Waspada, Rabu 16 Juni 2010

Page 26

Opini

C8

WASPADA Rabu 16 Juni 2010

Perilaku Pemilih Dan Konflik Pilkada Oleh Dr Drs H.Ramli, MM Perilaku pemilih di Medan,juga daerah sekitarnya seperti Tebing Tinggi dan Binjai relatif sama,yaitu patrimionial atau lebih cenderung pada pendekatan sosiologis

TAJUK RENCANA

Ariel, Luna, Tari Harus Berani Berterus Terang

B

aru saja Menkominfo Tifatul Sembiring menyatakan rasa keprihatinannya dengan semakin maraknya peredaran pornografi khususnya di kalangan remaja dan anak-anak pekan lalu, kini muncul video mirip Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari. Berita terakhir ini menarik perhatian masyarakat luas sehingga mengalahkan berita-berita sebelumnya, seperti kasus Susno Duadji, Bank Century, SKPP Bibit-Chandra dll. Perkembangan terbaru kasus yang menimpa Ariel, Luna Maya dan Cut Tari, ketiganya sudah datang memenuhi panggilan Polda Metro Jaya, namun statusnya masih sebagai saksi. Sepertinya, polisi baru mengorek keterangan saksi untuk melacak siapa pengedar rekaman video porno tersebut ke internet. Tapi dengan mulai terkuaknya keaslian orang-orang yang terdapat dalam video porno mirip artis diharapkan para pelaku, pembuat, maupun pengedarnya bisa dijadikan tersangka. Apalagi masyarakat dari semua golongan dibuat resah, dan anak-anak remaja (pelajar) paling banyak menjadi korbannya. Sebagai seorang pakar telematika kita harapkan Roy Suryo jeli melakukan pemeriksaan terhadap video mirip Ariel dan Luna Maya yang katanya beredar dalam dua versi (2 menit 37 detik, dan 6 menit 49 detik). Kalau betul terdapat tiga orang pelaku dan mereka adalah lelaki mirip Ariel, perempuan mirip Luna Maya, dan seorang lelaki berperut buncit yang belum diketahui namanya, berarti mereka itu sudah bisa diperiksa sebagai tersangka. Sayang belum ada keterangan mengenai keterlibatan artis mirip Cut Tari ‘’bermain’’ dengan lelaki yang sama mirip Ariel. Kalau ada bukti kuat Cut Tari pun harusnya dijadikan tersangka. Hemat kita, bila benar pelakunya merupakan publik figur hendaknya ditindaklanjuti segera oleh pihak berwajib. Sebab, privasi orang-orang terkenal tidak melekat kuat sebagaimana layaknya mereka yang bukan publik figur. Apalagi kasusnya sudah sampai ke ranah publik Intisari sehingga mau tidak mau ketiganya harus bertanggung jawab. Kontroversi berita itu segera berakhir bila Ariel, Mari kita perangi por- menggegerkan Luna, dan Tari berani berterus terang nografi.Kita pertahankan mengakuinya. Kini, masyarakat menunggu sikap nilai-nilai timur bangsa pertanggungjawaban bagaimana yang akan dari pengaruh budaya diambil mereka yang terdapat dalam video mesum mirip artis itu agar kasusnya tidak asing semakin merebak. Jika memang tidak melakukannya, Ariel dkk bisa meminta Polri menangkap pelaku yang menyebarkan video miripnya. Sebab, undang-undangnya sudah jelas dapat menghukum pelakunya dalam KUH Pidana maupun UU ITE. Bahkan media massa yang latah ikut-ikutan menyiarkan gambar porno juga dapat diganjar hukuman (sanksi) dari KPI maupun Dewan Pers. Penjelasan Ariel yang menyatakan beredarnya video porno miripnya dengan Luna Maya merupakan upaya pembunuhan karakter karena sebentar lagi ia dan grup bandnya akan melemparkan album dinilai tidak menyelesaikan masalah. Lain halnya kalau Ariel secara jantan mengakui memang ia yang melakukan adegan porno dalam video, memohon maaf dan siap menerima konsekuensinya, seperti dilakukan banyak artis sebelumnya. Justru itu, jika nanti pakar telematika yang diminta Polri memeriksa keaslian video porno itu sudah menyimpulkan keterlibatan ketiga orang mirip artis tersebut sepatutnya dilakukan penangkapan segera oleh Polri untuk memberikan pelajaran (shock teraphy) kepada para selebritis lainnya agar menjaga norma-norma yang belaku di masyarakat. Kecenderungan para artis melakoni kehidupan serba bebas, seks bebas, menggunakan narkoba harus dihentikan sehingga kelakuan mereka tidak meracuni masyarakat, khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa. Bangsa ini bakal rusak jika generasi muda diracuni dengan tontonan tidak bermoral dari para artis idolanya. Buktinya, Komisi Perlindungan Anak (KPA) mengungkapkan bahwa 97% remaja pernah menonton atau mengakses pornografi, dan 93% pernah berciuman, sedangkan 62,7% pernah berhubungan badan serta 21% remaja telah melakukan aborsi. Survei KPA itu dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia. Jelas hal itu memprihatinkan kita semua. Dan kita tidak cukup hanya berkata prihatin, tapi harus berbuat nyata, mencegah tidak semakin parah kasus pornografi melalui internet, maupun dunia perfilman dan media massa untuk melindungi bangsa ini dari kehancuran moral lebih parah di masa mendatang, khususnya melanda kalangan generasi muda kita. Kasus yang menimpa Ariel dkk (kalau benar) harus kita jadikan momentum untuk memerangi dunia pornografi tanpa pandang bulu. Jangan ada lagi pihak yang mencoba membela pelaku pornografi bahwa perbuatannya masuk ranah pribadi, sekadar koleksi saja. Kalau mereka melakukannya di tempat tertutup dan buat koleksi pribadi ya bisa dibenarkan meski agama melaknat perbuatan zina. Tapi kalau sudah terpublikasi di media massa maka bukan lagi termasuk ranah privat, melainkan sudah menjadi ranah publik. Dan hukum dapat menjerat para pelakunya seperti persoalan Ariel, Luna, dan Tari yang menghebohkan publik.+

Hubungi kami KANTOR PUSAT Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 4150858, Faks Redaksi: (061) 4510025, Faks Tata Usaha: (061) 4531010. E-mail Redaksi: redaksi@waspadamedan.com KANTOR PERWAKILAN Bumi Warta Jaya Jalan Kebon Sirih Timur Dalam No. 3 Jakarta 10340 Tel: (021) 31922216, Faks: (021) 3140817. Jalan Ratu Syafiatuddin No. 21 C Banda Aceh 23122 Tel & Faks: (0651) 22385 Jalan Iskandar Muda No. 65 Lhokseumawe Tel: (0645) 42109 Jalan Sutami No. 30 Kisaran. Tel: (0623) 41412

Penerbit: PT Penerbitan Harian Waspada Komisaris Utama: Tribuana Said Direktur Utama: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA, MM SIUPP: 065/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/198 tanggal 25 Februari 1988 Anggota SPS No. 13/1947/02/A/2002 Percetakan: PT Prakarsa Abadi Press Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 6612681 Isi di luar tanggung jawab percetakan Harga iklan per mm kolom: BW Rp. 11.000,FC Rp. 30.000,Halaman depan BW Rp. 33.000,Halaman depan FC Rp. 90.000,Ukuran kolom: 40,5 mm

P

ilkadakotaTebingTinggimemasukibabakbarudengandikabulkanya gugatan sengketa Pilkada yang mengharuskan Pilkada ulang. Pilkada Medan sendiri sampai saat ini berlangsung sesuai aturan tanpa kendala berarti meski beberapa pihak memperkarakannya di Mahkamah Konstitusi. Hasil Pilkada selalu saja dipengaruhi oleh perlaku pemilih. Sementara dalam praksis politik demokrasi, konflik atau perbedaankepentingan,persepsi, interpretasi terhadap mekanisme Pilkada sebetulnya tidak saja mengandung nilai-nilai positif pembelajaran politik, melainkan juga merupakan strategi politik yang sering dipraktikkan banyak negara demokratis. Konflik dalam praksis politik sebetulnya tidak mungkin dihindari, apalagi bagi Indonesia yang memiliki multipartai politik. Pada sisi lain, perilaku pemilih dan konflik dalam Pilkada seringkali menjadi suatu analisis yang kompleks terhadap sebuah fenomena. Tulisan ini mencoba memaparkan tentang analisis perilaku pemilihdanfenomenakonflikPilkadayang terjadi. Perilaku pemilih Secara teoritis, perilaku pemilih diurai dalam tiga pendekatan utama yakni pendekatan sosiologis, psikologis dan rasional choice (pilihan rasional). Pendekatan sosiologis atau dikenal dengan Mazhab Colombia oleh Paul Lazarsfeld (1994). Dijelaskan bahwa, karakteristik dan pengelompokan sosial seperti umur, jenis kelamin,agamadanlainnyasebagaifaktoryang membentuk perilaku pemilih. Sedangkan pendekatan psikologis (Maszhab Colombia) yang pertama kali diperkenalkan oleh Campbell, Miller dan Stokes (1948) mengembangkan konsep psikologi khususnya konsep sikap dan sosialisasi dalam menjelaskan perilaku pemilih. Namun kedua pendekatan tersebut mendapat kritik dari pendekatan rasional choice. Asumsi yang dibangun dalam pendekatan rasional choice bahwa pemilih bukannya wayang yang tidak memiliki kehendak bebas dari kemauan dari dalangnya. Pendekatan ini dipelopori oleh Anthoni Down (1957) yang melihat orientasi pemilih dalam menentukan sikapnya dipengaruhi oleh dua hal, yakni orientasi isu dan kandidat (figur). Orientasi isu

berpusat pada pertanyaan apa yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Sedangkan orientasi kandidat mengacu pada sikap seseorangterhadappribadikandidat(figur) tanpa mempedulikan label partainya. Di sinilah pemilih menentukan pilihan berdasarkan pertimbangan rasional. Pendekatan ini jika diaplikasikan ke dalam masyarakat kita, maka figur masih menjadi hal yang utama ketimbang isu atau program. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa persoalan budaya politik kita yang cenderung bersifat patrimionial dengan ikatan primordial yang kental. Ikatan ini ditandai dengan besarnya pengaruh “patron” terhadapmasyarakat dan kuatnya sentiman kedaerahan, suku, agama, prutanisme dan sebagainya dalam penentuan pilihan (pendekatan sosiologis). Budaya politik kita masih lebih cenderungkepadabudayaparokhialdankaula ketimbang partisipan. Dalam masyarakat parokhial dan kaula, terjadi keterbatasan diferensiasi pada masyarakat dalam peranan politik dan memosisikan diri sebagai masyarakat “pasif”. Sementara dalam masyarakat partisipan sudah dapat menilai dengan penuh kesadaran baik sistim sebagai totalitas, input dan output maupun posisi dirinya (Gabriel Almond, 1978). Sehingga keterlibatan dalam politik bukan hanya pada saat rutinitas Pilkada tetapi sampai pada proses perencanaan, pengambilan dan evaluasi kebijakan pemeranpolitik/pemerintah(pendekatan rasional choice). Konflik Pilkada Konflik di masyarakat merupakan sesuatuyangtakbisadielakkan,makayang

perlu diketahui bukanlah apakah konflik itu ada atau tidak ada. Tapi bagaimana intensitas dan tingkat kekerasannya, dan dalam bentuk apa konflik itu. Apakah menyangkut masalah fundamental atau isu-isu sekunder, pertentangan tajam atau sekadar perbedaan pandangan? Intensitas konflik menunjuk pada tingkat pengeluaran energi dan keterlibatan pihak-pihak yang berkonflik. Sedangkan kekerasan konflik menyangkut alat/sarana yang digunakan dalam situasi konflik, mulai dari negosiasi hingga saling menyerang secara fisik. Konflik antarkelompokyangmenyangkutmasalahprinsip dasar (fundamental) akan menimbulkan pertentangan antarkelompok yang lebih serius dibandingkan bila masalahnya sekadar bersifat sekunder atau dinilai tak penting. Para teoritis konflik seperti Karl Marx, Ralf Dahrendorf, George Simmel, dan Le-wis Coser. Marx menggagas teorinya didasarkan pada kekecewaannya pada sistim ekonomi kapitalis yang dianggapnya mengeksploitasi buruh. Bagi Marx, dalam masyarakat terdapat dua kekuatan yang saling berhadapan, yakni kaum borjuis yang menguasai sarana produksi ekonomi dan kaum proletar atau buruh yang dikendalikan oleh kaum borjuis. Antara kedua kelompok ini selalu terjadi konflik. Dalam The Communist Manifesto, Marx (Johnson, 186: 146) mengatakan, “Sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas,” yaitu kelas buruh melawan kelas borjuis, yang pada akhirnya akan dimenangkan kaum proletar, sehingga tercipta tatanan masyarakat tanpa hierarkis, yakni komunisme. Karl Marx melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik (Camplell, 1994: 134). Ada tiga konsep penting yaitu kekuasaan, kepentingan, dan kelompok sosial. Pada gilirannya nanti, menurut Garna (1992: 66), diferensiasi kepentingan yang terjadi dapat melahirkan kelompok konflik potensial atau kelompok konflik aktual yang berbenturan karena

punya kepentingan antagonistic. Sementara Coser menekankan bahwa konflik itu memiliki fungsi sosial. Konflik sebagai proses sosial dapat merupakan mekanisme lewat mana kelompok-kelompok dan batas-batasnya dapat terbentuk dan dipertahankan. Konflik juga mencegah suatu pembekuan sistim sosial dengan mendesak adanya inovasi dan kreativitas (Garna, 1992: 67). Karena konflik lebih banyak dilihat dari segi fungsi positifnya, maka Teori Konflik yang dikembangkan Coser disebut pula Fungsionalisme Konflik Sosial. Konflik sering memperkuat dan mempertegas batas kelompok dan meningkatkan penggalangan solidaritas internal kelompok. Konflik antarkelompok merupakan penghadapan antara in-group dan out-group. Ketika konflik terjadi, masing-masing anggota dalam suatu kelompok akan meningkatkan kesadaran sebagai sebuah kelompok (in-group) untuk berhadapan dengan kelompok lain (outgroup). Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial lainnya. (Poloma, 1987: 108). Ketika ada ancaman dari luar, maka kelompok tidak mungkin memberikan toleransi pada perselisihan internal. Penutup Perilaku masyarakat pemilih di Medan, juga daerah sekitarnya seperti Tebing Tinggi dan Binjai relatif sama, yaitu patrimionial atau lebih cenderung pada pendekatan sosiologis. Oleh karenanya dengan gampang diprediksi dominasi pemilih Rahudman sebagai calon walikota adalah masyarakat Muslim. Sebaliknya dominasi pemilih Sofyan Tan adalah masyarakat non Muslim dan masyarakat Tionghoa (China) di Medan. Ini mempertegas identitas kelompok hingga semakin membentuk warnanya sendiri. Dalam kondisi seperti ini, konflik kepentingan tidak bisa dielakkan akan terjadi. Tinggal lagi bagaimana kita menyikapi dan memenej konflik itu untuk lebih memperkuat jalinan tatanan sosial dan bukan sebaliknya. Sesuai Johnson (1990: 162), perhatian utama Teori Konflik adalah pada mengenal dan menganalisis kehadiran konflik dalam kehidupan sosial, sebab, dan bentuknya, dan dalam banyak hal, akibatnya dalam perubahan sosial. Dengan demikian, konflik perlu dikelola, karena konflik yang dikelola dapat mengarahkan perubahan sosial ke arah yang diharapkan. Penulis adalah Wakil Walikota Medan Non Aktif

Draf Re-polarisasi Suara Pilkada Medan Oleh Rohani Gultom Dari hitungan ini diperoleh kuat tarik kutub I (RahudmanEldin) lebih besar dibanding kutub II (Sofyan Tan-Nelly Armayanti)

K

ita kenalkan dulu istilah ”Pacal W/WW” sebagai singkatan Pasangan CalonWalikota danWakil Walikota. Bila kita gunakan data hasil Pilkada Kota Medan tanggal 12/5/2010, maka akan ditemukan ada empat Kutub (Polar) suara, yakni: Kutub I (PacalW/WWN0.6; Rahudman-Eldin; perolehan suara =150.217suaraatau22,17%).KutubII(Pacal W/WW-No:10; Sdr Sofyan Tan-Nelly Armayanti; perolehan suara=140.556 suara atau 20,74%). KutubIII-kumpulankutub-kutubkecil yang mana para PacalW/WW-nya hanya memperolehporsisuaradari1,29%sampai dengan 14,33%. Kutub III pada dasarnya terdiri dari 8 buah Kutub Mikro Satelit, dan untuk Pilkada 19/6/2010, mereka diasumsikanmengkristalmenjadisatukutubyakni Kutub-III, sebut saja Kutub Kristal Mikro Satelit, dengan total perolehan suara=386.869 suara atau 57,56%. Kutub-IV yakni Kutub Golput. Sebut saja kutub ini memperoleh suara sebesar = G suara pada Pilkada tgl 12/5/2010. Voter fatigue Untuk Pilkada II diperkirakan konstituenkutub-Idankutub-IIakantetaployal dan konsisten menurut pilihan semula. Namun pemilih yang tadinya memilih salah satu dari 8 Pacal semula di luar KutubIdanKutub-II, diperkirakanGolputdengan alasan-alasan“kelelahan” (fatigue) akibat Pilkada yang berkepanjangan, sampai dua putaran. Mereka akan timbul menjadi “Voter Fatigue” (Kelelahan Pemilih). Subkelompok ini akan potensial menjadi new Golput. Kita perkirakan potensi ini sebesar lebih kurang 20% dari 386.869 suara = 77.374 suara atau 11,512%. Dengandemikiankutub-IVkutubGolput akan bertambah besar dengan perolehan suara = G suara, nanti akan menjadi=G+77.374suara.Karenaitusuara yang diperebutkan kutub-I dan kutub-II

pada putaran ke II, praktis hanya 80% dari 386.869 suara = 309.495 suara atau 46,05%. Re-polarisasi suara Kemungkinan kutub-kutub mikro satelit mengkristal hanya menjadi satu kutub saja (dengan pertimbangan daya bargaining akan lebih kuat ketimbang sebagai kekuatan masing-masing secara tunggal), mendukung salah satu kutub. Hal yang demikian bisa saja terjadi. Kutub-kutub mikro satelit pada dasarnya mewakili Parpol-Parpol PAN, PKS, PKB, PPP dan lainnya diperkirakan akan ditarik kutub-I (Rahudman-Eldin) dengan pertimbangan punya basic values yang hampir sama. Basic values adalah nilainilai yang dianut, dipraktekkan tiap individu siapapun dia, mulai dari values yang paling hakiki (seperti akidah) sampai dengan nilai-nilai sosial dan budaya. Namun bila dikatakan atau diimbau “Back to BasicValues”, ini seharusnya dimaknai sebagai back to basic values yang palinghakiki,bukankepadanilai-nilaiyang lain.Variabel-variabel yang tersisa untuk kutub_I dan kutub-II, bagi memikat konstituen target yang sebesar 309.495 suara tadi pada Pilkada putaran II, hanya ada tinggaltiga,yaknivariabel-1:moneypolitics, varibel 2: skill,kompetensi, experience dan program dan variabel 3: Basic Values. Andaikata kekuatan mengendalikan/ bertarung pada variabel 1 dan variabel 2 oleh kedua kutub dianggap “setara”. Namununtukpengendalian/bertarungpada variabel 3 Basic values, diperkirakan masih di-ungguli oleh Kutub-I (Rahudman-Eldin). Artinya yang muncul sebagai pemenang dari simulasi ini, jelas adalah kutubI. Alasan mengapa kutub-I lebih bisa memenangkanpertarunganpadavariabel basic values, bisa dicermati dari fenomena fisika berikut. Kalau basic values kutubI(Rahud-man-Eldin)jelasrelatifsamaatau bahkan bisa dikatakan sama dengan basic

values kutub III kristal mikro satelit. Maka distances kedua basic values tersebut akan relatif kecil. Bilangan sangat kecil dipangkatduakan akan menghasilkan bilangan yang sangat-sangat kecil. Dari hitungan ini akan diperoleh kuat tarik kutub I (Rahud-man-Eldin) lebih besardibandingkutubII(SofyanTan-Nelly Armayanti). Dalam hal menarik kutub III kutub kristal mikro satelit yang sama. Karena distances basic values kutub II lebih besar/lebih jauh terhadap basic values kutub III – kristal mikro satelit. Artinya kutub I lebih berpeluang menang menarik suara kutub mikro satelit ketimbang kutub II. Atau dengan kata lain, kutub I lebih berpeluang sebagai pemenang Pilkada. Andaikatapun ada sebagian kecil konstituen kutub III, kritstal mikro satelit berpaling ke kutub II dengan alasan tertentu, diperkirakan hanya sekitar 5%, 309.495 suara = 15,475 suara atau 2,30%. Dengan begitu polarisasi perolehan suara untuk Pilkada putaran II adalah sebagai berikut: Kutub I (Rahudman – Eldin), perolehan suara sebesar: 150.217 + 294.020 = 444.237 suara atau 65,56%. Kutub II (Sofyan Tan – Nelly A) perolehan suara sebesar : 140.556 + 15.475 = 156.031 suara atau 23,03%. Kutub III – kristal mikro satelit, perolehan suara nihil. Kutub IV – Golput, perolehan akan naik 77374 suara terhadap total suara Golput pada Pilkada 12/5/2010. Perlu diingat bahwa pengertian 100% padahitungandiatasadalahsetaradengan 677.642 suara. Bila kita ambil acuan lain, misalnya bila kita mengacu kepada format kristalisasi politik di pusat, yang sekarang sedang berlangsung, yakni“Koalisasi – Sek – gab, dengan komposisi Demokrat – Golkar plus PAN, DKB, PKS, PPP dan sebagainya. Ada kemungkinan besar turunan koalisasi pusat tersebut akan tumbh di kota Medan. Bila demikian adanya maka kutub I akan menarik ludes semua konstituen komponen PAN, PKB, PKS, PPP dan lainnya. Apalagi bila Kutub III – kristal mikro satelit secara tegas menyampaikan back to “basic values yang paling hakiki”, jelas hasil yang sama seperti di atas akan diperoleh dengan kemenangan angka yang lebih dominan lagi.

Penutup Tulisan ini hanya sekedar analisa kutub-kutub (polar) distribusi suara, dan tidak dimaksudkan dan untuk mempengaruhipemilih(voter).Analisisinisekedar mendapatkan draf repolarisasi suara Pilkada putaran II, tidak dimaksudkan diadu dengan metode yang lebih scientific seperti hasil quick count maupun survei. Penulis adalah Dosen Fakultas Ekononimi Universitas Dharmawangsa

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH * HMI: Esensi Pilkada sejahterakan rakyat miskin - Tapi kenyataannya muncul isu SARA * Ketua DPR Marzuki Alie: Listrik gratis tak mendidik - Bayar pun lampu sering padam * Isu SARA Pilkada Medan mampu tarik dukungan - Asal jangan tarik sana, tarik sini, he...he...he

oel

D Wak

WASPADA

Dewan Redaksi: H. Prabudi Said, H. Teruna Jasa Said, H. Azwir Thahir, H. Sofyan Harahap, H. Akmal Ali Zaini, H. Muhammad Joni, Edward Thahir, M. Zeini Zen, Hendra DS. Redaktur Berita: H. Akmal Ali Zaini. Redaktur Kota: Edward Thahir. Redaktur Sumatera Utara: M. Zeini Zen. Redaktur Aceh: Rizaldi Anwar. Redaktur Luar Negeri: H. Muhammad Joni. Redaktur Nusantara & Features: Gito Agus Pramono. Plt. Redaktur Opini: Dedi Sahputra. Redaktur Ekonomi: Armin Rahmansyah Nasution. Redaktur Olahraga: Johnny Ramadhan Silalahi. Redaktur Minggu/Humas: Hendra DS, Redaktur Agama: H. Syarifuddin Elhayat. Asisten Redaktur: Rudi Faliskan (Berita) Zulkifli Harahap, Muhammad Thariq (Kota Medan), Feirizal Purba, H. Halim Hasan, Diurna Wantana (Sumatera Utara), T. Donny Paridi (Aceh), Armansyah Thahir (Aceh, Otomotif), Austin Antariksa (Olahraga, Kreasi), Syafriwani Harahap (Luar Negeri, Popular, Pariwisata), Hj. Hoyriah Siregar (Ekonomi), T. Junaidi (Hiburan), Hj. Erma Sujianti Tarigan (Agama), Hj. Neneng Khairiah Zein (Remaja), Anum Purba (Keluarga)), Hj. Ayu Kesumaningtyas (Kesehatan). Sekretaris Redaksi: Hj. Hartati Zein. Iklan: Hj. Hilda Mulina, Rumondang Siagian (Medan), Lulu (Jakarta). Pemasaran: H. Subagio PN (Medan), Zultamsir (Sumut), Aji Wahyudi (NAD). Wartawan Kota Medan (Umum): H. Erwan Effendi, Muhammad Thariq, Zulkifli Harahap, David Swayana, Amir Syarifuddin, Ismanto Ismail, Rudi Arman, Feirizal Purba, Zulkifli Darwis, H. Abdullah Dadeh, H. Suyono, Ayu Kesumaningtyas, M. Ferdinan Sembiring, M. Edison Ginting, Surya Effendi, Anum Purba, Sahrizal, Sulaiman Hamzah, Sugiarto, Hasanul Hidayat, Aidi Yursal, Rustam Effendi. Wartawan Kota Medan (bidang khusus): H. Syahputra MS, Setia Budi Siregar, Austin Antariksa, Dedi Riono (Olahraga), Muhammad Faisal, Hang Tuah Jasa Said (Foto), Armansyah Thahir (Otomotif), Dedek Juliadi, Hajrul Azhari, Syahrial Siregar, Khairil Umri (Koran Masuk Sekolah/KMS). Wartawan Jakarta: Hermanto, H. Ramadhan Usman, Hasriwal AS, Nurhilal, Edi Supardi Emon, Agus Sumariyadi, Dian W, Aji K. Wartawan Sumatera Utara: H. Riswan Rika, Nazelian Tanjung (Binjai), H.M. Husni Siregar, Hotma Darwis Pasaribu (Deli Serdang), Eddi Gultom (Serdang Bedagai), H. Ibnu Kasir, Abdul Hakim (Stabat), Chairil Rusli, Asri Rais (Pangkalan Brandan), Dickson Pelawi (Berastagi), Muhammad Idris, Abdul Khalik (Tebing Tinggi), Mulia Siregar, Edoard Sinaga (Pematang Siantar), Ali Bey, Hasuna Damanik, Balas Sirait (Simalungun), Helmy Hasibuan, Agus Diansyah Hasibuan, Sahril, Iwan Hasibuan (Batubara), Nurkarim Nehe, Bustami Chie Pit, Sapriadi (Asahan), Rahmad Fansur Siregar (Tanjung Balai), Indra Muheri Simatupang (Aek Kanopan), H. Nazran Nazier, Armansyah Abdi, Neirul Nizam, Budi Surya Hasibuan (Rantau Prapat), Hasanuddin (Kota Pinang) Edison Samosir (Pangururan), Jimmy Sitinjak (Balige), Natar Manalu (Sidikalang), Arlius Tumanggor (Pakpak Bharat)Parlindungan Hutasoit, Marolop Panggabean (Tarutung), Zulfan Nasution, Alam Satriwal Tanjung (Sibolga/Tapanuli Tengah), H. Syarifuddin Nasution, Balyan Kadir Nasution, Mohot Lubis, Sukri Falah Harahap (Padang Sidimpuan), Idaham Butarbutar (Gunung Tua), Iskandar Hasibuan, Munir Lubis (Panyabungan), Bothaniman Jaya Telaumbanua (Gunung Sitoli). Wartawan Aceh: H. Adnan NS, Aldin Nainggolan, Muhammad Zairin, Munawardi Ismail, Zafrullah, T. Mansursyah, T. Ardiansyah, Jaka Rasyid (Banda Aceh), Iskandarsyah (Aceh Besar), Bustami Saleh, M. Jakfar Ahmad, Jamali Sulaiman, Arafat Nur, M. Nasir Age, Fakhrurazi Araly, Zainal Abidin, Zainuddin Abdullah, Maimun (Lhokseumawe), Muhammad Hanafiah (Kuala Simpang), H. Syahrul Karim, H. Ibnu Sa’dan, Agusni AH, H. Samsuar (Langsa), Musyawir (Lhoksukon), Muhammad H. Ishak (Idi), HAR Djuli, Amiruddin (Bireuen), Bahtiar Gayo, Irwandi (Takengon), Muhammad Riza, H. Rusli Ismail (Sigli), T. Zakaria Al-Bahri (Sabang), Khairul Boang Manalu (Subulussalam), Zamzamy Surya (Tapak Tuan), Ali Amran, Mahadi Pinem (Kutacane), Bustanuddin , Wintoni (Blangkejeren), Khairul Akhyar, Irham Hakim (Bener Meriah), Tarmizi Ripan, Mansurdin (Singkil), Muhammad Rapyan (Sinabang).

Semua wartawan Waspada dilengkapi dengan kartu pers. Jangan layani dan segera laporkan ke pihak berwajib atau ke Sekretaris Redaksi bila ada oknum yang mengaku wartawan Waspada tetapi tidak bisa menunjukkan kartu pers yang sah, ditandatangani Pemimpin Redaksi


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.