Waspada, Rabu 16 Juni 2010

Page 17

Sosok

WASPADA Rabu 16 Juni 2010

B7

Sofyan Tan Menjawab MENJELANG pemilihan walikota Medan Sabtu (19/ 6), eskalasi politik kian memanas. Dua calon walikota pun sudah mengakhiri masa kampanyenya kemarin. Sekarang mereka menikmati masa tenang hingga hari H pemilihan. Usai mengakhiri kampanye umum di Lapangan Merdeka Medan, Calon Walikota Sofyan Tan yang berpasangan dengan Nelly Armayanti menyempatkan diri berbincang-bincang dengan Waspada. Walau kelihatan sedikit lelah namun tuturnya menjawab semua pertanyaan mengalir lancar. Terutama soal black campaigne (kampanye hitam) yang kerap diterimanya. Berikut petikan wawancara wartawan Waspada dengan Sofyan Tan. Tanya: Sekarang black campaigne menimpa anda dan calon walikota Nelly Armayanti. Bagaimana reaksi anda? Sofyan Tan: Terlebih dahulu saya jelaskan, saya memaafkan orang yang melakukan black campaigne pada saya. Mereka mungkin belum kenal. Tak kenal maka tak sayang. Sehingga yang mereka dapatkan tentang saya sepotong-sepotong. Coba lihat durian. Kulitnya berduri. Tapi begitu kita buka isi, rasanya begitu enak. Jadi jangan dilihat kulitnya saja. Kalau tak kenal pasti tak sayang. Tanya: Dari semua black campaigne itu apa yang paling melukai perasaan anda? Sofyan Tan: Paling sedih sebenarnya ketika orang menuding kalau saya ini orang asing. Padahal ayah saya lahir di Brandan. Ibu saya lahir di Belawan. Saya lahir di Sunggal. Dan nenek saya lahir di Jawa Timur. Jadi saya ini orang Indonesia asli. Saya juga pribumi. Apalagi kalau dikaitkan dengan UU No. 12 tahun 2006. Bahwa tiap warga negara yang lahir di Indonesia adalah warga negara asli. Saya bukan marah tapi mereka memang belum mengenal saya. Sesuai undang-undang, tiap warga negara punya kewajiban bela negara. Karena saya orang Indonesia maka maju sebagai walikota merupakan salah satu kewajiban sesuai aturan dan konstitusi yang berlaku. Malah ketika dulu ada tawaran pemerintah untuk menjadi mengurus KBRI, orang tua saya dapat SKBRI 1-A. Artinya begitu diumumkan jadi WNI ayah saya langsung mendaftar. Di Sunggal hanya ada empat orang yang masuk. Dan ayah saya di tahun 1945 merupakan salah satu penjahit baju pejuang. Seperti yang saya bilang. Saya maafkan orang yang belum kenal saya. Tanya: Apakah anda yakin black campaigne mempengaruhi tingkat elektibilitas di masyarakat? Sofyan Tan: Saya fikir masyarakat cukup cerdas. Tapi pasti ada yang terpengaruh. Padahal saya ke mana-mana selalu diidolakan ibu-ibu (sambil tersenyum). Ustadz dan ulama juga tahu apa yang saya kerjakan. Hasil survei menunjukkan bahwa black campaigne yang dilempar tak berpengaruh. Kita lihat hasilnya Sabtu nanti. Kalau kemudian saya hanya dipilih oleh orang seagama dengan saya berarti isu SARA itu mempengaruhi. Tanya: Saat ini banyak sekali ulama dan ustadz yang mendukung dan dekat dengan anda. Apakah mereka dibayar dan diiming-imingi sesuatu? Sofyan Tan: Justru ini pun harus diluruskan. Para ulama dan ustadz yang dekat dengan saya adalah teman lama. Mereka mengerti apa yang sudah saya lakukan. Semua yang mendukung mutlak sportivitas tanpa dibayar dan tidak dibeli. Mereka sukarela. Karena melihat saya seperti dizolimi mereka kemudian mendekat. Malah ada Kyai Ali Akbar Marbun justru sangat terpikat. Kita tidak pernah ketemu sebelumnya. Namun kemudian setelah dipertemukan dan diperkenalkan teman, kita jadi akrab. Dia kemudian mengerti dan simpatik dengan apa yang saya lakukan. Apalagi setiap tahun saya ada kegiatan di

1

sekolah. Perayaan Israk Mikraj, Maulid, buka bersama juga halal bi halal. Banyak hal yang saya pelajari termasuk dari para ustadz. Tanya: Kemungkinan partai pendukung anda kemudian menyetir saat tepilih jadi walikota bagaimana? Sofyan Tan: PDIP tidak seperti itu. Saya mengerti partai ini. Mereka merupakan partai kader. Malah untuk mendaftar saja saya tidak bayar. Bahkan sikap ketua partai Ibu Megawati adalah orang yang sangat konsern dengan pemberantasan korupsi dan kemiskinan. Walau menang sebagai walikota dia sudah ingatkan kader agar tidak mencampuradukkan urusan pribadi. Megawati bilang silakan lapor kalau ada anggota partai yang macammacam. Sebab itu tidak boleh terjadi. Apalagi minta-minta proyek dan lain-lain. Tujuan kita adalah mengentaskan kemiskinan. Dan ibu Megawati sangat intens dengan itu. Apa yang perlu diberikan untuk rakyat miskin itu yang kita sepakati di partai. Jadi partai tidak bisa stel saya. Karena yang memilih juga rakyat. Kalau kemudian saya distel lalu rakyat tahu mereka juga bisa marah.

Sofyan Tan: Di Pemko itu banyak sekali pejabat yang punya integritas tinggi. Bahkan loyalitas. Namun mereka tidak bisa mendapatkan jabatan yang sepadan karena praktik jual beli jabatan itu. Itu sebabnya nanti saya akan pilih pejabat bersih melalui fit and proper test. Tentu dengan sistem yang tertata rapi. Saya ingin kesejahteraan PNS pun terpelihara. Termasuk honorer. Karena pegawai honorer pun harus mendapat kesejahteraan sosial. Anak-anak mereka perlu dapat bea siswa.

Tanya: Setiap anda kampanye massa selalu tumpah ruah? Apa mereka diberi iming-iming atau sejumlah uang? Sofyan Tan: Kehadiran massa murni simpatisan dan menunjukkan mereka ingin perubahan. Kita tidak kasi uang. Mereka datang dengan sikap dan dukungannya. Ada yang kumpul-kumpul uang (istilahnya tek-tek-an) lalu datang. Kemudian ada yang menawarkan mobil untuk mengangkut massa. Jumlahnya sangat besar. Ini di luar dugaan saya. Tanya: Bukankah massa yang meluber merupakan tekanan moral pada saingan anda. Dan anda ingin menunjukkan bahwa ingin melakukan tekanan massa? Sofyan Tan: Tidak seperti itu. Saya tidak mau unjuk massa. Mereka hanya antusias dan ingin bertemu saya. Bayangkan satu hari saya ada 25 undangan. Paling hebat itu saya hanya bisa hadiri 12 pertemuan dan undangan. Itu sudah hebat sekali. Sisanya tidak bisa saya datangi. Padahal mereka ingin bertemu. Sampai hari ini ratusan yang tertunda. Sehingga ketika ada kampanye umum kita mengundang mereka. Apalagi sekarang rakyat sudah saatnya jangan lagi membeli kucing dalam karung. Konsekuensinya memang ada yaitu kemacetan. Saya minta maaf atas antusiasme massa dan kondisi yang terjadi atas kampanye tersebut. Tanya: Isu pemberantasan korupsi menjadi salah satu fokus anda selama kampanye. Apakah anda melihat para pejabat kita banyak yang korupsi? Sofyan Tan: Kita tahu banyak masalah administrasi rakyat yang sebenarnya sederhana tapi tidak terselesaikan. Misalnya KTP sebagai bukti identitas diri. Tidak bisa cepat keluar dan diperlama. Begitu juga infrastruktur jalan yang jadi sangat vital untuk kesejahteraan masyarakat. Tidak lama dibangun kemudian rusak lagi. Padahal ada spesifikasi teknis yang dilanggar. Penempatan PNS pun lewat jual beli jabatan dari terendah sampai tertinggi. Ujungnya pejabat yang ditempatkan pasti ingin uangnya kembali atau harus balik modal. Belum lagi fee proyek yang 10 persen sampai 20 persen. Jadi saya hanya ingin hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi. Sehingga fokus saya memang isu pemberantasan korupsi dan hal kecil sampai yang besar. Jangan pula berharap ini seperti membalik telapak tangan karena perlu proses. Tapi yakinlah rakyat kecil pun sudah tahu praktik korupsi itu. Tanya: Memberantas korupsi sama dengan mencuci piring kotor. Artinya harus ada kain lap yang bersih bukan yang kotor. Darimana anda cari?

2

Tanya: Banyak yang bilang anda terima dana dari konglomerat hitam dan pihak asing? Bagaimana menjelaskannya? Sofyan Tan: Justru saya prihatin sekali dengan isu ini. Pada awalnya saat kampanye lalu menjadi calon walikota tak ada satu pun pengusaha mendekat. Saya menyelenggarakan acara tidak di hotel mewah dibanding kandidat lain. Padahal kandidat lain itu mendapatkan bantuan juga dari etnis Tionghoa. Saya maklum karena waktu dicalonkan, pengusaha donatur pun harus realistis. Elektibilitas saya sangat rendah waktu itu. Jadi tidak dapat dukungan dana dan harus berinovasi sendiri. Saya kunjungi pasar-pasar tradisional, tempat kumuh, rel kereta api, bantaran sungai. Dekati pengusaha-pengusaha kecil. Ini tidak dilakukan kandidat lain. Dan kondisi ini berlanjut sampai sekarang. Saya tidak mendapatkan bantuan dari asing dan konglomerat hitam. Silakan diaudit dan dipidanakan kalau perlu. KPU juga punya auditor. Malah di kegiatan saya kampanye putaran pertama 1 Mei lalu tepat dengan hari buruh. Waktu itu saya kumpul 50 usaha kecil makanan. Biasanya mereka jual per porsi Rp5.000. Saya berani bayar Rp7.000. Kemudian saya buat voucher lantas saya jual ke teman-teman pengusaha Rp15.000. Mereka beli 200 voucher hanya Rp3 juta. Kemudian diberikan ke buruh yang demo buat makan siang. Intinya dari situ dagangan UKM laris, saya untung Rp8.000 per voucher dan pengusaha tidak rugi karena setelah makan para buruh kembali bekerja. Artinya mereka tak jadi demo seharian. Sama juga saat saya meluncurkan buku. Dana yang harus saya cari waktu itu Rp154 juta. Saya undang 3.000 orang. Yang beli buku 2.000 orang dengan harga Rp80 ribu. Total penjualan Rp160 juta. Saya masih dapat

sisa Rp6 juta. Dari ide-ide kreatif itu saya dapatkan pendanaan. Saya juga anti terhadap konglomerat hitam. Semua merupakan bantuan dari kawan-kawan lama dan donatur yang simpatik. Ada yang bayar buat baliho pasang iklan di koran dan partisipasi lainnya. Tanya: Jawaban anda panjang lebar tentang itu. Satu pertanyaan terakhir, apakah memang anda berniat menjadikan Medan sebagai China Town? Sofyan Tan: China Town? Saya memang orang Tionghoa. Tapi kalau boleh memilih saya sebenarnya tidak mau terlahir sebagai Tionghoa. Saya ingin lahir sebagai orang Jawa. Karena tidak hanya jadi calon walikota tapi sudah bisa langsung jadi calon presiden. Soal China Town adalah sesuatu yang sangt tidak masuk akal. Begitu saya jadi walikota saya akan tunduk pada aturan dan undang-undang berlaku. Kalau suka-suka saya apa anggota dewan tidak mengawasi. Apakah rakyat tidak marah? Saya lahir dan besar di Medan. Saya tidak gunakan SARA untuk kepentingan pembangunan. Sofyan Tan bukan walikota etnis Tionghoa. Tapi walikota warga Medan. Milik semua orang dan semua golongan. Harus proporsional. Tak mungkin pula saya bangun kelenteng lebih banyak daripada masjid. Justru harus sesuai aturan dan kebutuhan. Termasuk pembangunan. Sekarang yang butuh itu adalah rakyat miskin memenuhi kebutuhan sandang pangan dan meningkatkan daya beli. Kalau kemudian di golongan miskin itu ada Tionghoa tentu dia akan ikut merasakannya. Bukan karena Tionghoanya saya bantu. Tapi karena kemiskinannya. Jadi saya ingin jadikan Medan ini sebagai rumah yang nyaman bagi semua tanpa membedakan dengan SARA. (m13)

1. BANTUAN MEDIS: Sofyan Tan saat mengunjungi salah satu keluarga miskin di Medan Polonia yang tak mampu berobat. Kemudian difaslitasinya untuk dibawa ke rumah sakit Materna Medan. 2. DENGAN ANTON MEDAN: Sofyan Tan (tengah) bersama Anton Medan (kanan). 3. PEDAGANG KAKI LIMA: Sofyan Tan saat berdialog dengan salah seorang pedagang kaki lima yang membuka lapak di Jl. A. Haris Nasution. Pedagang tersebut minta jangan digusur. 4. SUNAT MASSAL: Sofyan Tan saat memberi sambutan pada acara sunat massal di Medan Polonia Minggu lalu.

3

4


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.