Waspada, Jumat 27 Mei 2011

Page 26

Opini

C8 TAJUK RENCANA

Ketidakadilan Global

Berantas SIM Tembak!

B

iaya pembuatan SIM baru membengkak, naik hingga 300 persen dari biasanya. Apakah kenaikan itu karena menggunakan calo? Ternyata tidak. Sebab, biaya mendapatkan sertifikat di Medan Safety Driving Centre (MSDC) sudah keluar Rp400 – Rp500 ribu. Ditambah dengan biaya pengurusan SIM-nya berkisar Rp100 ribu hingga Rp120 ribu plus biaya pemeriksaan kesehatan dll, maka pengeluaran pemohon SIM baru bisa mencapai hampir Rp1 juta. Apakah biaya mahal itu bisa mengurangi angka kecelakaan lalu lintas? Belum bisa dipastikan karena masih uji coba (baru berjalan beberapa bulan). Kalau mengurangi minat pemohon SIM hal benar sekali. Menimbulkan keluhan dan komplin? Juga benar, karena terkesan memonopoli dengan dibuatnya semacam kerjasama pihak yang mengeluarkan sertifikat dengan proses pembuatan SIM baru. Setelah prosedur pengurusan SIM diperketat dengan pemohon wajib menempuh ujian teori dan praktik, otomatis pemohon SIM berkurang, khususnya di markas Satlantas Polresta Medan Jl. Adinegoro. Hal itu membuktikan, kalau selama ini pemohon SIM lebih banyak berurusan dengan calo karena mereka tidak perlu ujian. Bahkan, mereka tidak perlu datang, tinggal foto, langsung SIM siap diantar ke rumah pemohon. Harga ‘’SIM tembak’’ seperti itu pasti mahal, berkisar Rp500 ribu hingga di atas Rp1 juta per lembarnya. Hemat kita, pengetatan pengurusan SIM khususnya wajib ujian teori dan praktik mutlak diperlukan. Tidak boleh diwakilkan. Pokoknya, siapa pun dia—tanpa pilih kasih— wajib datang mengikuti prosedur mengikuti ujian teori dan praktik. Jika lulus baru boleh diberikan/mendapatkan SIM. Tidak lulus ya mengulang, sampai lulus. Biasanya, jika mau belajar dalam 1-2 hari saja seputar peraturan berlalulintas, tidak sulit menjawab ujian teori di kelas. Apalagi kalau soalnya hanya 30 dan benar 20 saja sudah dinyatakan lulus. Selama ini sebagian masyarakat beranggapan sudah memahami aturan berlalulintas. Bahkan sudah bertahun-tahun mengendarai kendaraan di jalan raya belum punya SIM dan aman-aman saja. Kalaupun ‘’apes’’ terkena razia bisa diselesaikan dengan ‘’damai-damai’’ dengan oknum petugas. Biasanya pula orang-orang yang belum punya SIM lebih berhati-hati, tidak mau menerobos lampu marah. Mereka yang sudah punya SIM malah sering ketahuan melanggar rambu-rambu di jalan raya. Bahkan, di antara mereka tidak peduli SIM-nya ditahan petugas, karena bisa diganti dengan mudah lewat caloSosialisasi ketertiban calo SIM yang gentayangan. Oleh karena itu kita memprediksi, hanya lalulintas kepada masya- sebagian kecil saja pemilik dan pengemudi rakat pengguna jalan per- kendaraan—baik sepedamotor maupun yang mendapatkan SIM secara murni lu digalakkan sejalan di- mobil— lewat proses ujian teori dan praktik tanpa perketatnya ujian teori rekayasa. Selebihnya menggunakan jasa calo. Bisa calo orang dalam atau calo yang berkeliardan praktik an di mana-mana, bahkan terkoordinir dalam bentuk biro jasa. Tentunya kita mendukung diperketatnya proses ujian teori dan praktik mendapatkan SIM jenis apa saja. SIM tembak harus diberantas! Apalagi melihat tingginya angka kecelakaan lalu-lintas dari tahun ke tahun. Kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh utama bagi manusia usia produktif di Indonesia. Menurut data, angka kematian akibat kecelakaan di jalan raya di Indonesia setiap tahun rata-rata sekitar 8.000 jiwa, jauh lebih besar dari laporan korban tewas akibat perang Vietnam. Berdasarkan data kecelakaan lalulintas (lakalantas) 2010 di Sumut, tercatat 145 orang meninggal dunia, 1.037 mengalami luka-luka yakni 672 luka berat dan 365 luka ringan. Jadi, 4 sampai 5 orang meninggal dunia per hari dan 80 persen adalah pelajar. Penyebabnya macam-macam, seperti ugal-ugalan, tidak konsentrasi, menggunakan HP, kondisi kendaraan tidak laik jalan, ngebut, lelah, mengantuk, kondisi jalan rusak dll. Sudah barang tentu data tersebut mencengangkan, membuat kita prihatin, dan sudah semestinya diambil langkah-langkah preventif, termasuk menerapkan aturan yang ketat dalam seleksi ujian teori dan praktik. Tapi, tidak perlu harus melampirkan sertifikat dari satu lembaga swasta karena hal itu jelas memberatkan masyarakat. Apalagi tidak ada jaminan kalau sudah mendapatkan sertifikat pasti lulus ujian teori dan praktik. Jadi, sia-sia belajar di MSDC, hanya melambungkan harga SIM saja. Pernyataan Kapolresta Medan Kombes Tagam Sinaga perlu mendapat perhatian dari masyarakat bahwa tidak ada kenaikan biaya dalam pengurusan SIM baru, sesuai PP No 50 tahun 2010. Juga tidak ada kewajiban harus melampirkan sertifikat dari MSDC. Kalau ada pihak yang menyatakan sertifikat harus dilampirkan saat mengikuti ujian teori dan praktik, maka hal itu merupakan pelanggaran hukum. Pelakunya bisa dilaporkan dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Kita yakin, jika proses pembuatan SIM dijalankan dengan ketat, tidak lewat calo, dan hanya diberikan kepada pemohon yang lulus ujian teori dan praktik, mereka akan mampu menjadi pengemudi yang beretika di jalan raya. Sebab, mereka tahu beratnya mendapatkan SIM. Apalagi kalau petugas di jalan raya tegas menilang setiap pelanggaran, tidak lagi mencari-cari kesalahan yang ujung-ujungnya‘’damai’’. UU lalulintas, dan angkutan jalan perlu diterapkan dengan tegas, sebagai upaya meminimalkan korban kecelakaan, ketertiban berlalulintas, sekaligus memberi efek jera.+

‘Gangguan’Di PLN Medan Selatan Saya adalah pelanggan PT PLN Rayon Medan Selatan. Selasa kemarin saya membayar rekening listrik di kantor PLN Jalan Sakti Lubis Medan.Tapi begitu saya sodorkan lembaran tagihan rekening yang memang menunggak, petugas wanita di loket PLN meminta saya melakukan pembayaran di loket kecil yang ada di seberang jalan, depan kantor PLN. Bukan hanya saya, tapi semua pelanggan juga bernasib sama. Alasan petugas PLN saat itu, tidak bisa menerima pembayaran karena sedang ‘ada gangguan’. Ketika saya melakukan pembayaran di loket depan kantor PLN yang ternyata dikelola perorangan namun mengatasnamakan bank itu, saya dikenakan biaya Rp410.000. Padahal pada kertas tagihan dari PLN, yang harus saya bayarkan hanya Rp397 ribu lebih, atau kurang dari Rp400.000. Sebagai pelanggan PLN, saya menduga ada kerjasama antara petugas di loket PLN, dengan petugas di loket pembayaran depan kantor PLN. Sebab menurut informasi, para pelanggan yang melakukan pembayaran dari tanggal 15 sampai 30 setiap bulannya, memang sengaja dialihkan ke loket depan, dengan alasan ‘ada gangguan’. Kepada Kepala PLN Wil-I Sumut hendaknya bertindak tegas dengan menertibkan hal-hal seperti ini, sebab hampir semua pelanggan yang mengalami hal itu, mencurigai pasti ada permainan. Apalagi mereka merasa dirugikan, karena jumlah biaya yang harus dibayarkan menjadi lebih dari yang tertera dalam kertas tagihan PLN. Dalam hal ini, siapa yang diuntungkan? PLN kah atau oknum-oknum pegawainya. Sedangkan yang dirugikan, pasti masyarakat pelanggan. Apalagi jika dihitung, berapa banyak pelanggan yang baru bisa melunasi tunggakan dari tanggal 15 sampai 30 setiap bulannya. Sementara loket tambahan itu, hanya untuk menguntungkan sesorang yang hanya bermodalkan cukup menanam modal Rp4 juta di bank. Nama dan alamat ada pada redaksi

APA KOMENTAR ANDA SMS 081265134674

Faks 061 4510025

Email komentar@waspada.co.id

+6281263179242 Para Rekanan/Kontraktor di Kab.Asahan Nampaknya semakin menjerit melihat Situasi Pengumuman Tender dan Lelang yang tak jelas. +6282166520483 Pak Kapolda yth kami masyarakat kota Medan umumnya mendukung program bapak menertipkan lalu lintas dengan statement tiada hari tanpa razia. Tapi kenapa mengurus sim aja mahal dan sulit sim c aja 450 rb s.d 650 rb dan ada juga sim exsprs pakai foto 10 inc bantu kami pak org susah. Kami juga pengen tertib adm. Kalau bisa seperti ngurus pajak STNK dimana 2x bisa mudah dan cepat. +6282166625621 Dari kejadian di Kab.batu bara korupsi 80M.dan hukum terlalu letoi di Indonesia sudah saatnya bapak2x yang berkompeten menjatuhkan hukuman mati bagi yg korupsi mulai 100 jt kalau tidak jangan harap Indonesia bisa maju dari keterpurukan ekonomi dan pengangguran.

WASPADA Jumat 27 Mei 2011

Oleh Prof Dr M.Solly Lubis, SH Dengan kata lain, perlawanan terhadap ketidakadilan global terjadi “perlawanan secara sporadis”, meletup dimana-mana,

J

uduldiatasdapatditafsirkansebagai ketidakadilan sedunia, ataupun ketidakadilan antar bangsa. Umat Islam, sebenarnya sudah lama tahu bahwakeadilan(justice,adalah)yanghakiki hanya berada di sisi Allah SWT, bukan pada manuisa, baik ia pribadi, bangsa, suku bangsa, kelompok politik, atau siapapun namanya. Pilihansikapmanusiauntukmenciptakan suasana dan iklim yang adil, hanya sebatas coba berusaha dan berbuat seadil mungkin. Bukan menjamin seadil-adilnya. Mengapa demikian? Penyebab utamanya, ialah karena situasi adil dan ketidakadilan itu adalah karena adanya benturan atau tabrakan antara kepentingan yang berbeda atau bertentangan (conflict of interests), atau akidah dan kaidah yang dianut mengenai“tafsir keadilan” itu, tidak sama, dan itu telah berlangsung, mulai dari masa Nabi Adam sampai nanti hari kiamat (yaumiddien). Seusai Perang Dunia Pertama (19141918) manusia bangsa-bangsa mendirikan Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations), sebagai wadah kerjasama sementara kemudian Perang Dunia lagi (PD ke II 19401945)laluseusaiperangberdiriPBB(United Nations Organization, UNO). Akan perang lagi? Ya, mungkin saja, tergantung pada hangatnya konflik kepentingan antar bangsa itu. Tempo hari ada “dua kutub kekuatan (bipolarisme)”, antarapihakNATO(organisasipersekutuan Atlantik Utara) yang beraliran liberalkapitalisdikomandaniAmerikaSerikatdan Pakta Warsawa, yang beraliran sosialiskomunis, yang diimami Uni Sovyet. Sesudah dewan persekutuan (Sovyet) itu bubar setelah munculnya konsep pembaruan yakni glasnost dan perestroika di masa Presiden Gorbachev maka pola dua kutub (bipolarisme) berganti menjadi pola satu kutub (manopolarisme), di mana Amerika Serikat(USA)menampilkandirinyasebagai satu-satunya polisi dan komando dunia, karenasudahtanpasainganyangkuat.Bahkan cenderung mencampuri manajemen negara-negara lain, apalagi negara sedang berkembang (developing countries), yang pada hakekatnya dipandangnya sebagai negaraterbelakang(underdevelopedcountries). Dengan tampilan monopolaris seperti ini, dengan sendirinya kebijakan untuk secaratoleranmenghormatinegara-negara sedang berkembang berubah menjadi semakin ganas dan rakus. Secara politis

strategis, ada tiga kriteria yang menentukan tingkat perkuatan (power), yaitu : a) Kapital (fund and equipment), b) IPTEK dan c) kemampuan manajerial. Kalau ketiganya telah dikuasai, berarti kemandirian (zelf-standigheid) akan tinggi, sekaligus, secara berbanding terbalik, maka berarti ketergantungan (dependency) kepada negara lain hanya sedikit. Kita sendiri, Indonesia, di tengah kancah global itu lebih besar ketergantungan ketimbang kemandirian. Sehingga secara kentara atau tidak, langsung atau tidak langsung, Amerika Serikat dan negara lain yang kuat itu, telah melakukan imperialisme dan kolonialisme secara terselubung (verkapte colonialisme) terhadap kita, melalui kekuatan modal dan IPTEKnya. (Lihat misal tambang emas free port di Papua). Karena kepentingan kita secara nasional banyak berbeda dengan kepentingan kapitalis itu, maka pasti terjadi“ketidakadilan(unjust)” menurut penilaian kita. Namun kita tidak mampu melawan ketidakadilan global itu, Konsep dan prinsip ekonomi liberal yang mereka anut tidak akan sesuai denganprinsipekonomi yang berlandaskan kekeluargaan seperti digaungkan dalam UUD kita. Pengalaman pahit seperti ini, jelas buktinya melalui proyek-proyek pertambangan, perkebunan, perindustrian kepunyaan kapitalis itu yang beroperasi mengolah kekayaan alam kita, namun kita tidak berbuat apa-apa, sehingga terjadilah semacam pelacuran kekayaan alam, nilai-nilai budaya dan paradigma nasional kita. Kecuali kalau kita kelak mampu melakukan reempowering (penguatan kembali) dalam tiga faktor yang disebut terdahulu, yakni faktor kapital, IPTEK, dan manajemen yang dapat diandalkan. Negara penderita seperti ini, bukan hanyakitatapijuganegara-negaralain,baik di Asia maupun diTimurTengah yang kaya minyak, tetapi lemah dalam hal IPTEK & manajemen. Bahkan diatur strategi supaya negara-negara diTimurTengah yang kaya minyak itu, selalu berpecah, selalu berebut kekuasaan untuk memimpin di wilayah dan jazirah mereka. Pembusukan politik,

pembusukan nilai-nilai moral disusupkan lewat jaringan diplomatik & spionase, dengan memperalat kaki-kaki busuk yang menjadi agen kapitalis-imperialis itu di dalam negeri Saranamedia,sangat besarbantuannya untuk mendukung strategi kapitalis ini, apalagi disertai dengan strategi lobi seperti diperankan Yahudi-Israel yang sangat mahir bersiasat.Menghadapigejolakketidakadilan global (global unjust) ini, kita di Indonesia berposisisangatlemahdalamhalbargaining position (posisi tawar-menawar) dalam forumperundingankerjasamadengannegara asing itu, disebabkan kelemahan kita dalam tigafaktortersebutdiatas,yaknilemahdalam hal kapital, IPTEK, dan manajemen. Apalagi situasi kesemrautan administrasi pemerintahan dan merajalelanya mafia hukum dan kanker korupsi di semua level dan lini, di pusat dan daerah yang menjadi ganjalan untuk memperkuat kembali posisi strategis kita. Maka akhirnya, terpulanglah kepada kita sendiri, bagaimana membenahi kedalam (internal) dan bagaimana dengan bijakasana menghadapi tantangan dari luar (deternal)—dan supaya pembusukan, baik pembusukan politik ekonomi dan budaya, termasuk pembusukan kehidupan beragama—dalam rangka menghadapi ketidakadilan global yang terus menerus berlangsung dalam pergaulan antar bangsa itu. Apakah ada korelasi antara ketidakadilan global ini dengan “gerakan terorisme”yangbergejolak sekarang di mana-mana? Pastiada,karenaadanya“pertentangan kepentingan” antara negara-negara yang beraliran liberal kapitalis-imperialis yang merasa pihaknya “super power (adidaya)” dan telah menguasai tiga faktor syarat kemandirian sebagaimana disebut terdahulu, dan cenderung mempraktekkan tiga jenis ambisi kolonialis-imperialis,yakni:a)merebutsumber bahan mentah sekaligus eksploitasi di bidangekonomi,b)rekayasapolitikterhadap negara-negara yang sedang berkembang, baik politik, pemerintahan, politik ekonomi, budayadanpolitikHankam,danc)penetrasi di bidang sosial budaya, misalnya pendidikan dll. Negara-negara sedang berkembang pasti mengalami tekanan dalam rangka dominasi, eksploitasi dan penetrasi oleh negara kuat itu. Di situlah sumber ketidakadilan, sekaligus membakar semangat perlawanan. Akhirnya memunculkan gerakan perlawanan yang diberi nama oleh pihak negara yang ditantang, sebagai “gerakan

terorisme”,karenamerasastrategipolitiknya, dihadang dimana-mana. Situasi makin runyam, karena negaranegara yang merasakan ketidakadilan itu, tidak sama pula persepsi dan apresiasi nya terhadap negara-negara kuat itu. Selain karena ideologi berbeda juga karena corak kepentingannya masing-masing berbeda. Maka terjadilah “gerakan teror” secara sporadis”, yaitu meledak secara terpecah dantersebardimana-mana.Namunhampir semuanya terjadi di “kawasan ASIA”, dan tidak merupakan suatu kubu dengan suatu landasan ideologis yang kompak dan solid. Duludieratahun50-an,dimasakepresidenanBungKarno,digalangkelompokAsiaAfrika dan kemudian menyusul terbentuknyaGNB(gerakannonblok)untukmenghadapi strategi politik kubu kolonialis – imperialis.Namunkerjasamadangerakankonsolidasi dilumpuhkan strategi politik negaranegara liberal – kapitalis. Bahkan di sana sini muncul kelompok kompromis, terutama bidang ekonomi, seperti WTO (World Trade Organization), AFTA, yang pada hakekatnya di dominasi oleh pihak“liberal – kapitalis dengan ambisi “neo – imperialis”. Dengan kata lain, perlawanan terhadap ketidakadilan global terjadi “perlawanan secara sporadis”, meletup dimana-mana, namun tidak ada satu kesatuan yang hakiki antara satu lokal dengan yang lain. Kalau dikaji dari sudut “strategi perang (strategy on war)”, sebenarnya kondisi ini lebih sulit di atasi oleh pihak super power pelaku ketidakadilan.Walau dengan modal dan perangkat selengkap apapun yang direkrut, bahkan sangat mempengaruhi anggaran belanja negara yang bersangkutan. Namun, terlepas dari semua kemelut yang terjadi, perlu di pahami ialah ketidakadilanglobalyangapidampaknyamemercik di mana-mana, terutama di kawasan Asia ini. Disinyalir akan berkepanjangan terjadinya walaupun secara sporadis, disebabkan adanyatabrakankepentinganantarbangsa/ negara, yang dilatarbelakangi perbedaan paradigma filosofi hidup. Secara nasional, pemerintah masingmasing harus mampu secara tegas menggariskan pada kebijakan (policy) dan sistim regulasiuntukmemeliharasterilisasikeutuhan negaranya dari pengaruh gerakan yang dinilaidestruktif, demistabilitasdansoliditas (kemapanan dan keutuhan) bangunan negaranya.Terlebih pada Republik Indonesia yang strukturnya plural dan heterogen. Namun setelah melihat kondisi riil dewasa ini, harapan untuk konsensus yang solid ini. Kiranya agak sukar dicapai. Jangankanmengenaiproblemberskala(globalyang demikian, persoalan sepakbola saya sampai hari ini belum tuntas. Apakah problemnya masih sekedar“sepakbola kaki” atau sudah terinfeksi menjadi persoalan “sepakbola politik”? Penulis adalah Guru Besar USU

Sepakbola Indonesia Semakin Merana… Oleh Sofyan Harahap Campur tangan pemerintah terlihat lebih nyata ketika berusaha mengganjal majunya kembali NH dalam gelanggang kongres di Pekanbaru, dan sukses berkat protes keras dari K-78 yang memaksa masuk ruangan.

M

edia massa nasional ramai memberitakan Kongres PSSI gagal menghasilkan ketua umum baru pada 20 Mei lalu di Hotel Sultan, Jakarta. Jalannya kongres rusuh, sehingga besar kemungkinan Indonesia (PSSI) terkena sanksi, di-suspend atau di-banned FIFA. Faktor utama kegagalan kongres karena kelompok-78 (K-78) ngotot mempermasalahkan dan memperjuangkan dua jagoannyaGeorgeToisutta(GT)danArifinPanigoro (AP) agar dibolehkan maju dalam bursa pemilihan Ketua dan Wakil Ketua PSSI. Menjadi tanda tanya besar bagi publik, mengapa K-78 begitu‘’mati-matian’’ mendukung GT dan AP, sepertinya sudah tidak ada tokoh lain yang mampu membangkitkan persepakbolaan di tanah air. Dugaan publik mereka dibayar mahal oleh salah satukandidatsehinggatidakpedulilagikalau perbuatan ngotot mereka seperti terlihat dalam tayangan langsung media televisi membuatTimnasmaupunklub-klubterancam tidak bisa bertanding di luar negeri (dunia internasional) setelah terkena suspend FIFA yang dijadwalkan bersidang pada 30 Mei mendatang. Harian Waspada dalam editorialnya tegas menyatakan bahwa kongres tahun ini terpanas dari kongres-kongres sebelumnya. Dan hal itu menjadi kenyataan, bahkan berakhir ‘’deadlock’’ setelah ketua sidang AgumGumelaryangjugaKetuaKomiteNormalisasi (KN) PSSI atas desakan perwakilan FIFA yang merasa dilecehkan peserta kongres (K-78) mengetuk palu dua kali pertanda kongres berakhir antiklimaks. Seyogianya, Kongres PSSI ini akan memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan Anggota Executive Committe (ExCo) PSSI periode 2011-2015. Apa boleh buat, ketiga agenda tersebut gagal, karena para peserta kongres hanya berkutat— saling melontarkan interupsi selama enam jam— untuk menggolkan agenda setting-nya semata,mendesakAgumagarkomisibanding bisa berbicara dalam kongres untuk memuluskan GT dan AP. Bahkan, K-78 mengecam sikap FIFA yang melarang GT dan AP maju. Padahal, jauh sebelum kongres, FIFA sudah mengeluarkan keputusan empat nama: GT, AP, Nurdin Halid (NH), dan Nirwan Bakrie (NB) tidak boleh dimajukan lagi. Putusan FIFA itulah yang coba dianulir oleh komisi banding dan K-78. Jika kongres berhasil menggolkanambisiK-78makadapatdipastikan George Toisutta bakal menjadi Ketua Umum PSSI dan Arifin Panigoro sebagai Wakil ketua Umum PSSI. Intervensi Setahu saya, FIFA sangat alergi jika pemerintah ikut campur tangan dalam dunia sepakbola. Intervensi dari pemerintah hampirpastiakanberbuahsanksi,sepertidialami

Nigeria, Brunai dan belasan negara lainnya. Oleh karena itu, Kongres PSSI harus steril dari campur tangan pemerintah. Tapi, bagaimana pasca kongres yang berakhir rusuh? Bagaimana caranya bisa terhindar dari kemungkinan dinilai ikut melakukan intervensi? Jawabnya, tentu pemerintah dalam hal ini Menpora tetap menggandeng KN dan top organisasi olahraga, seperti KONI/KOI. Artinya, Agum bersama pengurus KONI/KOI bisa melapor ke markas FIFA di Swiss dan memohon agar Indonesia (PSSI) tidak dikenakan sanksi berat. Atau dalam waktu dekat sebelum 30 Mei ini menggelar kembali kongres dadakan, tapi yang terakhir ini akan percuma saja jika K-78 masih tetap keras dengan egonya. Saya sendiri melihat pemerintah tahu hal itu dengan menjaga jarak, tidak ikutan campurtangansecaralangsungdalamKongres PSSI lalu, baik di Pekanbaru maupun Jakarta.Bahkan,secaraeksplisitmendukung program KN sesuai arahan FIFA. Campur tangan pemerintah terlihat lebih nyata ketika berusaha mengganjal majunya kembali NH dalam gelanggang kongres di Pekanbaru, dan sukses berkat proteskerasdariK-78yangmemaksamasuk ruangan. Apalagi kemudian memvonis NH. Pada Kongres Pekanbaru ini pula terlihat sejumlah orang berpakaian tentara yang konon diminta bantuannya untuk mengamankanjalannyakongresolehPoldasetempat. Namun, kemunculan petugas ini pula yang konon membuat FIFA semakin‘’keukeuh’’ melarang GT maju. Sayang, FIFA tidak mau menjelaskannya secara terbuka, sehingga terkesan pelarangan GT dan AP atas rekomendasi komisi bandingpimpinanProfTjiptaLesmanayang membatalkan pencalonan empat nama: GT,AP,NH,danNB.KalauGTdisebutbelum pernah berkecimpung dalam kepengurusan PSSI sebagai pengurus harian, hal itu benar.Tapi,GTmerupakanpembinasepakbola di kesatuannya (AD). AP dicekal karena mendirikan LPI (Liga Primer Indonesia) sebagai tandingan LSI (Liga Super Indonesia) yang dinilai amatiran karena menguras APBD. Sementara NH karena pernah menjalani hukuman penjara. Hanya alasan NB yang sepertinya tidak jelas, namun yang bersangkutanmerasatidaksakithati,legowo atas larangan FIFA. Sebenarnya, kans GT dan AP terbuka ikut bursa calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum PSSI. Tentu saja bila Badan Arbitrase Olahraga atau Court of Arbitration for Sport (CAS) memutuskan tidak mengesahkan sanksi FIFA kepada keduanya. Sayang, CAS menolak karena merasa tidak berhak menyidangkan kasusnya sehingga kans GT dan AP semakin meredup di kongresJakarta.Jadi,pengguguranempatnama: GT, AP, NH, dan NB sangat jelas alasan dan

argumentasinya.BisadilihatdariStatutaFIFA dan aturan main PSSI sendiri. Nah, andai saja K-78 mampu berpikir positif, seharusnya mereka cepat balik gagang.TidaklagimemaksakanGTdanAPmaju, tapi meminta dengan hormat pada GT danAPuntukmencarikansolusiyangterbaik demi kemajuan dunia sepakbola Indonesia yang kian merana dari tahun ke tahun sejak kepengurusan Kardono tahun 1980-an. Saya yakin GT dan AP mau mengalah demi kemajuan sepakbola di tanah air jika diberi pengertian oleh anggota K-78. Bukan malahdikipasdandipanas-panasi.Bagaimanapun juga K-78 sangat dominan dan bakal memenangkan calonnya dalam kongres, jika mereka kompak menggolkan satu calon dalam kongres. Klaim paling berhak Tak pelak lagi, kongres Jakarta menjadi panas, karena dua kubu merasa paling berhak. Kubu KN (Agum Gumelar cs) merasa kongres PSSI merupakan ’’gawe’’nya FIFA sehingga menolak intervensi dari K-78. Sementara K-78 merasa paling berhak karena mereka yang punya suara dalam kongres sehingga apapun bisa mereka lakukan, termasuk mengubah agenda kongres. Logikanya memang, peserta kongres yang berjumlah 100 pemegang hak suaralah yang menentukan, bisa membuat hitamputihnyahasilkongres.Danklaimitulahyang ada dalam pikiran K-78 sehingga agenda kongresyangdirencanakanAgumcsmenjadi gagal. Pesta demokrasi seperti Kongres PSSI kemarin sepatutnya mengikuti aturan main yang jelas sehingga semua peserta memahaminya dan menjalankan hak dan kewajibannya. Soal adu suara, saling ngotot dalam batas tertentu tentu dibolehkan. Namanya pesta demokrasi maka peserta kongreslah yang menentukan karena merekalah yang absoludmemegangamanahdariperwakilan PSSIdidaerah-daerah.Sebagai‘’stakeholders’’ mereka pula yang mengetahui dan berperan dalam persepakbolaan di Indonesia sekalipun tidak mampu mengangkat harkat dan martabat prestasi tim bolanya. Mereka pula yang bakal dikejar-kejar pecinta sepakbola didaerahnyajikasalahmembuatkeputusan, seperti terlihat di sejumlah daerah. Justruitu,jalannyakongresPSSIdiJakarta sebenarnya bisa tidak‘’deadlock’’ andainya Agummampumemaksakanagendadengan risiko yang pasti muncul dalam persidangan. Atau, jalannya kongres mengikuti kehendak K-78 yang dominan memperjuangkan GT dan AP. Dua skenario itu gagal sehingga tidak terpilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum maupun anggota Exco. Korban berjatuhan Kini, nasi sudah menjadi bubur. Masyarakat sepakbola di tanah ar kecewa berat atas sikap K-78. Kecaman mulai bermunculan, apalagi jika FIFA menjatuhkan suspend nantinya sehingga persepakbolaan Indonesia terkucilkan. PSSI tinggal menunggu waktu. Dalam beberapa hari lagi FIFA bersidang dan besar kemungkinan sanksi itu bakal jatuh, jika pemerintah bersama KN dan KONI/KOI tidak berusaha melakukan pendekatan dan per-

suasif kepada petinggi FIFA dan anggotanya dari seluruh dunia. Agenda FIFA membahas permasalahan Indonesia ini dalam rapat Komite Eksekutif (Exco) pada 30 Mei, dan Kongres FIFA 1 Juni 2011, maka sanksi itu bisa jatuh pada hari itu juga. Dan andainya FIFA akhirnya menjatuhkan sanksi berupa suspend kepada Indonesia, maka dipastikanTimnas U-13 akan menjadi korban pertama karena pada 1 Juni nantitimasuhanMundariKarya akantampil di Malaysia mengikuti Turnamen AFC Cup U-13 yang akan berlangsung pada 1-7 Juni 2011 di Sabah. Persipura dan Sriwijaya yang ikut Piala AFC juga bakal menderita. Korban berikutnya pengiriman pemain muda ke luar negeri batal jika sanksi FIFA jatuh.PembatalanKongresPSSImengancam kompetisiIndonesiaSuperLeague(ISL)2010/ 2011 yang masih belum selesai. Begitu pula LPIkarenadikedualigaitusama-samamenggunakan pemain asing. Pemain asing akan menarik diri karena terkait dengan regulasi FIFA. Akibatnya, penonton pasri menurun, sponsor pun menarik diri. Komunitas sepakbolamenjadilesudarahkarenaefekdominonya sangat panjang jika terkena sanksi FIFA. Kondisi itulah yang menjadikan masa depan sepakbola Indonesia dipastikan semakin suram dan merana.... *** Penulis adalah wartawan Waspada

Pengumuman Redaksi menerima kiriman karya tulis berupa artikel/opini, surat pembaca. Kirim ke alamat redaksi dengan tujuan ‘Redaktur Opini Waspada’ dengan disertai CD atau melalui email: opiniwaspada@yahoo. com. Panjang artikel 5.000-10.000 karakter dengan dilengkapi biodata penulis dan kartu pengenal (KTP). Naskah yang dikirim adalah karya orisinil, belum/tidak diterbitkan di Media manapun.Tulisan menjadi milik Waspada dan isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

SUDUT BATUAH * Pelayanan publik di Medan jauh dari harapan - Pantesan ada wacana pemekaran, he...he...he * Pansus aset DPRD Medan mandek - Tak heran awak! * PD Perhotelan tak kelola satu hotel pun - Mungkin hotelnya dikelola orang lain?

oel

D Wak


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.