Waspada, jumat 21 September 2012

Page 28

Mimbar Jumat

C6

Sertifikasi Ulama Penistaan Terhadap Keulamaan Oleh H.M. Nasir, Lc, MA Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Alquran Al Mukhlisin Batubara, Wakil Sekretaris Dewan Fatwa Pengurus Besar Alwashliyah.

N

abi Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari hamba-hambaNya, akan tetapi Dia mencabutnya dengan mewafatkan para ulama sehingga tidak tersisa seorangpun dari orang alim, kemudian mereka mengangkat pimpinan mereka dari orang jahil kemudian mereka dihadapkan dengan persoalanpersoalan, lalu mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu pengetahuan, mereka pun terjerumus kepada kesesatan dan menyesatkan. (HR. Bukhari, Muslim). Hadis di atas menginformasikan kepada kita bahwa suatu saat nanti keberadaan ulama mengalami kelangkaan, dan konsekuensinya akan bermunculan orang-orang jahil (bodoh) yang mengklaim dirinya sebagai ustadz, ulama, sebagai tempat untuk bertanya dan lebih dari itu bukan saja mereka tergolong sesat malah menyesatkan orang lain. Kejahilan tidak hanya melahirkan fatwa-fatwa sesat, seperti fatwa halal haram, atau fatwa menyesatkan, mengkafirkan dan sebagainya, malah kejahilan dan kebodohan ini akan melahirkan tindakantindakan sesat, kelompok sesat, radikalisme, bahkan dari sinilah lahir terorisme yang dianggap oleh musuh Islam sebagai bagian dari Islam, padahal ia adalah bagian dari kejahilan itu sendiri. Oleh karena telah diopinikan bahwa radikalisme, terorisme merupakan bagian dari Islam, maka timbul pula kelompok baru yaitu kelompok phobia Islam (takut terhadap Islam), curiga kepada ulama, curiga kepada pesantrenpesantren, ormas-ormas Islam dan gerakan moral yang dilakukan oleh anti kejahilan itu sendiri. Berangkat dari kecurigaan, phobia Islam muncullah ide-ide untuk melakukan sertifikasi terhadap para

ulama, para ustadz, untuk mengantisipasi lahirnya terorisme yang tak kunjung habis di negeri ini yang diduga dapat menyelesaikan persoalan terorisme, radikalisme dan paham-paham yang mengancam stabilitas keama-nan nasional dan internasional. Ide sertifikasi ulama tidak akan dapat menyelesaikan persoalan radikalisme, terorisme di negeri ini, karena akan menimbulkan persoalan-persoalan baru. Buktinya baru

nabi-nabi. Mereka menyambung lidah antara umat dengan Tuhannya, agamanya, dan rasulnya. Mereka adalah sederetan orang-orang yang menuntun umat ke jalan yang diridhai Allah SWT, tidak terlihat dengan kepentingan-kepentingan pribadi dan hawa nafsu. Oleh sebab itu, jika umat melepaskan diri dari ulama, berarti mereka telah memutuskan ikatan yang kokoh dengan Robbnya, agama dan rasulnya. Dan kepergian para ulama

Alat canggih seperti apa yang dapat mendeteksi rasa takut para ulama kepada Allah SWT, dan lembaga mana pula yang mampu memberi penghargaan yang setimpal dengan ciri khas keulamaan tersebut. saja ide tersebut digulirkan sudah menuai protes keras dari berbagai pihak, ormas Islam, tokoh Islam, dan para ulama, karena memang tidak menyelesaikan akar persoalan. Sertifikasi ulama tidak dapat disamakan dengan sertifikasi guru dimana guru secara formal adalah seorang yang mengajar di sekolah negeri maupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal, minimal berstatus sarjana dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah seba-gai guru berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen yang berlaku di Indonesia. Sedangkan ulama, gelar itu datang dengan sendirinya seiring kealiman seseorang berdasarkan pengakuan masyarakat, bahkan kedudukan mereka di dalam agama dan di hadapan umat merupakan bagian dari agama itu sendiri, karena mereka adalah pewaris kerasulan atau warisan dari para rasul dan para

merupakan musibah dari agama ini. Imam Ghazali mengatakan “Jika tidak ada para ulama, manusia akan berperilaku seperti hewan”. Jadi, sertifikasi sulit diberlakukan kepada ulama, karena ada ikatan rohaniah, suluhiah, moralitas yang menghubungkan antara umat dengan para ulama, dan menghubungkan umat dengan Tuhannya, yang tidak dimiliki oleh guru-guru formal yang hanya dapat disertifikasi melalui forto folio dan diklat-diklat. Apalagi bila dikaitkan dengan ciri khas para ulama, yaitu rasa takut (khasyyah) kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: Hanyasan-nya yang takut kepada Allah SWT dari pada hamba-hamba-Nya ada-lah para ulama (QS. Fathir: 28). Lalu kita bertanya, alat canggih seperti apa yang dapat mendeteksi rasa takut para ulama kepada Allah SWT, dan lembaga mana pula yang mampu memberi penghargaan yang setimpal dengan ciri khas keulamaan

tersebut, adakah sertifikasi dikatakan sebagai penghargaan kepada para ulama, ataukah sertifikasi merupakan upaya penistaan terhadap keulamaan itu sendiri?. Seharusnya, penggagas ide sertifikasi ulama merasa malu dengan para ulama-ulama Islam yang telah berbuat banyak terhadap umat ini, tanpa ada kepentingan-kepentingan duniawi, atau politik praktis, bahkan tidak menyimpan kecurigaan dan phobia terhadap pemerintah. Kembali kepada hadis di atas, yang memprediksi terjadinya kelangkaan ulama dan munculnya kebodohan, dan dari kebodohan melahirkan kesesatan, dapat dipas-tikan bahwa tindakan radikalisme, terorisme bukan merupakan bagian dari Islam, karena Islam anti kebodohan dan anti kesesatan. Berikutnya, hadis di atas sebagai warning (peringatan) kepada umatnya untuk mempersiapkan pewaris-pewaris nabi sebagai antisipasi terhadap maraknya kejahilan di tengah-tengah umat. Dapat disimpulkan bahwa, hadis di atas disahuti sesuai kapasitas yang memahaminya. Jika yang membaca pada tingkatan masyarakat awwam (biasa), mereka wajib memuliakan ulama muslim karena mereka adalah pewaris nabi, meremehkan mereka termasuk meremehkan warisan dan ilmu yang mereka dapatkan dari Rasul SAW. Jika para ulamanya saja mereka remehkan, dapat dipastikan mereka akan lebih meremehkan lagi kaum muslimin. Jika berkapasitas sebagai penguasa dan penentu kebijakan, justru merekalah yang memegang peranan penting untuk mengatasi kelangkaan para ulama dengan mewujudkan kader-kader ulama, Islamic Centre, mengalokasikan dana untuk pesanren. Bukan sebaliknya, mensertifikasi ulama yang sarat dengan kepentingan dan menuai protes dari berbagai pihak. Wallahua’lam bil ash-shawab.

Istibdal Masjid, Ketika Umat Kehilangan Ulamanya Kasus Perubuhan Masjid Di Medan Drs. Muhammad Rais, M.Pd., M.Si Ketua Umum Ikadi Kota Medan

A

l-Istibdal diartikan sebagai penjualan barang wakaf untuk dibelikan barang lain sebagai wakaf penggantinya. Ada yang mengartikan bahwa AlIstibdal adalah mengeluarkan suatu barang dari status wakaf dan menggantikannya dengan barang lain. Al-Ibdal, diartikan sebagai penggantian barang wakaf dengan barang wakaf lainnya, baik yang sama kegunaannya atau tidak (Muhammad Abu Zahrah, Muhadlaraat Fi al-Waqf). Ulama fiqh berbeda pendapat dalam mensikapi boleh atau tidaknya Istibdal atau Ibdal ini. Madzhab Hanafiah Menurut Madzhab Hanafiah, Istibdal barang itu hukumnya boleh karena dua alasan: (1) karena ada syarat dari wakif. Syarat wakif ini sangat menentukan dalam penukaran wakafnya, baik jenis barang wakafnya maupun tempatnya. (2) karena keadaan darurat atau karena mashlahah Madzhab Malikiyah Madzhab Malikiyah melarang

terjadinya Istibdal dalam dua hal : (1) apabila barang wakaf itu berupa masjid. Dalam hal melarang Istibdal masjid ini terjadi kesamaan antara imam-imam mazdhab, kecuali Imam Hambali yang membolehkan menukar masjid dengan tanah lain yang dipakai untuk membangun masjid. (2) apabila barang wakaf itu berupa tanah yang menghasilkan, maka tidak boleh menjualnya atau menukarnya kecuali karena ada darurat seperti perluasan masjid atau untuk jalan umum yang dibutuhkan masyarakat atau untuk kuburan. Madzhab Syafi’iyah Madzhab Syafi’iyah tidak jauh beda dengan Mazdhab Malikiyah, yakni bersikap mempersulit terhadap bolehnya istibdal, demi menjaga kelestarian barang wakaf. Madzhab Hambali Madzhab Hambali dipandang sebagai madzhab yang banyak memberikan kelonggaran dan kemudahan terhadap Istibdal wakaf, meskipun pada dasarnya tidak berbeda jauh dari tiga madzhab

Konsultasi Alquran Ikatan Persaudaraan Qari-Qariah & Hafizh Hafizah (IPQAH Kota Medan) KONSULTASI AL-QURAN adalah tanya jawab sekitar Alquran, yang meliputi: tajwid, fashohah, menghafal Alquran, Ghina (lagu) Alquran, Hukum dan ulumul Alquran. Kontak person. 08126387967 (Drs. Abdul Wahid), 081396217956 (H.Yusdarli Amar), 08126395413 (H. Ismail Hasyim, MA) 0819860172 (Mustafa Kamal Rokan).

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Ustad, Saya membaca surat Al-baqarah ayat kedua dengan langsung tanpa ada waqaf, saya diteger seseorang yang menyatakan bahwa bacaan yang begitu keliru, hendaknya berhenti pada kata: “roib” atau kata “fih” hal ini karena disana ada waqaf . Bagaimana sebenarnya ustad? Tolong penjelasan, atas jawaban yang ustadz sampaikan di ucapkan terima kasih. Dari Muhammmad Nurdin di P. Susu Jawab : Terimakasih atas pertanyaanya. Surat Al-baqarah ayat kedua itu berbunyi: “dzalikal kitabu la roiba fi hi hudal lil muttaqin”. Pada kata pada kata: “roib” dan kata “fih” ada tanda waqaf. Tanda waqaf tersebut dinamakan tanda waqaf mu’anaqah. Maksud waqaf itu adalah hendaknya berhenti disalah satu tanda itu dan tidak baik jika seluruhnya dibaca tanpa berhendti disalah salah tanda itu. Jika demikian, maka bacaan yang baik adalah berhenti pada kata “roib” atau kata “fih” dan tidak pula baik ketika berhenti pada kedua kata itu. Yang baik adalah bacaan dengan 1) zalikal kitabu la roib (waqaf ), dan dilanjutkan dengan fi hi hudal lil muttaqin”. 2) dzalikal kitabu la roiba fih (waqaf ). Dan dilanjutkan dengan hudal lil muttaqin. Yang tidak baik adalah: 1) dibaca keseluruhan tanpa waqaf, 2) dibaca zalikal kitabu la roib (waqaf) dan kemudian dibaca lagi Fiih (waqaf ) dilanjutkan lagi hudal lil muttaqin. Jadi, apa yang disarankan dan teguran yang bapak dapatkan merupakan hal yang benar. Walluhu A’lam Al-Ustadz H. Ismail Hasyim, MA

Apalagi jika alasan istibdal tersebut mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi jamaah atau penduduk muslim di sekitar masjid-masjid tersebut. Jika hal ini yang menjadi alasan, maka akan menjadi banyaklah masjid yang di-istibdalkan. Masjid Agung Medan akan di-istibdalkan, Masjid Istiqlal di Jakarta juga bisa di-istibdalkan. yang lain, yaitu sedapat mungkin mempertahankan keberadan barang wakaf tetap seperti semula, mengikuti prinsip dasar wakaf yakni “habsul ashli”. Al-Murdawiy mengatakan, tidak boleh menjual barang wakaf kecuali apabila tidak ada lagi manfaatnya, maka boleh dijual dan harga penjualannya dibelikan gantinya. Demikian juga halnya masjid yang sudah tidak memberikan manfaat dapat dipindahkan ke tempat lain demi untuk kemaslahatan atau menjualnya untuk digunakan membangun masjid baru. Tapi pada dasaranya masjid tidak boleh dijual kecuali kalau ada darurat yang dihadapi, tetapi alat-alat masjid dapat dipindahkan ke masjid lain, sedangkan tanah halaman masjid yang tidak ada bangunannya boleh dijual. Abu Zahrah mengatakan, bahwa pendapat madzhab Hambali khususnya yang mengenai penjualan masjid ini sudah “tasaahul” (terlalu mempermudah). Madzhab ini memperbolehkan menjual masjid apabila sudah tidak dapat memenuhi maksud pewakafannya, seperti tidak dapat menampung jamaahnya dan tidak dapat diperluas lagi, atau ada bagian masjid yang rusak yang menyebabkan masjid tidak dapat dimanfaatkan, atau ada kerusakan bangunan di kawasan di mana masjid tersebut berada, sehingga masjid tidak dapat digunakan dan tidak manfaat lagi. Istibdal Masjid di Kota Medan Dari pendapat para imam madzhab di atas sangat jelas bahwa dalam hal melarang Istibdal masjid ini terjadi kesamaan antara imam-imam mazdhab, kecuali Imam Hambali, itu pun dengan syarat yang sangat ketat untuk membolehkannya. Beberapa kasus Istibdal masjid di Kota Medan menurut pendapat penulis belum memenuhi unsur darurat dan bukan demi kemaslahatan umum. Masjid Bakti, Masjid Raudhatul Islam, Masjid AtThoiyibah dan terakhir Masjid AlIkhlash yang kesemuanya memakai dalil Istibdal ternyata secara kasat mata umat melihat ini sebagai kepentingan segelintir orang,

kepentingan kapitalis. Selalu saja ketika masjid-masjid tersebut dirubuhkan, maka segera berdiri bangunan rumah mewah, ruko dan pusat-pusat bisnis (kecuali terakhir Masjid Al-Ikhlash, dengan rahmat Allah bisa dibangun kembali). Jadi Istibdal masjid di Kota Medan bukan untuk kemaslahatan umum. Apalagi jika alasan istibdal tersebut mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi jamaah atau penduduk muslim di sekitar masjid-masjid tersebut. Jika hal ini yang menjadi alasan, maka akan menjadi banyaklah masjid yang di-istibdalkan. Masjid Agung Medan akan di-istibdalkan, Masjid Istiqlal di Jakarta juga bisa diistibdalkan, karena sudah tidak ada lagi umat islam di sekitar masjid-masjid tersebut. Suatu alasan yang sangat sulit untuk dite-rima akal sehat. Bukankah alangkah lebih baik jika masjid-masjid tersebut dipertahankan sebagai sarana ibadah bagi kaum muslimin yang bekerja di sektor jasa pada komplek bisnis dan ruko serta perumahan mewah tersebut. Karenanya penulis berharap kepada “pemangku fatwa” melihat permasalahan ini secara holistik, tidak hanya sekadar dari kacamata fiqih semata, tetapi lebih dari itu, ada marwah agama ini yang harus terus dipertahankan dan diperjuangkan. Belajar dari kasus “Istibdal Masjid ala Medan ini” ke depan umat ini harus bersama-sama merapatkan barisan. Idealnya seharusnya umat ini bersama dengan para ulamanya bersama dalam satu shaf mempertahankan masjid – masjidnya. Menjadi aneh jika terjadi sebaliknya, umat di satu sisi dan ulama di sisi lain yang berseberangan dengan umat. Hal inilah yang kemudian menimbulkan ketidakharmonisan di kalangan elemen umat Islam. Umat beranggapan ulamanya sudah keasyikan bersama para kapitalis, terlalu sering dan menikmati memasuki istana para raja. Umat pun kehilangan ulamanya yang seharusnya membimbing umat ini, yang seharusnya bersama umat ini.

WASPADA Jumat 21 September 2012

Idul Adha Dan Kewajiban Berkurban Meneladani Ketakwaan Nabi Ibrahim (1) Alhamdulillah sebentar lagi umat Islam memasuki bulan haji. Ritual haji berkaitan erat dengan perjalanan sejarah Nabi Ibrahim As dan putranya Nabi Ismail As. Saat Allah memerintahkan Nabi Ibrahim As menyembelih putranya, para setan mencoba memengaruhi dengan berbagai cara agar Ibrahim As melakukan perlawanan, ingkar, terhadap Allah. Namun, berkat ketakwaannya, Nabi Ibrahim As bergeming, ia tetap melaksanakan apa yang diperintahkan sang Khaliq, dan Allah SWT menggantikannya dengan seekor hewan kurban (domba). Dalam Al-Quran perintah berkurban itu ada. “Sesungguhnya Kami telah memberimu nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan sembelihlah kurban.” (QS Al-Kautsar 1-2). Sedangkan hadis shahih, di mana Rasulullah SAW dalam sebuah hadisnya menegaskan: “Barangsiapa yang mampu untuk berkurban tapi ia tidak berkurban, maka jangan dekati tempat shalat kami.” Hal ini harus dicamkan betapa kewajiban berkurban itu tidak mainmain. Jika memang terlalu berat mengeluarkan Rp1,2 – 1,5 juta sekali bayar, bisa diakali dengan cara mengangsurnya setiap bulan sehingga tidak terasa berat/membebani anggaran belanja keluarga sehari-hari. Yang pasti, setiap tahun ada dua hari raya bagi umat Islam yang diperingati dan dirayakan secara khusus, yakni Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha (Idul Kurban). Kedua hari raya ini memiliki makna tersendiri bagi seorang muslim. Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada tiap 1 Syawal baru saja kita tinggalkan, dan Hari Raya Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah dari penanggalan Hijriyah.(Sumber: Hadis shahih/SP/mol).

Apa, Mengapa Syiah (Bag.3) Oleh Fachrurrozy Pulungan Sekretaris Majelis Dakwah Pimpinan Wilayah Al Washliyah Sumut

S

elama ini, ikhtilaf cenderung paradoks. Ikhtilaf disatu sisi, dianggap sebagai suatu yang tidak bisa dihindarkan baik karena memang watak kehidupan manusia yang memang cenderung beragam, dan memang teks-teks ke agamaan, yang menyediakan framework ke arah itu sebagai suatu keniscayaan (surah Ali Imran ayat 7). Namun disisi lain ikhtilaf banyak pula menjerumuskan umat kepada jurang konflik yang berkepanjangan. Konflik Sunni-Syiah termasuk ikhtilaf yang terus bergulir, tidak hanya di negri yang kita cintai ini tetapi juga di negara-negara Islam lainnya seperti, di Iran, Irak, Suriah, Lebanon, Yaman, Afganistan, India dan lain nya. Pada tahun 2011 yang lalu, kaum Syiah melakukan pemberontakan berdarah di Bahrain, Arab Saudi, dan Yaman sebagian besar penduduknya Muslim. Di Yaman, para milisi Syiah menyerang tempat pendidikan Islam Sunni.Seringkali masyarakat awam tak bisa membedakan antara Sunni dan Syiah. Bahkan sebagian besar menganggap sama. Sekilas, identitas dan ritualitas umat kedua aliran tidak ada perbedaan, seperti shalat lima waktu, puasa, dan haji. Namun setelah dicermati dengan benar, antara Islam dan Syiah terdapat perbedaan yang kontras dari tingkat keyakinan hingga tingkat aplikasi/pelaksanaan syariat. Jika ditinjau dari kajian komunikasi dakwah, salah satu akar konflik Sunni-Syiah adalah sikap kaum Syiah dalam hal melecehkan pribadi Nabi Muhammad SAW maupun penitaan pada para istri, keluarga, dan sahabat beliau. Perusakan kehormatan tersebut banyak ditulis pada kitab-kitab karangan pemuka kaum Syiah. Banyak kalangan menyebut mereka sebagai ulama Syiah. Padahal, berdasarkan kitab-kitab imajinatif mereka yang sarat pelecehan atas Nabi Muhammad SAW, para pemuka Syiah telah menunjukkan mereka tidak takut kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Berikut ini adalah kitab-kitab yang menjadi rujukan penting kaum Syiah yang membuat kita terperangah karena semua kitab-kitab itu merupakan kitab hinaan kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Al Anwar an Nu’maniyah. Ni’matullah Al Jazairi adalah tokoh Syi’ah yang paling jahat dalam melecehkan sahabat Umar bin Khattab. Di dalam ‘kitab ini tokoh tersebut memfitnah bahwa Umar akan menerima siksaan lebih berat daripada Iblis karena merebut jabatan khalifah dari tangan Ali bin Abu Thalib. Ia juga menulis berita bohong kalau ayah mertua Rasulullah SAW itu pernah terserang penyakit ‘kotor’(siplis). 2. Al Bayan. Jika para petinggi Syiah yang lain menyerang kehormatan Rasulullah SAW melalui keluarga dan sahabat, Abul Qasim Al Kuu’iy justru melecehkan pribadi Nabi Muhammad SAW sendiri. Dalam kitab ini, pemuka umat Syiah itu menuduh Rasulullah SAW telah menghapus redaksi firman Allah SWT tentang keutamaan Ali bin Abu Thalib dalam Surah Al Maa’idah ayat 67. 3. Al Ihtijaj. Petinggi Syi’ah bernama Ahmad bin Manshur Ath Thibrisi, dalam kitabnya ‘Al Ihtijaj’ menuduh para sahabat Nabi Muhammad SAW telah menghapus ayatayat Alquran yang berisi celaan terhadap Allah atas mereka, agar wibawa sahabat tidak jatuh di mata umat Islam. 4. Ajma’ul Fadha’il Di dalam ‘Ajma’ul Fadha’il’, Al Mulla Musa al Kadzhim, salah satu tokoh Syiah menjanjikan bahwa barangsiapa yang sekali saja melaknat kedua sahabat nabi (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) maka Allah SWT akan memberinya 70 juta kebaikan, menghapuskan 1 juta kejelekan, dan mengangkatnya 70 juta derajat. 5. Ar Raudhah min al Kafi. Seorang tokoh agama Syiah, Abu Ja’far Al Kulaini di dalam kitab ‘Ar Raudhah min al Kafi’ meykini semua sahabat Nabi Muhammad SAW telah murtad, kecuali 3 orang saja yaitu, Al Miqdad bin Al Aswad, Abu Dzar Al Ghifary, dan Salman Al Farisy. Mereka memu-ja muji Salman, karena ia orang Parsi ( Iran). Dan diketahui bahwa penggagas dari Syiah adalah seorang yang juga berasal dari Parsi, yaitu Abdullah bin Sabak adalah seorangYahudi yang kemudian masuk Islam, namun ke berIslamannya hanya kemunafikan yang ada dalam dirinya. 6. As Sujud ‘Alaa at Turbah al Huseiniyah Dalam ‘As Sujud ‘Alaa at Turbah al Huseiniyah’, yang dikarang oleh Asy Syihristani membuat informasi bohong, bahwa Rasulullah SAW pernah mengatakan kalau Allah SWT hanya menerima shalat orang yang bersujud di atas tanah Karbala, Rasulullah SAW pernah memerintahkan para wanita Muslimah untuk meratapi jenasah Hamzah bin Abdul Muthalib yang gugur dalam Perang Uhud, bahkan Rasulullah pernah menyebutkan keutamaan sujud di

atas kuburan Husein bin Ali 7. Ash Shirat al Mustaqim ila Mustahiq at Taqdim Dalam kitab ‘Ash Shirat al Mustaqim ila Mustahiq at Taqdim’ pemuka Syiah bernama Zainuddin Al Bayadhi telah melakukan pelecehan secara khusus terhadap sahabat Utsman bin Affan, dengan memfitnah bahwa menantu Rasulullah ini sebagai orang banci, serta pernah meniduri seorang tahanan wanita yang akan dihukum rajam. 8. Awa’ilul Maqalaat. Muhammad An Nu’man, salah satu pemuka umat Syiah, menuduh bahwa para sahabat Nabi yang menjadi oposan pemerintahan Ali bin Abu Thalib, adalah sebagai orang yang murtad, sesat, terlaknat, dan kekal di dalam neraka jahanam. 9. Bihar al Anwar. Kitab ini dikarang Muhammad bin Bagir Al Majlisi. Ia memfitnah ‘Aisyah istri Rasulullah SAW sebagai seorang perempuan yang lemah iman dan lemah akal. 10. Fashlul Khitab. Dalam ‘Fashlul Khitab’, pemuka umat Syiah bernama Husain Muhammad Ath Thibrisi menulis bahwa kitab suci Alquran yang berada di tangan umat Islam telah mengalami perubahan (modifikasi) dan penyimpangan (distorsi). Ia menyatakan Alquran yang asli ada ditangan imam Mahdi. 11. Hadits al Ifk Tokoh Syiah bernama Abu Ja’far Al Kulaini adalah pe nulis banyak kitab pelecehan Rasulullah SAW. Kitab ‘Hadits al Ifk’ merupakan salah satu karangannya yang menghina kedua istri Nabi Muhammad SAW yaitu ‘Aisyah dan Hafshah, sebagai perempuan kafir seperti istri Nabi Nuh AS dan istri Nabi Luth AS. 12. Kitab HaqqulYaqin. Muhammad Bagir Al Majlisi, seorang tokoh Syiah, dalam ‘Haqqul Yaqinnya menyatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang sebelum ia membenci para sahabat nabi, terutama Abu Bakar, Umar, Utsman, Mu’awiyah, ‘Aisyah, Hafsah, Hindun, dan Ummul Hakam, serta orang yang mengikuti mereka. 13. Miftahul Jinan Kitab ‘Miftahul Jinan’ adalah buku panduan wirid umat Syiah yang berisi kalimat-kalimat laknat atas 2 ayah mertua Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar, serta kalimat-kalimat laknat atas 2 istri Nabi Muhammad SAW ‘Aisyah dan Hafshah (teksnya ada pada penulis). 14. Kitab Mira’ah al Anwar wa Misykah al Asrar. Kitab ini dikarang Abu Hasan Al Aamili yang juga menuduh para sahabat baginda Nabi SAW telah melakukan penghapusan sejumlah ayat dalam Alquran. 15. Syarh Nahjih Balaghah yang dikarang oleh Ibnu Abil Hadid, salah satu tokoh Syiah, dalam kitab ini penulisnya merendahkan derajat para sahabat Rasulullah SAW sebagai orang-orang yang tidak memiliki keutamaan. Bahkan dengan sangat berani ia menuduh dosa para sahabat lebih besar daripada dosa orang dari kalangan orang- kafir. 16. Tafsir al ‘Ayasyi oleh Muhammad Al ‘Ayasyi, salah satu tokoh Syiah tidak tanggung-tanggung dalam memfitnah kedua istri Nabi Muhammad SAW ‘Aisyah dan Hafshah . Al ‘Ayasyi menulis cerita dusta bahwa Rasulullah SAW meninggal dunia karena telah diracun oleh ‘Aisyah dan Hafshah. Kitab ke 17 adalah Tafsir al Quumi dikarang oleh Ali bin Ibrahim al Quumi dalam kitabnya ini, mengatakan bahwa di akhirat kelak 2 sahabat utama sekaligus ayah mertua Nabi Muhammad SAW yaitu Abu Bakar dan Umar meronta-ronta kesakitan akibat siksaan neraka jahanam, serta menuduh janda Rasulullah SAW-‘Aisyah RA berselingkuh dengan seorang sahabat bernama Thalhah dalam perjalanan ke Basrah menjelang terjadinya Perang Jamal. 18. Tafsir ash Shafi Menurut pemuka umat Syiah bernama Al Faidl al Kasyani dalam tafsirnya ini, Abu Bakar dan Umar telah murtad setelah kematian nabi . 19. Tahdzibul Ahkam Dalam kitab ini Ja’far Ash Shadiq menyatakan, bahwa para wanita dari kalangan ahlul bait (keluarga Rasulullah SAW) setara derajatnya dengan wanita Majusi dan wanita pelacur. 20. Ushul al Kaafi. Di mata umat Islam, Abu Ja’far al Kulaini dikenal sebagai The Character Assassination Maker, mengingat begitu banyaknya kitab karangan tokoh Syiah tersebut yang menista Rasulullah SAW. Salah satunya adalah ‘Ushul al Kaafi’, yang mengatakan bahwa para sahabat Nabi Muhammad SAW telah banyak menghapus isi Alquran, sehingga kitab suci terakhir tersebut tidak utuh lagi, 2/3 bagian hilang dan tersisa 1/3 bagian saja. Mereka beranggapan Alquran yang asli ada ditangan imam Mahdi. Dari uraian sebelumnya dan uraian ini, itulah sebabnya mengapa kita (Sunni) menolak dengan tegas ajaran dan pemahaman Syiah. Orang yang menghina sahabat-sahabat dan istri-istri Rasulullah Muhammad SAW berarti juga menghina Nabi, dan itu bertentangan dengan aqidah. Wallahu a’lam.

Seringkali masyarakat awam tak bisa membedakan antara Sunni dan Syi’ah. Bahkan sebagian besar menganggap sama.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.