Waspada Senin 20 September 2010

Page 14

Opini

B4

WASPADA Senin 20 September 2010

Hubungan Indonesia-Malaysia Oleh M. Ridwan Lubis Keputusan melakukan pemutusan hubungan kedua negara adalah keputusan yang tidak bijaksana baik apabila hal itu dilakukan pihak Malaysia maupun Indonesia

T TAJUK RENCANA

Lapangan Kerja Baru Jika Subsidi BBM 2005 Dicabut

K

alau Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa sudah menghitung ‘’untung’’ dengan akan diberlakukannya pembatasan BBM subsidi untuk kendaraan tahun 2005 ke atas bakal menghemat dana hingga sebesar Rp2 triliun per tahunnya, maka di kalangan rakyat kelas bawah juga sudah menghitung bakal mendapatkan lapangan kerja baru dengan keuntungan lumayan besar tanpa kerja keras. Kebijakan pemerintah memberikan subsidi kepada rakyat kurang mampu kita nilai positif, namun belakangan ini pemerintah terliha pusing karena terjadinya peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sehingga sudah semakin mendesak diberlakukan pembatasan BBM bersubsidi bila pemerintah tak bersedia nombok dana subsidi pada tahun ini. Pemerintah pun sudah ‘’ngebet’’ akan memberlakukan pembatasan BBM untuk mobil keluaran 2005 ke atas pada bulan depan (Oktober) tanpa merasa penting memikirkan dampaknya, teramasuk kecurangan yang bakal terjadi di lapangan. Hemat kita, pembatasan BBM bersubsidi sah-sah saja. Apalagi bagi pemilik kendaraan mewah. Pada hakikatnya semua pemilik mobil memiliki kemampuan untuk membeli BBM jenis partamax yang harganya Rp7000an per liter sehingga jika pembatasan BBM diberlakukan bagi kendaraan pribadi tentu saja semakin banyak dana yang berhasil dihemat pemerintah. Kalau yang dibatasi mulai tahun 2005 saja sudah dihemat Rp2 triliun maka kalau seluruh kendaraan pribadi dibatasi —tanpa pengeculian tahun—maka dana yang berhasil dihemat bisa mencapai Rp10 triliun lebih. Tentu saja kendaraan plat kuning, seperti angkot, buskota dan sepedamotor harus tetap diberi subsidi BBM. Sebab, pelanggan angkutan missal pada umumnya rakyat kecil yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Subsidi untuk sepedamotor pun tidak boleh dibatasi karena pada umumnya dimiliki warga menengah ke baIntisari wah. Kalau saja ongkos angkot dan umum lainnya ikut naik diperkirakan jumlah kenPembatasan BBM daraan sepedamotor akan semakin berbanyak memacetkan jalanan di bersubsidi tepat.Apalagi tambah kota-kota besar. Tidak begitu sulit mengawasi pemberian bagi pemilik kendaraan subsidi bagi kendaraan plat kuning atau mewah. Namun jangan angkot kalau memang pemerintah mau mencabut subsidi BBM mengatur dan mengawasinya dengan ketat dampak yang timbul juga tidak untuk rakyat miskin, sehingga begitu mengkhawatirkan. Jika terjadi penyimangkot dll. pangan segera dilakukan penindakan tegas sehingga kalaupun terjadi ‘’kebocoran’’ jumlahnya relatif kecil. Tapi, akan lain halnya bila hanya kendaraan mobil tahun 2005 ke atas saja yang dibatasi sehingga mereka terpaksa membeli partamax dengan harga lebih mahal. Bagi pemilik kendaraan mahal di atas harga Rp100 juta memakai partamax pasti lebih baik karena tidak akan merusak mesin dan perawatannya lebih mudah. Tapi, bagi mobil tahun 2005 hingga 2007 yang nilainya di bawah Rp100 juta mereka akan lebih memilih premium secara ‘ilegal’’. Artinya, membeli di kakilima dengan harga Rp500 atau Rp1000 lebih mahal dari di SPBU. Saat ini saja sudah banyak penjual premium eceran di kakilima, apalagi kalau mobil keluaran 2005 ke atas dilarang membeli di SPBU. Kondisi seperti itulah yang menimbulkan lapangan kerja baru bagi mereka yang memiliki sepedamotor tapi belum punya pekerjaan tetap, atau penghasilannya hanya Rp25.000 sehari. Mereka itu diperkirakan akan beralih kerja dengan membeli premium ‘’full tank’’ di sepedamotornya, sekali isi sekira 5 liter dan dialihkan ke drum penyimpan untuk dijual kembali. Keuntungannya bisa Rp5 ribu sekali isi. Kalau sehari bisa bolakbalik ke SPBU lima kali saja maka keuntungannya bisa mencapai Rp50 ribu sehari. Lapangan kerja baru seperti itu dipastikan bakal terjadi dan marak memanfaatkan ‘’kelemahan’’ sistem pembatasan BBM hanya pada hanya pada mobil tahun 2005 ke atas pasca pemberlakuan bulan depan. Pembatasan subsidi BBM premium ini sudah lama diwacanakan pemerinah. Dulu sudah dirancang menggunakan ‘’smart car’’ gagal. Kini, kuota BBM bersubsidi yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tambahan 2010 sudah semakin tipis menyusul tingkat konsumsi masyarakat yang terus meningkat seiring dengan aktivitas perekonomian yang tinggi. Peningkatan itu terutama akibat meningkatnya jumlah kendaraan dan pemudik saat liburan Idul Fitri 1431 H lalu sehingga dikalkulasikan kuota BBM bersubsidi tak akan bisa menutup kebutuhan masyarakat hingga akhir tahun ini. Tercatat, hingga bulan lalu total konsumsi sudah mencapai 60 persen dari total kuota yang dipatok 36,5 juta kiloliter. Adapun dari total BBM bersubsidi itu jatah premium mencapai 21,45 juta kiloliter dan diperkirakan bakal ludes pada awal Desember mendatang. Tegasnya, pemerintah sudah ‘’angkat tangan’’ Di mana setiap penambahan premium satu juta kiloliter, pemerintah terpaksa harus mengorek kocek minimal Rp1,9 triliun. Badan Pengatur Hilir (BPH) Minyak dan Gas (Migas) khawatir subsidi BBM tahun ini bakal membengkak menembus Rp89 triliun jika tidak segera diberlakukan pembatasan BBM bersubsidi.+

Hubungi kami KANTOR PUSAT Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 4150858, Faks Redaksi: (061) 4510025, Faks Tata Usaha: (061) 4531010. E-mail Redaksi: redaksi@waspadamedan.com KANTOR PERWAKILAN Bumi Warta Jaya Jalan Kebon Sirih Timur Dalam No. 3 Jakarta 10340 Tel: (021) 31922216, Faks: (021) 3140817. Jalan Ratu Syafiatuddin No. 21 C Banda Aceh 23122 Tel & Faks: (0651) 22385 Jalan Iskandar Muda No. 65 Lhokseumawe Tel: (0645) 42109 Jalan Sutami No. 30 Kisaran. Tel: (0623) 41412

Penerbit: PT Penerbitan Harian Waspada Komisaris Utama: Tribuana Said Direktur Utama: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA, MM SIUPP: 065/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/198 tanggal 25 Februari 1988 Anggota SPS No. 13/1947/02/A/2002 Percetakan: PT Prakarsa Abadi Press Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel: (061) 6612681 Isi di luar tanggung jawab percetakan Harga iklan per mm kolom: Hitam-putih Rp. 11.000,-, berwarna Rp. 30.000,Halaman depan hitam-putih Rp. 33.000,Halaman depan berwarna Rp. 90.000,Ukuran kolom: 40,5 mm E-mail Iklan: iklan@waspadamedan.com

idak bisa diabaikan bahwa dua negara serumpun, Indonesia dan Malaysia memiliki hubungan saling ketergantungan. Indonesia menjadi pengirim TKI dengan jumlah besar ke Malaysia sebagai akibat dari kedekatan geografis antara kedua negara. Apabila melihat betapa pesatnya pembangunan di seluruh negara baik gedung bertingkat, jalan raya, perkebunan, industri di Malaysia maka terbayanglah betapa besarnya jasa tenaga kerja Indonesia yang mencurahkan tenaganya untuk ikut membangun berbagai proyek pembangunan. Malaysia termasuk di antara negara yang menanam modal di Indonesia mulai dari sektor perkebunan, perminyakan, perbankan dan lain sebagainya. Kemudian, apabila pada tahun 1960-an orang Malaysia banyak belajar ada perguruan tinggi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan bidang eksakta, sosial dan humaniora demikian juga di berbagai IAIN, maka sekarang komposisinya terbalik. Pelajar Indonesia banyak yang mengambil studi pascasarjana di negeri itu. Selain dari itu, hubungan masyarakat serumpun tidak bisa diabaikan menjadi fakor lain yang memperkuat ikatan itu. Masyarakat yang berasal dari Aceh, Minangkabau dan Sumatera Utara banyak yang telah bermukim lama di sana bahkan sebagian telah menjadi bagian dari warganegara Malaysia. Bahkan di sana juga terdapat ikatan masyarakat lokal Indonesia seperti Ikatan Masyarakat Mandailing (IMAN). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara Indonesia dengan Malaysia tidak saja berkenaan dengan aspek politik, pendidikan dan ekono-

mi akan tetapi telah melebar kepada berbagai hubungan kekerabatan baik hubungan darah maupun keilmuan. Ketika tahun 1993, penulis bersama rombongan yang dipimpin bapak H Raja Inal Siregar berkunjung ke Seremban Negeri Sembilan berziarah ke makam yang diyakini masyarakat setempat sebagai makam Pahlawan Nasional Hamonangan Harahap gelar Tuanku Tambusai, kami sempat berjumpa dengan perwakilan masyarakat Indonesia terutama dari Sumatera Bagian Utara. Selanjutnya, bagi kalangan ulamaulama tua di Sumatera Utara, Kedah atau diucapkan dengan Kodah pada sekitar tahun 1930-an adalah salah satu alternatif tempat menimba ilmu agama Islam. Bagi masyarakat Sumatera Utara selain ke Saudi Arabia dan Mesir ini juga tempat menimba ilmu sehingga jaringan keilmuan Islam telah terbina sejak lama antara Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi, memang tidak dapat dibantah bahwa posisi Indonesia rendah di mata sebagian rakyat Malaysia. Hal ini dapat terjadi akibat dari perbedaan tingkat pembangunan di kedua negara. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang relatif lebih tinggi di Malaysia mendorong terbentuknya opini di kalangan masyarakatnya bahwa orang Indonesialah yang sangat mengharapkan negara Malaysia sebagai tempat untuk mencari penghidupan. Artinya di sini terdapat pola pandangan yang kurang seimbang. Dalam pandangan sebagian orang muncul usulan agar pemerintah RI dapat menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin agar tenaga kerja Indonesia dapat kembali ke tanah air. Ide itu memang bagus, akan tetapi akan sulit diwujud-

kan dalam waktu singkat mengingat masih rendahnya investasi di dalam negeri. Dari paparan di atas, kelihatan dengan jelas bahwa keputusan melakukan pemutusan hubungan kedua negara adalah keputusan yang tidak bijaksana baik apabila hal itu dilakukan pihak Malaysia maupun Indonesia. Alasannya dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, memburuknya hubungan Indonesia dengan Malaysia akan menyulitkan ribuan para pencari kerja di Indonesia. Apabila mereka kembali ke Indonesia akan melahirkan masalah-masalah sosial yang baru sementara persoalan sebelumnya belum tertangani dengan baik. Kedua, sekalipun hubungan misalnya sampai ke tingkat terburuk yaitu pemutusan hubungan akan tetapi tidak tertutup kemungkinan sulit terdeteksinya para pelintas batas baik melalui darat di Kalimantan maupun melalui laut di Sumatera yang menyeberang ke Malaysia. Ketiga, para pemuda Indonesia yang menuntut ilmu di Malaysia seperti di Pulau Pinang, Kuala Lumpur, Kedah dan lain sebagainya tentu akan menyulitkan mereka. Keempat, berbagai perusahaan Malaysia yang menanamkankan modalnya di Indonesia seperti Petronas dan lain sebagainya tentu akan kesulitan untuk mengalihkan bidang usahanya demikian juga di bidang lain seperti perbankan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, opsi pemutusan hubungan dengan Malaysia di samping tidak relevan juga tidak akan efektif dijalankan. Karena hubungan rakyat Inbdonesia dengan Malaysia bukan sebagai hubungan yang hanya setahun dua tahun akan tetapi telah berjalan dalam jangka lama bahkan sebelum Indonesia dan Malaysia merdeka. Seruan sebagian orang untuk mengulangi peristiwa tahun 1960-an yaitu Ganyang Malaysia di samping tidak relevan juga bukan bagian dari kultur yang berdasar pertimbangan etika yang dalam. Atas dasar itu, maka opsi yang paling bijak untuk dilakukan

adalah kedua belah pihak melakukan perbaikan hubungan terutama cara pandang orang-orang di Malaysia terhadap kaum pekerja Indonesia. Masyarakat Malaysia hendaklah menempatkan orang Indonesia sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat apalagi adanya kesamaan agama yang dianut oleh mayoritas rakyat kedua negara. Para pekerja Indonesia di Malaysia terutama dari kalangan wanita, hendaknya dipenuhi hak-hak dasar dan kehormatannya. Hendaknya informasi perkembangan tentang TKI Indonesia di Malaysia ke depan tidak lagi didominasi berita penyiksaan, perkosaan, dan pemutusan hubungan kerja tanpa alasan yang jelas. Pemerintah Malaysia hendaklah merenungkan kembali sikap reaktifnya yang akan memberlakukan travel warning akibat ulah sebagian kecil rakyat Indonesia yang melakukan pembakaran bendera nasional dan pelemparan kotoran kepada kantor perwakilan Malaysia di Indonesia. Demikian juga, pemerintah RI hendaknya secara terus dapat meningkatkan perlindungan kepada WNI yang bekerja di Malaysia. Sehingga mereka tidak menjadi korban dari berbagai perbuatan yang tidak manusiawi dan meningkatkan posisi tawar Indonesia ketika berhadapan dengan Malaysia. Selain itu, pemerintah dapat menunjukkan sikap tegas namun bijak dalam menata hubungan yang saling menguntungkan kedua negeri serumpun. Kuatnya posisi tawar Indonesia terhadap Malaysia akan membuat masyarakat dan pemerintah negeri jiran tidak berlaku semena-mena terhadap WNI. Selanjutnya, masyarakat juga yang akan menunjukkan sikap reaktifnya terhadap Malaysia hendaklah menunjukkannya dengan cara-cara yang mengindahkan nilai-nilai etika dan kesopanan. Penulis adalah Dosen UIN Syarif Hidayatullah JakartaB

Kaji Ulang Hubungan Negara-Agama tratif tanpa menggantungkan eksekusinya dengan faktor-faktor luar termasuk faktor agama. Sistim ini penting sekaligus untuk menjaga agar ia juga tidak dimanfaatkan oleh elemen luar dirinya untuk kepentingan yang tidak bersifat publik. Dalam kasus pelarangan rokok dan golput seyogianya pemerintah selaku lembaga eksekutif di negara ini dapat melakukan pelarangan rokok dengan menggunakan kekuatan yang mereka miliki. Ada kesan pemerintah tidak berani memikul sendirian beban esksekutif ini sehingga memanfaatkan institusi lembaga agama tertentu untuk mendukung kebijakan mereka. Trend yang sama juga terlihat ketika pemerintah sebagai lembaga eksekutif bersama-sama dengan lembaga legislatif panik dan takut dengan bayang-bayang mereka kegagalan yang mereka khayalkan sendiri dalam melaksanakan Pemilu. Secara terang-terangan meminjam tangan lembaga agama, menakut-nakuti masyarakat dengan sanksi agama untuk mensukseskan urusan sekuler mereka. Akibatnya muncul kesenjangan antara aturan pemerintah yang menjamin pilihan golput dengan larangan agama untuk golput. Masyarakat jadi bingung kenapa agama diseret-seret untuk jabatan duniawi yang glamour itu.

Oleh sebab itu kewibawaan agama termasuk para pemukanya harus disandarkan kepada Tuhan bukan kepada lembaga duniawi. Dalam kaitan ini menjadi tugas para pemuka agama untuk mensterilkan otoritas mereka dari unsurunsur duniawi yang akan mengotori kesucian agama di mata umatnya. Untuk menjaga kewibawaan institusi agama, para pemuka agamanya perlu untuk menjaga disiplin dan harga diri dalam menjalankan peran mereka. Hal ini perlu karena posisi sebagai pemuka agama termasuk salah satu posisi yang kuat untuk melakukan tawar-menawar. Secara duniawi posisi ini juga dapat dipergunakan untuk mencari popularitas dan mera i h k e u n t u n g a n yang bersifat duniawi. Para pemain politikpun sadar betul posisi pentingnya para pemuka agama, karena itu mereka tidak malu-malu untuk menggoda para pemuka agama dengan imingiming yang berifat materil untuk memberikan blessing kepada mereka agar rakyat sebagai pemilih berpihak kepada mereka. Maka terpulang kepada para pemuka agama untuk bertanya kepada diri sendiri apakah akan mengembalikan keagungan agama kepada Tuhan atau kepada diri sendiri. Keputusan ini sangat berpengaruh di dalam upaya menjaga harkat martabat mereka di mata umat.

Agama tanpa negara Agama adalah milik Tuhan, dan karenanya para pemuka agama tidak memerlukan negara untuk mempertahankan eksistensi agama tersebut. Agama diturunkan untuk mengatur hubungan antara individu manusia dengan Tuhan dan dalam sekala moralitas juga memperkuat hubungan sesama makhluk. Namun kekuatan eksekusinya tidak terletak pada negara. Agama mendahului negara bukan sebaliknya.

Batasan diri Penting baik bagi para tokoh negara dari kalangan eksekutif maupun legislatif dan juga kalangan pemuka agama untuk membatasi diri mereka dengan tugas dan kewajiban masingmasing. Sehingga memahami wilayah mana yang menjadi tugas dan kewajiban apa yang harus dipenuhi sesuai dengan otoritas yang dimiliki. Sebagai pemuka agama perlu untuk secara cermat menseleksi permintaan dari lembaga manapun untuk

Oleh Faisar Ananda Arfa Kewibawaan agama termasuk para pemukanya harus disandarkan kepadaTuhan bukan kepada lembaga duniawi

N

egara diciptakan dengan satu konsensus untuk mengurusi hal-hal yang bersifat publik atau mengatur hubungan antar individu di dalam satu wilayah kekuasaan dan hubungannya dengan wilayah kekuasaan lainnya. Sedangkan agama dipahami sebagai aturan-aturan ketuhanan yang lebih banyak mengurusi soal-soal yang bersifat privat. Oleh sebab itu kedua institusi ini bergerak di rel tersendiri dan masingmasing menghormati domain yang dikuasainya. Selama kondisi ini terpelihara, maka kecil sekali kemungkinan terjadinya benturan antara kedua kepentingan tersebut. Namun sayangnya fenomena di atas lebih banyak bersifat teoritis dan normatif. Ketika sampai para tataran empiris kedua otoritas wilayah ini sering menyalahgunakan kewenangan yang dimiliknya dan berusaha saling mempengaruhi untuk mencari pengaruh dan memperkuat otoritas yang mereka miliki. Pemerintah sering disengaja memanfaatkan para pemuka agama untuk mencari popularitas rezim mereka atau untuk memuluskan kebijakankebijakan administrasi maupun politik yang direncanakan. Sebaliknya para pemuka agama juga memanfaatkan otororitas material pemerintah untuk memperkuat citra dan kewibawaan mereka di mata umat masing-masing. Bila simbiosis mutualisme antara pemerintah dan pemuka agama ini sering terjadi maka yang muncul ke permukaan adalah terjadinya atmosfir yang tidak seimbang dan membingungkan bagi masyarakat umum. Negara tanpa agama Untuk menjaga stabilitas politik seharusnya pemerintah sebagai pemegang otoritas eksekutif secara jujur dan berani mampu menampilkan kinerja yang bersih dari keberpihakan terhadap satu agama atau memanfaatkan institusi suatu agama untuk dalam menjalankan fungsi eksekutifnya. Sebuah pemerintahan yang kuat adalah apabila ia mampu berdiri di atas semua golongan dan kelompok agama. Pemerintah harus mampu membangun sebuah sistim yang memungkinkan mereka bekerja secara adminis-

mendapatkan restu agama da-lam kasus-kasus yang diajukan. Perlu diingat mana yang bisa dijawab oleh agama dan mana wilayah yang pada dasarnya telah diserahkan oleh Tuhan kepada manusia untuk menyelesaikan sendiri urusan mereka. Ternyata wilayah yang diserahkan oleh Tuhan tersebut cukup luas, bahkan lebih luas dari apa yang dikenal sebagai urusan Tuhan atau agama. Usaha yang berlebihan untuk memberikan keputusan agamis terhadap hal yang dibiarkan mengambang akan mengakibatkan terjadinya distorsi agama. Begitu juga para pelaku politik sebaiknya tidak melakukan tebar pesona dengan menggandeng pemuka agama tertentu dalam meraih dukungan politis. Sebaiknya berbuatlah sesuatu yang real dalam menyejahterekan masyarakat dengan menawarkan progam-program yang mengena di hati mereka. Apabila masyarakat melihat hak yang positif pasti mereka akan mendukung. Jangan gunakan agama untuk menutupi kelemahan program kerja anda. Penulis adalah Dosen Pasca Sarjana IAIN SU

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ dengan disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim menjadi milik

SUDUT BATUAH * Presiden senang daya beli kendaraan naik - Tapi macatnya bikin naik darah * IMF: Indonesia masih digerogoti korupsi - Maklum sudah tradisi * Kapoldasu: Tak ada konflik agama di Sumut - Sumut memang luar biasa!

oel

D Wak

WASPADA

Dewan Redaksi: H. Prabudi Said, H. Teruna Jasa Said, H. Azwir Thahir, H. Sofyan Harahap, H. Akmal Ali Zaini, H. Muhammad Joni, Edward Thahir, M. Zeini Zen, Hendra DS. Redaktur Berita: H. Akmal Ali Zaini. Redaktur Kota: Edward Thahir. Redaktur Sumatera Utara: M. Zeini Zen. Redaktur Aceh: Rizaldi Anwar. Redaktur Luar Negeri: H. Muhammad Joni. Redaktur Nusantara & Features: Gito Agus Pramono. Plt. Redaktur Opini: Dedi Sahputra. Redaktur Ekonomi: Armin Rahmansyah Nasution. Redaktur Olahraga: Johnny Ramadhan Silalahi. Redaktur Minggu/Humas: Hendra DS, Redaktur Agama: H. Syarifuddin Elhayat. Asisten Redaktur: Rudi Faliskan (Berita) Zulkifli Harahap, Muhammad Thariq (Kota Medan), Feirizal Purba, H. Halim Hasan, Diurna Wantana (Sumatera Utara), T. Donny Paridi (Aceh), Armansyah Thahir (Aceh, Otomotif), Austin Antariksa (Olahraga, Kreasi), Syafriwani Harahap (Luar Negeri, Popular, Pariwisata), Hj. Hoyriah Siregar (Ekonomi), T. Junaidi (Hiburan), Hj. Erma Sujianti Tarigan (Agama), Hj. Neneng Khairiah Zein (Remaja), Anum Purba (Keluarga)), Hj. Ayu Kesumaningtyas (Kesehatan). Sekretaris Redaksi: Hj. Hartati Zein. Iklan: Hj. Hilda Mulina, Rumondang Siagian (Medan), Lulu (Jakarta). Pemasaran: H. Subagio PN (Medan), Zultamsir (Sumut), Aji Wahyudi (NAD). Wartawan Kota Medan (Umum): H. Erwan Effendi, Muhammad Thariq, Zulkifli Harahap, David Swayana, Amir Syarifuddin, Ismanto Ismail, Rudi Arman, Feirizal Purba, Zulkifli Darwis, H. Abdullah Dadeh, H. Suyono, Ayu Kesumaningtyas, M. Ferdinan Sembiring, M. Edison Ginting, Surya Effendi, Anum Purba, Sahrizal, Sulaiman Hamzah, Sugiarto, Hasanul Hidayat, Aidi Yursal, Rustam Effendi. Wartawan Kota Medan (bidang khusus): H. Syahputra MS, Setia Budi Siregar, Austin Antariksa, Dedi Riono (Olahraga), Muhammad Faisal, Hang Tuah Jasa Said (Foto), Armansyah Thahir (Otomotif), Dedek Juliadi, Hajrul Azhari, Syahrial Siregar, Khairil Umri (Koran Masuk Sekolah/KMS). Wartawan Jakarta: Hermanto, H. Ramadhan Usman, Hasriwal AS, Nurhilal, Edi Supardi Emon, Agus Sumariyadi, Dian W, Aji K. Wartawan Sumatera Utara: H. Riswan Rika, Nazelian Tanjung (Binjai), H.M. Husni Siregar, Hotma Darwis Pasaribu (Deli Serdang), Eddi Gultom (Serdang Bedagai), H. Ibnu Kasir, Abdul Hakim (Stabat), Chairil Rusli, Asri Rais (Pangkalan Brandan), Dickson Pelawi (Berastagi), Muhammad Idris, Abdul Khalik (Tebing Tinggi), Mulia Siregar, Edoard Sinaga (Pematang Siantar), Ali Bey, Hasuna Damanik, Balas Sirait (Simalungun), Helmy Hasibuan, Agus Diansyah Hasibuan, Sahril, Iwan Hasibuan (Batubara), Nurkarim Nehe, Bustami Chie Pit, Sapriadi (Asahan), Rahmad Fansur Siregar (Tanjung Balai), Indra Muheri Simatupang (Aek Kanopan), H. Nazran Nazier, Armansyah Abdi, Neirul Nizam, Budi Surya Hasibuan (Rantau Prapat), Hasanuddin (Kota Pinang) Edison Samosir (Pangururan), Jimmy Sitinjak (Balige), Natar Manalu (Sidikalang), Arlius Tumanggor (Pakpak Bharat)Parlindungan Hutasoit, Marolop Panggabean (Tarutung), Zulfan Nasution, Alam Satriwal Tanjung (Sibolga/Tapanuli Tengah), H. Syarifuddin Nasution, Balyan Kadir Nasution, Mohot Lubis, Sukri Falah Harahap (Padang Sidimpuan), Sori Parlah Harahap (Gunung Tua), Idaham Butarbutar, Syarif Ali Usman (Sibuhuan), Iskandar Hasibuan, Munir Lubis (Panyabungan), Bothaniman Jaya Telaumbanua (Gunung Sitoli). Wartawan Aceh: H. Adnan NS, Aldin Nainggolan, Muhammad Zairin, Munawardi Ismail, Zafrullah, T. Mansursyah, T. Ardiansyah, Jaka Rasyid (Banda Aceh), Iskandarsyah (Aceh Besar), Bustami Saleh, M. Jakfar Ahmad, Jamali Sulaiman, Arafat Nur, M. Nasir Age, Fakhrurazi Araly, Zainal Abidin, Zainuddin Abdullah, Maimun (Lhokseumawe), Muhammad Hanafiah (Kuala Simpang), H. Syahrul Karim, H. Ibnu Sa’dan, Agusni AH, H. Samsuar (Langsa), Musyawir (Lhoksukon), Muhammad H. Ishak (Idi), HAR Djuli, Amiruddin (Bireuen), Bahtiar Gayo, Irwandi (Takengon), Muhammad Riza, H. Rusli Ismail (Sigli), T. Zakaria Al-Bahri (Sabang), Khairul Boang Manalu (Subulussalam), Zamzamy Surya (Tapak Tuan), Ali Amran, Mahadi Pinem (Kutacane), Bustanuddin , Wintoni (Blangkejeren), Khairul Akhyar, Irham Hakim (Bener Meriah), Tarmizi Ripan, Mansurdin (Singkil), Muhammad Rapyan (Sinabang).

Semua wartawan Waspada dilengkapi dengan kartu pers. Jangan layani dan segera laporkan ke pihak berwajib atau ke Sekretaris Redaksi bila ada oknum yang mengaku wartawan Waspada tetapi tidak bisa menunjukkan kartu pers yang sah, ditandatangani Pemimpin Redaksi


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.