakan kesenangan tersendiri dari cara muamalah Abu Hanifah, perniagaan beliau maju berkat karunia Allah hingga banyak keuntungan yang beliau dapat.

Beliau mendapatkan harta dengan cara yang halal lalu membelanjakan di tempat yang semestinya. Telah menjadi kebiasaan beliau, setiap sampai haul (satu tahun), beliau menghitung laba yang beliau dapat. Lalu menyisihkan sekedarnya untuk mencukupi kebutuhannya, sisanya dibelikan barang untuk diberikan kepada para penghafal Al-Qur’an, ahli hadits, ahli fikih dan murid-muridnya baik berupa makanan ataupun pakaian. Beliau memberikan hal itu sembari berkata, “Ini adalah laba dari hasil perniagaanku dengan kalian, Allah melancarkannya di tanganku. Demi Allah, aku tidak memberi kalian dengan hartaku sendiri, melainkan karunia Allah untuk kalian yang diberikan-Nya melalui aku. Pada tiaptiap rezeki tidak ada suatu kekuatan dari seseorang kecuali dari Allah.” Berita tentang kedermawanan dan kebijaksanaan Abu Hanifah masyhur di belahan bumi timur maupun barat. Terutama di kalangan para sahabat dan orang-orang yang biasa bertemu dengan beliau. Sebagai contohnya, pernah seorang pelanggannya datang ke toko beliau seraya berkata, “Saya membutuhkan baju “khaz”, wahai Abu Hanifah.” Beliau menjawab, “Apa warna yang Anda kehendaki?” dia menjawab, “Yang berwarna ini dan ini.” Beliau berkata, “Bersabarlah sampai saya menemukannya dan akan aku berikan kepada Anda.” Pada kasus yang lain, ada seorang wanita tua yang mencari baju “khaz”, kemudian beliau menunjukkanba-

rang yang dimaksud. Lalu wanita itu berkata, “Saya adalah seorang wanita yang lemah, tidak pula tahu menahu soal harga, sedangkan ini hanyalah titipan. Maka juallah baju itu dengan harga yang sama ketika Anda membelinya, lalu ambillah sedikit untung darinya, karena saya adalah wanita lemah.” Abu Hanifah berkata, “Saya membeli baju ini dua potong dalam satu harga. Saya sudah menjual yang sepotong hingga kurang empat dirham saja dari modal saya. Belialah baju ini seharga empat dirham karena saya tidak ingin mendapatkan laba dari Anda.” Suatu hari beliau mendapatkan pakaian usang dan lusuh yang dikenakan seorang yang menghadiri majlisnya. Ketika orang-orang telah bubar dan tak ada seorang pun selain beliau dan laki-laki itu, beliau berkata, “Angkatlah alas shalat itu lalu ambillah sesuatu di bawahnya.” Orang itu mengangkat alas yang dimaksud, ternyata ada uang seribu dirham. Abu Hanifah berakta, “Ambillah dan perbaikilah penampilan Anda.” Orang itu menjawab, “Saya adalah orang yang mampu. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melimpahkan nikmat-Nya untuk saya. Saya tidak membutuhkannya.” Abu Hanifah berkata, “Jika Allah telah memberikan nikmatnya kepada Anda, lantas manakan bekas nikmat yang engkau tampakkan? Belum sampaikah sabda Nabi saw, “Allah suka melihat bekas-bekas nikmat-Nya atas para hambanya,” sudah sepantasnya Anda memperbagus penampilan Anda agar tidak menyusahkan teman Anda.” Kedermawanan Abu Hanifah dan perlakuan baiknya kepada orang lain mencapai klimaksnya, hingga setiap kalia beliau memberikan belanja kepada keluarganya, beliau juga menginfakkan jumlah yang sama kepada orang-orang yang membutuhkan. Setiap kali beliau memakai baju baru, beliau juga membelikan baju-baju untuk orang miskin sebesar harga bajunya. Jika diletakkan makanan di hadapannya, beliau sisihkan separuhnya untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Diriwayatkan pula bahwa beliau bertekad setiap kali bersumpah kepada Allah di tengah pembicaraannya, beliau akan bersedekah dengan satu dirham perak. Berikutnya ditingkatkan lagi, beliau berjanji untuk bersedekah satu dinar emas setiap kali bersumpah di tengah pembicaraanya.

Namun jika sumpahnya menjadi kenyataan, dia sedekah lagi sebanyak satu dinar. Salah satu rekan bisnis Abu Hanifah adalah Hafs bin Abdurrahman. Abu Hanifah biasa menitipkan kainkain kepadanya untuk dijual ke sebagian kota-kota di Irak. Suatu kali Abu Hanfiah memberikan dagangan yang banyak kepada Hafsh sambil memberitahukan bahwa pada barang ini dan itu ada cacatnya. Beliau berkata, “Jika Anda bermaksud menjualnya, maka beritahukanlah cacat barang kepada orang yang hendak membelinya.” Akhirnya Hafsh berhasil menjual seluruh barang, namun dia lupa memberitahukan cacat barang-barang tertentu tersebut. Dia berusah mengingat-ingat orang yang telah membeli barang yang ada cacatnya tersebut, namun hasilnya nihil. Tatkala Abu Hanifah mengetahui duduk perkaranya, juga tidak mungkin diketahui siapa yang telah membeli barang yang ada cacatnya tersebut, beliau merasa tidak tenang hingga kahirnya beliau sedekahkan seluruh hasil penjualan yang dibawa Hafsh. Di samping itu, Abu Hanifah juga pandai bergaul. Majelisnya dipenuhi orang dan dia bersusah hati bila ada yang tidak hadir meski dia orang yang memusuhinya. Salah seorang sahabatnya mengisahkan, “Aku mendengar Abdullah bin Mubarak berkata kepada Sufyan Ats-Tsauri, ‘Wahai Abu Abdillah alangkah jauhnya Abu Hanifah dari ghibah. Akut ak pernah medengarnya menyebutkan satu keburukan pun tentang musuhnya.” Sufyan Ats-Tsauri menjawab, “Abu Hanifah cukup berakal sehingga tidak akan membiarkan kebaikannya lenyap karena ghibahnya.” Di antara kegemaran Abu Hanifah adalah mencukupi kebutuhan orang yang menarik simpatinya. Sering ada orang lewat kemudian ikut duduk di majelisnya tanpa sengaja. Ketikadia hendak beranjak pergi, beliau segera menghampirinya dan bertanya tentang kebutuhannya. Bila dia punya kebutuhan, maka Abu Hanifah akan memberinya, kalau sakit maka akan beliau antarkan dan jika memiliki hutang maka beliau akan membayarkan sehingga terjalinlah hubungan yang baik antara keduanya. Dengan segala keutamaan yang disandang Abu Hanifah tersebut, beliau juga termasuk orang yang rajin shaum di siang hari dan shalat tahajud di malam harinya. Akrab

dengan Al-Qur’an dan istighfar di waktu ashar. Ketekunannya dalam beribadah di latar belakangi oleh peristiwa di mana beliau mendatangi suatu kaum lalu mendengar mereka berkomentar tentang Abu Hanifah. “Orang yang kalian lihat itu tidak pernah tidur malam.” Demi mendengar kata-kata itu, Abu Hanifah berkata, “Dugaan orang terhadapku ternyata berbeda dengan apa yang aku kerjakan di sisi Allah. Demi Allah jangan pernah orang-orang mengatakan sesuatu yang tidak aku lakukan. Aku tak akan tidur di atas bantal sejak hari ini hingga bertemu dengan Allah.” Mulai hari itu Abu Hanifah membiasakan seluruh malamnya untuk shalat. Setiap kali malam datang dan kegelapan menyelimuti alam, ketika semua lambung merebahkan diri. Beliau bangkit mengenakan pakaian yang indah, merapikan jenggot dan memakai wewangian. Kemudian beridiri di mihrabnya, mengisi malamnya untuk ketaatan kepada Allah, atau membaca beberapa juz dari Al-Qur’an. Setelah itu mengangkat kedua tangan dengan sepenuh harap disertai kerendahan hati. Terkadang beliau mengkhatamkan Al-Qur’an penuh dalam satu rekaat, terkadang pula beliau menghabiskan shalat semalam dengan satu ayat saja. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa tatkala shalat malam secara berulang-ulang Abu Hanifah membaca membaca firman Allah Ta’ala: “Sebenarnya hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pasti,” (Al-Qamar: 46). Beliau menangis karena takut kepada Allah dengan tangisan yang menyayat hati. Telah diketahui banyak orang selama lebih dari empat puluh tahun beliau melakukan shalat fajar dengan wudhu shalat isya’. Hingga akhir wafat beliau pernah mengkhatamkan AlQur’an sebanyak 7000 kali. Setiap kali beliau membaca surat Al-Zalzalah, gemetar jasadnya, beretar hatinya. Dengan memegang jenggotnya, beliau berkata, “Wahai yang membalas sebesar dzarrah kebaikan dengan kebaikan dan sebesar dzarrah keburukan dengan keburukan, selamatkanlah hamba-Mu Nu’man dari api neraka dan jauhkan ia dari apa-apa yang bisa mendekatkan dengan neraka, masukkanlah ia ke dalam luasnya rahmat-Mu, ya Arhamarrahimin.[novel/al-Islam/emc]


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.