Kaya Proyek Miskin Kebijakan : Membongkar Kegagalan Pembangunan Desa

Page 87

Sektor pertanian dalam RJPMN meliputi pertanian pangan, agro-industri atau agribisnis, dan perikanan. Isu yang dilontarkan dalam menyimak sektor pertanian adalah sbb: 1. Kesejahteraan petani dan nelayan masih rendah dan tingkat kemiskinanrelatif tinggi. 2. Lemahnya lembaga dan posisi tawar petani yang berakibat pada panjangnya tata niaga dan belum adilnya pemasaran. 3. Lahan pengusahaan petani semakin sempit sehingga pendapatan yang diperoleh tidak mencukupi kebutuhan dan kurang mendorong upaya peningkatan produksi. 4. Akses petani ke sumberdaya produksif termasuk permodalan dan layanan usaha masih sangat terbatas. 5. Masih rendahnya sistem teknologi dan diseminasi teknologi pengolahan produk pertanian dan perikanan dan berakibat pada produktivitas nilai tambah produk pertanian dan perikanan. 6. Perikanan budidaya yang belum optimal yang mengakibatkan rendahnya produktivitas. 7. Ketidakseimbangan pemanfaatan stok ikan antar kawasan perairan laut dan terjadinya kerusakan lingkungan ekosistem laut dan pesisir yang menyebabkan rendahnya produktivitas nelayan dalam kegiatan perikanan tangkap. 8. Rendahnya nilai hasil hutan non-kayu yang sebenarnya berpotensi untuk meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat sekitar hutan. 9. Pemanfaatan hutan melebihi daya dukung sehingga membahayakan pasokan air yang menopang keberlanjutan produktivitas hasil pertanian. 10.Di bidang pangan masih dihadapi masalah tingginya ketergantungan pada beras dan rentannya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Sepuluh masalah itu sebenarnya merujuk pada masalah yang dihadapi oleh ekonomi kerakyatan yang identik dengan ekonomi desa. Akan tetapi, RJPMN tidak memberikan labelisasi ekonomi

kerakyatan dan karenanya tidak membangun analisis yang menempatkan sembilan masalah itu sebagai akibat dari masalah besar, yaitu selama ini negara cenderung memprioritaskan pengembangan ekonomi kapitalitik. Rendahnya kesejahteraan petani, kapasitas organisasi, akseske teknologi,modal, tataniaga,produktivitas hasil non-hutan, dan over ekspoitasi atas sumberdaya hutan serta ketergantungan pada beras harus dilihat sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah masa lalu yang membuat petani berada dalam ekonomi peasant. Dengan demikian sepulh masalah itu merupakan akibat darimasalah struktural,bukan kultural. Jika masalah struktural yang terjadi, maka berarti masalah itu sudah muncul pada jaman Orba, dan masalah ini terjadi karena pemerintah Orba lebih berpihak kepada sektor kapitalis yang memarginalisasi ekonomi kaum tani. Dengan demikian, kalau formulasi masalah petani merujuk pada kegagalan pemerintah orba dalam menciptakan pemerataan, maka problem marginalisasi pertanian hanya bisa diselesaikan dengan melakukan perombakan struktural pada sistem ekonomi nasional, termasuk di dalamnya sektor pertanian. Selain itu, dengan adanya kecenderungan bahwa Indonesia telah terjerumus ke dalam bagian agenda pasar bebas, maka berbagai arah kebijakan dan program revitalisasi pertanian bisa dipastikan tidak akan mampu menyelesaikan sembilan masalah tersebut dengan hanya mengedepankan pertumbuhan ekonomi melalui (1) penguatan SDM, kelembagaan pertanian dan pedesaan (2) ketahanan pangan, dan (3) daya produktivitas, produksi dan daya saing, dan (4) pemanfaatan hutan dalam kerangka diversifikasi pangan dan hasil hutan non-kayu secara berkelanjutan. Empat arah kebijakan itu memang diperlukan, khususnya tentang kelembagaan pertanian dan pedesaan sebagai bagian pentingdalamkerangkarevitalisasipertanian yanglebih partisipatif. Walaupun demikian, kiranya perlu disimak bahwa agenda ketahanan pangan akan berantakan ketika Indonesia kemudian masuk ke kancah pasar bebas. Sebagaimana terjadi di India, petani kecil yang mengadopsi bibit modern tidak mempunyai akses pasar, dan mereka


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.