Waspada, Senin 10 Oktober 2011

Page 23

Opini C5 Panasnya Banggar

WASPADA Senin 10 Oktober 2011

Pengelola Dan Penggarong Di tataran berpikir ideal, para pakar ilmu negara, hukum dan ilmu kemasyarakatan sejak 800 tahun SM sampai hari ini—sudah dan masih tetap berkesimpulan bahwa manusia untuk mencapai tujuan individu dan kelompoknya—tidak bisa tidak harus berada pada ruang ikatan kebersamaan dengan individu dan kelompok manusia lainnya. Di ruang kehidupan bersama itulah mereka kompromi dan bekerjasama menjamin tercapainya tujuan itu sendiri. Bagaimana kompromi dan kerja sama itu bisa berlangsung secara selaras, seimbang dan harmonis, dibutuhkan pula organisator yang bertugas mengorganisir seluruh dinamika dalam kerja sama tersebut. Sehingga semua friksi dan konflik yang muncul dapat dinetralisir. Negara adalah bentuk tertinggi organisasi yang dibutuhkan dalam mengorginisir semua itu. Beranjak dari paradigma di atas, ketika NKRI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945, tentulah dimaksudkan oleh para Bapak Pendiri NKRI untuk pengorganisiran seluruh potensi Indonesia, dalam upaya pencapaian tujuan individu dan kelompok suku bangsa nusantara ini semata. Jika sampai hari ini, apa yang disepakati para wakil dari semua suku bangsa nusantara sebagai tujuan pembentukan NKRI itu, belum juga terealisasikan oleh para pengelola pemerintahan sejak rezim Bung Karno ataupun oleh rezim otoriter konspirasi Soeharto-ABRI-Golkar yang berselubung Pancasila dan UUD 1945, serta oleh rezim Reformasi yang serba tidak jelas ideologi kepemimpinannya itu, apakah Pancasila atau Liberalisme-Kapitalisme dan Sosialisme-Komunisme Atheis. atau sama sekali tidak memiliki ideologi. Jika semua itu serba tidak jelas (STJ). Sungguh patut dipertanyakan kualifikasi semua rezim tersebut. Apakah mereka itu PENGELOLA atau PENGGARONG semata ?!? Melihat kepada perilaku KORUPSI di semua rezim itu sejak dari era Bung Karno sampai hari ini sudah merupakan sesuatu yang fenomenal. Maka sangat patut sekali untuk dikatakan, kebanyakan para anggota rezim dan atau bahkan pimpinan rezim itu sendiri sebenarnya adalah PENGGARONG bukan PENGELOLA?! Jika sepanjang usia Kemerdekaan NKRI 66 tahun, sistem pendidikan nasional cuma berhasil mencetak Sumber Daya Manusia Indonesia yang cerdas, namun berkepribadian Penggarong, dapatlah dibayangkan apa dan bagaimana kabar Indonesia 25 tahun yang akan datang. NEGERI dan bangsa yang hilang..! Itulah kemungkinan Indonesia masa depan. Kalaupun nanti kehidupan bernegara masih akan tetap berlangsung di kepulauan nusantara ini, boleh jadi kehidupan itu kembali terpuruk dalam gambaran ramalan Prabu Joyoboyo, yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan JONGKO JOYOBOYO. Kembali di bawah penjajahan bangsa asing semata. Komunitas pribumi jika tidak mengalami pemusnahan, tentulah akan menjadi JONGOS di tanah air mereka sendiri. Betapapun pada posisi kejongosan itu mereka menyandang sejumlah titel kepakaran beragam disiplin ilmu dari perguruan tinggi dalam dan luar negeri. Mereka tetaplah pada kedudukan dan peran Jongos itu. Jongos berpenampilan intelektual atau intelektual bermental Jongos semata. Kasihan..! Apabila Bung Karno di usia muda mampu merumuskan kondisi kehidupan komunitas anak bangsanya yang paling terpuruk di bawah penjajahan Belanda dengan sebutan atau nama MARHAEN. Ketika di saat menduduki jabatan presiden seumur hidup, Panglima Tertinggi ABRI dan Panglima Besar Revolusi, komunitas Marhaen yang ingin dibela dan diperjuangkannya agar bisa hidup dalam suasana gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto rahajo, kiranya hanya bias menjadi komunitas yang terus hidup dalam ilusi dan halusinasi semata. Terkurung dalam fatamorgana yang diciptakan Bung Karno. Karena itulah komunitas Marhaen itu merasa telah menjadi HERO pada saat mereka cuma hanya menjadi pemikul beban ambisi dan libido kekuasaan para Penggarong tersebut. Begitulah juga hari ini, berapa banyak di kalangan anak bangsa yang merasa sebagai Guru Bangsa atau Penjaga Keutuhan NKRI. Namun tidak lebih dari Jongos berlagak intelektual atau intelektual bermental Jongos semata. Berada di tengah pusaran realitas tragis demikian itu,komunitas anak bangsa yang masih merasakan idealisme kenusantaraan berdegup dalam jiwanya, harus bisa dan cepat menemukan satu formula efektif membebaskan tanah air dan bangsa ini dari belitan nafsu para Penggarong itu. Hentikan dulu semua pertikaian yang tidak dibutuhkan untuk menggusur para Penggarong yang membelit semua lini dan strata kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat di tanah air nusantara ini. Inilah prasyarat untuk dapat mengembalikan negeri ini kepangkuan Ahli Waris Yang Sah menurut Hukum Sejarah Nusantara itu sendiri. Jika tidak mau memenuhi prasyarat itu, maka marilah bersama mengatakan: Selamat jalan Indonesia… Selamat lenyaplah kamu dari percaturan hidup bumi. He... He... He..!

Oleh Suhrawardi K Lubis Anggota Banggar Legislatif (DPR-RI/DPRD) mestinya tidak mencicipi (bahkan makan besar) lebih dahulu dari anggaran yang sedang dibahas.

S

elasa (4/10) pagi, dalam acara di salah satu TV Swasta Nasional ditayangkan berita tentang puluhan wajah-wajah perempuan cantik di gedung KPK yang katanya sedang berunjuk rasa. Sambil ketawaketiwi para demonstran berparas manis dan cantik itu mengacung-acungkan kertas karton antara lain bertuliskan”JANGAN FITNAH BANGGAR”. Konon, kedatangan putri-putri cantik itu berunjuk rasa ria di KPK bertepatan pemanggilan ulang dua orang pimpinan Badan Anggaran DPR-RI (Tamsil Limrung dari PKS dan Olly Dondokambey dari PDIP). Keduanya dipanggil KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus uang sogokan dengan sekotak kardus durian yang diduga ada kaitannya dengan mafia anggaran di Kemenakertrans yang dikomandoi Muhaimin Iskandar. Nampaknya, tayangan sinetron menarik dengan kisah-kisah menceritakan perseteruan “Banggar versus KPK” akan semakin sering tampil di layar kaca. Ada siaran langsung, ada siaran tunda dan ada pula dalam bentuk berita. Tentulah terkadang kisahnya lucu, kadang menegangkan, kadang menggemaskan dan kadang mengecewakan pemirsanya. Tentu kisah ini akan lebih menarik lagi andainya ada sutradara dan produser film layar lebar yang mau mengangkat kisah-kisah menarik ini ke layar perak. Hampir dapat dipastikan film ini akan menjadi tontonan yang menarik dan mudah-mudahan dapat menghibur masyarakat dan bangsa Indonesia. Kenapa? Karena pasti alur ceritanya panas dan mengasyikkan.

dan terkadang langka), maka kayu bakar masih merupakan primadona untuk bahan bakar memasak makanan. Pada saat memasak makanan menggunakan bahan bakar kayu, sang juru masak selalu berusaha agar kayu api yang dibakar ada banggarnya. Sebab, kalau ada banggar masakan cepat matang secara sempurna dan rasanya pun akan lebih gurih dan nikmat. Intinya, apabila memasak penganan menggunakan bahan bakar kayu, sang juru masak akan selalu berusaha agar kayu api yang dibakar ada banggarnya. Namun demikian, nikmatnya hasil masakan banggar bahan bakar kayu tentunya banyak ditentukan sang juru masak. Lazimnya sang juru masak berperan penting menentukan lezat tidaknya hasil masakan, bahkan pada saat memasak penganan sang juru masak harus mencicipi lebih dahulu guna memastikan apakah asam garam dan gulanya sudah pas. Untuk itu, meramu asam garam, capai dan gulanya tentulah harus hati-hati, jangan sampai berlebihan. Karena itu, lazimnya selalu dicari juru masak yang pandai dan memahami keinginan dan selera para penikmatnya. Selain itu, sang juru masak harus berhati-hati terhadap banggar. Karena banggar yang merah membara itu, kalau tidak dikontrol akan dapat membakar makanan yang dimasak sehingga makanan akan terbakar alias gosong dan rasanya akan pahit atau mengakibatkan luka bakar. Malah apabila bara apinya besar bisa membakar juru masak, bahkan kalau lebih besar lagi akan membakar bangunan rumah tempat memasak. Itulah banggar di Tapanuli.

Banggar panas dan membakar Istilah Banggar, selain dikenal di legislatif (DPR pusat, provinsi dan kabupaten/kota), juga dikenal di daerah Tapanuli (khususnya Tapanuli Selatan, hanya saja maknanya berbeda. Kalau di legislatif Banggar merupakan singkatan Badan Anggaran yang bertugas dan berfungsi untuk membahas Anggaran Negara. Sedangkan di Tapanuli, Banggar ialah bara api yang merah membara dan kalau apinya sudah padam akan menjadi arang yang hitam legam. Di Tapanuli, khususnya di daerah pedesaan, disebabkan kesulitan bahan bakar minyak tanah (harganya mahal

Banggar legislatif Fungsi dan tugas banggar diTapanuli sebenarnya hampir sama saja dengan Banggar di legislatif, baik yang ada di Pusat (DPR-RI), provinsi (DPRD provinsi) dan di kabupaten/kota (DPRD kabupaten/kota). Kalau banggar kayu bakar berfungsi memasak penganan untuk dinikmati, maka Banggar legislatif pun berfungsi memasak anggaran negara dan/atau daerah, sehingga dapat dinikmati masyarakat. Sedangkan mengenai hasil olahan, banggar bahan bakar kayu dapat memasak makanan menjadi gurih dan nikmat tapi juga bisa masak tidak sempurna

Kh.Nazaruddin Lubis An-Naqsyabandi Al-Hajj Pembina Majelis Ta’lim Salafiyah Asy-Syafi’iyah An-Naqsyabandiyah Jalan Lampu No 28 P.Brayan Bengkel Baru-Medan.

dedisahputra@yahoo.com

Ekstase Ribuan orang itu melompat-lompat liar. Musik panggung terus menggegar-gegar dari tadi. Nadanya seperti meliuk-liuk; kadang perlahan mengayun, ditingkahi suara serak basah pelantunnya—tiba-tiba menghentak tajam membubung ke angkasa tinggi. Ada nuansa larut dalam suasana seperti itu. Mereka menyebutnya ekstase. Ini seperti sebuah luapan emosi yang menghanyutkan. Membawa orang yang merasakannya ingin kembali lagi dan kembali lagi ke perasaan yang sama. Berkat teknologi, melalui youtube saya bisa kembali menyaksikan aksi Nirvana. Kurt Cobain terlanjur menjadi fenomenal. Singlenya Smells Like Teen Spirit seolah mewakili para ekstase itu. Inilah musik lantang dengan efek distorsi serak yang kemudian dikenal sebagai genre musik grunge. Dengan nada dingin dia bersenandung. ... I’m worse at what I do best And for this gift I feel blessed Our little group has always been And always will until the end ... Wajah-wajah orangorang yang melompat-lompat memejamkan mata sambil angguk-angguk kepala itu, juga air muka Kurt Cobain, menjelaskan semuanya. Tentang musik dan tentang suasana hanyut itu. “Sulit bagi seorang seniman, bagi pemusik untuk memutuskan untuk tidak bermusik lagi,’’ begitu kata Anto Hoed, basist grup Band Potret. Memang. *** Menjadi manusia sejatinya adalah mandat dari Tuhan yang menciptakan. Mandat sebagai manusia itu jelas dan tegas adanya; cuma mengabdi kepada Tuhan, itu saja. Maka betapapun seorang sufi itu mendekati Tuhannya, mereka tak luput dari kiritik. Semua itu cuma karena satu alasan: syor sendiri. Nada kritik itu lebih mirip rasa iri sebenarnya. “Betapa enaknya hidup para sufi itu. Mereka tak perlu lagi jabatan untuk dikejar, tak butuh harta untuk dicari, tak risaukan beban di pundak apapun itu. Mereka enak-enakkan bermesraan terus dengan Tuhannya. Sementara kami di sini harus bergelut dengan lumpur dunia, tertatih-tatih melangkah menuju Tuhan, dengan kaki yang menyeret beban berat urusan duniawi.” Ini adalah jalan yang tidak biasa. Bukan jalan umum yang dilalui orang kebanyakan,

yang dalam sitiran James Winston Morris disebut sebagai: jalan perfeksi spiritual yang menuntut hubungan (dengan Allah) dan rangking spiritual yang tidak bisa diperoleh melalui metode artifisial (tidak alami/ buatan). Akhirnya setiap orang harus mengalami iluminasi (pencerahan) dirinya sendiri, melaluinya dan menggapai manisfestasi kebenaran. Jelaslah, ini jenis ekstase yang berorientasi kepada Tuhan. Batas atasnya adalah langit, sesuatu yang dalam dunia materi tak pernah terjangkau sepenuhnya. *** Di alam kebebasan, segala sesuatu berpeluang memiliki pengikut. Sekonyol apapun suatu perbuatan yang pernah Anda lakukan, dia akan diikuti orang yang datang kemudian. Walaupun terang-terangan Kurt Cobain mengatakan I feel stupid and contagious (aku bodoh dan menulari), orangorang itu terus memujanya. Ini adalah jenis ekstase yang berorientasi pada sesuatu selain Tuhan. Mereka mengindentifikasinya sebagai keindahan, dan dia bersifat adiktif. Karena itu bisa difahami ucapan Anto Hoed tersebut. Tapi jenis ekstase ini cuma berbatas pada langit-langit. Maka ketika orang telah sampai ke puncaknya, seringkali yang terjadi justru anti-klimaks. Tak ada lagi rasa yang sanggup memberinya kepuasan yang lebih baik seperti ketika mendaki. Ketika saat itu tiba, maka hidup seperti tak ada gunanya lagi. Itulah ketika di tahun 1994 Gary Smith seorang tukang listrik di Seattle terperanjat. Di dalam sebuah rumah dia menemukan sesosok tubuh terbaring berlumuran darah. Ada secarik kertas di sisi tubuh itu, sebuah tulisan tangan. Isinya mengutip lirik lagu Neil Young, “better to burn out than to fade away/lebih baik terbakar daripada memudar” . Itu adalah mayat Kurt Cobain yang meledakkan senjatanya ketika laras senjata itu berada di dalam mulutnya. Spekulasi pun muncul mengenai kematiannya. Nick Wise menulis, Kurt bunuh diri akibat depresi tinggi yang dialaminya berkaitan dengan kehidupannya bersama Love. Orang ini memang dekat dengan obat-obatan terlarang. Mungkin saja spekulasi itu benar. Tapi selalu saja, setiap orang yang mengingkari mandatnya sebagai manusia, dia akan berakhir dengan tragis.(Vol.257, 10/10/2011)

Kolom foliopini dapat juga diakses melalui http://epaper.waspadamedan.com

liknya mencicipi, memakan bahkan menguras anggaran sebelum masak (sebelum jadi anggaran dalam bentuk Undang-Undang atau Peraturan Daerah). Tentang persyaratan orangnya, untuk jadi juru masak menggunakan banggar bahan bakar kayu selalu dicari yang pandai agar penikmatnya merasa puas. Maka anggota Banggar legislatif pun biasanya dicari dan diambil dari yang orang-orang terpilh. Lazimnya terdiri dari orang-orang penting Partai Politik (Parpol), seperti bendahara (contohnya Nazaruddin pada waktu di DPRRI) dan Wakil Bendahara Parpol atau setidaknya orang yang memiliki keunggulan dalam melakukan pendekatan kesana-kemari. Sehingga pada waktu anggaran dibahas sudah dapat mencicipi lebih dahulu kue anggaran yang digodok seperti halnya juru masak. Demikian juga halnya tentang kehati-hatian terhadap banggar. Kalau banggar bahan bakar kayu dapat membakar penganan yang dimasak, membakar juru masak, bahkan rumah tempatmemasak,maka Banggarlegislatifpun demikianhalnya.Kenapa?KarenaBanggar legislatif selain dapat menghanguskan pembangunan (dikorup), juga dapat menimbulkan masalah bagi anggota legislatif seperti yang terjadi sekarang. Intinya, banggar itu memang panas, karena itu hati-hatilah dengan banggar, baik banggar bahan bakar kayu, maupun Banggar di DPR-RI/DPRD. Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum & Pascasarjana UMSU di Medan.

Superbody Yang Tak Super

Dedi Sahputra

Foliopini

kalau tidak merata, bahkan gosong dan terasa pahit. Banggar legislatif pun demikian halnya, andainya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tentulah Anggaran Pendapatan dan Belanja (negara/daerah) yang dihasilkan tidak sempurna (misalnya karena mafia anggaran). Hasilnyapun tidak merata, ada pihak yang merasa kue pembangunan yang lezat dan nikmat cita rasanya (yang berhasil membangun jejaring dengan mafia anggaran), ada pula pihak yang merasa kue pembangunan nan gosong dan pahit (yang tidak membangun jejaring dengan mafia anggaran). Fungsi juru masak yang mengolah makanan dengan banggar bahan bakar kayu di Tapanuli sangat menentukan. Demikian juga halnya fungsi juru masak di Banggar legislatif yang dijalankan anggota legislatif. Karena anggota DPRRI/DPRD yang ada di Banggar-lah yang akan mengolah dan meramu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah sedemikian rupa untuk disajikan dan dinikmati rakyat. Hanya saja, fungsi mencicipi yang mestinya berbeda. Kalau juru masak penganan harus mencicipi lebih dahulu untuk memastikan asam, manis dan pahitnya penganan yang diolah, maka anggota Banggar Legislatif (anggota DPR-RI/DPRD) mestinya tidak mencicipi (bahkan makan besar) lebih dahulu anggaran yang dibahas. Sebab anggota legislatif mestinya mengolah dan mengkaji anggaran sebaik mungkin untuk dipergunakan sebesar-besarnya kepada kepentingan rakyat. Bukan malah seba-

Oleh Arfanda Siregar

Mundur Sebagai manusia setengah dewa, yang keberadaanya bagai seteguk penawar di tengah gurun gersang seharusnya juga mempunyai konsekuensi sangat ketat ketika melakukan kesalahan. Jangan sampai keistimewaan yang diperoleh malah membuat mereka bagai politisi yang kecanduan berbuat khilaf tapi tak ada sanksi. Buatlah Komite Etik KPK menyatakan tidak terjadi kesalahan berat yang dilakukan pimpinan KPK sehingga tidak ada yang harus dihukum. Khusus Chan-

dra M Hamzah, Harjono Umar, dan Ade Rahardja mendapat dissenting opinion. Dissenting opinion sudah menunjukkan betapa Komite Etik bertikai tentang kesimpulan bersalah atau tidak bersalah. Kesimpulan itu diambil berdasarkan perdebatan yang terjadi di tengah masyarakat atas kesalahan mereka. Dan hasilnya Komite Etik KPK menyatakan ketiganya melakukan pelanggaran ringan, tapi tak ada hukuman kepada mereka. Bagi manusia setengah dewa, tak ada kesalahan ringan. Setiap kesalahan tidak bisa ditoleransi tanpa sanksi keras. Dari kaca mata kode etik yang mengatur sikap dan perilaku pegawai dan pimpinan KPK, ada satu pasal yang menyebutkan bahwa pegawai KPK dilarang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan terdakwa, tersangka atau calon tersangka atau keluarganya atau pihak lain yang terkait, yang penanganan kasusnya sedang diproses KPK, kecuali pegawai yang melaksanakan tugas karena perintah jabatan. Meski pada saat kejadian Nazaruddin belum menjadi tersangka, namun patut digarisbawahi status pimpinan KPK menuntut agar selalu menjaga jarak dengan siapapun. Apalagi sudah bukan rahasia umum para politisi senayan merasa KPK kerap menjadikan anggota DPR sasarannya. Setidaknya 63 anggota dan bekas anggota DPR tertangkap, diadili, dan dipenjara karena terbukti menerima suap oleh KPK. Sebagai pimpinan KPK, pertemuan yang akrab di luar gedung KPK membuka peluang terjadinya pembocoran informasi penyelidikan.Apa yang dilakukan mereka bisa dianggap melecehkan aturan main yang selama ini diterapkan. Padahal dalam kode etik KPK : jangankan bertemu dengan mereka yang rentan terlibat korupsi. Bahkan, menolak dijemput dalam sebuah undangan pertemuan, tidak minum air dari panitia acara, menolak pemberian suvenir atau buah tangan yang nilainya sangat kecil adalah beberapa contoh kode etik yang mengikat pimpinan KPK. Kesalahan pimpinan KPK tidak bisa dipandang sebelah mata yang cukup

hanya dimaklumi. Komite Etik seharusnya menegakkan no tolerance zone bagi tumbuhnya bibit-bibit pembangkangan,penistaan, pengabaian,dan penghancuran atas integritas KPK. Keliru besar jika kasus pertemuan Nazaruddin dengan pimpinan KPK hanya berujung pemaafan. Kesalahan dalam memberikan respons akan membuka celah bagi terjadinya pembusukan di KPK. Bagaimana mungkin sebuah lembaga yang kode etiknya sangat ketat ternyata tak mampu ditegakkan oleh pimpinannya. Pelanggaran kode etik pimpinan KPK bukan hanya menjatuhkan disiplin institusi KPK, tetapi merendahkan kewibawaan pimpinan KPK sebagai representasi KPK secara kelembagaan. KPK terlanjur menjadi idola publik di Indonesia. Jika hal ini dibiarkan akan membawa preseden buruk bagi KPK ke depan. Sekarang saja citra KPK sudah runtuh di mata publik. Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) baru-baru ini menghasilkan rendahnya kepercayaan publik terhadap integritas KPK dalam menyelesaikan persoalan korupsi. Jangan sampai keberadaan KPK kelak hampir sama dengan kepolisian dan kehakiman yang sudah dianggap “kotor” oleh publik. Hanya ada satu opsi untuk menyelesaikan kasus ini, yaitu dengan jiwa satria para pimpinan KPK yang dinyatakan berbuat kesalahan, meski seujung kuku mengundurkan diri. Mereka semua harus legowo dengan keputusan mundur guna menyelamatkan wibawa KPK yang kadung menjadi ikon pemberantasan korupsi di negeri ini. Semua insan manusia, seyogianya, memiliki kepekaan akan tanggung jawab moral. Semakin besar tanggung jawab seseorang, kepekaan tersebut, mestinya semakin kuat tertanam. Sebagai pimpinan lembaga superordinary yang berwewenang memeriksa siapapun rakyat negeri ini yang terindikasi korupsi seharusnya menyadari sedikit saja kesalahan yang mereka lakukan sangat fatal bagi karir mereka.

di kawasan pulau Sumatera—komitmen anggota DPR RI dan DPD RI daerah pemilihan Sumatera Utara— memperjuangkan dan “menjolok” dana yang tersedia pada pemerintah pusat, patut mendapat dukungan sepenuhnya dari Pj.Gubsu, DPRD Provinsi Sumatera Utara dan tokoh nasional asal Sumatera Utara. Sudah saatnya keterpaduan dan sinergi semua pihak fokus serta mencurahkan perhatian dan segenap potensi yang dimiliki untuk akselerasi pembangunan Sumatera Utara. Karena itu komitmen yang telah

diikrarkan di Hotel Mulia Jakarta segera ditindaklanjuti melalui komunikasi efektif dan massif oleh pemerintah provinsi dengan wakil rakyat/ senator dan juga tokoh nasional asal Sumatera Utara. Kita tidak menginginkan komitmen hanya tinggal di atas kertas atau hanya hiasan bibir semata. Seperti pepatah di Tebing Tinggi: “ikan kakap, ikan tamban, banyak becakap, tak ada kenyataan”. Selain komitmen merebut dana yang ada di kocek pemerintah pusat, perjuangan untuk bagi hasil sektor perkebunan

merupakan suatu keniscayaan. Selama ini Provinsi Sumatera Utara tidak pernah mendapat bagian hasil perkebunan, semuanya disedot pemerintah pusat. Padahal sektor perkebunan merupakan komoditi terbesar dari bumi Sumatera Utara. Jika kedua hal tersebut terwujud dalam kenyataan, Insya Allah dapat mengembalikan citra Provinsi Sumatera Utara sebagai barometer dan primadona di luar pulau Jawa khususnya di kawasan pulau Sumatera!

Kesalahan dalam memberikan respons akan membuka celah bagi terjadinya pembusukan di KPK.

H

asil penyilidikan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pimpinan KPK menyatakan empat pimpinannya dinyatakan tidak melanggar kode etik maupun pidana—meski beberapa tudingan M. Nazaruddin, tersangka suap wisma atlet memang fakta yang tak terbantahkan. Meskipun, KPK disetarakkan lembaga luar biasa (superbody),tetapi komite tetap memandang tak perlu memberi sanksi pimpinan KPK. Bukankah menyatakan bersalah bagi lembaga luar biasa sama saja mengecilkan lembaga yang sering membuat ketar-ketir anggota dewan itu? Manusia setengah dewa Ekspektasi publik terhadap kinerja KPK memberantas korupsi jauh lebih tinggi ketimbang institusi kepolisian dan kehakiman. Rakyat lebih percaya dengan kiprah KPK menghunus pedang keadilan ketimbang dua institusi yang jauh lebih dulu menghirup nafas di negeri ini. Meski berusia belia KPK lebih dipercaya dan didukung publik dibanding lembaga hukum lain. Bahkan, ketika dua Pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto ditetapkan sebagai tersangka pada kasus penyalahgunaan wewenang penyadapan, segera gerakan ekstraparlemen bernama gerakan sejuta facebooker penyelamat Bibit-Candra turun ke jalan untuk menyelamatkan keduanya. Di mata publik, pimpinan KPK sering disetarakan bagai setengah dewa, dianggap tak punya hasrat melakukan penyelewengan yang dapat menistakan maruah mereka. Lihat saja, betapa gusarnya publik ketika mendengar selentingan, terutama berasal dari anggota DPR yang ingin membubarkan KPK. Pimpinan KPK tak perlu repot mengcounter, sebab di belakangnya telah

Komitmen... (Lanjutan dari hal C4) memperluas pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara, kalau kita asyik ber-simagarutan dengan masalah yang tidak begitu prinsipil dan sarat dengan muatan politis. Tindak lanjut Berkaca dari maju pesatnya pembangunan di Provinsi lain terutama

berkumpul para pembela sejati yang terdiri dari tokoh masyarakat, cendikiawan, agamawan, dan berbagai kalangan masyarakat segera berdiri paling depan membela KPK. Jangan coba-coba menjelek-jelekkan KPK, mereka tak segansegan menguliti dan mempermalukan tokoh yang kritis terhadap KPK. Padahal, pendapat, meski bernada miring sah-sah saja dikumandangkan di negara demokrasi. Pendapat seseorang, selama disampaikan dengan caracara elegan, apalagi berdasarkan data dan fakta tidak boleh dihakimi beramairamai hingga membuat orang yang berpendapat seolah menjadi terdakwa. Seperti keinginan anggota Komisi III DPR dari PKS Fachri Hamzah yang akan membubarkan KPK. Mana mungkin kapasitas Fachri mampu membubarkan KPK, sebagai pribadi dia hanya ingin mengkritik keberadaan KPK yang sudah berusia 8 tahun. Namun tugastugas KPK masih belum maksimal dilaksanakan. Bangsa ini masih menjadi juara korupsi baik tingkat ASEAN maupun Asia Pasifik. Mengapa? Karena KPK sibuk dengan tindakan“tangkap basah”. Negeri ini menjadi gaduh. KPK seakan seperti polisi yang bersembunyi di balik pohon agar bisa menilang pengendara motor atau mobil yang tak mentaati rambu lalu lintas. Apa salah Fachri mengkritisi KPK?

Penulis adalah Direktur Lepas (Lembaga Penelitian Agama dan Sosial)/Dosen Politeknik Negeri Medan.

Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bina Karya Kota Tebing Tinggi.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.