SUARA NTB 18 JANUARI 2013

Page 6

OPINI

SUARA NTB Jumat, 18 Januari 2013

Tegas pada Investor Gombal TINDAKAN tegas yang ditunjukkan Pemkot Mataram terhadap PT. Gunung Lawoe Mercu Buana dengan memutuskan hubungan kerjasama dalam mengembangkan eks Pelabuhan Ampenan patut diapresiasi. Selama ini, pemerintah daerah yang memutuskan kerjasama sepihak dengan investor cukup jarang. Pemutusan kerjasama baru dilakukan, setelah investor yang sebelumnya menjanjikan mengembangkan investasi keberadaannya tidak diketahui atau menelantarkan lahan dalam jangka waktu lama. Pemkot Mataram seperti disampaikan Sekretaris Bappeda Kota Mataram L. Martawang, pemutusan hubungan kerjasama dilakukan setelah setahun memorandum of understanding (MoU) yang ditandatangani belum ada perkembangan pembangunan seperti diharapkan. Pemerintah dan warga Kota Mataram tidak ingin terus dihadapkan dengan ketidakpastian mengenai realisasi pembangunan Ampenan Harbour dengan berbagai macam seperti yang dijanjikan. Apa yang dilakukan, Pemkot ini merupakan salah satu ketegasan pemerintah daerah dalam membangun daerahnya. Dalam arti, pemerintah daerah tidak hanya tergantung pada salah satu investor yang hanya bias mengumbar janji alias gombal. Ketegasan sikap Pemkot ini harus diikuti pemerintah daerah lain di NTB, termasuk Pemprov NTB. Pemprov NTB memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, terutama menyangkut penyelesaian beberapa proyek strategis dan berskala nasional. Contohnya, pengembangan kawasan wisata Mandalika di Lombok Tengah bagian selatan oleh Bali Tourism Development Corporation (BTDC). Meski di satu sisi, salah satu BUMN yang berkantor pusat di Bali ini mengklaim sudah mendapatkan beberapa investor yang siap mengembangkan kawasan Mandalika, itu hanya baru sebatas pernyataan lisan. Namun, belum ada kepastian waktu untuk memulai pembangunan. Di sinilah diperlukan ketegasan dari Pemprov NTB dalam menekan BTDC segera merealisasikan apa yang sudah dijanjikan. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah meresmikan kawasan tersebut sebagai salah satu kawasan MP3EI (Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia) di Indonesia Timur. Meski demikian, keseriusan BUMN yang ditunjuk dalam mengembangkan kawasan ini seolah-olah belum jelas, sehingga banyak investor yang mainmain saat akan berinvestasi di satu daerah. Dalam hal ini, masyarakat mungkin sudah bosan dengan janji-janji investor yang masuk dan sudah menandatangani naskah kerjasama dengan pemerintah. Janji akan membangun selalu menjadi pemanis ketika merealisasikan bentuk pembangunan yang akan dilakukan. Namun itu semua jarang yang terealisasi. Untuk itu, pemerintah harus selektif menjaring investor, sehingga mereka tidak hanya sekadar berjanji, tapi bagaimana membuktikan janji yang mereka umbar. Ketegasan pemerintah terhadap investor yang hanya sekadar berjanji atau investor ‘’akan’’ sangat dinantikan, terutama dalam mengembangkan investasi di daerah. (*)

Halaman 6

Kekerasan Seksual dan Pornografi Bawah Tanah Kasus kekerasan seksual terhadap anak (termasuk di antaranya kasus-kasus incest) di NTB cenderung meningkat, demikian salah satu berita yang dirilis koran ini (Suara NTB, 17 Januari 2013). Faktor kemiskinan dan kurangnya pendidikan diduga menjadi pemicu peningkatan tersebut. Dugaan ini tak mutlak tepat, sebab ada juga kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh oknum guru. Seorang guru idealnya tentu saja tak bermasalah dengan kemiskinan maupun pendidikan.

B

ARANGKALI lebih tepat dikatakan bahwa kasuskasus kekerasan seksual terhadap anak menunjukkan meningkatnya kecenderungan menyimpang pada masyarakat. Kasus incest, menurut berita tersebut, umumnya terjadi di kalangan masyarakat miskin dimana rumah tempat tinggal mereka terlalu sempit sehingga kerap dipakai tidur bersama. Pun juga diakibatkan “horror libido” manakala banyak istri berada jauh di negeri seberang, bekerja sebagai TKI, sementara suami yang kesepian dan merindukan “cinta” seolah “terpaksa” mencari pelampiasan. Kasus atau peristiwa incest bukanlah fenomena zaman kiwari. Sejak zaman kuno peristiwa incest telah menjadi bagian dari pelbagai mitologi besar. Di Mesir Kuno ada Dewa Osiris yang mengawini Dewi Isis, saudaranya. Dalam mitologi Yunani adapula Dewa Zeus yang mengawini kakaknya Hera dan melahirkan sosok super Hercules. Di dunia nyata, para bangsawan Mesir Kuno juga banyak yang menikahi saudara sendiri, dalam rangka memperoleh keturunan yang murni sekaligus mempertahankan kekuasaan. Tetapi tentu saja, hal-hal tersebut berbeda dengan kasus-kasus incest zaman sekarang yang kebanyakan dilakukan seorang bapak terhadap anaknya, atau seorang paman terhadap keponakannya. Karena itu kasus incest ini telah digolongkan sebagai kelakuan menyimpang dan termasuk sebagai tindakan kekerasan seksual. Terutama disebabkan korbannya adalah anak-anak “bau kencur” yang belum mengerti apa-apa perihal seksualitas. Psikiater Noel Lustig dan temantemannya menyebut sejumlah faktor lain yang menyebabkan munculnya penyimpangan seksual seperti incest. Pertama, munculnya situasi dimana anak perempuan tiba-tiba menjadi figur utama pengganti ibu dalam kehidupan rumah tangga. Tugas-tugas yang biasanya dikerjakan ibu, tersebab situasi tertentu, seperti dibebankan kepada anak perempuan, termasuk dalam hal seksualitas. Kedua, kesulitan orang tua laki-laki, bapak atau paman,

Oleh :

Kiki Sulistyo

(Departemen Sastra Komunitas Akarpohon, Mataram) untuk mengendalikan libidonya sedangkan, ketiga, mereka kesulitan untuk mencari pasangan di luar rumah tersebab perasaan inferior yang muncul bila berada di lingkungan luar rumah berbanding terbalik dengan superioritas patriarkal mereka di rumah. Keempat, ketakutan akan terjadinya perpecahan dalam keluarga, sehingga banyak kasus incest yang tidak dilaporkan. Dan kelima, munculnya semacam hukuman halus bagi seorang istri yang tidak berpartisipasi dengan baik, sesuai tuntutan seksual dari suaminya. Faktor-faktor tersebut memang tampaknya merupakan efek dari dua faktor besar yang tadi melingkupinya, yakni tekanan ekonomi dan lemahnya pendidikan. Untuk kasus incest yang sudah maupun yang belum dilaporkan di NTB, bisa jadi menunjukkan fenomena gunung es, mengingat NTB masih menjadi daerah pemasok TKI terbesar. Usaha untuk melapor ke pihak berwajib pun kebanyakan setelah si korban mengalami stress dan trauma. Pornografi Di luar semua itu, ada faktor besar lain yang tak bisa disepelekan. Kemajuan teknologi (dan) informasi memudahkan orang untuk melakukan maupun mendapatkan apa yang dihasratkannya. Indonesia adalah negara yang mengharamkan industri pornografi legal. Tetapi dengan kemajuan teknologi (dan) informasi tadi, “industri” pornografi bawah tanah menjamur dengan pesat. Kasus-kasus video mesum seperti tak pernah habis, bahkan yang terungkap cenderung terjadi di daerahdaerah kecil dan pinggiran. Pelakunya pun beragam, mulai dari pejabat, mahasiswa sampai siswa SMP. Ada semacam vicious circle pada peristiwa asusila tersebut, dan itu sekali lagi salah satunya disebabkan oleh kemajuan teknologi. Memuaskan hasrat libidinal sama artinya dengan meminum air laut. Tak pernah ada kata puas yang permanen. Apakah itu pada diri orang dewasa, apalagi anak

remaja yang notabene secara hormonal memang sedang tumbuh hasratnya. Kemajuan teknologi menunjukkan pengaruh menyimpang; peristiwa seksual yang intim dan pribadi direkam lalu “dijatuhkan” ke tangan tertentu yang kemudian menyebarkannya via jejaring internet. Orangorang lain sigap mengunduh, menonton dan kemudian menyebarkannya pula. Di antara mereka ada yang kemudian mencoba hal yang sama. Maka merekam kegiatan seksual menjadi tren tersendiri. Hal ini kemudian berkembang dan tersebar semakin meluas, apalagi kemudian untuk menonton tak perlu harus menggunakan perangkat komputer. Dengan telepon genggam ber-fitur alat pemutar video, sudah bisa menyaksikan peristiwa mesum tersebut. Bukankah harga telepon genggam sekarang begitu terjangkau dan tak lagi digolongkan sebagai barang mewah? Fenomena ini perlu diperhatikan sebagai musabab terjadinya kekerasan seksual terhadap anak-anak. Termasuk yang dilakukan oleh oknum guru. Sebab, kasus-kasus kekerasan seksual memang lebih banyak dilakukan oleh orang-orang dekat si korban. Situs-situs porno dalam negeri dalam bentuk blog bisa dianggap sebagai industri pornografi bawah tanah. Ratusan, bahkan ribuan video porno yang direkam secara amatir tak bisa lagi dianggap sebagai keisengan semata. Banyak di antara video-video tersebut bahkan mempertontonkan peristiwa perkosaan. Tentu kita tidak mau tragika bocah perempuan ber-inisial RI dari Rawa Bebek, yang diduga korban kekerasan seksual dan akhirnya meninggal dunia dengan menyisakan luka mendalam, terjadi pada anak-anak di daerah kita. Sepanjang tahun 2012, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat terjadi 2.637 kasus kekerasan terhadap anak, dengan 48 persen (1.266 kasus) adalah kekerasan seksual. Komnas PA juga menyatakan, tahun 2013 merupakan Tahun Darurat Kekerasan Seksual pada Anak (Kompas, 13 Januari 2013).

STASIUN RADIO

Kekerasan seksual terhadap anak bukan sekadar peristiwa perkosaan biasa, akibatnya jauh daripada itu. Gangguan psikologis akibat kekerasan seksual atau trauma post-sexual abuse sungguh mengerikan; anak tak mampu mempercayai orang lain, depresi, kecenderungan bunuh diri dan merusak diri sendiri, merasa berdosa, harga diri yang rendah, super sensitif dan gemar menyendiri. Belum lagi stigma buruk yang melekat sepanjang hidup korban. Setelah dewasa para korban kekerasan seksual, di bawah bayang-bayang stigma tersebut, cenderung menjadi pecandu alkohol atau narkoba, terjerembab dalam prostitusi, meski tak sedikitpun bisa menikmati hubungan seksual dan bahkan akhirnya kerap menjadi pelaku kekerasan seksual. Tak bisa ditunda atau dianggap remeh lagi, data jumlah kekerasan seksual terhadap anak sudah terlalu besar. Tindakan tepat dan efektif dengan melibatkan unsur-unsur keluarga, instrumen pendidikan, kreatifitas seni, religi dan spiritualitas dan sebagainya perlu disinergikan. Pada anak-anak ini masa depan ditentukan, sebagai pewaris segalanya mereka kelak akan menjadi ujung tombak peradaban. Bayangkan bila anakanak tersebut dibesarkan oleh teror kekerasan seksual, apa jadinya masa depan mereka?

POJOK Realisasi rendah, Sekda panggil pimpinan SKPD Jangan sekadar dipanggil, harus ada sanksi tegas

***

Buntut tewasnya lima terduga teroris, anggota Polres Dompu diteror Tingkatkan kewaspadaan

STASIUN RADIO

Penanggung Jawab: Agus Talino Redaktur Pelaksana/Wakil Penanggung Jawab : Raka Akriyani Koordinator Liputan : Fitriani Agustina, Marham Redaktur : Fitriani Agustina, Marham, Izzul Khairi, Moh. Azhar Staf Redaksi Mataram : Moh. Azhar, Haris Mahtul, Afandi, M.Haeruzzubaidi, Sirtupillaili, M. Nasir, Hari Aryanti, Akhmad Bulkaini, Karnia Septia Kusuma Ningrum. Lombok Barat: Sumada, Lombok Tengah : Munakir. LombokTimur: Rusliadi. KLU : Johari. Sumbawa Barat : Heri Andi. Sumbawa : Arnan Jurami. Dompu : Nasrullah. Bima : M.Yusrin. Tim Grafis : Aziz (koordinator), Mandri Wijaya, Didik Maryadi, Jamaluddin Kantor Redaksi : Jalan Bangau No. 15 Cakranegara Telp. (0370) 639543, Facsimile: (0370) 628257. Tarif Iklan : Iklan Baris : Rp 8.000/baris Min 2 baris max 10 baris (1 baris 30 character). Display B/W (2 kolom/lebih): Rp 8.000/mmk. Display F/C : Rp 15.000/mmk. Iklan Keluarga : Rp 5.000./mmk. Iklan 1 kolom (max 100 mmk): Rp 4.000/mmk. Iklan Advertorial : Rp 3.000/mmk. Iklan NTB Emas (1 X 50 mmk): Rp 450.000/bulan (30 X muat). Iklan Peristiwa : Rp 150.000/kavling. Iklan Paket (ukuran max 600 mmk), - 5 kali muat Rp 500/mmk, - 10 kali muat Rp 450/mmk, - 15 kali muat Rp 400/mmk. Pembayaran di muka. Alamat Bagian Langganan/Pengaduan Langganan: Jalan Bangau No. 15 Cakranegara Telp. (0370) 639543, Facsimile: (0370) 628257. Harga Langganan: Rp 40.000 sebulan (Pulau Lombok) Rp 45.000 sebulan (Pulau Sumbawa), Pembayaran di muka. Harga eceran Rp 2.500. Terbit 6 kali se-minggu. Penerbit: PT Bali Post.

SUARA NTB

Wartawan SUARA NTB selalu membawa tanda pengenal, dan tidak diperkenankan menerima/meminta apa pun dari nara sumber.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.