Waspada, Jumat 27 Agustus 2010

Page 29

Mimbar Jumat

WASPADA Jumat 27 Agustus 2010

Mari Mencari ’Lailatul Qadar’ Kita sudah memasuki 17 Ramadhan dan pada sepertiga akhir Ramadhan merupakan momentum yang ditunggu-tunggu umat Islam untuk mendapatkan malam ’’lailatul qadar’’. Jadi, momentum menjelang masuknya malam ’’lailatul qadar’’ ini perlu sekali disikapi dengan bijak. Jangan sampai ibadah kita mengendur walaupun biasanya jumlah jamaahshalat tarawih semakin sedikit. Apalagi banyak ibu-ibu yang sudah sibuk dengan ’’lailatul bakarnya’’ beralih membuat kue lebaran dan lain-lain. Lantas, bagaimana kita menyikapi 10 malam terakhir nanti? Harus bersungguh-sungguh, khusu’ beribadah sehingga memungkinkan kita mendapatkan Lailatul Qadar, malam seribu bulan yang sangat ditunggu-tunggu setiap Muslim karena kebaikannya luar biasa, tak berlebihan kalau disebut surga di tangan. Ya, saatnya kita lebih bersemangat lagi beribadah kepada Allah SWT untuk mencari dan mendapatkan Lailatul Qadar 1431 H. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a., beberapa sahabat Nabi SAW bermimpi melihat Lailatul Qadar pada tujuh malam terakhir di bulan Ramadhan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ’’Menurutku mimpi kalian itu memang tepat pada tujuh malam terakhir di bulan Ramadhan. Siapa yang ingin mencari malam Qadar hendaklah ia mencarinya pada tujuh malam terakhir di bulan Ramadhan.’’ Dalam hadits lain dari Abdullah bin Abbas r.a. disebutkan Rasulullah SAW bersabda: ’’Carilah Lailatul Qadar pada 10 malam terakhir Ramadhan, yaitu pada malam ke-21 sampai ke-29, atau tujuh malam yang terakhir (malam ke-23 sampai akhir Ramadhan).’’ Istri Nabi SAW sendiri (Aisyah r.a.) mengatakan, ketika memasuki sepuluh malam yang terakhir pada bulan Ramadhan, Rasulullah SAW mengencangkan ikat pinggangnya, beribadah sepanjang malam dan membangunkan keluarganya untuk beribadah.’’ (Imam Az-Zabidi, Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari, penerbit Pustaka Amani, 2002, Jakarta).

Spirit Puasa Dan Etos Kerja Oleh Watni Marpaung, MA

R

amadhan merupakan bulan yang penuh berkah dan ampunan sehingga selalu dijadikan momen yang tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hampir tidak ada waktu yang terlewatkan kecuali hanya untuk memperbanyak ibadah dalam hari-hari Ramadhan. Bahkan tidak sedikit orang yang menyedikitkan tidur pada malam hari hanya untuk menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan penuh hikmat dan syahdu. Demikianlah mereka yang melihat dan menjadikan Ramadhan sebagai medan untuk meningkatkan kualitas diri dan ibadah kepada Allah. Sehingga kehadiran Ramadhan memberikan dampak positif kepada mereka dalam meningkatkan kuantitas serta kualitas ibadah kepada Allah. Namun, bagi sebagian yang lain tidak demikian. Mereka tidak merasa gembira dengan datangnya Ramadhan. Karena Ramadhan menghalangi mereka untuk merokok, sarapan pagi, makan dan minum sesuka hati dan lain sebagainya. Bahkan tidak sedikit pula yang menjadikan Ramadhan sebagai dalih untuk tidak melakukan sesuatu yang semestinya dilakukan pada saat di luar Ramadhan. Sehingga terkadang menjadikan Ramadhan sebagai alasan dan dalih untuk kepentingan tertentu yang sifatnya negatif. Misalnya untuk tidak bekerja tepat waktu, lemah, tidak bersemangat dalam bekerja, semangat belajar menurun, dan sebagainya. Hal ini mencitrakan Islam sebagai suatu agama yang memerintahkan umatnya untuk bermalasmalas pada saat bulan Ramadhan. Dengan kata lain, terjadi fenomena penurunan etos kerja di dalam segala dimensi kehidupan. Fenomena seperti ini menjadi sebuah pemandangan kita keseharian pada bulan Ramadhan. Jika demikian, apakah sebenarnya puasa menjadikan penurunan etos kerja?. Apabila kita lihat sejarah Rasulullah dan para sahabatnya pada peristiwa perang Badar merupakan suatu peristiwa yang luar biasa. Padahal jumlah umat Islam dibanding kafir Quraisy sangat tidak seimbang antara tiga ratus orang melawan hampir seribu orang kafir Quraisy. Belum lagi dengan kondisi padang pasir yang begitu panasnya, paling tidak mengeringkan dahaga dan menguras tenaga. Tetapi umat Islam dapat memenangkan peperangan itu dengan gemilang. Ironisnya, bahwa kondisi umat Islam pada waktu itu sedang melaksanakan puasa Ramadhan. Secara rasional kita akan berfikir bahwa puasa akan dapat melemahkan fisik dan menguras tenaga. Namun karena sprit (semangat) yang membara dan panggilan iman untuk berjihad sehingga puasa yang dilaksanakan menjadi sebuah pendorong yang kuat dalam berperang untuk mencapai kemenangan. Bercermin dari sejarah di atas ternyata puasa bukanlah menjadi suatu alasan bagi umat Islam untuk mengurangi etos kerjanya dibanding dengan hari-hari biasa di luar Ramadhan. Oleh sebab itu, umat Islam harus dapat menyadari bahwa puasa sebagai suatu peluang yang berharga diberikan Allah untuk melihat siapa yang akan keluar menjadi pemenang setelah selesai Ramadhan sekaligus dapat eksis bertahan dalam iman. Jadi, bukan memahaminya sebagai suatu perintah yang memberatkan apalagi menyusahkan umat manusia. Apabila kita lihat lebih jauh bahwa persoalan adanya kecenderungan melemahnya etos kerja umat Islam pada bukan Ramadhan dise-babkan karena faktor

iman dan tingkat kesungguhan dalam beriba-dah kepada Allah. Di antara tradisi yang terjadi di negara tercinta ini adalah peliburan anak sekolah atau perguruan-perguruan tinggi. Sedangkan dari sisi waktu berapa banyak pelajaran dan ilmu pengetahuan yang dapat digali seandainya Ramadhan tetap melakukan aktivitas belajar seperti biasa. Belum lagi kita lihat pengurangan jadwal yang dilakukan instansi pemerintah atau swasta terhadap jam kerja maupun selesai kerja. Jam kerja yang biasanya akan diperlambat setengah atau satu jam dan demikian juga pada jam selesai kerja. Ini satu bukti yang menunjukkan bahwa etos kerja umat Islam melemah atau menurun, pa-dahal sejatinya agama menuntut tidak seperti demikian. Memang beribadah pada bulan Ramadhan sangat dianjurkan sampai pada malam harinya. Namun, tidak dengan alasan itu pula melemah pada bidang etos kerja kita sehar-hari. Padahal yang diinginkan dari semakin banyaknya latihan ibadah di bulan Ramadhan sebagai spirit dan motivasi untuk lebih giat dan serius dalam aktivitas yang lainnya. Selain itu, pada hakikatnya Ramadhan merupakan bulan yang mendidik umat Islam agar menjadi manusia yang produktif dan punya semangat kerja yang tinggi. Apabila kita lihat hasil karya para ulama-ulama terdahulu banyak di antara mereka yang menghasilkan karya-karya berupa kitab-kitab dalam berbagai bidang keilmuan seperti tafsir, fikih, tauhid, dan lain sebagainya diselesaikan pada bulan Ramadhan. Padahal setiap satu disiplin ilmu karangan mereka mencapai puluhan jilid atau volume buku. Dengan kata lain, ada sebuah spirit yang mendorong para ulama untuk menyelesaikan karya-karya mereka monumental pada bulan Ramadhan. Bahkan, hasil yang mereka dapatkan sangat luar biasa bagusnya hebatnya jika dibanding dengan hasil-hasil karya modern bela-kangan ini. Oleh karena itu, tidak sedikit kita mengetahui di antara para ulama klasik melakukan puasa-puasa sunat seperti puasa seninkamis, puasa Daud dan lain sebagainya. Jadi, tradisi puasa yang disyariatkan bagi umat Islam adalah spirit yang kuat dalam meningkatkan etos kerja. Sebab tingkat konsentrasi dan kesungguhan akan lebih bertambah terlebih keberkahan yang diberikan Allah. Dengan demikian, umat Islam harus dapat memahami Ramadhan sebagai upaya untuk menjadikan kita sebagai orang yang profesional dan disiplin dalam berbagai bidang yang sedang kita geluti. Karena fenomena di tengah-tengah masyarakat cenderung Ramadhan menjadi alasan dan dalih untuk tidak menjadi orang yang produktif dan kreatif. Penutup Ramadhan dijadikan Allah bagi umat Islam adalah sebagai ladang untuk beramal saleh. Maka umat Islam harus mampu memanfaatkannya dengan sebaik-baik mungkin agar kiranya dapat keluar menjadi orang yang muttaqin. Tetapi menjadi suatu hal yang keliru jika etos kerja keseharian berkurang atau menurun dibanding dengan hari-hari di luar Ramadhan. Maka pada Ramadhan ini diharapkan tingkat semangat dan praktek beribadah semakin tinggi dengan tanpa mengurangi tingkat etos kerja. ● Penulis adalah: Dosen Fakultas Syariah IAIN-SU

Jami’ Jl. Batu Bara Kel. Satria Jamik Kel. Rambung Kec. Tebing Tinggi Kota Lembaga Pemasyarakatan Jl. Pusara Pejuang No. 3 Raya Kota Tebing Tinggi Deli Syuhada Jl. Iskandar Muda No. 70 Taqwa Jl. Bakti Kota Tebing Tinggi

Drs. H. Ghozali Saragih M. Ilyas, S.Ag Drs. H.M. Syukri Yusuf Abu Hasyim Siregar, SH Drs. Abdul Khalik, M.AP Almaya Andika

INDRAPURA Jami’ Indrapura

Hasyim Rusli

KISARAN Agung Jl. Imam Bonjol No. 182 Abrarul Haq Haji Kasim Jl. Budi Utomo Kel. S.Baru An-Nur RSU Ibu Kartini PT. BSP Tbk Ar-Rasyidin Jl. Sei Asahan No. 42 Kel. Tegal Sari Al-Bakar PT. Bakrie Sumatera Plantation Tbk Asment Al-Hidayah Jl. Cokroaminoto Al-Huda Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 1 Al-Husna Jl. Arwana Kel. Sidomukti Al-Husna Simpang 6 Kel. Kisaran Barat Al-Jihad Jl. Dr. Setia Budi No. 54 Kel. Selawan Al-Muttaqin Jl. Ir. H. Juanda Kel. Karang Anyer Ikhwaniyah Kel. Gambir Baru Kel. Kisaran Timur Nuur-Ashshiyam Jl. F.L. Tobing Kel. Lestari Nurul Iman Kel. Lestari Kec. Kota Kisaran Timur Nurul Yaqin Jl. K.H. Agus Salim Pasar Lama

Drs. Ruslan Sirait Drs. Saimin H. Nono Astono Drs. H. Sya’ban Nasution Amran Dahmul Daulay, S.Ag Imran Ariadin, S.Ag Drs. H. Salamat Nasution Tiopan Rahmat, S.Pd. Drs. Malkan Harahap, SH, M.Hum H. Salman Tanjung, MA, Lc Thamrin Simatupang Imran Ariadin, S.Pd.I Burhanuddin Koto H. Salman Tanjung

D

C11

Catatan Perjalanan Umrah Ramadhan 1431 H

iantara nikmat yang wajib disyukuri adalah nikmat ibadah yang dianugerahkan oleh Allah Swt kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Sebab diantara begitu banyak manusia yang ditunjuki-Nya untuk menganut agama Islam yang diyakini kebenarannya tidak semua orang mendapat anugerah kemampuan untuk melaksanakan/beribadah kepada-Nya. Salah satu wujud mensyukuri nikmat ibadah adalah menceritakan dan mengajak orang lain dengan tujuan untuk memberikan sugesti melakukannya, bukan bertujuan untuk pamer (riya) atau popularitas dan sebagainya, sehingga tahadus binnikmah (menceritakan nikmat) akan membuat orang termotivasi untuk melakukannya, dan pada gilirannya, jika ajakannya disahuti tanpa mengurangi pahala pelaku ibadah tersebut, kedua-duanya mendapat pahala yang sama. Rasul Saw bersabda: Siapa-siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, sama dengan melakukannya. Hadis di atas salah satu kiat Nabi Saw mensugesti umatnya untuk berbondong-bondong mengerjakan umrah pada bulan Ramadhan, yaitu dengan menganalogikan pahalanya sama dengan ibadah haji bersama Rasul Saw. Antusias umat Islam untuk merespon sugesti tersebut tidak tanggung-tanggung, dimana dua tanah haram Mekkah Madinah berjubel manusia memenuhinya untuk melakukan umrah plus ziarah ke maqam Rasul Saw, bahkan keramaiannya seperti musim haji, seperti apa yang penulis lihat pada awal Ramadhan baru-baru ini. Tidak seorang tokohpun di dunia ini yang sudah wafat ribuan tahun lalu, yang paling lengkap sejarahnya selain dari Nabi Muhammad Saw, dan lebih mengagumkan lagi semua tingkah laku gerak gerik bahkan sugestinya tetap diikuti sampai dunia ini mengakhiri tugasnya (kiamat). Cuaca panas mencapai 36oC ternyata tidak menghalangi mereka untuk melaksanakan ibadah

Rasul Saw bersabda: Umrah pada bulan Ramadhan seimbang dengan haji bersamaku. (Hadis Muttafaqun ‘Alaihi)

Oleh H.M. Nasir, Lc, MA

umrah meskipun sedang melakukan ibadah puasa, dan dalam keadaan stamina yang menurun dan jika tidak karena mengharapkan pahala seperti mengerjakan ibadah haji bersama Rasul Saw, tentu tidak akan dilakukan dengan mati-matian. Ibadah umrah sungguh merupakan ibadah yang berat dikerjakan di dalam bulan Ramadhan, apalagi bagi jamaah umrah yang datang dari negeri yang terbiasa dengan iklim sedang, tiba-tiba dihadapkan dengan kondisi panas yang menyengat, tentu memerlukan kesiapan fisik untuk beradabtasi. Suasana Berbuka Puasa Di Mesjid Nabawi Dan Mesjidil Haram Selepas shalat Ashar, pada dermawan di sana memblokir tempat-tempat di halaman dan di dalam Mesjid Nabawi dan Mesjidil Haram dengan menggelar tikar plastik (syafrah) berjejer seperti aturan-aturan saf-saf shalat, menyediakan aneka makanan dan buah-buahan serta minuman kemasan dan lain-lain di atas syafrah-syafrah yang terkembang rapi tersebut, dan pada petugas masing-masing blok sedaya upaya mempengaruhi siapa saja yang masuk ke dalam mesjid untuk bergabung dalam blok-blok yang ditentukan, meskipun waktu berbuka masih lama, namaun mere-

ka dengan senang hati sanggup duduk menanti menghadapi sepotong roti dan perangkatnya, terkadang sampai 2 jam sebelum berbuka puasa. Pemandangan seperti itu tidak ditemukan di negeri kita ini, berebut-rebut untuk memberi sedekah perbukaan puasa, mereka khawatir kalau-kalau tidak ada pula yang menerimanya. Malah sebaliknya masyarakat tertentu di negeri ini justru berebut menerima sedekah, bahkan sampai jatuh korban hanya karena untuk mendapat sedikit dari uang zakat. Hal ini terjadi disebabkan ada semacam kurang kepercayaan si muzakki terhadap lembaga-lembaga yang mengelola zakat. Suasana Shalat Tarawih Shalat Tarawih di Mesjidil Haram dan Mesjid an-Nabawi dilakukan secara berjamaah 20 rakaat dengan membaca ayat-ayat panjang paling tidak 1 juz Alquran, dan hal itu tidak membuat jamaah berkurang malah bertambah banyak khususnya 10 terakhir bulan Ramadhan. Sekali lagi kondisi seperti ini tidak terlihat di negeri yang mayoritas muslim ini. Barangkali karena ketidak pahaman mereka terhadap makna Alquran, atau sulitnya mencari imam yang hafiz (hafal) Alquran, salah satu faktor para jamaah tidak termotivasi untuk berlama-lama melaksanakan shalat Tarawih. Selain itu kesempatan Thawaf tetap disediakan selama shalat Tarawih berlangsung sehingga di dalam Mesjidil Haram tidak ada yang tidak kebagian rahmat meskipun hanya melihat-lihat Ka’bah saja. Sesuai dengan sabda Nabi Saw, bahwa Allah Swt menurunkan rahmatNya setiap hari pada Ka’bah sebanyak 120 rahmat, 60 rahmat bagi orang-orang yang Thawaf, 40 bagi orang yang sahalat dan 20 rahmat lagi bagi orang yang memandang Ka’bah.

Ala kullihal, kenyamanan ibadah di Mesjidil Haram mempunyai keistimewaan tersendiri jika di Mesjidil Haram terasa nyaman beribadah dengan keberadaan Ka’bah yang mulia, maka di Madinah terasa nyaman beribadah bersama Nabi Muhammad Saw. Selain itu, mengerjakan umrah di bulan Ramadhan dan beribadah di tanah haram Mekkah dan Madinah mempunyai nilai plus dibandingkan pada bulan-bulan lain, karena kemuliaan tempat tersebut yaitu tanah haram dan mesjid yang paling mulia di permukaan bumi ini, ditambah lagi waktu yang paling mulia di dalam 1 tahun yaitu bulan Ramadhan. Pantaslah Nabi kita Muhammad Saw bersabda: Umrah pada bulan Ramadhan seimbang dengan haji bersamaku. (Hadis Muttafaqun ‘Alaihi). Catatan penulis selama mengerjakan umrah di awal Ramadhan bersama jamaah Gadika Expresindo pada tanggal 1 – 10 Ramadhan yang lalu, nampaknya ada yang perlu ditranfer untuk kaum muslimin di negeri ini sebagaimana kontribusi dalam kerberislaman kita, yaitu menghidupkan siang dan malam Ramadhan dengan ibadah-ibadah vertikal kepada Allah Swt terlebihlebih menjelang akhir Ramadhan, dan demikian pula ibadah sosial, karena kenyataan yang kita lihat di negeri ini semakin di penghujung Ramadhan mesjid semakin sunyi dan semakin mendekati lebaran semakin meningkat kebutuhan konsumtiv kita. Semoga Allah menjadikan umat ini semakin baik lewat pendidikan Ramadhan, Amiin. Wallahua’lam ●Penulis adalah : - Pimp. Pondok Pesantren TahfizAlquran Al Mukhlisin Batubara. - Pembantu Rektor IV Universitas Al Washliyah (UNIVA) Medan. - Ketua Majelis Zikir Ulul Albab Sumatera Utara. - Direktur PT. GADIKA EXPRES SINDO UMROH & HAJI PLUS Cabang Sumatera Utara.

Ramadhan Dan Semangat Qurani

K

ita berada kembali di bulan Ramadhan 1431 H, sebuah momen yang dinantikan seluruh umat Islam sebagai wadah untuk beribadah dengan total dan maksimal. Kalimat pembuka sederhananya adalah “semoga puasa kita di bulan Ramadhan kali ini menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya“. Harapan-harapan ini muncul tatkala berada pada bulan Ramadhan saja. Pertanyaannya, apakah di bulan yang lain tidak ada pintu, usaha dan keinginan untuk menjadikan ibadah diri semakin berkualitas ?. Saat ini bukan lagi saatnya membicarakan kualitas ibadah seseorang, membicarakan suasana bathin seseorang yang acap kali menimbulkan ukuran-ukaran baru terhadap sebuah tingkatan keimanan. Hal yang paling urgen dilakukan adalah bagaimana caranya memupuk rasa parcaya diri dan optimisme saudara-saudara yang masih awam tingkat keimanannya untuk tetap percaya diri meraih nilai ibadah di bulan Ramadhan ini. Bagaimana kiranya, seseorang yang belum bisa maksimal ritual ibadahnya, namun tetap menikmati suasana ibadah tersebut. Baik dalam sholat, dalam bersedekah, dalam membaca Al Qur’an serta ibadah lainnya. Inilah yang menurut penulis penting untuk dilakukan demi upaya meningkatkan kualitas keawaman dalam beribadah. Khususnya di bulan Ramadhan ini. Ramadhan Dan Semangat Qura’ni. Pada saat membicarakan perihal puasa di Bulan Ramadhan, maka secara tegas Allah menuangkannya dalam Al Quran Surat Al Baqarah 183-185. Penegasan perintah tersebut secara tegas dijelaskan dalam ayat 183 “ Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Penegasan ayat ini

Nurul Huda Jl. Malik Ibrahim No. 37 Siti Zubaidah Jl. Budi Utomo No. 285 LABUHAN BATU An-Nur Desa Kuala Bangka Baiturrahman Kec. Kualuh Hilir BATU BARA Al-Munawwarah Desa Dipare-pare Kec. Air Putih Al-Musyawarah Dsn V Desa Sipare-pare Kec. Air Putih Jami’ Al Mukhlisin PT. Moeis Kec. Sungai Suka Deras Nurul Huda Desa Tanah Tinggi Kec. Air Putih Nurul Iman Dusun V Pasar Lapar Kec. Air Putih Syuhada Sukaraja Desa Sukaraja Kec. Air Putih Quba Tanjung Kubah Kec. Air Putih

Dra. Hj. Rayani Hanum Srg, MH.

menurut pendapat ulama terkait dengan perintah yang sifatnya tertulis “kutiba“ menandakan bahwa perintah puasa di Bulan Ramadhan telah teruji legalitas hukumnya sebab dinyatakan Allah dengan kalimat “ kutiba “. Yang kedua penyandangan “ takwa“ bagi siapa saja yang beruntung memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan ini. Meskipun Allah memberi pernyataan bahwa siapapun yang melaksanakan puasa, berarti dia adalah orang beriman “ Amanu “. Namun, pemaknaan ayat ini acapkali hanya menjadi sandaran teoritis saja dengan mengkaitkannya terhadap picu motivasi dalam berpuasa. Secara sederhana, seorang ustad dalam ceramahnya mengatakan “ siapapun yang mengerjakan puasa, maka ia adalah orang beriman, dan siapapun yang bisa memaksimalkan ibadahnya di bulan Ramadhan ini, maka Allah menjanjikan predikat takwa kepadanya “. Oleh karenanya, tugas kita bersama sebagai umat Islam untuk mencari cara baru agar bisa saling memotivasi dalam pembenahan tingkat dan kualitas keberagamaan dan ibadah, khususnya di bulan Ramadhan ini. Jangan lagi ada kesan beribadah dan beragama “ dadakan “karena

H. Kosim Marpaung H. Nummat Adham Nst., SH Ahmad Syarifin, S.Pd.I A. Kadir Domo Ahmad Hadian Kardiadinata Azhari Yasir Siregar Burhan, S.Pd. Burhanuddin Lubis A. Hadi Nur H. Agusdiansyah Hasibuan Ghozi Ahmad

PEMATANGSIANTAR Al-Ikhlas Jl. Nagur Kel. Martoba RANTAU PRAPAT Al-Qodar Jl. Terpisang Mata Atas S I B O L GA Al-Munawar Sibolga Jl. Tapian No. 10-A ACEH UTARA Taqarrub Tj Ceungai Pantonlabu

Samantiago Sinaga, S.Pd.I Drs. Ridwan Hasibuan Izuddin Lubis Tgk Razali Mtg Lada

masuk bulan Ramadhan saja. Menggapai ibadahnya orang “ awam “ Ada makna besar dibalik tiga ayat yang Allah terangkan dalam Al Quran Surat Al Baqarah 183-186 tersebut. Pada ayat 183 Allah menegaskan tentang legalitas ibadah puasa di bulan Ramadhan. Sebagai bentuk motivasinya adalah “ ketakwaan “ yang tidak semua umat Islam memilikinya. Oleh karenanya, ayat ini mengajarkan kita untuk memberi pembelajaran, contoh dan motivasi terhadap orang yang awam tingkat pemahaman keislamannya bahwa banyak ibadah yang bisa mengantarkan kita pada ketakwaan, hal ini terkait dengan ibadah ritual. Memperkenalkan ibadahibadah sunat, membaca Al Qur’an, beri’tikaf dan termasuk juga ibadah social seperti bersedekah. Kedua, Allah melanjutkan pada ayat 184 dan 185. ayat 184 menegaskan prosedural berpuasa, dengan adanya keringanan-keringanan berpuasa jika dalam keadaan tertentu. Semua itu juga tentunya tidak “ kaku “. Misalnya, seseorang yang sedang dalam perjalanan ke daerah dengan mengendarai pesawat merasa masih bisa berpuasa, maka tidak ada halangan pada dirinya untuk berpuasa, meskipun ayat 184 ini memberikan peluang untuk itu. Hal ini, ayat ini juga mengajarkan kepada kita untuk berupaya tidak “ kaku “ dalam memahami keberadaan ibadah ditengahtengah aktivitas yang kita lakukan. Sehingga jangan ada kesan bahwa ada saat-saatnya kita tidak bisa beribadah. Pada ayat 185 Allah Allah juga kembali mengeskan legalitas puasa dalam bentuk waktu dan jatuhnya kewajiban berpuasa. Namun, di akhir ayat Allah menyandingkan dengan kalimat “ Laallakum Tasykurun “ semoga kamu menjadi orang yang

Besar Al-Khalifah Ibrahim Matangkuli Babussalam Sp Kramat Al-Ichsan Mtg Ubi Lhoksukon Besar Baiturrahim Lhoksukon Darul Ulya Sawang Baitul Kiram Lhok Beuringen Pantonlabu Baiturrahman Merbo Pantonlabu Manarul Huda Paya Tukai Langkahan Taqarrub Mtg Panyang Baktiya Barat

bersyukur. Ternyata pencarian yang kedua setelahpredikat takwa adalah rasa syukur. Rasa syukur akan didapat jika sudah “ menikmati sesuatu “ dan ini adalah wilayah bathiniyah. Pencapaian kedua adalah bagaimana seseorang itu bisa menikmati ibadah yang ia lakukan, dan kenikmatan itu langsung berkaitan dengan Allah sebagai Tuhannya. Oleh karenanya, memotivasi orang-orang yang masih tergolong “awam“ dalam pemahaman keislamannya haruslah dilakukan dengan pendekatan psikologis yang berkaitan dengan suasana bathiniyahnya. Biarkan seseorang itu merasakan nikmatnya bertuhan dalam suasana religiusnya, meskipun hal itu ia dapati hanya dari ibadahnya yang paspasan di bulan Ramadhan ini. Sebab hal ini juga berkaitan dengan janji Allah yang ditegaskannya. Pada ayat 186 Allah menegaskan bahwa sesungguhnya Ia “dekat“ maka nikmatilah kedekatan itu dengan ibadah yang dilakukan. Akhirnya, seseorang yang merasa bahwa ia sudah menikmati dekat dengan Allah akan menggunakan akalnya, kecerdasannya untuk meningkatkan kualitas ibadahnya kepada Allah, baik dari sisi bathiniyahnya maupun dari sisi lahiriyahnya termasuk ritual dalam beribadah. Hal ini diterangkan Allah dengan kalimat “Laallahum Yarsyudun “ agar kamu selalu berada dalam kebenaran . Orang yang selalu berada dalam kebenaran karena ia cerdas dalam menyikapi ibadah kualitas kedekatannya dengan Allah SWT. Banyak hal lain yang bisa dilakukan dan kesemua itu menajdi sebuah kombinasi ibadah dalam pencapaian kesempurnaan ibadah kita di bulan Ramadhan ini. Semoga ibadah kita menjadi lebih baik. Amin. ● Penulis adalah: Dosen Agama Islam Kopertis Wil I NAD-Sumut. Dpk Perguruan Tinggi Swadaya Medan. Tgk H Jamaluddin Sp Ceubrek Tgk M Sufi Ibrahim, dyh Paloh Gadeng Tgk Mawardi, Mtg Ben Tn Luas Tgk H Ridwan Yasin Tgk Hamzah Adam Tgk Muhammad Gade, Putoh 1 Tgk Mahmud Ceumpeudak Tgk A Wahab Alue Bili Rayeuk Abu Keunire

BIREUEN Masjid Agung Bireuen Masjid Taqwa Gandapura Masjid Besar Makmur Masjid Besar Kutablang Masjid Besar Peusangan Masjid Besar Peusangan Siblah Kreung Masjid Besar Peusangan Selatan Masjid Ridha Kec. Jeumpa Masjid Besar Juli Masjid Al-Hijrah Juli Masjid Baitunnur Peudada Masjid Besar Peulimbang Masjid Baiturrahim Jeunieb Masjid Besar Kec Simpang Mamplam Masjid Besar Samalanga

Tgk M Yusuf Geudong Tgk Jufri Sulaiman Tgk Jalaluddin Tgk Tgk Fitri Tgk Urwatul Usga Tgk Muhammad H Ali Tgk Fauzi Tgk Dahlan Bentara Tgk M Jamil Tgk Bukhari Geulanggang Tgk Kafrawi Tgk Abdul Muthaleb Tgk H Abdul Majid Tgk Tarmizi Tgk H Abd Majid


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.