Tabloid Suara kampus edisi 130 "Sarjana Bawah Lima Tahun"

Page 1


EDITORIAL

SALAM REDAKSI

Tak Ada yang Sia-sia, Jika Berusaha

Manis Pahit Permen DIKBUD No. 49

K

ebijakan masa studi yang diperpendek oleh pemerintah dari 14 semester menjadi 10 semester menjadi salah satu yang menjadi sorotan dalam Peraturan Mentri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan No 49 tahun 2014 tentang Standar Pendidikan Mutu Perguruan Tinggi. Kebijakan tersebut cukup bisa pahit bagi aktivis (mungkin), mahasiswa apalagi. Adanya kebijakan ini setidaknya memberikan tantangan baru bagi mahasiswa, tantangan masih tetap menjadi kalangan yang melahirkan perubahan dalam zaman skeptis ini. Bagi Akitivis mungkin ini tidak terlalu berpengaruh karena aktivis merelakan kepentingannya (Kuliah) dinomor duakan walau masih diutamakan. Pahitnya mungkin pada mahasiswa yang mengaku aktivis yang mengkambing hitamkan nilai yang kurang memuaskan atas nama perjuangan, tapi tidak bisa menghasilkan perubahan fenomena itulah yang kita temui hari ini. Dalam diskusi kecil dengan salah seorang matan mahasiswa yang berjuang pada era 98 mengatakan bahwa aktivis itu adalah mahasiswa yang mampu mengemban beban melebihi mahasiswa biasa. Artinya jika mahasiswa biasa standar bebannya untuk Comloade IPK 3,8, maka aktivis harus lebih dari 3,8, jika tidak menurut Dosen Sosiologi Hukum itu maka anda bukan aktivis karena tidak bisa mengemban beban yang lebih dari mahasiswa biasa. Beranjak dari realita hari ini, kebijakan masa studi tersebut cukup mengkhawatirkan karena saat masa studi masih 14 semester perjuangan untuk perubahan itu sudah blur, mulai tidak ada lagi asap ban bakar yang membawa perubahan, mulai tidak ada lagi diskusi yang membuahkan pemikiran untuk perubahan, mulai tidak ada lagi kalangan yang menegur kebijakan-kebijakan konyol kalangan atas. Sedikit misal, di kampus ini November 2013 lalu mahasiswa menuntut petingginya, ratusan mahasiswa tercatat meminta haknya namun hari itu bak bagai kursi yang sempat dibakar hari itu, tak berbekas, tuntutan itu hanya tinggal cerita untuk jonior nanti bahwa seniornya seorang aktivis (katanya). Manisnya, dalam Permen tersebut selain memperpendek masa studi kebijakan itu diimbangi dengan kebijakan-kebijakan lainnya, diantaranya peningkatan standar sarana dan prasarana agar aspek akademisi dari mahasiswa tidak berbelit-belit lagi, dari fasilitas baik tenaga pengajar dan prasarananya. Jadi, sebagai pemimpin sebelum menetapkan masa studi maka bercermin terlebih dahulu apakah sudah siap lahir batin untuk bisa melahirkan sarjana diwaktu yang tepat, karena tamat dalam 14 semester atau lebihpun bukan keselahan dari mahasiswa, tapi kampusnya juga sebagai rahimnya sarjana.

CILOTEH + Anggaran belum cair, Opak ditunda - Ba tunda baa lo ko Pak, dima mogok anggaran t ? +Serjana tidak boleh lebih 5 tahun. - Ndak baa doh, kalau Opaknyo ndak ditunda.

Pelindung: Rektor IAIN Imam Bonjol Padang Prof. Dr. H. Makmur Syarif S. H., M.Ag. Penanggung Jawab: Wakil Rektor III IAIN Imam Bonjol Padang Prof. Dr. H. Asasriwarni, MH Kepala Biro AUAK Drs. Dasrizal, MA Pembina:Yulizal Yunus, Shaeful Yazan, Suardi Sikumbang, Abdullah Khusairi, Muhammad Nasir, Sudarmadji, Andri El Faruqi Dewan Redaksi:Arjuna Nusantara, Andika Adi Saputra, Ridho Permana, Urwatul Wusqa, Ikhwatun Nasra,

Salam Pers Mahasiswa...! encoba memberikan yang terbaik, itulah cemeti yang selalu penggerak kami memenuhi kebutuhan pembaca. Terbitan tabloid edisi kali ini, produksi ketiga dari kepengurusan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara Kampus tahun 2014. Tentunya dengan kontribusi dan tulisan terbaik yang selalu kami suguhkan kepada pembaca sekalian. Dalam pencapaiannya kami membutuhkan udara segar untuk bernafas lebih panjang tanpa batas menyelesaikannya. Dalam proses yang kami lewati, berbagai persiapan kami jajaki mulai dari rapat anggota hingga meliput. Terkadang dalam bahtera yang kami jalani sering terjadi pelbagai problem dan menyimpang dari skenario awal. Namun tidak ada yang sia-sia terhadap apa yang dikerjakan dengan tulus dan sungguh-sungguh jika mau berusaha dan memaksimalkannya. Terlepas dari itu semua, dalam kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada

M

CERMINIA

studi yang ditempuh. Pada rubrik Suara Khusus, membahas tentang pergerakan mahasiswa saat ini. Melirik kembali pudarnya sikap kritis mahasiswa terhadap roda pemerintahan sehingga tidak berjalan dengan lancar. Tidak hanya sekadar penerbitan, LPM Suara Kampus juga mengadakan kegiatan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Suasana PJTL Suara Kampus di Aula Bupati Tanah Nasional (PJTLN) Agustus Datar, Minggu (31/08). Foto: dokumen Suara Kampus 2014 ini. Kegiatan ini dilaksnakan seluruh pengurus dan seluruh kru LPM di Islamic Centre Tanah Datar yang diikuti Suara Kampus yang telah berusaha oleh aktivis Pers Mahasiswa se-Indonesia. Pada PJTLN ini, kami mengangkat tema memaksimalkan tugasnya. Di edisi 130 ini kucuran keringat para “Ekspedisi Jurnalistik”. Dan untuk mahasiswa baru IAIN angkaawak redaksi menghasilkan kreatifitas pada rubrik Suara Utama, dalam bentuk tan 2014, kami ucapkan selamat bergabung reportase terkait Peraturan Menteri dengan kampus ini. Mudah-mudahan ada Pendidikan dan Kebudayaan (Permendik- sesuatu ilmu yang bermanfaat dan dapat bud) nomor 49 tahun 2014 tentang batas diaplikasikan nantinya. Bersentuhan dengan masa studi yang terpakai bagi mahasiswa berbagai latar belakang kehidupan yang yang mengecap pendidikan di lembaga terjadi dalam yang akan membuat kita pendidikan tinggi sesuai dengan program semakin dewasa dalam menyikapi berbagai keadaan. []

Lukah Belut

K

egiatan berburu hewan sudah dila kukan oleh manusia sejak zaman prasejarah mulai dari zaman purba sampai sekarang. Banyak alat yang digunakan untuk berburu hewan seperti pancing, tombak, pukat dan lainnya. Namun, hanya sedikit alat-alat yang arif lingkungan, salah satunya lukah. Lukah adalah sejenis alat yang terbuat dari rotan, bambu, “lidi” yang disusun dan diikat hingga jadi sebuah lukah. Ukuran lukah memiliki panjang lebih kurang 20 cm hingga 30 cm. Biasanya lukah digunakan untuk menangkap belut. Pada bagian ujung lukah terdapat sebuah lubang yang berfungsi jalur masuk belut. Lubang tempat masuk belut disusun menggunakan lidi, semakin ke dalam semakin mengecil. Hal ini, menjadikan jalur tersebut semakin sempit dari lorong yang pertama. Pada lukah juga terdapat sejenis jejari tajam pada bagian tengah lorong lukah. Jejari ini bertujuan untuk mengindari agar mangsa yang sudah ada dalam lukah tidak lepas. Begitu sulit keluar setelah masuk kedalam lukah. Lukah pada zaman dulunya bagi orang Miangkabau merupakan alat yang sangat dekat dengan mereka, terutama bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani. Lukah biasanya digunakan petani untuk menangkap belut, kebiasaan para petani ketika musim tanam selain mengurusi benih padi, petani juga sering melakukan berburu belut diwaktu senggangnya. Kebiasaan itu terjadi satu kali dalam enam bulan, ada juga yang satu kali dalam satu tahun tergantung kapan menanam benih

Yogi Eka Sahputra Redaktur Suara Kampus padi. Motivasi perburuan belut ada yang berupa untuk bahan makanan ada juga yang dijual guna menambah pemasukan, bahkan ada yang hanya sebagai pelepas hobi saja, yang penting “Urang baburu awak baburu pulo”. Cara kerja lukah sangat arif dan cerdas. Si pemburu hanya sediakan umpan di dalam lukah. Biasanya petani menjadikan cacing sebagai umpan. Sebelum dimasukan ke dalam lukah untuk dijadikan umpan. Cacing terlebih dahulu dibakar, ketika cacing berperan jadi umpan akan mengeluarkan aroma bakar yang semerbak sehingga belut akan menghampiri lukah dan sibelutpun masuk kedalam perangkap. Cerdas bukan? Lukah dapat menjadi sebuah alat untuk menjaga kelestarian fauna khususnya belut, dari pada mengunakan pukat harimau, bom dan alat yang merusak lainnya. Tapi sayang bagi belut yang terperangkap di dalam lukah hanya menunggu nasib mati di dalam lukah atau mati di bunuh si pemburu setelah ke luar dari lukah.

Bayangkan saja sistem perangkap lukah yang sangat ampuh ketika bekerja. Lukah biasanya dipasang pukul enam sore sampai enam pagi. Dalam satu kali pasang, satu lukah bisa menangkap tiga sampai tujuh belut. Kenapa tidak, bisa sampai tujuh belut yang tertangkap, itu tandanya masuk kedalam lukah memang mudah. Tidak hanya susah keluar, di dalam lukah kehidupan belut penuh derita karena berdesakan. Kenapa tidak, belut yang masuk lebih banyak dari pada belut yang keluar dari lukah. Selain itu bambu-bambu runcing dalam lukah sudah siap menu-suk melut nakal yang mencoba keluar. Belut yang masuk ke dalam lukah tentu mereka yang tertipu dengan aroma cacing yang dibakar. Mereka berharap aroma itu memang makanan enak yang bisa membawanya bertahan hidup, ternyata aroma cacing bakar itu hanya perangkap belaka. Begitulah cara lukah beraksi, hanya bermodalkan promosi aroma cacing bakar, belut-belut bodoh terperangkap. Nasib rumitpun harus dijalankan belut di dalam lukah. Hidup memang pilihan, termasuk bagi belut yang memilih mengikuti harumnya cacing yang dibakar, sehingga dia masuk ke dalam lukah yang kejam. Di dalam kehidupan sehari-hari setiap kita selalu berhati-hati memilih sesuatu. Setidaknya kita harus menimbangkan semua promosi yang ditawarkan. Jangan seperti si belut yang masuk ke dalam perangkap lukah, terlalu percaya dengan aroma cacing bakar ternyata hanya bertemu dengan bangkai cacing, ke luar pun tidak bisa. Begitulah per-mainan lukah “Masuknya mudah ke luarnya susah”.

Pemimpin Umum: Zulfikar. Pjs. Sekretaris Umum: Elvi SDR. Bendahara Umum: Nela Gusti Hasanah. Pemimpin Redaksi: Ahmad Bil Wahid. Pemimpin Perusahaan: Dosfrianto. Kepala Divisi SDM & Litbang: Septia Hidayati. Redaktur Pelaksana: Restu Mutiara Sari. Koordinator Liputan: Taufiq Siddiq. Redaktur: Yogi Eka Sahputra, Elvi SDR. Divisi Periklanan & EO: Zul Anggara. Divisi Umum & Adm: Jeki Pernandos. Reporter: Evi Candra, Rahmawati Matondang, Nur Khairat, Ari Yuneldi, Gusriana Luxtrisia, Tri Bayu Lestari, Yuni Marsela, Chairil Anwar, Novia Amirah, M. Zahir Ikhlas, Annisa Efendi, Arif Nur, Eka Putri, Delli Ridha Hayati, Bustin, Hervina Harbi, Annisa Fitri, Esti Wandani, Rosi Elvionita, Iis Sholihat Damanik. Anggota Magang: Eka Dasman, Jel Hendri, M. Fadil MZ, Kamaruddin, Axvel Gion Revo, Amaliatul Hamrah, Aidil Ridwan Daulay, Destiwi Zurima, Defriandi, Eka Sapta Desi, Farhatun Layali, Friyosmen, Gusnanda, Irda Yona, Jamal Mirdad, Kanadi Warman, Khairul Ummah, Muhammad Yunus, Mukhtar Syafi’i, Nofri Migo, Risya Wardani, Ria Oktaviantina, Redy Saputra, Rahmad Putra Kampai, Rahmadi, Rice Juli, Reski Kochan Jasandra, Siti Saodah, Sakinah, Syofil Apri Yanil, Salvianti, Veni Andriyani, Yahya Sakynah, Yandri Novita Sari, Fanidiya Refani, Elyza Ningsih, Satri Wahyuni, R. Ledyanita, Silvia Wulandari, Rika Tri Apyeni, Annisa Fitri Yani, Rahmi Yati, Sherly Fitri Yanti, Yessi Azwarni, Sinta Eka Putri, Ravel Fadila Mutia, Wetri Yenti, Rahmi Jumita, Titi Rahma Sari.

www.suarakampus.com | @suara_kampus | lpmsuarakampus@gmail.com | redaksi@suarakampus.com


Mahasiswa, Pembaharu atau Pengganti ?

KOLOM

Diam itu Bukan Emas

Oleh: M. Nur Hidayat Rabbani Hasan

T

erkadang kita dibingungkan dengan kata Agent of Change atau dalam bahasa keseharian, agen perubahan. Kata yang biasa banyak disandarkan pada kaum terpelajar. Khususnya mahasiswa. Tetapi dalam kenyataannya, kita masih belum bisa mengerti apa itu agen perubahan. Perubahan yang bagaimana harus kita lakukan, serta apa yang harus kita rubah?. Hal tersebutlah yang biasanya menjadikan mahasiswa salah persepsi. Terdapat tiga karakter mahasiswa seperti yang kita kenal, akademisi, aktivis dan akademis aktivis. Dalam pemikiran masing-masing mahasiswa, mereka tetap menamakan dirinya sebagai agen perubahan. Beberapa alibi pun dibuat untuk menutupi kelemahan mereka. Bahkan tak jarang, adu argumentasi terjadi. Hanya karena “agen perubahan”. Mahasiswa yang lebih sering berkutat dengan diktat, perpustakaan, serta ribuan makalah atau yang sering dijuluki mahasiswa akademis, juga memiliki alibi tersendiri untuk menguatkan mereka sebagai agen perubahan. Sebuah peradaban, kebudayaan, negara, maupun masyarakat akan melihat dari segi kepandaian ilmu seseorang. Dari hal tersebut, membutuhkan teori nyata sebagai

hasil nilai dari yang dipelajari. Itulah alibi para akademisi, bahwa mahasiswa akan menjadi agen perubahan ketika dapat menguasai ilmu yang tertera dalam diktat, buku, maupun makalah. Berbeda dengan mahasiswa yang lain. Mahasiswa yang sering berdiskusi di bawah pohon-pohon rindang kampus, melakukan aksi demo di depan gedung-gedung pemerintahan. Mereka pun juga memiliki alibi untuk mengukuhkan jati diri sebagai agen perubahan. Bahwa mahasiswa adalah bagian dari masyarakat. Tidak hanya nilai-nilai dalam teori kemasyarakatan, tetapi juga prakteknya langsung. Mahasiswa yang hanya berkutat dengan diktat, mereka tidak mempelajari masyarakat dari segi pengenalan dan psikologinya. Itulah alibi yang mereka lancarkan. Dan yang terakhir, mahasiswa yang juga hobi berdiskusi, tetapi masih mementingkan juga akademik dalam perkuliahannya. Banyak orang mengatakan merekalah agen perubahan. Menguasai ilmu secara teori dan praktik. Serta paham dan mengerti psikologi masyarakat secara teoritis dan praktikum. Tetapi, apakah benar para mahasiswa itu dapat disebut agen perubahan? Apa yang harus dirubah

oleh para mahasiswa? Sebuah pertanyaan yang hasilnya dapat dibantah mentah-mentah. Ketika terdapat pertanyaan, mahasiswa harus merubah kebijakan dan pemikiran pemerintahan, maka mahasiswa harus ikut dan terjun dalam sistem yang terjadi. Dan ketika para mahasiswa menjadi anggota dewan penentu kebijakan, maka tentunya uanglah yang berbicara. Ini wajar terjadi, mengingat masyarakat kita belum terdidik secara mentalitasnya. Pertanyaan lain, merubah masyarakat menjadi sadar dan paham terhadap apa yang menjadi kebijakan pemerintah, mahasiswa harus terjun langsung ke masyarakat. Dengan menjadi bagian dari masyarakat itu, serta menjadi ujung tombak darinya. Dan ketika mahasiswa tidak dapat beradaptasi, maka mahasiswa hanya akan menjadi masyarakat biasa tentunya. Inilah yang menjadi pertanyaan. Mahasiswa, pembaharu, memperbarui sistem yang menjadi musuh mahasiswa, masyarakat dan rakyat, ataukah hanya pengganti yang meneruskan sistem tersebut? Agen perubahan apakah yang harus kalian rubah?. Penulis Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, STAIN Salatiga, Semarang.

Hukum Rimba Oleh : Alfred

B

ertahan hidup atau mati? itulah diantara dinamika kehidupan yang tak bisa kita pungkiri. Dalam hal apapun di dunia ini tentu tidak terlepas dari tuntutan hukum alam. Bagi yang bertahan maka akan melanjutkan kehidupan namun bagi yang tak mampu tuk bertahan maka akan hengkang dari kehidupan. Kejam dan Jahat, itulah jeritan dari kebanyakan mereka yang mengalami kesulitan diakibatkan masalah dari dinamika yang ada didunia ini. Sekilas kita coba lihat kehidupan didalam hutan. Di hutan yang dipimpin oleh harimau cenderung akan memilih teman-temannya yang sesama harimau juga untuk diangkat dalam posisi kedudukan yang penting. Hal ini sangat wajar karna harimau hanya akan mengerti dengan bahasa sesama harimau. Dan jikalau kambing hanya akan memilih bergaul dengan komunitas kambing, dikarenakan kambing hanya memahami bahasa kambing. Begitu juga dengan ular, burung dsb. Bisa kita bayangkan jika harimau mengambil mitranya selain dari yang sebangsa dengannya maka yang

terjadi adalah pemangsaan oleh sang harimau. Jika harimau tak mampu untuk mencari mangsa untuk dimakan maka iapun akan mati. Dan juga jika ular bermitra dengan burung cenderung burungpun akan menjauh terbang meninggalkan ular karna takut akan dimangsa oleh ular. Lintah pun karna ingin bertahan hidup, dengan sengaja menghinggapi tubuh kerbau lalu menghisap darahnya. Setelah lintah kenyang lalu pergi maninggalkan kerbau tanpa berterimakasih karna telah memberi-nya makan. Dalam artian lain, yang memiliki kemampuan memangsa maka akan dimakan. Dan yang tidak bisa bertahan karena kelaparan maka akan mati. Dalam hal ini, hukum rimba itu ternyata bukan hanya terjadi dihutan yang pelakunya adalah hewan. Di dunia manusia pun juga terjadi hal yang sama. Ada yang memangsa dan ada yang dimangsa. yang sejenis atau satu ras akan dibantu dan yang berlainan kelom-pok maka akan terbuang. Yang tak bertahan akan hengkang dari tempat-nya dalam melangsungkan kehidup-an. Ironi sekali memang, namun

inBOX Sampaikan keluh kesah, saran dan unek-unek anda tentang kampus via SMS 081947605730. Format: Nama/NIM/Jurusan/Pesan 085268930xxx Fasilitas kurang lengkap, tmpat kurang trjaga cntohx dri segi kbersih-an Kmpus qta ibarat kpmpong yg memksakan dirix mnjdi kupu2, tnpa mmikirkn bhwa bnyk proses sbgai kpmpong yg blum ia lalui. Bisa jdi bsok akibatx ia jdi kupu2 yg mmbng-gak dirix sbgai kupu2, nmun sayng tak bisa trbang...

087792976xxx Tlng d perbaiki lokal2 d kmpus kt. Di lokal kipas angn jga ndk hdup dah rusak, jd dlm proses bljr trganggu. Lntaran kurang knyamanan. Trus WC d tarbyah juga ndk da. Trpaksalah mhasiswa berkeliling cri WC. Trus klw bsa ruangan d SC t scpatny d perbaiki supaya mhasiswa tdk susah mncri lokal sana sini. Lntran lokal yg tdk ada. Yg trakhr klw kptusan yg dri rektor ttng ospek tdk valid. Bnyk adk2 yg ragu akan hal itu

inilah kehidupan. Jika terjadi masalah maka senantiasa berucap “Inilah Dinamika!!” akan tetapi dinamika yang diberi pun bukanlah dinamika positif yang memberi man-faat saat terjadi kesulitan. Dinamika pun lebih diwarnai oleh pembunuhan karakter, pematian semangat dan lainnya. Baik ditempat kerja kita, terlebih dikampus tempat kita menuntut ilmu pun tidak terlepas dari dinamika ini. Namun bagaimanapun dinamika yang kita terima, hanya dua kata yang mesti kita ingat “BERTA-HAN dan HADAPI” Tuhan pun tak kan menggagalkan upaya mereka yang bekerja keras dengan hati yang tulus dan ikhlas karena-Nya, demi meraih apa yang akan dicapai oleh hambanya. Usaha dan Usaha, Kerja dan Kerja, Berproses dengan sungguh-sungguh dengan cara menebar benih-benih positif kepada banyak orang yang tentu akan lebih bermanfaat ketimbang usaha atau kerja yang harus memakan tumbal dengan maksud agar keinginan yang diusahakan pun tercapai. Penulis Mahasiswa Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol

pihak kmpus utk ngemblikan kepemi-likan Dipa k mhs yg sdah trlanjur mlih Bnsos karena kita mlih Bansos karena krjasama kmpus dgn pmern-tah, klo pmerintah sdah meni-dakkan,brarti dr kmpus mengiya-kan,,mhon prtmbgan dr phak kmpus Ko br..

081212351xxx Satu kata untk kmpusku tersayang “GAJE” alias gak jelas.Smuanya srba gk jelas, mulai dari jadwal2 yg brhbgn dg perkuliahan, info2 beasiswa, & prosedur appun ithu semua085668908xxx nya GAJE.. Kalau begini trus, saya Bansos tdak lg dproses,mhon kpd ikutan GAJE..

Ahmad Bil Wahid Pemimpin Redaksi LPM Suara Kampus eorang anak pernah diajarkan bapaknya tentang cara bersikap. “Nak, kau tahu tidak. Diam itu emas nak,” kata si bapak pada sang anak. Si anak yang ketika itu masih bocah hanya mampu mendengar dan membenarkan kata si bapak. Karena ingin jadi anak yang patuh pada orang tua, Si anak berusaha memegang ajaran bapaknya di manapun dan dalam situasi apapun. Hingga duduk di bangku sekolah, Si anak lebih sering diam. Berbeda dengan teman-temannya yang suka bicara dan bercerita. Seiring bertambahnya usia, diikuiti dengan berkembangnya pola pikir si anak, pertanyaan mulai timbul di benaknya saat memasuki penghujung remaja. Ketika gurunya di sekolah membuat forom diskusi kelas antar siswa. Melihat teman-temannya yang banyak bicara dan menyampaikan pendapat dalam diskusi, dia mulai mencoba mencari alasan membantah ucapan ayahnya dulu. Jika memang diam adalah emas, dan emas dinilai sangat berharga,berarti diam itu sama berharganya dengan emas. Tapi si anak tidak merasa berharga ketika hanya diam dalam diskusi-duskusi di sekolahnya. Pertanyaan makin mencuat ke permukaan benaknya saat dia masuk perguruan tinggi. Disini si anak masih dihadapkan dengan suasana diskusi, namun lebih hangat dibanding diskusi di sekolah dulu. Saat diskusi di ruang kuliah, kupingnya dibuat panas oleh suara para peserta diskusi yang saling bantah. Apalagi peserta diskuti sering melontarkan argument yang menurut si anak tak sesuai dengan pendapatnya. Lagilagi dia bertanya pada pikirannya, kenapa diam diibaratkan dengan emas? Apakah diam masih menjadi emas ketika ada sesuatu yang tidak bisa diterima akal sehat dan nurani manusia? Lelah bertanya pada logika, si anak mencoba menentang sikap yang selama ini dipegangnya. Pada sebuah kesempatan diskusi saat kuliah. Si anak kembali mendengar argument yang bertentangan dengan pemahamannya, sontak si anak dengan cepat mengangkat tangan dan meminta waktu untuk bicara. Setelah selesai bicara dan mengemukakan pendapatnya, beberapa peserta diskusi lain menyatakan setuju dengan yang disampaikan si anak. Perasaan lain mendatangi logika dan nuraninya. Si anak merasa lega. Bahka ia merasa menjadi lebih berharaga, jauh lebih berharga ketimbang emas yang diibaratkan dengan diam. Sejak saat itu, si anak tak tak lagi memegang prinsip ‘diam itu emas’. Menurut logikanya, seseorang tak pantas diam ketika dihadapkan dengan ketidak benaran. Baginya, ketidakbenaran harus tegas dibantah. Bahkan tak perlu menunggu ketidakbenaran datang untuk bicara dan membantahnya, tapi kebenaran harus disampaikan sebelum ketidakbenaran itu datang. Begitulah sejatinya mahasiswa. Sebagai pemeran elite minority yang berada di antara rakyat dan pemerintah, mahasiswa diharapkan menjadi corong yang menyuarakan kebenaran. Penyampai aspirasi rakyat pada pemerintah, serta memberi pencerdasan pada rakyat tentang pemerintahan. Mahasiswa diharapkan menjadi aktor perubahan di panggung nasional, bukan sekedar menjadi aktor di daerahnya apalagi hanya aktor di kampus saja. Namun miris melihat kondisi mahasiswa akhir-akhir ini. Tak perlu menoleh jauh, lihat saja di IAIN Imam imam bonjol Padang. Jangankan di panggung nasional atau daerah, di kampus sendiri saja mahasiswanya seakan tak mampu memainkan peran sebagai aktor perubahan pembawa kebenaran. Jangankan menyampaikan aspirasi rakyat pada pemerinta, aspirasi mahasiswa saja tak mampu disampaikan pada petinggi kampus. Dengan kata lain, aspirasi hanya untuk disimpan meski itu sebuah kebenaran. Terlalu banyak contoh untuk dikemukakan. Namun yang mungkin masih kental di ingatan adalah saat rektor dipaksa memenuhi 9 tuntutan mahasiswa pada November 2013. Tuntutan mahasiswa ketika itu mengarah pada transparansi keuangan, perbaikan fasilitas dan pelayanan kampus. Rektor pun berjanji memenihi tuntutan mahasiswa. Hampir satu tahun setelah tuntujan mahasiswa disampaikan dan janji rektor diucapkan, tak banyak perubahan yang dirasakan. Keuangan belum sepenuhnya transparan dan perbaikan fasilitas pun tak kunjung dioptimalkan. Anehnya, tak terdengar suara nyaring mahasiswa mempertanyakaan keadaan ini. Mahasiswa seakan diam melihat keadaan, atau mungkin hanya bertanya dalam hati melihat janji yang belum terpenuhi. Jika merujuk pada cerita di awal tadi, ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi asumsi. Pertama, boleh jadi pemikiran mahasiswa IAIN Imam Bonjol saat masih seperti bocah. Hanya mampu menerima tanpa mampu mengkritisi. Kemungkinan kedua, mahasiswa IAIN masih diam melihat keadaan karena belum merasakan sesuatu yang bertentangan dengan logika dan nurani. Kemungkinan ketiga, mahasiswa IAIN merasa lebih berharga ketika diam ketimbang bicara menyampaikan kebenaran, meski diam bukan lagi emas saat dihadapkan dengan ketidak benaran. Semoga ketiga kemungkinan itu salah. Amin. []


Permendikbud no. 49 tahun 2014

Sarjana Tak Boleh Lebih Lima Tahun

P

eraturan baru dalam dunia pendidikan demi terciptanya kualitas standar pendidikan nasiaonal yang efektif. Kuliah dalam mengharapkan gelar sarjana tidak lagi memiliki ruang yang lama. Peratuaran baru Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) no 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT), menetapkan bahwa masa kuliah sarjana (S-I) paling lama lima tahun (Sepuluh semester). Peraturan ini telah ditetapkan 09 Juni 2014. Dalam Permendikbud tersebut, dijelaskan bahwa beban Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus ditanggung mahasiswa SI/D-IV 144 SKS. Menuntaskan batas SKS yang ditetapkan maka jatah semester yang diberikan 4-5 tahun. Menanggapi Permendikbud no 49 tahun 2014, Z. Mawardi Effendi, mantan Rektor Universitas Negeri Padang (UNP) menilai tujuan global keputusan tersebut sudah tepat, namun tidak untuk keseluruhan pasal. “Untuk prinsip, saya setuju. Ini merupakan kebijakan yang tepat, karena dalam Permendikbud nomor 49 itu diputuskan terkait standar minimum mutu pendidikan perguruan tinggi,” ujar Mawardi, Jumat (22/ 08). Dia menambahkan, beberapa pasal dikaji kembali. “Tim kami sudah mengkaji tentang Permendikbud no 49 tersebut. Penetapan masa kuliah sarjana lima tahun itu tidak akan menjamin mutu pendidikan, jika masing-masing perguruan tinggi tidak memiliki standar dan mutu pendidikan yang jelas. Terkait mutu pendidikan, itu perlu didukung oleh sarana dan prasarana,” ungkapnya. Mawardi menekankan, bahwa poin penting dalam Permendikbud tersebut adalah kebijakan terhadap

Mazwardi Efendi Pakar Pendidikan UNP

“Secara prinsip saya setuju, namun ada beberapa pasal yang harus dikaji ulang” mutu pendidikan perguruan tinggi dengan tujuan mengahasilkan serjana yang dapat memberikan kepuasaan terhadap masyarakat luas. “Tujuan utama dari Permendikbud ini menjadikan kampus yang mumpuni, memiliki lulusan yang mampu bersaing di dunia kerja dan dapat mengahasilkan serjana yang mampu memberikan kepuasan terhadap masyarakat,” ujarnya. Melihat realita yang terjadi, Mawardi menyayangkan bahwa masih banyak sarjana pengangguran. Menurut Mawardi hal itu disebabkan oleh standar mutu dan pendidikan perguruan tinggi belum ada, ditambah dengan semakin banyaknya perguru-an tinggi swasta yang belum memiliki standar sebagai alat ukur. “Jumlah erguruan tinggi negeri saja hanya 80an. Sedangkan, perguruan tinggi swaswa mencapai angka 4000an. Jika suatu perguruan

Duski Samad Pakar Pendidikan Fakultas Tarbiyah IAIN IB

“Hanya mahasiswa pandir yang memiliki paradigma jelek tentang peraturan tersebut,”

tinggi tidak memiliki standar barometer yang jelas. Maka, lahirlah serjana tidak punya keahalian, yang ada hanya serjana punya ijazah,” tegas Mawardi. Mawardi berharap, semua pihak dapat mendukung peraturan tersebut. “Pasal tersebut harus dilakukan uji publik dulu, pada saat itu kita lakukan evaluasi dan apa yang harus diubah dari Permendikbud nomor 49 itu. Karena kita harus meneliti lagi, pasal mana yang harus dikaji dan ayat mana yang meski kita pertimbangkan kembali,” papar Mawardi. Persoalan terima atau tidak, menurut Mawardi kita coba dulu. Standar pendidikan perguruan tinggi ini sangat bagus dan memberi-kan manfaat terhadap kualitas sarjana dan nama baik suatu pergu-ruan tinggi. “Kita coba dulu, jangan seperti pepatah minang Alun pai alah pulang, belum kita realisasikan sudah

ditolak, coba dulu dan kita giring nanti dengan evaluasi-evaluasi ke arah yang lebih baik. Saya juga sangat berharap, maha-siswa juga mengkritisi peraturan tersebut,” jelasnya. Selain itu, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang, Duski Samad menilai positif Permendikbud tersebut. “Itu pun merupakan keinginan kita. Kuliah lama itu akan menyiksa orang tua. Bagi mahasiswa yang cerdas ia pasti akan senang dengan peraturan tersebut,” ujar Duski. Menurut Duski, batasan sepuluh semester untuk memperoleh gelar sarjana itu tepat. Bertele-tele bukan lagi zamannya. “Filosofi hidup harus dirubah dari sekarang. Kalau bisa cepat kenapa lambat. Cepat, tepat dan selamat merupakan cara untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi.

Dan organisasi bukan hambatan bagi mahasiswa yang cerdas,” ujarnya. Permendikbud no 49 tahun 2014 sangat membantu meningkatkan standar nasional perguruan tinggi. Peraturan itu dibuat untuk disepakati bersama. Peraturan itu dibuat juga bersifat kontributif. “Korban karena aturan, itu biasa saja,” tambah Duski. Batasan masa studi yang dibuat tidak akan menjadi tekanan bagi mahasiswa. Bagi mahasiswa cerdas yang memilki pemikiran kedepan. “Hanya mahasiswa pandir yang memiliki paradigma jelek tentang peraturan tersebut,” ungkap Duski. Lanjut Duski yang juga merupakan Ketua MUI Kota Padang, yang perlu itu keinginan bukan penolakan. “Logikanya dengan waktu yang dibatasi maka akan mengahasilkan lulusan yang bermutu sesuai dengan tujuan perguruan tinggi. Loyalitas tergantung kepada mahasiswa, jika mahasiswa mempunyai keinginan, kemauan dan kesungguhan, maka tidak akan menghambat jalan kesuksesan. Bahkan organisasi merupakan fasili-tas dalam menunjang akademik,” paparnya. Perbandingan antara aturan lama dengan yang baru Duski mengaku belum sepenuhnya memahami. “Hal yang terpenting adalah perubahan aturan, asalakan itu kearah positif. Dengan adanya peraturan baru tersebut banyak yang akan mengalami perubahan. Kemungkinan di Fakultas tarbiyah, masa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dihapuskan,” jelas Duski. Duski berharap, peraturan baru juga memberikan kelayakan terhadap fasilitas. “Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor pendukung pencapaian masa studi,” ungkapnya.


Batas S-1 Lima Tahun, Petinggi Perguruan Tinggi Mendukung Sejak ditetapkannya Permendikbud no 49 tahun 2014, tentang standar nasional pergurauan tinggi, Rektor Universitas Andalas (Unand), Werry Darta Taifur mengaku sudah menerapkan hal yang sama. Weri mengatakan, batasan pencapaian gelar sarjana dalam sepuluh semester itu sudah diterapkan di Unand. “Di Unand yang boleh tamat lebih dari sembilan semester hanya pedidikan doketer gigi. Untuk fakultas atau jurusan yang lain hanya boleh sembilan semester saja. Rata-rata tamat di Unand itu empat tahun satu bulan,” ujar Weri. Dia menambahkan, Drop Out (DO) tidak harus menunggu semester sepuluh. “Jika semester IV Indeks Prestasi Komulatif (IPK) tidak sampai dua, maka mahasiswa tersebut tidak mungkin bisa menyelesaikan masa studi dengan cepat, mereka akan di-DO dan dipindahkan ke perguruan tinggi lain,” jelas Weri. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang, Makmur Syarif menilai kuliah lama hanya mengabiskan uang saja. “Mahasiswa itu fokusnya kuliah dan cepat tamat. Jangan berleha-leha, percuma,” ungkap Makmur. Makmur mengatakan, Permendikbud tersebut di IAIN Imam Bonjol Padang sampai sekarang belum diterapkan. “IAIN hanya menunggu waktu rapat untuk memutuskan penerapan Permendikbud tersebut. Jika sudah ada keputusan, tahun ini langsung realisasikan,” ujarnya. Tentang penerapan Permendikbud tersebut, hal yang sama juga disampaikan Wakil Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Djamil Djambek Bukittinggi, Nur Aisyah mengatakan STAIN juga belum membicarakan Permendikbud no 49 tersebut. “Sejauh ini aturan baru itu belum ada kita bicarakan,” ungkap Aiysah. Aisyah berpendapat bahwa dengan adanya aturan baru tersebut, akan memberikan tekanan bagi mahasiswa untuk dengan segera menyelesaikan masa studi. “Setidaknya dengan Permendikbud no 49 tahun 2014 ini tidak ada lagi yang namanya mahasiswa abadi,” jelas Aiysah.

Diterima dan Ditolak Menanggapi Permendikbud No. 49 tersebut, Muhammad Taufik aktivis mahasiswa 98 berpendapat bahwa masa study yang dibatasi menjadi lima tahun bukan suatu masalah bagi seorang aktivis ditam-bah tekanan yang ada pada mahasis-wa hari ini tidak begitu terlilhat. “Mahasiswa harus mampu membuat Grand Desain hidupnya, dari pertama masuk kuliah mereka sudah tau arah tujuan pergerakannya kemana,” ungkapnya pada suara kampus (25/ 08). Taufik menyayangkan eksistensi dari mahasiswa hari ini, mahasiswa jarang yang punya perencanaan pergerekan mereka, kebanyakan mahasiswa hari ini sibuk bukan melakukan pergerakan. “Sekarang banyak yang mahasiswa yang sibuk, bukan mahasiswa yang aktif karena tidak punya Grand Desain pergerakannya,” ujarnya perintis Revolt Institut ini. Dampak dari tidak adanya Grand Desain itu adalah, kirisi kader atau generasi penerus, saat mahasiswa masuk tampa Grand Desainnya ia tidak punya gol saat masuk ke organisasi intra kampus atau ekstra kampus dan efek dari itu menurut Taufik, aktivis sering berhenti di

ARGUMENTASI Rolis Putra, Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan SKI Semester 3

Werry Darta Taifur.

Makmur Syarif

Rektor Unand

Rektor IAIN IB

tengah perjalanan dan akhirnya kader ataupun generasi penerus itu krisis. “Jika aktivis yang tamat telat itu adalah aktivis yang tidak ada gol,” ungkap pria berkacamata itu. Dengan ketetapan masa studi tersebut, mahasiswa harus bisa memetakan pergerakannya dari awal semesternya, cerdas membagi waktu itu kunci bagi seeoarang aktivis menurut Taufik. Taufik mengakui setuju dengan kebijakan masa studi tersebut, ia menilai tidak ada alasan seorang aktivis itu harus tamat lima tahun, tujuh tahun itu tidak ada, karena menurut Taufik seoarang aktivis itu adalah mahasiswa yang mampu mengemban beban lebih dari beban mahasiswa biasanya. “Aktivis harus punya beban limit yang lebih dari beban mahasiswa baiasanya, jika mahasiwa biasanya tamat dengan empat tahun tampa berbuat apa-apa, aktivis juga harus bisa sama bahkan lebih dari mahasisiwa biasa tamatnya dengan melakukan sesuatu,”jelasnya. Fenomena yang dialami oleh mahasiswa hari ini merupakan mahasiswa tidak mau kelaur dari Comfort Zone mereka, lebih lanjut Taufik menjelaskan, mahasiswa terlalu nyaman dalam situasi yang sangat memanjakkan ini, contohnya saja hari ini jarang mahasiswa yang memahami studi ilmu di luar jurusan mereka, tidak mau memberikan beban lebih terhadap dirinya. “Jarang mahasiswa yang punya wawasan di luar studi kuliahnya, padahal hari mencari buku ataupun jurnal itu mudah sekali,” tutur Taufik. Berbeda dengan Taufik, Andri Caniogo Pemuda Tarbiyah menilai, bahwa mahasiswa tidak bisa menerima ketetapan ini, menurut Andri kebijakakn untuk masa studi yang lima tahun itu merupakan penindasan atas hak mahasiswa. “Awalnya hak mahasiswa itu kan 14 semester, jika dijadikan masa studi lima tahun maka pemerintah mengambil mahasiswa, terus apalagi arti kata maha jika mahasiswa bisa diatur-atur haknya,” ungkapnya. Andri menambahkan, memang standarnya mahasiswa itu lima tahun, namun melihat mahasiswa hari ini apakah bisa mahasiswa menjawab perubahan yang meraka berikan sekarang, setidaknya jika penerapan kebijakan itu mahasiswa hanya diam, maka gagal sudah mahasiswa sebagai Agent of Change. “Mahasiswa harus menyusun pergerakan untuk ini, jika hak mereka tidak mau ditindas, apalagi oleh pemerintah,” ujarnya.

Di Mata Mahasiswa. Permendikbud No, 49 ditanggapi berbeda-beda oleh mahasiswa, mulia dari yang setuju hingga yang menyatakan tidak setuju atas kebijakan masa studi tersebut. Like mahasiswa yang aktif di Forum Mahasisiwa Nasional menegaskan menolak dangan kibijakan masa studi yang diperpendek. Menurutnya lama atau lambatnya mahasiswa menyelesaikan studinya tidak

ada hubunganya dengan pemahaman akademisinya. “Untuk apa cepat tamat jika tidak ada berbuat apa-apa,” ujar mahasiswa Psikologi ini. Like berpendapat, mahasiswa yang tamat empat tahun itu mahasiswa yang mengejar target tamat bukan mengejar sebuah perubahan. “Jika empat tahun, itu yang dikejar hanya nilai dan title,” papar Like. Jika dilihat dari sisi akademisinya Like menilai bahwa empat tahun itu baru sebatas pemahaman teori yang didapat oleh mahasiswa, dan harus ada praktek dari teori-teori tersebut . Like menambahkan, lambat atau cepatnya kuliah dipengaruhi oleh kampus, terkadang kampus harus melihat kenapa ada mahasiswa ada yang lambat dalam menyelesai-kan masa studinya. “Jika kampus menyediakan sarana dan prasana mahasiswa dengan baik, mungkin tidak ada yang lambat menyelesai-kan masa studi,” terang Like. Senada dengan Like, Ihsan mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia menolak kebijakan Permendikbud tersebut, Ia berpendapat bahwa 75 persen mahasiswa itu dilihat tindakannya. “Saya tidak setuju de-ngan peraturan tersebut, karena 75 persen mahasiswa itu bertindak,” ujarnya. “Tidak masalah jika tamat lima tahun asalkan sarana dan prasarananya mendukung,” ungkap Ihsan. Hal yang sama juga disampaikan Imam Yazid, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam komesariat Fakultas Dakwah IAIN Imam Bonjol Padang. Ia mengatakan, kebijakan ini memaksa mahasiswa untuk fokus dengan Satuan Kredit Semester (SKS) dan tidak fokus pada perubahan. “Sistem SKS-nya menjebak karena membuat mahasiswa hanya fokus pada kuliah,” ujarnya. Farhan aktivis Lembaga Advokasi Mahasiswa dan Pengkajian Kemasyarakatan (LAMPK) Fakultas Hukum Unand mengungkap, tidak setuju dengan Permendikbud tersebut karena pemerintah tidak mengetahui bahwa banyak mahasisiwa yang lama tamat tersebut karena hal-hal yang penting, bukan karena malas kuliah. “Pemerintah tidak tau, yang lama tamat bahkan karena DO itu mahasiswa yang harus berjuang, ada yang berjuang untuk kuliahnya yang memaksa mereka bekerja, ada yang berjuang untuk perubahan, bukan mahasiswa yang kuliah pulang,” terang Farhan. Untuk saat ini, Farhan mengatakan LAMPK belum mengambil tindakan terhadap kebijakan tersebut. “Kita akan kaji dahulu tentang Permendikbud,” ungkapnya Hal yang beda diungkapkan oleh Riko Mulyono, aktivis Ikatan Mahasiswa Muhamdiyah ini mengaku setuju dengan permendikbud tersebut, menurutnya jika bisa empat tahun kenapa harus lima tahun. “Kebijakan itu saharusnya membuat mahasiswa lebih giat dalam kuliah,” ungkapnya.

Mahasiswa yang sukses adalah mahasiswa yang mampu merubah pola pikirnya. Merubah pola pikirnya agar lebih dewasa dan mandiri. Mampu mengatur kehidupannya dengan baik, seperti mampu memanage keuangan, waktu, dan lainnya. Kalau tidak mampu sama saja bohong jadi mahasiswa. Jika sukses itu diidentikkan dengan nilai akademik atau perubahan yang dihasilkan, maka sukses mahasiswa itu harus imbang antara keduanya. Bukan hanya sukses dinilai akademik namun gagal dalam membantu membuat perubahan. Atau sukses dalam membuat perubahan namun nilai akademiknya anjlok. Itu tidak termasuk dalam mahasiswa yang sukses. Jadi mahasiswa yang sukses adalah mahasiswa yang sukses nilai akademiknya dan sukses membuat perubahan dalam hidupnya dan orang lain. Agusrianti, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan KPI

Sukses mahasiswa itu dilihat dari bagaimana dia berproses. Proses dari bagaimana dia tidak tahu kemudian belajar sehingga dia tahu. Berproses dari jelek menjadi baik. Hal ini selain dilakukan dengan usaha juga harus diiringi dengan doa dan keseriusan. Mahasiswa yang sukses adalah mahasiswa yang tidak hanya mementingkan nilai akademiknya saja. Tetapi mahasiswa yang mampu membuat perubahan, tidak hanya menerima apa yang diberikan dosen kepada kita. Tetapi kita mampu untuk memfilter apa saja yang disampaiakan oleh dosen Abadi Satya putra, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Psikologi Islam

Mahasiswa yang mampu merencanakan kehidupannya di masa depan adalah ciri mahasiswa sukses. Bukan hanya merencanakan dirinya lulus empat semester saja, namun juga merencanakan membuat perubahan untuk dirinya sendiri dan lingkungannya. Selain itu, suksesnya mahasiswa itu relatif. Tergantung bagaimana dia memaknai dan memahami sukses bagi dirinya. Jika dia merasa kuliah dengan nilai bagus adalah sukses, maka dia akan mengatakan mahasiswa yang sukses adalah mahasiswa yang nilanya bagus. Ada pula mahasiswa yang berpandangan sukses mahasiswa itu ditentukan oleh sejauh mana ia mampu membuat perubahan dalam dirinya dan lingkungannya, itulah sukses bagi dirinya. Jadi sukses itu tidak saja terikat dengan nilai ataupun mampu membuat perubahan. M. Aqil Putra, Fakultas Syari’ah, Jurusan EKI

Sukses mahasiswa itu ditentukan oleh kegigihannya. Gigih dalam memaknai setiap ada kesempatan. Karena kesempat-an itu selain diciptakan juga datangnya tidak terduga. Selain itu ia harus mampu melakukan perubahan. Perubahan yang ia lakukan akan membuat ia sukses, tergan-tung usaha yang telah dilakukan. Jika sukses mahasiswa ditentukan oleh sejauh mana ia mampu dalam kuliahnya atau dalam menciptakan perubahannya, maka lebih baik ia melakukan perubahan. Karena dari pada lulus cepat tanpa melakukan perubahan apa pun, lebih baik melakukan perubahan dulu. Perubahan itu untuk sukses. Dia akan sukses atau tidak sukses tergantung dirinya sendiri. Nesia Agustina, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan KPI

Seorang mahasiswa dapat dikatakan sukses apabila ia mampu mengaplikasikan ilmu sesuai dengan yang didapatkannya di bangku perkuliahan dalam kehidupannya. Ia mampu mempergunakan ilmunya terhadap orang lain, meskipun hanya kepada orang-orang terdekatnya. Mahasiswa juga membutuhkan nilai yang bagus ketika kuliah karena nilai yang bagus akan mampu membawa perubahan dalam dirinya dan orang lain. Misalnya, ia memiliki nilai akademik yang bagus, kemudian ia mengajarkan kepada orang lain apa yang ia dapatkan. Orang yang ia ajarkan akan memperoleh ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. [Taufiq Siddiq, Yogi Eka Saputra, Kanadi Warman (Mg), Veny Andryani (Mg), Ameliatul Khamrah (Mg), Ria Oktaviantina (Mg), Rahmi Yati (Mg)]


Mahasiswa Dibungkam, Pergerakan Mati Menguak Fenomena di Balik Mati Surinya Pergerakan Mahasiswa

M

ahasiswa sebagai agent of change, perannya memiliki pengaruh yang kuat terhadap segala hal, terutama dalam mengawasi jalannya sistem pemerintahan. Idealnya mahasiswa memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap segala hal, mampu berjiwa kritis. Namun, tidak banyak mahasiswa yang berjiwa mau tertindas dan peduli dengan kehidupan sosial.

Mahasiswa merupakan salah satu pilar bangsa yang diharapkan memiliki sikap kepedulian terhadap segala hal tanpa mementingkan keuntungan pribadi atau golongan. Banyak hal yang perlu dilakukan mahasiswa untuk membuktikan jati diri mereka. Salah satunya menciptakan sebuah pergerakan yang bersifat kritis. Seperti gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa angkatan 66 sebagai gerakan legendaris. Mereka mampu menumbangkan rezim orde lama di bawah kepemimpinan Soekarno. Saat itu mahasiswa menuntut tiga tuntutan rakyat yang tak terpenuhi, dengan merumuskan konsep siapa dan apa Indonesia. Setidaknya awal pergerakan itu menjadi acuan mahasiswa untuk selalu menjadi pilar kelima demokrasi. Pada tabloid Suara Kampus edisi 166, Juli 2011 lalu, mengangkat tema “Pergerakan Mahasiswa Membisu” dan pada edisi kali ini Suara Khusus kembali hadir menguak pergerakan mahasiswa membisu jilid II. Mahasiswa sebagai salah satu pilar demokarasi sudah seharusnya menciptakan perubahan. Berdasarkan struktur politik, mahasiswa berada pada jajaran penekan. Artinya, mahasiswa menjadi penekan sekaligus pengawas terhadap beberapa kebijakan yang dipilih pemerintahan dengan tetap bersifat independen. Begitu juga dengan institusi dimana mereka berada, setidaknya mahasiswa mengawasi kebijakan yang dilakukan pihak kampus. Sudahkah mahasiswa bisa mengawasi kebijakan tersebut? Melihat turunnya efisiensi pergerakan mahasiswa hari ini, banyak pandangan dari berbagai kalangan. Ada yang menilai stagnan dan ada juga yang menilai turun. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Senat Mahasisawa Fakultas (SMF) Adab dan Humaniora, Doreska Al Putra mengatakan tujuan pergerakan adalah mengayomi segala komponen untuk maju dan mencapai tujuan masing-masing dan berkreativitas melalui banyak kegiatan yang dilakukan seperti demo. “Dari sisi positif, demo pantas dilakukan untuk menuntut hak mahasiswa dan negatifnya banyak mahasiswa yang hanya ikut-ikutan untuk melakukan aksi demo tersebut,” terangnya. Di sisi lain, mahasiswa kurang memiliki modal atau wadah dalam berkreativitas, seperti yang dipaparkan Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), M. Shaleh. Menurutnya pergerakan mahasiswa kemungkinan terhambat karena dana dan kurangnya wadah untuk meningkatkan kreativitas. “Padahal mahasiswa itu dituntut untuk kritis, aktif, kreatif, dan inovatif untuk menyampaikan aspirasinya. Pengaruh Mahasiswa di dalam organisasi ini ibarat sapu lidi, kalau tidak bersatu tak ada gunanya,” jelas mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ini. Hal berbeda dikatakan M. Al Insan Nulkamil, salah seorang anggota Senat Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Nulkamil melihat pergerakan mahasiswa sudah mulai berkembang, karena hampir setiap mahasiswa bisa aktif di organisasi dan aktif dalam perkuliahan. “Kami di himpunan mahasiswa fakultas berupaya untuk menghidupkan organisasi yang mulai fakum,” ujar Ihsan.

Foto : Ratusan mahasiswa berunjuk rasa menuntut sembilan haknya yang tidak dipenuhi pihak kampus di depan Auditorium Prof. Mahmud Yunus, Rabu (13/9/13).

Abrar Dosen Fakultas Syariah IAI IB Gerakan Tanpa Kesadaran Mahasiswa harus menciptakan sebuah pergerakan. Pergerakan tersebut memberikan perubahan dan kontribusi yang lebih baik. Pergerakan muncul, salah satunya berawal dari bagaimana mahasiswa memahami keberadaannya sebagai mahasiswa. Menurut Abrar, aktivis mahasiswa tahun 1998, idealnya mahasiswa dengan memahami fungsinya sebagai agen of change. Mahasiswa harus kritis, rasional dan yang terpenting mahasiswa harus selalu menjadi presure (penekan) terhadap kebijakan-kebijakan kampus. “Mahasiswa sebagai pembawa perubahan. Belakangan ini kita melihat bahwa peran mahasiswa itu tidak begitu muncul,” ujarnya saat ditemui di ruangan dosen Fakultas Syariah, Jumat (22/08). Abrar mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan pergerakan mahasiswa membisu itu terjadi. Karena di kampus mahasiswa tidak hanya sekadar belajar tetapi juga harus memahami keadaan lingkungannya. Faktor lain mahasiswa saat ini tidak peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di sekeliling. Contohnya setiap kebijakan-kebijakan yang lahir dari pimpinan tidak pernah dipertanyakan. “Setidaknya mahasiswa menuntut kebutuhan-kebutuhan

Asasriwarni WR III IAIN IB yang seharusnya didapatkan, agar kampus ini berjalan sebagaimana layaknya pendidikan yang moderen,” ujar dosen Fakultas Syariah itu. Lanjut Abrar, saat ini pergerakan dari mahasiswa sudah mulai redup, karena kurangnya pemahaman mahasiswa itu sendiri terhadap eksistensinya. Mahasiswa tidak ubahnya sebagai orang yang datang ke tempat orang lain, lalu mengikuti aturan-aturan dan tidak peduli dia mau jadi apa, siapakah dia dan sebagai apa. “Saya kira dia harus memposisikan diri sebagai bagian dari civitas akademika. Tak ada mahasiswa, tidak akan jadi kampus ini,” ucapnya. Di perguruan tinggi yang paling utama itu adalah dosen dan mahasiswa. Sementara pegawai hanya melayani dosen dan mahasiswa. “Mahasiswa memiliki kekuatan atau otoritas terhadap kebijakan-kebijakan kampus. Mahasiswa juga memiliki hak untuk merespon kebijakan yang lahir dari pimpinan maupun dari lingkungan,” kata dosen Politik Hukum Islam ini. Lanjut Ketua Dema IAIN Imam Bonjol Padang tahun 1997 ini, fasilitas yang disediakan pihak kampus IAIN kurang memenuhi kebutuhan layaknya standar perguruan tinggi yang ada. “Infokus saja tidak

Aldomi Putra Ketua Dema IAIN IB2009 ada, namun mahasiswa tidak peduli padahal itu adalah hak,” ujarnya . Menurut Abrar hal-hal kecil itu penting untuk disuarakan, karena tidak semua pimpinan punya perhatian terhadap kepentingan mahasiswa. Lanjutnya, mahasiswa tingkat atas sangat berperan untuk menyuarakan hal tersebut. Mahasiswa tingkat ataslah yang paham dengan problema. “Seharusnya mahasiswa menanggapi hal tersebut. Dalam orientasinya mahasiswa tingkat ataslah yang menjelaskan sesuatu, sebab merekalah yang lebih dulu masuk dari adik-adiknya,” tegas Abrar. Abrar menilai keadaan mahasiswa saat ini perlu diorientasikan kembali para aktivis yang mengaku dirinya sebagai pelaku aktivis. “Apakah dia benar pelaku aktivis atau hanya sekedar berkoar-koar pakai toa segala macam, tapi dia sendiri tidak mengerti esensi dengan apa yang dia suarakan. Inilah pentingnya dilakukan reorientasi terhadap pelaku aktivis,” ucapnya kepada Suara Kampus. Dia mengungkapkan, tidak melihat ada figur yang muncul kepermukaan yang ikut setara dengan pimpinannya. Seharusnya seperti lembaga Dema setingkat dengan rektor dalam posisi kemitraan. “Rektor itu


mengelola kampus. Dema dia punya kekuatan satu komponen mahasiswa yang jalurnya bukan melalui jalur kontruksi, tetapi melalui jalur kemitraan,” terang Abrar. Kata Abrar, yang menjadi ukuran kenapa tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap mahasiswa adalah kurangnya kepentingan ilmiah yang diangkat oleh mahasiswa. “Itulah terkadang mahasiswa datang ke kampus duduk-duduk dan pulang ke kos,” katanya. “Bagaimana pun gerakan-gerakan atau stimulus intelektual mahasiswa itu jauh lebih penting,” pesan Abrar. Abrar juga menjelaskan seharusnya mahasiswa diorientasikan kembali melalui prestasi yang diraih. “Prestasi intelektual dan akademik yang baik. Tugas mereka tidak hanya belajar, selain itu mereka juga memiliki tanggungjawab terhadap sosial dan lingkungannya,” tegasnya. Dia menuturkan obrolan mahasiswa bukan lagi membahas mata kuliah. “Belajar itu soal individu,” ucapnya. Kata Abrar, lembaga itu memiliki peran penting dalam merangkul orang dalam berkarya. Tentunya setiap lembaga punya visi dan misi yang jelas. “Satu hal bahwa mahasiswa itu tidak tahu tentang eksistensinya. Dia menganggap bahwa dirinya telah imperior, menganggap dirinya di bawah kekuasaan rektor dan dosen. Mahasiswa wajib mengkritisi dosen jangan mahasiswa takut nilainya dapat D. Kalau orang yang tahu akan posisinya dia akan punya otoritas,” terangnya. Kepada Suara Kampus, Abrar juga menerangkan bagaimana pergerakan mahasiswa semasa ia menjadi mahasiswa. “Dilihat perbedaan dengan masa saya dulu, kembali lagi melihat momentum yang ada. Sebagai pengurus suatu lembaga kita pahami bahwa, kita adalah bagian komponen tersendiri di luar dari struktur kepemimpianan IAIN,” katanya. Abrar mengatakan mahasiswa memiliki wilayah sendiri atau identitas sebagai pemilik otoritas. “Saya lihat saat ini kekurangan mahasiswa itu sendiri tidak menguntungkan dirinya dalam mitra. Padahal kelebihan mahasiswa itu terletak pada jiwanya yang kritis,” tegasnya. Saya sangat merindukan mahasiswa itu kembali kepada identitasnya bahwa dia adalah akademisi, pergerakan dan bagian masyarakat yang membawa perubahan, tambahnya. Menanggapi fenomena pergerakan mahasiswa

saat ini pergerakan dari mahasiswa sudah mulai redup, karena kurangnya pemahaman mahasiswa itu sendiri terhadap eksistensinya tersebut, Aldomi Putra, salah seorang demisioner Ketua Dema IAIN Imam Bonjol Padang, memandang pergerakan mahasiswa hari ini mandek. Hal ini dibuktikan oleh aksi mahasiswa yang kurang terlihat. “Ketika semua orang sibuk, tetapi mahasiswa kita terlihat tenang-tenang saja,” tutur Aldomi ketika dihubungi wartawan Suara Kampus, Kamis (21/08). Aldomi mengungkapkan, mandeknya pergerakan mahasiswa terjadi karena empat hal. Pertama, kebanyakan mahasiswa saat ini cenderung berpikir pragmatis. Mereka lebih mengkaji untung dan rugi dibanding menjalani proses terlebih dahulu. “Kebanyakan mereka berpikir instan. Jika saya melakukan pergerakan apa untungnya bagi diri saya,” tutur Aldomi. Kedua, mahasiswa saat ini kurang peka terhadap lingkungan di sekitar mereka. IAIN memiliki lima fakultas, seharusnya tiap fakultas melakukan pergerakan sesuai dengan jurusan mereka. “Sekarang nyatanya tidak ada. Mana tanggapan mahasiswa IAIN ketika semua orang sibuk mengumpulkan sumbangan untuk Palestina dan membicarakan soal ISIS,” tegasnya. Ketiga, masih ada aktivis mahasiswa yang belum memahami ideologi lembaga mereka masing-masing. Mereka kurang memahami pergerakan seperti apa yang seharusnya mereka lakukan, ketika telah bergabung dalam sebuah lembaga seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). “Akibat ketidaktahuan itu hanya sebagian anggota organisasi saja yang bergerak,” jelas Aldomi. Keempat, selain itu semangat kebersamaan mahasiswa saat ini mulai pudar. Mereka lebih mementingkan organisasi

mereka masing-masing, tanpa mengutamakan semangat kebersamaan. “Mahasiswa saat ini telah terjangkit penyakit individualis. Berbeda ketika saya menjabat dulu. Rasa kebersamaan tersebut masih tertancap kuat dalam diri mahasiswa,” terangnya kepada Suara Kampus. Aldomi memaparkan pergerakan bukan berarti mahasiswa harus melakukan demonstrasi. Tetapi juga bias dilakukan dengan menulis diberbagai media, audiensi dan kreatifitas lainnya. “Amat disayangkan jika mahasiswa ketika bicara pergerakan yang terpikir adalah turun ke lapangan untuk demo saja,” ujarnya. Aldomi juga mengatakan mahasiswa berdemonstrasi bukanlah suatu hal yang salah. Hanya saja yang kurang diperhatikan, bagaimana cara mahasiswa dalam bedemostrasi. “Mahasiswa berdemo tetapi dengan cara yang anarkis. Berdemolah dengan cara yang positif, bukan dengan bakar-bakaran ban,” tegasnya. Dia berharap mahasiswa berpacu dalam meningkatkan kreativitas dengan cara positif. Meningkatkan semangat kebersamaan untuk kemajuan bersama. “Pergerakkan pun semakin tipis, kekompakkan mahasiswa haruslah dibangun,” ucap Aldomi Ferdi Ferdinan, Ketua Dema IAIN Imam Bonjol Padang mengatakan pergerakan mahasiswa hanya terjadi pada saat kuliah saja. Ketika mereka sudah tidak di kampus, semangatnya sudah mulai luntur. “Masih ada beberapa mahasiswa di kampus yang mengikuti kegiatan, panitianya hanya yang itu-itu saja, yang bekerja hanya dia saja. Nampaknya sudah menjadi tradisi dan hal ini juga akan memiliki efek nantinya,” kata Ferdi.

Ferdi menuturkan hal tersebut terkendala pada masalah waktu, jika dibandingkan pergerakan mahasiwa pada era reformasi tentu sangat jauh. “Tapi tahun ke tahun aktivis mahasiswa masih ada loyalitasnya. Pergerakan mahasiswa saat ini harus diberi kesadaran dulu baru bergerak,” ujarnya. Tidak seperti yang dulu, kata Ferdi, kondisi mahasiswa saat ini juga tidak bisa disalahkan. Karena sistem pendidikan yang banyak di kursi bukannya di lapangan. “Hanya digodok di kelas saja. Padahal efeknya akan lebih banyak dirasakan saat di lapangan, sehingga interaksi di masyarakat kurang,” jelasnya kepada Suara Kampus. Selain faktor tersebut dalam diri, lanjut mahasiswa Fakultas Ushuluddin itu, mahasiswa juga tidak keseluruhan mampu secara personal menghadapi masalah pengabdian di masyarakat, sibuk pada perkuliahan sehingga lupa untuk berinterkasi di masyarakat. Tapi untuk saat ini masih ada pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa hanya saja persentasenya berkurang dari tahun ketahun. Aksi Akhir 2013 Pada akhir tahun 2013 lalu, ratusan mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang berunjuk rasa, menuntut pimpinan kampus agar dapat memenuhi beberapa kebutuhan yang seharusnya didapat oleh mahasiswa layaknya standar perguruan tinggi lainnya. Pada saat itu ratusan mahasiswa tersebut menuntut sembilan hak yang perlu dipenuhi pimpinan. Beberapa tuntutan mahasiswa tersebut diantaranya 144 mahasiswa baru tidak mengikuti kegiatan Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK) tahun 2013. Anggaran untuk lembaga kemahasiswaan yang tidak dicairkan menyebabkan kegiatan aktivitas di lembaga tersebut terhambat. Dan pelayanan karyawan kampus yang tidak manusiawi dan banyak yang kasar kepada mahasiswa. Tidak sekadar melakukan orasi, pengujuk rasa juga membakar kursi di lapangan parkir. Demo yang terjadi tanggal 17 November 2013 itu, memaksa Rektor IAIN Imam Bonjol Padang turun dan berdiri di depan ratusan mahasiswa untuk menjawab semua tuntutan tersebut. “Tuntutan itu akan segera kita realisasikan dan akan kita bawa kedalam rapat pimpinan sehingga mendapatkan solusinya,” ujar Makmur. Rektor juga berjanji akan menindaklanjuti semua tuntutan tersebut pada awal tahun 2014. Setidaknya tuntutan itu sudah membuahkan hasil salah satunya mahasiswa tidak lagi dipungut biaya peminjaman fasilitas kampus. [Bustin, Elvi SDR, Destiwi Zumira (Mg), Elyza Ningsih (Mg), Ria Oktaviantina (Mg), Silvianti (Mg)]


Rosni Nasution

Ketangkasan Jiwa Seorang Petugas Kebersihan

K

erja keras dan kegigihan ibarat dua roda yang akan membawa kehidupan seseorang melaju ke tingkat yang lebih sejahtera. Kemauan yang kuat ibarat minyak yang akan menyalakan semangat sehingga tak berhenti bergerak. Setidaknya inilah yang dilakukan Rosni Nasution, wanita usia 61 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai petugas kebersihan di IAIN Imam Bonjol Padang. Percakapan antara Suara Kampus dan Rosni Nasution berawal pada siang yang cerah. Panas terik siang itu agaknya tidak mengurangi semangat wanita ini untuk terus bekerja.Wanita yang saat itu mengenakan kerudung merah kami dapati sedang asik mencabut rumput di samping masjid Baitul Hikmah. Melihat tangannya yang cekatan mencabut rumput, membuat kami tergerak untuk menghampirinya. Percakapan panjangpun terjadi antara kami dan Rosni Nasution yang belakangan akrab kami sapa Buk Ros. Hampir 20 tahun Ros bekerja sebagai petugas kebersihan. Mulai dari petugas harian sampai menjadi petugas tetap. Karena kinerjanya yang baik, Ros diangkat sebagai petugas kebersihan tetap dan mulai digaji perbulan serta mendapatkan SK dari Rektor. “Saya masih ingat tahun 1995 saya hanya bekerja sebagai pembersih WC,” tutur Ros kepada Suara Kampus, Kamis (21/08). Ros mengaku, sebelum bagian kebersihan dipindahkan pada sebuah Perseroan Terbatas (PT), gaji perbulan yang dia dapatkan jauh dari mencukupi. Sementara suaminya hanya seorang penjaga malam di PT. Lembah Karet. “Jika dihitung, ongkos anak saya pergi kuliah saja belum terpenuhi oleh gaji saya saat itu,” ujarnya. Kebutuhan tetap harus dipenuhi. Akhirnya untuk mencukupi kebutuhan, Ros berusaha mencari kerja tambahan. Dia berinisiatif untuk membantu-bantu di kantin dan membuat makanan kecil-kecilan. “Waktu itu saya bikin keripik balado, kerupuk bayam dan kacang tujin untuk dititipkan di kantin-kantin,” tuturnya. “Tetapi, setelah bagian kebersihan dipindahkan ke PT, saya tidak berjualan lagi,” tambahnya. Semangat Si Bungsu dan Mimpi Naik Haji Ketertarikan kami akan semangat Ros, membuat kami mengikuti permintaan Ros untuk berkunjung ke rumahnya. Rumah Ros sangat sederhana, berdinding kayu dan beratap seng. Dengan ramah Ros menyambut kedatangan kami. Dia pun mulai bercerita. Sebagai seorang ibu, Ros menginginkan kesejahteraan untuk anak-anaknya. Ibu yang hanya tamatan Sekolah Dasar (SD) ini tak ingin anak bungsunya juga seperti dirinya. “Walaupun Ibu tidak kuliah, Ibu ingin Adek kuliah,” ungkap Ros saat ditemui Suara Kampus di rumahnya, Kamis (21/08). Adek adalah panggilan kesayangan untuk anak bungsu Ros. Anak dengan segudang prestasi inilah yang membuatnya bangga dan termotivasi untuk selalu bekerja. Dia tidak ingin anaknya merasa kekurangan meskipun hidup mereka serba kekurangan. “Ibu ingin anak Ibu mendapatkan yang lebih baik dari yang Ibu dapatkan,”ujarnya. Ros juga tak hentinya memberikan dukungan bagi anaknya. Terutama ketika Adek ingin mengikuti suatu perlombaan. “Ibu tidak memaksa Adek untuk juara. Karena Ibu yakin dia akan juara jika dia mau berusaha,” ungkapnya. Cita-cita inilah yang membuat Ros terus bekerja. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia juga bekerja untuk memenuhi biaya kuliah anaknya. “Pekerjaan merupakan tanggung jawab saya untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” ujarnya. Selain itu, berpikiran positif membuat Ros betah bekerja sebagai petugas kebersihan. Walaupun terkadang dia terlambat mendapatkan upah, tetapi hal itu tidak membuatnya malas bekerja. Dia memaklumi jika dirinya terlambat mendapat upah bukanlah hal yang disengaja oleh atasanya. “Semua atasan sibuk.

Walaupun terlambat, Ibu yakin gaji yang tertunda itu akan Ibu terima juga nanti,” jelasnya. Ros mengaku pimpinan IAIN Imam Bonjol Padang sangat baik padanya. Hal ini juga yang membuatnya tak mau izin untuk libur kerja. “Pimpinan itu baik pada Ibu. Jadi kalau sakit ringan, Ibu tak mau izin bekerja,” tuturnya. Meskipun bekerja sebagai petugas kebersihan, Ros tetap menyimpan keinginan untuk bisa naik haji. “Keinginan untuk naik haji itu ada. Tapi setelah mulai menabung ada kebutuhan yang lebih mendesak. Akhirnya uang itu digunakan juga,” ujarnya. Dia menjelaskan, dengan dipindahkan bagian kebersihan pada PT, setelah habis kontrak dia berharap tenaganya masih digunakan, demi kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah anaknya. Karena kontraknya dengan IAIN yang pasti hanya tinggal enam bulan. “Ibu berharap IAIN masih mau menggunakan jasa Ibu,” tuturnya. Namun, jika dirinya tidak bekerja lagi di IAIN, dia sudah memiliki rencana sendiri untuk melakukan usaha lain. “Kalau tidak bekerja di sini lagi, Ibu akan cari usaha lain, apapun itu yang penting halal,” ujarnya mengakhiri wawancara siang itu. Tangguh Menopang Suami “Mama” begitulah panggilan Ros di rumah. Anak bungsunya, Sri Wahyuni Lubis yang biasa dipanggil Adek itu mengaku bangga memiliki orang tua seperti Ros. “Mama wanita yang tangguh. Saya bangga,” ujar Adek yang saat ini berstatus mahasiswi semester III di Universitas Andalas. Adek mengatakan, dirinya sangat dekat dengan Ros. Apalagi dia anak perempuan satu-satunya. Seolah-olah Ros seperti teman dekat baginya. “Saya sama mama sangat dekat. Apa-apa selalu cerita ke mama,” tuturnya ketika dihubungi Suara Kampus via telepon. Dia juga mengungkapkan rasa syukurnya karena mamanya mengerti kebutuhan anaknya. Selain itu mamanya juga bisa membantu menambah pemasukan keluarga. “Saya bersyukur saja. Kan banyak tuh orangtua yang meninggalkan anaknya. Bahkan ada yang membunuh anak kandungnya sendiri karena masalah ekonomi,” terangnya. Meski sang ibu hanya bekerja sebagai cleaning servis, Adek tidak merasa minder. Adek menilai pekerjaan yang dilakukan oleh ibunya semata-mata untuknya dan kakakkakaknya. “Saya tahu mama akan melakukan segalanya untuk anak-anaknya,” ujarnya. Adek berpesan agar mamanya tidak terlalu memaksakan bekerja. “semoga mama tidak lelah bekerja,”pesannya. Selain anaknya, Ros juga menjadi kebanggaan suami tercinta. Ros yang memiliki jam kerja pukul 06.00 sampai 16.00 WIB tidak membuat suaminya, Amirhan Lubis, pria parubaya yang bekerja di PT. Lembah Karet ini merasa keberatan. Amir menilai, Ros sangat membantu keuangan keluarga serta meringankan bebannya sebagai tulang punggung keluarga. “Dengan Ibu bekerja tentu dapat menambah penghasilan juga. Untuk biaya sehari-hari, dan untuk biaya kuliah anak,” ungkap Amirhan. “Saya merasa terbantu, meskipun kadang marah ketika pulang bekerja melihat rumah belum dirapikan. Saya maklumi saja karena dia letih. Ditambah lagi anak saya hanya satu perempuan dan sekarang sedang sibuk kuliah sehingga tidak bisa banyak membantu,” ujar pria asal Medan ini. Dibutuhkan di Ujung Karier Selain dari kalangan keluarga sendiri, ternyata Ros juga mendapat perhatian dari pegawai lainnya. Mantan Ketua K3 IAIN IB Padang, Pon Open Gremini mengungkapkan kekagumannya kepada Ros. “Buk Ros itu adalah seorang yang ulet, pekerja keras, dan

CURICULUM VITAE Nama : Rosni Nasution Tempat /tangal lahir : Tapanuli, 1 Mei 1953 Pekerjaan : Petugas K3 IAIN Imam Bonjol Padang Alamat : JL. Rumah tigo Ruang No 17. RT 002/006 Anduring, kuranji Suami : Amirhan Lubis Anak : Ali Amran Lubis Ali Imran Lubis Umar Tua Lubis Hendri Mulyadi Lubis Rizki Khoir Lubis Sri Wahyuni Lubis Riwayat pendidikan : SD N 01Tangga Bosi Kab. Panyambungan Pesantren Tangga bosi bertanggung jawab dengan pekerjaannya,”paparnya. Pon mengatakan, selain sebagai petugas K3, Ros juga punya pekerjaan sampingan. Meskipun begitu, ia tidak meninggalkan kewajibanya sebagai petugas kebersihan. “Saya salut melihat Buk Ros. Selain bekerja sebagai petugas kebersihan dia juga bekerja di kafe Fakultas Tarbiyah dan Keguruan serta menjual kerupuk di rumahnya,” tambahnya. Hal senada diungkapkan Pustakawan Karya Ilmiah Perpustakaan Institut IAIN Imam Bonjol Padang, Armen mengatakan Ros sangat tekun dengan pekerjaannya dan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai petugas kebersihan. Demi mengabdi kepada keluarganya, dia rela bekerja bertahun-tahun di IAIN. “Menurut saya, Buk Ros petugas yang

tekun dan ulet,” ujarnya. Dia berharap agar hidup Ros lebih terjamin dan diangkat sebagai pegawai honor. “Seharusnya Buk Ros mendapatkan pekerjaan yang lebih ringan mengingat usianya yang sudah tua,” tambah Armen. “Saya berharap semoga pihak atasan IAIN melihat dengan teliti anggota K3 di IAIN ini,” lanjutnya. Begitu juga yang diungkapkan teman kerja Buj Ros, Buk Pit mengaku kasihan melihat Buk Ros. Meskipun sudah lanjut usia, Buk Ros tetap semangat bekerja, “Kalau melihat umur, Kak Ros yang sudah lanjut usia tidak seharusnya bekerja sebagai K3 lagi,” terangnya kepada Suara Kampus. [Hervina Harbi, Veni Andriyani, Sherly Fitri Yanti, Amaliyatul Hamrah, Ria Oktaviantina , Silvianti]


Miftahul Huda

Mandiri di Perantauan Pulau Sumatera H

ari itu, suasana kampus terasa panas. Di sela teriknya matahari siang itu, Suara Kampus menemui salah seorang mahasiswa yang saat itu sedang duduk di matras putih, dengan semangatnya yang menggebu-gebu dalam perantauannya. Miftahul Huda namanya lahir di Jepara, 10 Agustus 1992 ini merupakan putera dari pasangan Nasikun dan Mas’adah. “Hidup itu petualangan, berpetualanglah selagi masih di dunia”, itulah cambuk yang menjadi motivasi dalam diri Huda, panggilan akrab anak keenam dari tujuh bersaudara ini. Meskipun, dikatakan masih dalam masa tanggungan orang tua, dia tidak menjadikan hal itu sebagai alasan baginya untuk tidak beraktivitas. Sebaliknya, dia hendak meringankan beban ayah yang juga merupakan orangtua semata wayangnya. Ibunya telah tiada saat dia masih duduk di bangku kelas VI Madrasah Ibtidaiyyah (MI). Berbagai bidang pekerjaan telah dia jajaki mulai dari menjual stiker, menjual nasi goreng, mencuci piring di hotel hingga menjadi Cleaning Service pun dilakoninya dengan tulus untuk membiayai hidup dan pendidikannya. Baginya, untuk bisa hidup mandiri adalah suatu keharusan. Orang tuanya yang bekerja sebagai petani mengajarkannya untuk bisa hidup mandiri sedari kecil. Huda mengaku saat di bangku sekolah, jika tidak diberikan uang jajan bukanlah suatu masalah. “Kadang ikut nelayan mancing sehabis pulang sekolah, saya tinggalnya di dekat pantai,” ujarnya saat ditemui Suara Kampus, Rabu (20/08). Tak hanya sekadar memancing, dia juga pernah menjadi penjaga sekolah. “Dulu waktu di Aliyah juga pernah menjaga sekolah,” tutur Huda. Sebab keringanan hatinyalah yang membuat dia merasa mantap untuk menjelajahi berbagai wilayah baik dalam menuntut ilmu maupun bekerja. Pria yang lahir 22 tahun silam ini, memiliki kesenangan menjelajahi wilayah yang kaya akan budaya maupun wisata salah satunya bumi Minangkabau. Rasa ingin tahunya yang tinggi akan kehidupan di negeri perantauanlah yang membawa Huda menginjakkan kaki di ranah minang. “Dulu pengen tau gimana budaya di minang dan tradisinya seperti apa. Lagi pula saya juga hobi menjelajahi tempat-tempat yang baru,” terangnya. Meski begitu, tak sedikit hambatan dia hadapi saat mengecap dunia perkuliah, kerja maupun organisasi. Dia menghidupi dirinya dan membiayai kuliah dari kucuran keringatnya sendiri. Kerja keras dan berusahalah yang membekas dibenak Huda. Kepandaian Huda dalam menyeimbangkan antara kuliah, organisasi dan kerja membantunya dalam menjalankan setiap aktivitasnya. Mulai dari pagi hingga sore hari dihabiskan untuk kuliah. Sore hingga malam harinya adalah peluang untuk Huda merauk rezeki. “Sewaktu dosen ngasih tugas, hari itu langsung dikejarkan untuk membuatnya,” jelas mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora ini . Setiap waktunya dipenuhi dengan beragam aktivitas, tak ada prinsip dalam dirinya untuk menyia-nyiakan waktu berlalu begitu saja. Waktu itu tidak ada yang terbuang dengan percuma. Setiap ada waktu luang ia usahakan untuk mengejarkan apa yang masih

dianggap belum selesai. “Waktu itu terkadang terasa kurang, saat masih banyak hal yang harus diselesaikan,” katanya. Pada salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) IAIN Imam Bonjol Padang, Huda aktif di Korps Suka Rela Palam Merah Indonesia (KRS-PMI) Kurang Lebih selama tiga tahun. Di KRS-PMI sendiri, Huda menduduki jabatan sebagai koordinator relawan penuh. Tak hanya itu, dia juga mengajar di Palang Merah Remaja (PMR) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Padang. Yang membuatnya bertahan dan mampu melaksanakan setiap aktivitasnya adalah semanagat hidup serta sabar. Bagi Huda UKM KSR adalah keluarga kedua yang selalu memberikan warna kehidupan baginya. Ketika semangat lagi down teman-teman selalu membantunya move on. “Misalnya curhat dengan senior dapat mengurangi tekanan yang ada dan seakan berbicara dengan keluarga sendiri,” ungkapnya.

Soal bekerja bagi seorang Huda bak teman yang selalu menghiasi hari-harinya. “Kalau kerja itu ya dinikmati saja, sehingga beban itu tidak ada terasa,” pungkasnya. Di sela-sela istirahatnya, Huda menceritakan kepada Suara Kampus perjalanan hidupnya di perantauan ranah minang ini. Awal kuliah dia bekerja berjualan stiker di depan Universitas UPI-YPTK. Saat itu, salah seorang teman di kelasnya menge-tahui jika ia sedang mencari pekerjaan. “Biasanya habis Ashar atau intensif langsung buka sampai jam sepuluh malam,” jelas Huda. Setelah dua bulan bekerja, dia pun berhenti berjualan stiker karena pulangnya selalu malam dan tugas juga menunggu. Kemudian dia beralih pekerjaan menjadi penjual nasi goreng di kawasan Alang Laweh, Padang. Tak berapa lama pun ia berhenti bekerja. Sampai akhirnya dia mendapatkan tawaran dari senior untuk menjadi cleaning service. “Kerja di sana sejak April 2013 sampai sekarang,” ucapnya.

“Waktu terkadang terasa kurang, saat masih banyak hal yang harus diselesaikan”

“Dengan berkerja kita tidak sekadar mencari rezeki saja. Kita juga merasakan bagaimana menjadi orang yang posisinya berada di bawah. Hal inilah yang akan membuat kita tahu diri,” tambahnya. Targetnya ke depan adalah untuk secepatya mendapatkan gelar sarjana dan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. “Saya berharap bisa kuliah di luar Indonesia, dengan begitu rasa ingin tahu saya dapat terpenuhi,” harap Huda mengakhiri ceritanya. Pekerja Keras yang Santun Dalam kesehariannya, Huda dikenal ramah dan gigih terhadap apa yang hendak ia capai oleh atasan dan sahabat. Salah satunya cara Huda dalam meyakinkan dirinya layak untuk diterima bekerja sebagai Cleaning Cervice. “Berdasarkan standar yang ditentukan oleh perusahaan, Huda tidaklah memenuhi kriteria untuk bekerja menjadi cleaning service di IAIN Imam Bonjol Padang,” ujar Afriyadi, manager yang mengawasi kerja. Alfriyadi menjelaskan Huda masih terikat perkuliahan. “Sehingga jam kerja pagi hingga sore yang seharusnya dipenuhi menjadi tidak terpenuhi,” terangnya. Namun hal itu dapat terpatahkan melihat kegigihan dan semangatnya yang tinggi, Huda pun diterima bekerja. “Jam kerjanya diganti dengan bekerja malam hari. Semangat kerjanya bagus,” pungkas manager ini. Huda ditempatkan di bagian dalam ruangan dan semua perjaannya dikerjakan dengan baik dan rapi,” tambahnya. Menjadi petugas kebersihan merupakan prinsip yang bagus. “Mungkin karena faktor orang Jawa yang lunak dan saya sangat respek dengan kemandirian Huda,” itulah ungkapan yang terlontar dari Ketua Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Fakultas Adab dan Humaniora, saat ditanya tentang Huda kepada Suara Kampus. Muhammad Ilham menjelaskan Huda mampu mempraktekkan budaya orang minang yang pergi jauh merantau. “Dari segi keilmuan dia biasa saja, tetapi dia anak yang sangat aktif terlihat dari aspek kemandiriannya. Selain itu Huda sangat santun,” ujarnya. Dia sering main tenis dengan kita dan sering juga duduk-duduk di jurusan. Huda juga di akomodir fakultas untuk mendapatkan beasiswa dan diutamakan. Selain itu dia juga menjadi pegawai kontrakan dan honorer,” tambah Muhammad Ilham. Hal senada juga diungkapkan oleh Anggi Fitria, anggota relawan penuh KSR-PMI. Anggi mengatakan Huda adalah orang yang humoris, pekerja keras dan ia selalu ditunjuk sebagai koordinator disetiap acara yang diadakan oleh KSR-PMI. “Terakhir ia menjadi ketua atau Dansatgas (Komandan dan Satuan Tugas),” terang Anggi. Anggi kagum akan sosok periang Huda. Huda yang kesehariannya selalu tampak tidak memiliki masalah ini juga sulit marah pada orang lain. “Apapun masalah yang ia hadapi, ia akan tetap tertawa,” jelasnya kepada Suara Kampus. Dia berharap Huda dapat menjadi sosok kakak yang lebih tegas lagi,” tambah Anggi.

[Amaliyatul Hamrah (Mg), Veni Andriyani (Mg), Syofli Apri Yanil (Mg) ]

CURICULUM Nama Tempat /Tanggal Lahir Fak/Jur Nama orang tua

: Miftahul Huda : Jepara, 10 Agustus 1992 : Adab/Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) : Ayah : Nasikun Ibu : Mas’adah : Jepara, Jawa tengah : Madrasah Ibtidaiyah Mathalibul Huda, Jepara (1999-2005) Madrasah Tsanwiyah Mathalibul Huda, Jepara (2005-2008) Madrasah Aliyah Mathalibul Huda, Jepara (2008-2011)

VITAE

Alamat Riwayat Pednidikan

Sejarah Kebudayaan Islam, Fakultas Adab Humaniora IAIN Imam Bonjol Padang Pengalaman Organisasi : - Koordinator Relawan Penuh KSR-PMI IAIN - Koordinator Humas HMJ SKI - Anggota Diklatsar KSR-PMI IAIN IB Padang tahun 2011 - Anggota Diklatsar lanjutan tahun 2012 - Peserta pelatihan PP PMI Provinsi Sumbar - Peserta gladian relawan se-Indonesia di Aceh tahun 2013


Masjid Kampus IAIN Imam Bonjol Padang

Runtuh Bangun Rumah Tuhan

M

asjid Al-Jami’ah yang berganti nama menjadi Masjid Baitul Hikmah merupakan satu-satunya masjid yang ada di IAIN Imam Bonjol Padang. Masjid ini pernah mengalami kerusakan parah, kemudian kembali diperbaiki. Namun hingga kini, kondisi masjid dan fasilitas pendukungnya masih jadi keluhan bagi warga IAIN Imam Bonjol Padang. Gempa besar yang mengguncang Padang pada September 2009 turut menghancurkan masjid AlJamiah. Setidaknya, sebagian dinding masjid retak dan jebol di beberapa sisi. Tak hanya itu, kondisi masjid makin mengkhawatirkan dengan bocornya atap masjid. Namun dalam kondisi itu, masjid tetap digunakan untuk salat berjamaah dan kegiatan pengajian mahasiswa. Tiga tahun pasca gempa, tepatnya pada Juni 2012, Masjid alJami’ah mulai diperbaiki. Proyek itu dikerjakan CV. Serasi Bersama sebagai pemenang tender sebesar Rp 1.966.150.000,- dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sumbar. Proyek itu meliputi perbaikan pada dinding yang jebol, tiang, plafon, instalasi listrik, sound system, kubah dan pemasangan penangkal petir. Setelah perbaikan rampung, masjid berganti nama menjadi masjid Baitul Hikmah dan diresmikan Wakil Menteri Agama (Wamenag) pada Desember 2012. Pasca peresmian, tampilan masjid kembali seperti bangunan baru. Cat pada dinding dan kubah telah berubah. Ditambah perbaikan pada fasilitas tempat wudhu yang bisa dinikmati walau tak maksimal. Ihwal tempat wudhu, dilakukan penambahan kran air pada sisi luar serta penambahan tempat buang air kecil pria. Runtuh Mendadak Belum sampai dua tahun setelah diresmikan Wamenag, Masjid Baitul Hikmah kembali cacat. Pada Selasa (15/07) sore atap bagian luar masjid yang menghadap ke barat mendadak jatuh dari posisinya, dan menimpa bagian di bawahnya. Tak banyak yang tahu kronologi peristiwa tersebut, sebab kejadian itu berlangsung pada masa libur kuliah dan bertepatan dengan bulan Ramadhan. Dari pantauan Suara Kampus, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 16.30 WIB. Tanpa ada pertanda,

mengusulkan perbaikan untuk atap masjid yang runtuh ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Juni 2014. Sebelumnya pihak kampus juga telah pengusulkan perbaikan tempat berwudhu dan toilet masjid. “BPK dan konsultan berencana yang akan memeriksa dan yang menentukan anggaran dananya,” jelas Nahrul. “Jika hasil pantauan yang dilakukan oleh BPK mengenai kerusakan masjid memakan dana lebih dari 200 juta,” lanjut Nahrul, “maka akan kami adakan tender. Kalau kurang dari 200 juta, pengerjaannya diambil alih oleh pihak IAIN Imam Bonjol Padang.” Dia menambahkan, dana yang akan digunakan untuk memperbaiki atap masjid yang roboh diambil dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) IAIN Imam Bonjol Padang tahun 2014.

Tampilan depan Masjid Baitul Hikmah. Foto: Ahmad Bil Wahid mendadak suara gemuruh terdengar berserah kepada Allah,” ujar Elvis. pihak kampus meneliti sistem kerja dari arah masjid. Sontak beberapa Sementara itu, kepala keamanan para kontraktor dalam perenovasian orang yang mendengar, termasuk renovasi masjid kampus IAIN masjid. Baik dari bentuk bahannya, penjaga masjid mendatangi sumber Imam Bonjol Padang tahun 2012, cara pengadukan semen serta suara. Ketika itu, bagian yang Nursal Efendi mengatakan pemasangan kawat. “Jika hal ambruk sudah menimpa atap di ambruknya bagian atap masjid tersebut sudah dilaksanakan pasca bawahnya. dikarenakan renovasi yang tidak perenovasian, maka akan terlihat “Saat kejadian saya kualitas kerja kontraktor ada dilokasi, dan tersebut. Tapi mau langsung melaporkan ke bagaimana, hal yang tidak pengurus dan Kepala diingan sudah terjadi, Bagian Rumah Tangga,” menurut saya pihak atau kata Elvis, penjaga bagian rumah tangga harus Masjid Baitul Hikmah cepat menghubungi pihak Elvis menganggap kontrakator dan saat ini perhatian pada membicarakan dengan kondisi masjid masih baik tentang perenovasian kurang. “Saya sangat masjid ini,” lanjutnya. berharap agar masjid ini Pada kesempatan lain, segera ditindaklanjuti, Kepala Bagian (Kabag) perbaiki atap masjid Rumah Tangga IAIN yang bocor ketika hujan, Imam Bonjol Padang, dan menyediakan jaring Satpam IAIN IB Padang melihat bagian Masjid Nahrul, membenarkan untuk menghalangi Baitul Hikmah yang roboh, Selasa (15/07). Foto: Taufiq perbaikan masjid tidak burung-burung yang secara keseluruhan. “Yang masuk ke dalam masjid,” menyeluruh. “Baik buruknya suatu merenovasi Dinas Pekerjaan Umum tambahnya. pembangunan akan terlihat enam (PU) jadi hanya sebagian yang Dia dan rekannya sesama tahun atau lima tahun setelah parah saja diperbaiki,” kata Nahrul. penjaga masjid mengaku tak bisa pembangunan tersebut selesai. Jika Nahrul menambahkan, akibat berbuat banyak mengahadapi pembangunan tersebut roboh tidak direnovasi seluruhnya kondisi ini. “Kami cuma bisa sebelum waktu yang ditargetkan, bangunan yang lama menjadi rapuh menjaga kebersihan, meskipun maka akan terbukti bahwa dan akhirnya runtuh. “Atap masjid kebanyakan orang menganggap pembangun tersebut di bawah yang jatuh termasuk bangunan kami tak pernah membersihkan standar kualitas kerjanya,” jelas lama, jadi sudah wajar kalau mesjid ini. Kalau ditanya takut atau Nursal. roboh,” ujarnya. tidaknya ketika masjid ini roboh Saat ini, pihak kampus sudah Nursal menjelaskan, seharusnya secara tiba-tiba, saya hanya

Kondisi masjid setelah sebagian dindingnya roboh. Foto: Abewe

Salah seorang petugas membersihkan toilet masjid Baitul Hikmah, Rabu (27/08). Foto:Mukhtar Safi’i

Penantian Warga Kampus Menanggapi kondisi masjid saat ini, warga IAIN Imam Bonjol pun angkat bicara. Sebagai pengguna masjid, mereka menunggu dan berharap penanganan lebih maksimal untuk menjaga rumah tuhan itu. “Seharusnya ada perhatian lebih untuk masjid ini, karena kenyamanan untuk tempat beribadah harus diutamakan. Apalagi satu bulan telah berlalu, namun perbaikan pun belum terlihat di pelupuk mata, kalau masalah kebersihan, masjid lebih lumayan sekarang dari pada yang dulu,” ujar Ifni, Mahasiswi Pengembangan Masyarakat Islam, semester V. Hal serupa dilontarkan mahasiswa lainnya, Bayu Fitra. “Kita selaku anak IAIN lebih baik mengutamakan pembangunan tempat ibadah. Saat kejadian gempa tahun 2009, sebagusnya bangunan masjid itu dirobohkan dan dibangun masjid yang baru. Dari pada diperbaiki yang rusaknya saja, membuat bangunannya tidak kokoh,” ujar Bayu. Berbeda dengan mahasiswa, Ketua Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) Mhd. Ilham berpendapat warga IAIN perlu bersabar. “Masjid adalah icon utama dari kampus bernuansa islami yang membuatnya berbeda dari kampus lainnya . Namun untuk perbaikan, semua itu butuh anggaran yang terstruktur. Tidak bisa setelah ada laporan kerusakan, langsung ada perbaikan,” ujarnya saat Kanadi di temuiWarman Suara Kampus. (Mg), Mukhtar Syafi’i (Mg), Destiwi Zurima (Mg) dan Elyza ningsih (Mg)


PJTL Suara Kampus 2014

Ekspedisi Jurnalistik untuk Nusantara

Ahmad Arif sedang memberi materi tentang ekspedisi pada peserta PJTLN Suara Kampus. Foto: Taufiq Siddiq

I Made Ray Karuba Wijaya bertindak sebagai pemateri seminar. Foto: Taufiq Siddiq

E

kspedisi Jurnalistik bagian dari liputan mendalam yang digunakan memperkenalkan Nusantara dalam presfektif lain, istilah tersebut dalam bidang jurnalistik sangatlah baru. Ekspedisi yang cukup terkenal adalah Ekspedisi Cincin Api oleh Kompas. Perkembangan Ekspedisi Jurnalistik membuat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suara Kampus mengusungnya menjadi tema Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN). Suara Kampus mengundang pemateri dari Kompas yaitu Ketua Tim Ekspedisi Cincin Api, Ahmad Arif dan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang Hendra Makmur. PJTL ini sudah menjadi kegiatan tradisi bagi LPM. Kali ini Suara Kampus mengundang LPM se Indonesia. Arif menjelaskan, liputan ekspedisi sama dengan liputan mendalam tapi ekspedisi lebih memberikan kesan pertualangan dan tulisannya bisa menjadi nilai edukasi. “Ekspedisi Jurnalistik sebenarnya hanya penamaan saja,” ungkap Arif. Pria asal Yogyakarta itu mengatakan, sebelum melakukan ekspedisi, wartawan harus mempunyai riset

data dan fakta yang sudah ada tentang objek yang akan dijadikan bahan ekspedisi. Dia mencontohkan riset dapat diambil dengan mengunjungi perpustakaan daerah atau membaca artikel-artikel yang berkaitan dengan objek ekspedisi. Arif juga menggambarkan saat ia melakukan ekspedisi tentang tsunami, saat itu data hidup dari penduduk pribumi didapatkan hari terakhir melakukan ekspedisi. “Kita tidak tau kapan kita akan mendapatkan sebuah data atau fakta yang baru, makanya perlu riset,” ungkap alumni Universitas Gajah Mada ini. Tulisan ekspedisi tidak jauh berbeda dengan tulisan dari liputan investigasi, jika investigasi membongkar sebuah masalah dari konsep jurnalistik siapa (Who) dan apa (What), untuk ekspedisi menerapkan konsep bagaimana (How) dan kenapa (Why). “Ekspedisi bisa dilakukan tentang wisata, sejarah dan budaya,” terang Arif. Arif menilai, tulisan yang sifat naratif dan sederhana menjadi salah satu kunci ekspedisi bisa berhasil, karena percuma melakukan petualangan kemana-mana jika hasil tulisannya nanti tidak menarik. “Tulisan

Suasana diskusi peserta PJTLN Suara Kampus. foto: Taufiq ekspedisi itu tidak usah berbelitbelit, gunakan bahasa sederhana,” ujarnya. Selain tulisan, Arif mengatakan layout akhir dari pelaporan ekspedisi harus bisa semenarik mungkin, tampilkan dalam kemasan yang modern. “Gaya jurnalistik tekstual itu tidak zamanya lagi. Jangan tulisan tok, tapi juga bisa gunakan video dan foto,” paparnya. Dikesempatan lain, Hendra Makmur pemateri sekaligus salah seorang tim ekspedisi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) Sumbar ini memaparkan, tahap untuk ekspedisi yaitu mempersiapkan ide, riset, merumuskan TOR sampai pengolahan hasil ekspedisi. “Ide untuk melakukan ekspedisi jurnalistik bisa datang dari mana saja. Bisa dari informasi, berita, cerita, peristiwa, dan lainnya,” ujar Ketua AJI Padang itu. Lanjut Hendra, untuk melakukan sebuah ekspedisi seseorang harus merumuskan sebuah masalah agar bisa menentukan Angle yang baik. Pelatihan ini diikuti 23 peserta berasal dari 13 Lembaga Pers Mahasiswa. Yaitu, LPM Profesi Universitas Negeri Makasar (UNM), Inden-

titas Universitas Hasanuddin Makassar, Suara Usu Universitas Sumatera Utara, Teropong Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Gagasan Riau UIN Suska Riau, Suara Kampus IAIN IB Padang, Ganto Universitas Negeri Padang (UNP), Genta Universita Andalas (Unand), Gema Justisia Fakultas Hukum Unand, Medika STKIP PGRI Sumbar, Al-Itqon STAIN Bukittinggi, Idealita STAIN Batusangkar dan Stipertif STIKES Fort de Kock Bukittinggi. Salah seorang peserta Sitti Atirah dari LPM Idenstitas Makassar mengaku tertarik mengikuti pelatihan ini, karena menurutnya tema yang diusung memang langka dan sangat baru. “Saya suka sekali temanya, jujur kami suka tema ini karena baru, dibandingkan PJTLN LPM yang lain,” kata mahasiswa Jurusan Komunikasi itu. PJTLN berlangsung sejak Kamis (28/08) hingga Senin (01/09), di Aula Kantor Bupati Tanah Datar, Sumbar. Tidak hanya mengadakan pelatihan, seminar nasional yang bertajuk “Pers Dulu, Hari Ini dan Nanti” termasuk dalam rangkaian pelatihan, narasumber dari Anggota Dewan

Pers I Made Ray Wijaya. Seminar tersebut mengundang Lembaga Sosial Masyaratak (LSM) yang ada di Tanah Datar, Anggota OSIS beberapa SMA/sederajat di Tanah Datar. Ray mengatakan, perkembangan teknologi membawa pengaruh pada rantai kehidupan pers. Saat ini perubahan yang terjadi dari era manual menuju era digital menuntut para wartawan mampu bekerja multi platform, Jumat (29/08). Ray menjelaskan, perkembangan teknologi juga harus diikuti dengan perkembangan budaya, agar teknologi dapat dimanfaatkan untuk hal positif. “Wartawan sekarang tidak bisa lagi bekerja untuk satu jenis media saja. Harus bisa bekerja untuk semua media, baik media cetak, elektronik maupun online,” kata Ray. Menurutnya, media yang bermanfaat adalah media yang independen dan kredibel. Dibutuhkan karena mencerahkan, mendidik dan menginspirasi. Diinginkan karena menarik dan menghibur, ungkap Ray. "Semua media di era digital harus berkualitas. Media yang berkualitas adalah media yang bermanfaat," kata Ray di Aula Bupati Tanah Datar.(YES)


Rumah Kelahiran Bung Hatta

K

esedehanaan perawakan Bung Hatta terlihat dari rumah kelahiran beliau, rumah berlantai dua ini menjadi dunia masa kecil Bung Hatta tumbuh dan berkembang, pemilhan warna biru membuat kehangatan kekeluarga-an lekat pada rumah yang berada di Jalan Soekarno Bung Hatta, Kecamatan Guguak Panjang, Bukittinggi ini. Berada, di daerah Mandiangin, Guguak Panjang, rumah wisata ini mudah utuk akses tranportasi, dari taman alun-alun Jam Gadang, kita bisa menggunakan angkutan umum warna merah, tidak sampai 15 menit untuk menempuh perjalanan dari Jam Gadang kita bisa langsung berhenti di depan pagar Rumah Kelahiran Bung Hatta, sedangkan dari Terminal Aur Kuning bisa menggunakan lebih banyak pilihan transportasi umum, di antaranya angkutan umum jurusan Aur Kuning Garegeh seterusnya. Di rumah inilah, 12 Agusutus 1902 Bung Hatta dengan nama lengkap Muhammad Athar dilahirkan. Besar di tengah-tengah keluarga yang hangat bersama ibu, ayah, kakek, nenek, serta mamak beliau.

Dibangun pada tahun 1806, rumah ini direnovasi kembali pada tahun 1995 oleh Universitas Bung Hatta bersama Pemerintahan Daerah Bukittinggi untuk dijadikan objek wisata sejarah. Bertepatan 93 tahun Bung Hatta, 12 Agustus 1995 rumah yang sudah direnovasi tersebut dibuka untuk umum sebagai salah satu objek wisata kota Bukittinggi. Di rumah tersebut pengunjung masih bisa menemui beberapa perabotan dan benda yang menjadi saksi masa kecil bung Hatta. Saat memasuki rumah tersebut pengunjung akan menemukan kamar masa kecil beliau, yaitu kamar bujang (Bung Hatta) disana pengunjung akan melihat ranjang antik yang digunakan Bung Hatta pada masa kecilnya. Dekorasi jajaran barang tua yang terawat diruangan tamu semakin membawa kesan satu abad silam, menengahi ruangan terdapat dua meja tamu yang terpisah dengan empat kursi tiap mejanya. Di dinding berjajar foto-foto keluarga Bung Hatta mulai dari kakek beliau Tuanku Gaek Marah serta silsilah keluarga Bung Hatta. Di sudut ruangan dekat pintu keluar terdapat lukisan Bung Hatta dengan memakai kopiah dan jas hitam.

Dilantai satu terdapat tiga kamar, termasuk kamar dan kamar bung Hatta dan kamar Mamak beliau, Mamak Idris. Di belakang terpisah dari bangunan rumah terdapat satu lagi kamar Bung Hatta, di dalamnya pengunjung akan menjumpai kereta angin yang terawat dan meja belajar bung Hatta, di samping kamar tersebut terdapat dapur dengan beberapa peralatan dapur yang antik. disebelahnya dibangun garasi yang tempat bendi keluarga Bung Hatta, yang saling menyisi dengan toilet dan kadang kudanya. Menuju lantai dua terdapat ruangan persegi kecil dengan dua jendela kiri dan kanan sebagai jalan cahaya penerang ruang makan, terdapat satu meja dengan beberapa kursi, di tengah ruangan tersebut. Di ujung bagian ruangan teradapat tangga menuju lantai dua rumah tersebut. Dilantai dua pengunjung akan menemui hal yang sama pada lantai satu yaitu terdapat kamar tempat lahirnya Bung Hatta dan kamar kakek bung Hatta dihadapannya, serta fotofoto keluarga Bung Hatta, sepesialnya di beranda luar lantai dua terdapat kursi Goyang kakek bung Hatta yang masih terawat. Sejak diresmikan untuk umum rumah tersebut langsung ditangani oleh Dinas Pariwisata Bukittinggi, Dessy Warti misalnya, Ia sudah bertugas sebagai salah satu petugas di rumah Bung Hatta. “Saya di sini sudah sejak tahun 1996 setahun

setelah peresmiannya,” ungkapnya pada wartawan suarakampus, Rabu (20/08). Dessy mengatakan, semakin banyak pengunjung yang datang ke rumah ini, ia mera-sa senang, karena menurut Dessy dengan me-ngunjungi rumah Bung Hatta ini masyarakat bisa mengetahui sejarah Bung Hatta. “Di sini kita bisa mengetahui kesederahanaan bung Hatta,” tuturnya. Dessy menceritakan, sampai usia 11 tahun Bung Hatta besar di rumah ini sebelum ia pergi ke Padang untuk melanjutkan sekolahnya. Selain kunjungan dari anak-anak Bung Hatta, para pejabat negeri ini sering mengunjungi rumah ini. “Anak beliau seperti ibuk Mutia Hatta, Gumila Hatta dan Hatta tiap tahun mengunjungi rumah ini,” ujar Dessy. Dessy menyanyangkan, selama rumah ini dibuka umum tidak satupun presiden Indonesia yang pernah mengunjungi rumah tersebut. “Yang belum pernah itu presiden, pejabat lain pernah berkunjung,” terangnya. Dessy dan empat rekannya bertugas setiap hari, mulai dari jam 08.00 dibuka untuk umum sampai 16.00 WIB. “Ini dibuka tiap hari, tidak ada tarif untuk pengunjung, namun jika ada yang mau mengasih itu tidak apaapa,” seru Dessy. [Taufiq Siddiq, Kanadi Warman (Mg) Muchtar Safi’i (Mg)]

Foto Arsip Suara Kampus




Ketua Veteran Sumatera Barat

Belajarlah Jika Tidak Mau Dijajah ingin menguasai keduanya juga dengan pengetahun. Makanya anak muda sekarang harus menemui pelaku sejarah yang masih ada agar mengetahui bagaimana perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan ini tidak semudah menaikan bendera merah putih tidak cukup hanya membaca dari buku-buku sejarah saja, jika hanya membaca banyak buku sejarah, tapi temui langsung pelaku sejarah tersebut karena murni yang disampaikan mereka.

emaknai Kemerdekaan, mungkin tidak ada yang lebih merasakan arti kemerdekaan selain para veteran yang menjadi bagian dalam perjuangan untuk mengibarkan merah putih, hingga mempertaruhankan nyawa dan meninggalkan keluarga demi mengusir penjajah dari tanah air ini.

M

penghargaan terhadap pahlawan itu. Anak muda hari ini tidak mengerti dan tidak mau untuk mengerti perjuangan pahlawan dulu. kita tau apa pesan yang dikatakn Bung Karno, “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah�. Lihat lah hari ini anak muda tidak mau mengetahui sejarah maka beginilah jadinya, ada yang tidak mau menaikan bendera merah putih.

Namun banyak hal yang masih menjadi misi perjuangan veteran hari ini, melawan keresahan mereka terhadap realita anak bangsa yang tidak bisa memaknai kemeredekaan negeri ini. Mengembalikan nasionalisme generasi muda dengan menyambangi ke sekolah-sekolah demi menyampaikan perjuangan dalam mendapatkan kemerdekaan.

Apa yang diharap dari pemeberian wawasan kebangsaan ini ? -Merobah wawasan berfikir anak muda. bagiamana ia bisa menghargai kemerdekaan sekarang, didalamnya kita sampaikan kesan pesan perjuangan pahlawan dulu.

Apakah sekarang Indonesia sudah merdeka ? -Merdeka dari penjajah sudah, merdaka dari bangsa sendiri, anda pikirlah sudahkah kita merdeka ?

Pesan apa saja yang disampaikan dalam wawasan kebangsaan tersebut ? -Kita bukan hanya merobah semangat perjuang pahalawan dulu, tapi mengembalikan semangat pejuang yang dulu dalam mengusir penjajah untuk mendapatkan kemerdekaan, semangat patrionisme.

Jadi bagaimana kemerdekaan yang masih belum merdeka dari bangsa sendiri? -Ya jika dijajah seperti penjajah dulu mungkin tidak, tapi tidak anda lihat sekarang bagaimana rakyat Indonesia masih mendapatkan penindasan-penindasan oleh bangsa sendiri.

Kenangan Bapak saat berjuang ? -Saya kalau diminta untuk bercerita bagaimana perjuangan kami dulu saya tidak sanggup, tidak kuat saya menahan air mata saya jika menceritakan betapa beratnya para pahlwaan dan pejuang dalam mendapatkan kemerdekaan. Saya umur 17 tahun sudah berjuang di Tanah Datar.

69 Tahun Indonesia, apa komentar bapak ? -69 tahun ini mulai dengan menghargai pahlawan dengan berziarah ketaman pahlawan, lihat di dalamnya bagaimana perjuangan mereka untuk mendapatkan kemerdekaan untuk kita sekarang.

Setidaknya mencari kemerdekaan atas veteran masih menjadi perjuangan veteran Sumatera Barat, mencari ketenangan diwaktu tua mereka dengan kedamaian kemerdekaan. Karena belum semua veteran yang merasakan hal tersebut. Pejuang yang berjuang demi kelancaran hidupnya masih belum terperhatikan oleh pemerintah, Empat hari setelah perayaan kemerdekaan Indonesia ke 69 (21/08) kami mengunjungi markas Veteran Legium Sumatera Barat di Jalan Veteran No.2 Padang, bercerita dengan Ketua Veteran Sumatera Barat, H. Faisal Kasim, bagaimana arti kemerdekaan hingga perjuangan veteran hari ini. Bagaimana perhatian ataupun kepedulian pemerintah baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah kepada veteran di Sumatera Barat ?

-Perhatian pemerintah pusat ataupun daerah terhadap veteran sangat baik, dihari-hari kebangsaan negara, yang sering itu undangan pada tanggal 10 November, 17 Agustus, selalu mengantarkan undangan ramah tamah ataupun upacara selain itu kita diberi santunan setidaknya transportasi. Undangannya kemana saja pak, baik dari pusat ataupun daerah ? -Kadang-kadang undangan ke istana, tapi yang jelas itu di daerah seperti 17 Agusutus kemaren kita diundang upacara bendera, ke taman makam pahlawan untuk mengheningkan cipta dan malamnya pergi jamuan makan malam di kegubernuran. Rutinitas harian Veteran apa saja? -Rutinitas harian, mengurus seluruh anggota veteran, seperti ada yang meninggal atau mengurus anggota yang baru dan Sk, nomor anggotanya. Rutinitas yang khusus dari veteran ? -Untuk prioritas kita yaitu sosialisaisi UUD 15 2012 tentang veteran seperti yang mendapatkan keringan dari pasal seperti tunjangan pajak dan fasilitas umum. Kita sosialisasikan ke markas-markas veteran di daerahdaerah Sumbar Prioritas untuk di luar badan veteran? -Diluar lembaga sesekali kita diundang untuk memberikan wawasan kebangsaan ke sekolah-sekolah se sumbar baik dari sekolah tingkat dasar sampai ke sekolah menengah atas tapi tidak bersifat berkelanjutan, tidak tetap sifatnya masih kadang-kadang. Sudah sejak kapan program pemberian wawasan kebangsaan ini diadakan? -Ini merupakan ususlan dari Dandrem untuk memberikan wawasan kebangsaan kepada anak muda, bahkan hari ini mereka tidak tau bertapa perjuangan untuk merebut kemerdekaan oleh pahlawan dulu. Terkait wawasan kebangsaan, bagaimana pandangan bapak hari ini kepada wawasan kebangasaan anak muda ? -Bertugas untuk menaikan merah putih saja tidak mau, bagaimana generasi muda akan tau dengan perjuangan pahlawan dulu yang berdarah-darah mengorbankan anak isteri, keluarga dimana letak kebangsaanya dan

Menurut bapak bagaimana cara masyarakat terutama generasi muda memaknai dan mengahargai kemerdekaan? -Rajinlah belajar bukti awak menghargai jasa dan perjuangan para pahlawan serta meneruskan perjuanganya, karena untuk hidup tidak bisa tanpa pengetahun karena dalam islam sendiri kita diajarkan jika ingin menguasai dunia dengan pengetahuan, jika ingin menguasai akhirat itu juga dengan pengetahuan dan jika

Temui pelaku sejarah, selama mereka masih ada ! Karena membaca sejarah saja tidak cukup ! H. Faisal Kasim Ketua Veteran Sumatera Barat

Apa perjuangan veteran hari ini ? -Veteran sekarang memperjuangkan kesejahteraan anggota veteran, kita bisa lihat hari ini masih ada veteran yang harus berjuang keras untuk melanjutkan hidupnya, bahkan di kota-kota besar ada veteran yang tidak punya rumah di negara yang sudah mereka merdekakan, ada yang tinggal di kolong jembatan. tapi kita bersyukur di Padang belum kita temui kasus seperti itu. [Taufiq Siddiq, Kanadi Warman (Mg)]


Perayaan Hari Merdeka

Bukan Pesta Tanpa Makna P

bangga sebagai rakyat Indonesia yang bebas dari kecaman berbagai pengaruh luar,” paparnya. Menurut Rafni, memperingati kemerdekaan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dapat diungkapkan melalui perayaan-perayaan yang dilakukan seperti upacara, pawai, lomba dan hal semacam itu. Esensi lebih dalam dari peringatan ulang tahun Republik Indonesia adalah rasa syukur atas rahmat Tuhan. “Mendoakan para pejuang agar mereka tenang dan diterima di sisi-Nya adalah salah satu penghargaan yang dapat kita berikan,” ungkapnya. Senada dengan Rafni, dosen Fakultas Adab , Firdaus menuturkan, secara formal bangsa Indonesia sudah merdeka. Untuk mengisi kegembiraan tersebut biasanya ada kegiatan yang dilaksanakan. Firdaus menilai wajar jika hari merdeka diperingati dengan meriah. “Negara Indonesia adalah Negara berasaskan pancasila bukan Islam. Jadi, wajar saja kegiatan tersebut berlangsung meriah,” ujar Firdaus. “Melihat dampak yang dihasilkan dari lomba itu, seperti jatuh memanjat pinang jelas tidak dibolehkan dalam Islam, namun negara kita adalah negara Pancasila,” tuturnya.Firdaus juga menilai, nasionalisme yang dipupuk lewat peringatan kemerdekaan menjadi salah satu cara menyatukan rakyat Indonesia dari berbagai suku, budaya, adat, dan agama.

ada 69 Tahun yang lalu, tepatnya 17 Agustus 1945kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta di hadapan ribuan massa, pamuda pemudi Indonesia. Segala pengor-banan, setelah sekian lama perang melawan penjajah dilakukan oleh segenap pejuang yang memakan ribuan nyawa dan harta benda terbayarkan. Tak tanggung-tanggung, untuk persiapan pembuatan teks proklamasi disusunlah skenario penculikan Soekarno-Hatta oleh kaum muda pada saat itu. Panasnya semangat juang pemuda Indonesia untuk merdeka, merebut kembali kebebasan yang yang telah lama terenggut penjajah. Dan kediaman Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta menjadi saksi bisu dalam catatan sejarah sebagai tempat diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia. Kini, 69 tahun sudah berlalu. Sebagaimana tugas para pejuang untuk memerdekakan Indonesia dari belenggu sekutu, pemuda pemudi bangsa juga bertugas untuk menjaga semangat kemerdekan itu di dalam sanubari. Memaknai perjuangan para pahlawan agar sejarah yang telah terukir sampai ke setiap generasi. Berbagai cara dilakukan untuk memperingati jasa pejuang bangsa. Setiap tahun, pada pertengahan Agustus, hampir seluruh pelosok nusantara bersuka ria. Ulang tahun kemerdekaan bangsa yang jatuh pada 17 Agustus menjadi pemicunya. Berbagai kegiatan mewarnai pesta rakyat itu. Selain upacara bendera, berbagai jenis lomba seperti panjat pinang, balap karung hingga lomba makan kepuruk seakan tak mau ketinggalan. Selain itu, dekorasi di pemukiman warga pun mendadak berubah. Warna merah dan putih mendominasi dimana-mana, seakan membanggakan bendera dengan warna yang sama. Lihat saja gapura di kampung-kampung yang warnanya diperbaharui jelang perayaan hari merdeka. Ada juga hiasan jalan raya yang terbuat gelas air mineral dan menggantung di sepanjang jalan kota dan desa. Bahkan miniatur bendera merah putih yang terbuat dari plastik pun betebaran dimana-mana. Upacara dan Lomba Upacara bendera menjadi cara paling wajib dalam memperingati hari merdeka. Biasanya, upacara bendera dilangsungkan di lapangan olah raga, kantor pemerintahan, dan sekolahsekolah. Namun belakangan muncul cara baru dalam melangsungkan upacara bendera. Tak jarang sekelompok orang mengibarkan merah putih di puncak-puncak gunung, dan ada juga yang membentangan bendera di dasar laut. Terlepas dari lokasi yang dipilih jadi tempat upacara, momen saat pengibaran bendera diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya dinilai sebagai momen yang paling penting untuk mengenang perjuangan para pahlawan bangsa. Tak jarang, rasa haru dan tetesan air mata mengiringi pengibaran bendera, terutama bagi mereka yang dulu ikut berjuang meraih Indonesia merdeka. Lain lagi jika kita melihat ke acara-acara rakyat, yang akan kita temukan adalah kegiatan warga melakukan perlombaan ataupun pawai. Lomba yang paling populer adalah lomba panjat pinang, biasanya dalam setiap perayaan Agustusan lomba panjat pinang selalu ada. Diikuti lomba makan kerupuk, lomba pacu karung dan lomba-lomba lainnya. Ada juga yang merayakan kemerdekaan dengan mengadakan pawai menggunakan pakaian adat masing-masing daerah yang ada di Indonesia. Diwarnai dengan aksi marching band yang menyanyikan lagu-lagu kebangsaan. Biasanya pawai ini dilakukan sambil berkeliling di jalanan sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Salah seorang mahasiswa Universitas Andalas, Zamianto Efendi mengaku kerap ambil bagian dalam perayaan kemerdekaan. “Saya selalu aktif dalam merayakan hari kemerdekaan Indonesia, seperti menjadi

Ilustrasi: @Qonijts

○ ○ ○

“Negara Indonesia adalah Negara berasaskan pancasila bukan Islam. Jadi, wajar saja kegiatan tersebut berlangsung meriah” ○ ○ ○

peserta pawai dan peserta pengibar bendera saat upacara bendera, tutur mantan anggota resimen mahasiswa (Menwa) Universitas Andalas itu pada Suara Kampus, Senin (18/ 08). Menurut Efendi, manfaat memperingati hari kemerdekaan adalah menumbuhkan jiwa nasionalisme pemuda-pemudi Indonesia. “Pemuda harus sadar batapa susah payah pejuang untuk memperjuangkan negeri indonesia, dan bangkit membangun negeri ini,” katanya. Lain halnya dengan Ativis Gerakan Mahasiswa Pembebasan Sumbar, Agusman, mengatakan tidak mendapat manfaat apa dari perayaan hari merdeka. “Dulu saya sempat ikut dalam memperingati hari kemerdekaan lantaran diwajibkan oleh pihak Instansi sekolah, dan tidak ada manfaatnya,” papar Agus.

Menurut Agus, memperingati hari kemerdekaan itu salah satu tujuanya untuk menumbuhkan jiwa Nasioalisme yang merupakan mempecah belah umat islam. “karna jiwa nasionalisme mensekat-sekat negara muslim, dan menghilangkan ukhuwah Islamiyah. Kalau tujuan untuk memperingati para pejuang,” lanjut Agus. Semantara itu, Dosen Kewarganegaraan Fakultas Syariah IAIN IB Padang, Rafni, mengatakan perayaan kemerdekaan hendaknya memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia. Karena kedaulatan yang dapat dinikmati rakyat Indonesia saat ini merupakan hasil perjuangan para pahlawan kita. “Dengan mengadakan berbagai perlombaan untuk mengaplikasikan rasa kegembiraan masyarakat Indonesia. Lomba tersebut merupakan perwujudan dari rasa syukur dan

Perlu Kerja Intelektual Segala macam perayaan yang dilakukan untuk memperingati kemerdekaan Indonesia memiliki makna masing-masing. Baik upacara, pawai, lomba dan segala macam jenis perayaan yang dilakukan mengandung nilai nasionalisme kebangsaan. Seperti pawai yang dilakukan dengan memakai baju adat dari berbagai daerah ataupun lomba-lomba yang diadakan pada perayaan Agustusan, sangat erat kaitannya dengan nasionalisme. Rafni menilai ini adalah suatu betuk pemaknaan dari perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan. “Untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan butuh perjuangan. Berjuang melawan penjajah yang berasal dari berbagai sudut negara-negara lain. Begitu pula dengan panjat pinang, makan kerupuk dan lainnya membutuhkan kesabaran dan perjuangan untuk mendapatkan hadiahnya,” tuturnya. Rafni menambahkan, sebagai mahasiswa harusnya mampu menghargai jasa pahlawan dengan cara menuntut ilmu untuk memajukan negara. Sebagai agent of change mahasiswa hendaknya mengahargai pahlawan dengan caranya sendiri seperti dengan membuat karya ilmiah dan lain-lain. “Mengadakan lomba yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan merupakan tugas mahasiswa. Berjuang bukan berarti dengan fisik, namun menimba ilmu pengetahuan,” ujarnya. Senada dengan Rafni, Firdaus menilai memaknai kemerdekaan bisa dengan berbuat baik dan membangun negara melalui pendidikan dan budaya. Apalagi untuk pemuda, banyak sekali kegiatan-kegiatan positif yang bisa dilakukan. “Mahasiswa harus melakukan tindakan untuk menggalang persatuan seperti meningkatkan rasa nasionalisme dan memanilisir budaya-budaya Barat yang masuk ke Indonesia. Perlunya persatuan seluruh rakyat Indonesia untuk mengantisipasi hal-hal yang merusak citra bangsa Indonesia,” ungkapnya. Nah, menjadi mahasiswa diperlukan kesadaran secara subjektif untuk memaknai kemerdekaan secara intelektual. Bukan soal peringatannya yang terpenting dalam perayaan kemerdekaan Indonesia. Namun, bagaimana kita mengisi kemerdekaan dengan hal hal yang bermanfaat untuk kemajuan bangsa dan tetap menjaga api semangat yang telah dikobarkan para pahlawan kita terdahulu. [Defriandi (Mg), Ria Oktaviatina, Silvianti (Mg), Sherly Fitri Yanti (Mg) ]


Anggaran Belum Cair, Opak Ditunda Suara Kampus – IAIN Imam Bonjol Padang undur pelaksanaan Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK). Pasalnya, anggaran untuk OPAK belum cair. Hal itu diungkapkan Asasriwarni, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Jumat (22/08). Asasriwarni mengatakan, anggaran untuk OPAK menggunakan dana APBNP (Anggaran Pendapatan Belanja Negara Bukan Pajak) dari pusat, namun anggaran tersebut belum cair. “Kita akan revisi anggaran Pioner (Pekan Ilmiah Olahraga Seni dan Riset) untuk anggaran OPAK. Revisinya sudah dimasukan. Pada pertengahan September insyaallah dana OPAK cair usai pelantikan presiden,” ujarnya saat dihubungi Suara Kampus. Dia mengungkapkan, OPAK ditunda sampai bulan Oktober atau November. Sebelumnya pada kalender akademik IAIN IB, OPAK dijadwalkan pada 28-29 Agustus 2014. “Kita mendahulukan pelaksanaan Emotional and Spiritual Quotient (ESQ), karena kita masih menunggu hasil revisi dana untuk OPAK tersebut,” ujar guru besar Fakultas Syariah ini.

Ribuan mahasiswa mengikuti gladi resik OPAK pada 2010. Foto: Suara Kampus

Asas menjelaskan, kemungkinan pelaksanaan OPAK akan dilaksanakan setelah masa kuliah berlangsung. Terkait syarat dan ketentuan OPAK, dalam waktu dekat pihak IAIN akan

sosialisasikan kepada mahasiswa baru. “Kemungkinan besar OPAK akan menjadi wadah untuk para UKM (Unit Kegiatan Mahasiswared) guna pengenalan organisasi

6 Warga Thailand Kuliah di IAIN IB

Nur Ikhsan(kanan), saat ditemui Suara Kampus, Minggu (24/ 08).

Suara Kampus -Sebanyak enam orang warga negara Thailand terdaftar di IAIN Imam Bonjol Padang. Mereka direkomendasikan setelah IAIN IB menjalin kerjasama dengan pemerintah Thailand. Wakil Rektor III Asasriwarni mengatakan, mahasiswa tersebut sebelumnya sudah diseleksi Kedutaan Besar (Kedubes) Thailand di Jakarta. “Mereka berangkat dari Thailand ke Padang Sabtu (23/08-red),” ungkapnya saat ditemui di Gedung Rektorat IAIN IB, Jumat (22/08). Asasriwani menambahkan, calon mahasiswa tersebut terdiri dari empat laki-laki dan dua perempuan, masing-masing memilih Fakultas Syariah dan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. “Mereka belum menentukan jurusan yang dipilihnya,” papar guru besar Fakultas Syariah itu. Lebih lanjut Asas menjelaskan, dalam proses pembelajaran tidak ada pengkhususan baik yang berasal dari Thailand maupun Indonesia. Namun, dalam peraturan pemerintah dibunyikan bahwa keberadaan mahasiswa asing sewajarnya menemukan suasana kondusif, sehingga ditangani dengan profesional. “Mereka belajar sama dengan

mahasiswa yang lain,” tambahnya. Kepala Akademik Mahasiswa (Akama) IAIN IB, Dadi Arni mengungkapkan, pihak IAIN IB menyambut baik hal ini, karena membuka peluang bagi mahasiswa IAIN untuk kuliah di sana (Thailand). “Kami senang adanya kerjasama ini. Selain itu, ini juga peluang untuk kita,” ungkapnya. “Sebelumnya juga ada mahasiswa yang melanjutkan studinya di IAIN IB seperti mahasiswa dari Malaysia,” pungkas pegawai yang biasa dipanggil Ani tersebut. Nur Ikhsan, salah seorang mahasiswa baru asal Thailand tersebut mengaku senang berada di kampus IAIN IB. Menurutnya lingkungan di IAIN IB hampir sama dengan Thailand. “Orang disini ramah-ramah dan baik-baik. Awak cukup senang,” ujarnya saat ditemui di Asrama Putri. Nur dan temannya yang lain berasal dari Provinsi Pattani,Thailand. Nur mengungkapkan, semua mahasiswa dari Thailand berasal dari sekolah yang berbeda-beda, salah satunya Madrasah Darunnajah dan Muhammadiyah Thailand. [Ria Oktaviantina (Mg),Amaliyatul Hamrah(Mg), Novia (Mg) Silvianti (Mg)]

mereka. Mahasiswa wajib memilih satu UKM dan setiap UKM harus mempersiapkan diri tampil pada acara OPAK,” ungkapnya. Dia melanjutkan, pembukaan

ESQ Rabu (27/08) dilangsungkan di lapangan parkir, setelah itu mahasiswa akan dibawa ke fakultas masing-masing untuk dikenalkan dengan lingkungan fakultas. Dari 2500 mahasiswa akan dibagi menjadi empat bagian satu bagian mengikuti ESQ masing-masing dua hari. “ESQ di rencanakan setiap tahunnya,” paparnya. Asas berharap, ESQ dapat merubah akhlak mahasiswa IAIN IB ke arah yang lebih baik. “Kita memang sudah dibekali dengan ilmu agama namun dalam metode kita belum mantap,” jelasnya saat ditemui di gedung rektorat. Sekjen Dewan Mahasiswa (Dema), Hujaipah mengaku mengetahui jadwal pengunduran pelaksanaan OPAK dari salah seorang dosen. Sebelumnya, Dema sudah menerima surat untuk persiapan OPAK yang sesuai dengan jadwal akademik. “Kami dari Dema mengikuti apapun keputusan rektor. Jika dalam pelaksanaan semuanya transparan mungkin OPAK akan lebih baik,” pungkas mahasiswa semester IX itu. [Amaliyatul Hamrah (Mg)]

Kopma Ambil Alih Pembuatan Almamater Suara Kampus – mendapatkan informasi Anggaran pembuatan bahwa kampus tidak memfasilitasi almamater mahasiswa almamater, kemudian baru 2014 IAIN Imam saya langsung memaBonjol Padang tidak sukkan proposal ke WR cair dari pemerintah III,” katanya. pusat. Sehingga, Rahmat menjepengadaan almamater diambil alih Unit Kelaskan anggaran untuk giatan Mahasiswa pembutan satu alma(UKM) Koperasi mater Rp 180.000,Mahasiswa (Kopma) sama dengan tahun IAIN IB. sebelumnya. “Dasar Rahmat, Ketua UKM Wakil Rektor III kain almamater High Kopma IAIN IB Padang IAIN IB, Asasriwarni Twist lebih bagus dari mengatakan, pemerindasar tahun lalu. tah pusat tidak ada menganggarkan Pembuatan almamater ini dikontrak pembuatan almamater. “UKM CV. Menoreh Makmur dari Kopma akan mengurus almama-ter Jogjakarta,” terang Rahmat. itu,” papar Asas, Jumat (22/08). Untuk prosedur pengumpulan uang Asas menambahkan, anggota almamater, mahasiswa bisa membayar Kopma beberapa waktu lalu menga- ke seluruh Bank Nagari tanggal 26 jukan proposal untuk minta izin Agustus 2014. Bagi Mahasiswa yang pengadaan almamater. Sehingga pihak akan mengambil almamater harus kampus mengamanahkan Kompa membawa bukti pembayaran almamauntuk pembuatan almamater tersebut. ter tersebut. “Kami tidak bisa menar“Kita tidak sediakan almamater untuk getkan selesainya, karena tergantung mahasiswa baru, terserah mahasiswa mahasiswa yang membayar,” papar mau cari dimana. Mau beli di kopma Rahmat. maupun di tempat lain tidak apa-apa,” Sedangkan untuk prosedur pembaujarnya gian almamater UKM Kopma akan Asas menegaskan, pihak kampus berkerja sama dengan seluruh UKM tidak bertanggung jawab seandainya salingka kampus. “Prosesnya nanti terjadi hal yang tidak diinginkan kami akan bagi satu fakultas tiga atau dalam pembuatan almamater tersebut. dua UKM untuk bertanggung jawab “Itu tanggung jawab Kopma karena mengukur sekaligus membagikan dia yang mengambil alih pembuatan almamater tersebut,” ungkapnya. almamater, saya hanya tau, mahasiswa Rahmat berharab agar pembuatan baru harus punya almamater,” almamater ini berkelanjutan untuk tahun depan. Sebelumnya tahun 2001 tegasnya. Ketua Kopma IAIN IB Padang, Kopma juga diamanahkan IAIN IB Sukri Rahmad memaparkan, berkat untuk pengadaan almamater. [Defriandi (Mg)] kerja keras pembuatan almamater diserahkan kepada kopma. “Setelah


Mewaspadai ISIS P

ertengahan tahun 2014 ini dunia dikejutkan bukan saja oleh serangan membabi buta Israel terhadap Gaza di Palestina pada bulan Ramadhan, akan tetapi juga adanya laporan media tentang gerombolan pasukan yang melakukan perebutan kekuasaan dengan cara keras, kejam dan sadis di Irak dan Suriah, yang memperkenalkan diri dengan nama Islamic State Irak dan Suriah (disingkat ISIS). Menurut laporan vivanews bahwa sistim pemerintah Khilafah diproklamasikan ISIS pada Minggu, 29 Juni 2014, setelah ISIS di atas angin terhadap tentara Irak. Baghdadi diangkat sebagai Khalifah, pemimpin negara sekaligus spiritual dalam sebuah Kekhalifahan Islam. Dengan berdirinya Khilafah, ISIS menyerukan seluruh umat Muslim untuk berbaiat pada Khalifah yang kepalanya dihargai US$10 juta oleh Amerika itu. “Adalah tugas semua Muslim di dunia bersumpah setia pada dia dan mendukungnya. Legalitas seluruh emirat, kelompok, negara, dan organisasi menjadi hilang berdasarkan perluasan kekuasaan kekhalifahan dan tibanya tentara khilafah di wilayah mereka,” kata juru bicara ISIS Abu Muhammad al-Adnani dalam bahasa Arab, dan diterjemahkan ke banyak bahasa. Menurut kamus wikepidia Negara Islam (di) Irak dan Syam, bahasanya al-Dawlah al-Islâmîyah fî al-»Irâq wa-al-Shâm, bahasa Inggrisnya Bahasa Inggrisnya: Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL) atau Islamic State in Iraq and Syria atau Islamic State in Iraq and al-Shâm(ISIS)) adalah sebuah negara dan kelompok militan jihad yang tidak diakui di Irak dan Suriah. Ada beberapa nama untuk menyebut kelompok militan di Irak dan Suriah ini. Tidak ada konsensus tentang bagaimana harus menyebut kelompok militan tersebut. Pemerintah Amerika Serikat menyebutnya sebagai “Negara Islam di Irak dan Leavan” atau ISIL yang merupakan singkatan dari Islamic State in Iraq and the Levant. Beberapa media menyebutnya “Negara Islam di Irak dan Suriah” atau ISIS yang merupakan singkatan dari Islamic State in Iraq and Syria. Kelompok ini dalam bentuk aslinya terdiri dari dan didukung oleh berbagai kelompok pemberontak Sunni, termasuk organisasi-organisasi pendahulunya seperti Dewan Syura Mujahidin dan Al-Qaeda di Irak (AQI), termasuk kelompok pemberontak Jaysh al-Fatiheen, Jund alSahaba, Katbiyan Ansar Al-Tawhid wal Sunnah dan Jeish al-Taiifa alMansoura, dan sejumlah suku Irak yang mengaku Suni. ISIS dikenal karena memiliki interpretasi atau tafsir yang keras pada Islam Wahhabi dan kekerasan brutal seperti bom bunuh diri, dan menjarah bank. Target serangan ISIS diarahkan terutama terhadap Muslim Syiah dan Krisen. Pemberontak di Irak dan Suriah ini telah menewaskan ribuan orang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan lebih dari 2.400 warga Irak yang mayoritas warga sipil tewas sepanjang Juni 2014. Jumlah korban tewas ini merupakan yang terburuk dari aksi kekerasan di Irak dalam beberapa tahun terakhir. Aksi Negara Islam Irak

dan Suriah (ISIS) ini telah menye- penyerangan, perampasan, pembu- agama. Sehingga dapat dikatakan babkan tak kurang dari 30.000 nuhan bahkan bom bunuh diri tak bahwa orang Khawarij adalah orang warga kota kecil di timur terkecuali bagi umat Islam yang yang bersifat keras dalam menjaberbeda pemahaman keaga- lankan ajaran agama. dapat Suriah harus mengungsi. diasumsikan pula bahwa orang Tokoh Sentral di Balik Militan maannya. Pola pikir dan kecendrungan Khawarij cenderung berwatak ISIS adalah Abu Bakar alBaghdadi. Di bawah kepemim- gerakan yang diperlihatkan oleh tekstualis yang menjadikan mereka pinannya, ISIS menyatakan diri ISIS mirip dan memiliki kesamaan fundamentalis. untuk bergabung dengan Front Al dengan pola gerakan kaum khawarij Mengantisipasi Bahaya ISIS Nusra, kelompok yang menyatakan pada masa kekhalifah Ali Ibn Abi Gerakan perjuangan ISIS begitu diri sebagai satu-satunya afiliasi Al- Thalib. Khawarij adalah suatu sekte cepat berkembang, Qaidah di Suriah. dalam laporan ISIS memiliki berita VIVAnews hubungan dekat digambarkan dengan Albahwa benderaQaeda hingga bendera hitam bertahun 2014. tuliskan kalimat Namun karena tauhid berkibar misi berbelok Duski Samad sepanjang lembah dari misi perjuKetua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sungai Eufrat dan angan nasional Kota Padang Tigris, terbentang dengan mencipdari Suriah ke Irak. takan perang sekNegara Islam Irak tarian di Irak dan dan Suriah (ISIS) Suriah dan kuasai banyak kota penggunaan aksidi pinggiran sungai aksi kekerasan, pusat lahirnya Al-Qaidah lalu peradaban manutidak mengakui Umat Islam Indonesia sia itu. Menjelma kelompok ini menjadi Negara sebagai bagian yang hidup dalam negara Islam (IS), kelomdarinya lagi. Abu Pancasila sejak awal tidak pok pimpinan Abu Bakar al-Baghmengenal penegakan Islam Bakar al-Baghdadi dadi bahkan berini memproklamirsumpah untuk dengan cara-cara kan Kekhalifahan. memimpin kekerasan, pembunuhan, Target mereka, penaklukan dari Spanyol hingRoma. Pemimpin melecehkan hak-hak azazi ga Indonesia beramilitan ISIS Abu dan martabat kemanusiaan. da di bawah satu Bakar al-Baghbendera Islam. dadi ini juga Pengaruh ISIS menyerukan umat sudah menamIslam untuk tunatau kelompok atau Aliran pengikut pakkan diri di Indonesia seperti duk kepadanya. Gerakan separatis pembe- Ali bin Abi Thalib yang keluar yang dilansir dalam berita rontakan bersenjata yang mengu- meninggalkan barisannya karena TEMPO.com, Malang - Dekarasi nakan agama dengan tafsir keras ketidak sepakat terhadap keputusan Ansharul Khilafah Jawa Timur dengan sasaran kelompok muslim Ali yang menerima arbitrase diselenggarakan dengan sederhana Syiah dan pemeluk agama Kristen (tahkim) dalam perang Shiffin pada di sebuah masjid di Dusun Sempu, telah meresahkan dan mence- tahun 37 H/ 648 M dengan Desa Gading Kulon, Kecamatan maskan umat Islam yang memiliki kelompok bughat (pemberontak) Dau, Kota Malang. Hadir sekitar kesadaran beragama yang lurus dan Muawiyah bin Abi Sufyan perihal 500 anggota jemaah yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur. benar. Hampir dapat dipastikan pola persengketaan Khalifah. Ciri lhas dari Khawarij adalah Tak hanya orang dewasa, anak-anak gerakan ISIS adalah bahagian dari gerakkan terorisme yang menja- terletak pada bidang politik. Mereka juga terlihat menghadiri deklarasi dikan agama sebagai justifikasi memiliki pemikiran yang radikal dan sosialisasi Ansharul Khilafah perjuangan, dengan menge- dalam bidang politik. Sifat yang Jawa Timur. “Saya tak bisa mendeteksi dari depankan konsep jihad dan radikal tersebut membuat mereka melakukan tindakan anarkis, menjadi fanatik dalam manjalankan mana. Bisa saja umat NU,

Muhammadiyah, JAT juga hadir di sini,” kata juru bicara Ansharul Khilafah Jawa Timur, Muhammad Romly, Ahad, 20 Juli 2014. Mereka menyebarkan undangan melalui media sosial dan media online. Selain itu, Romly mengaku tak mengenal satu per satu anggota jemaah yang hadir. Jika tersedia tempat yang lapang, Romly optimistis bisa menghadirkan 2.000 anggota jemaah. “Kegiatan dibubarkan. Kami diusir, intel polisi mengambil foto,” kata jamaah asal Surabaya, Angga. Angga datang bersama empat temannya untuk mengikuti deklarasi dan mendukung Amir Daulah Khilafah, Syaikh Abu Bakr alBaghdadi. Lantas mereka membubarkan diri, sebagian berkumpul di masjid Ar Fachruddin Universitas Muhammadiyah Malang. Gerakan ISIS dapat dipastikan bukanlah gerakan keagamaan dalam bentuk paham, aliran, akidah ataupun mazhab. Tokoh Islam Hasyim Muzadi memastikan bahwa ISIS bukanlah aliran agama yang berisi ajaran teologi dan ritual keagamaan. “Ini gerakan politik yang bisa mengancam kedaulatan dan konstitusi,” katanya. Hasyim menjelaskan jika gerakan ini merebak di Indonesia, bukan tak mungkin akan ada gerakan-gerakan serupa ISIS yang bermunculan. Menurut dia, ISIS termasuk dalam kategori gerakan transnasional politik agama. Itulah sebabnya organisasi ini dinilai sangat berbahaya. “Sistem negara itu berbeda-beda, kalau dipaksakan bisa merusak konstitusi dan integritas negara lainnya,” ujar Hasyim. Ini gerakan ekstrim yang tidak menghormati kedaulatan negara,” ujar Hasyim ketika dihubungiTempo, Kamis, 31 Juli 2014. Pernyataan senada dengan Hasyim disampaikan pula oleh mantan ketua umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Syafi’i Maarif, meminta pemerintah untuk mewaspadai munculnya kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Tanah Air. Menurut dia, jika memang ada, pemerintah harus segera membabat kelompok tersebut sebelum berkembang lebih jauh. “Amati dengan seksama, jika terbukti memang ada, harus dipangkas pada kuncupnya sebelum berkembang,” kata Syafi’i kepada Tempo melalui pesan singkat, Kamis, 31 Juli 2014. Mencermati pola gerakan dan aksi ISIS dapat diyakini bahwa ISIS adalah gerakkan garis keras yang berbahaya untuk umat Islam, tak terkecuali umat Islam Indonesia. Umat Islam Indonesia yang hidup dalam negara Pancasila sejak awal tidak mengenal penegakan Islam dengan cara-cara kekerasan, pembunuhan, melecehkan hak-hak azazi dan martabat kemanusiaan. Umat Islam Indonesia adalah umat yang lebih mengedepankan akhlakul karimah, berjihad dengan dakwah bil hikmah, mauizadha, wa mujadalah bil lati hiyal ihsan. Pemerintah diminta untuk melakukan langkah-langkah antipasti pencegahan masuknya pengaruh ISIS dan melakukan tindakan tegas atas gerakan keras yang menciderai Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Ds.682014


Jangan Panggil Aku Orang Gila Oleh: Ria Oktaviantina

D

uabelas banding dua berapa Lutfhi? Tanya seorang guru yang sedang mengajariku di kelas II Sekolah Dasar Cempaka Putih kecamatan Mudik Utara. “Ayo berapa Lutfhi?’’ jarimu kan ada, hitung aja pake jarimu. Cetus Razi yang duduk disebelahku. Aku hanya diam bagai batu es yang membeku dalam kulkas. Jari-jemariku tergeletak mengenggam, denyut nadiku tak teratur, nafasku tertahan. ‘Ya sudahlah, kamu belajar lagi dirumah. Nanti minta ajarin aja sama dia, ujar guru matematika saat menutupi pelajaran. Aku bertekad, harus rajin belajar, belajar dan belajar. Tak terasa aku sudah memasuki kelas V. Tubuhku semakin besar, umurku semakin bertambah dan seharusnya pemikiranku lebih luas lagi. Tapi tidak! Aku adalah orang yang memiiliki kapasitas yang serba kekurangan, ditambah lagi faktor ekonomi yang sama sekali tak menunjang biaya pendidikanku sekarang. Seringkali teman-teman mengejek dan mencemoohku, Aku semakin menghindar dan menjauhi dalam kesunyian.” Kenapa kamu sendirian saja lutfhi?” Main-main lah sama kita, ucap seorang anak yang bernama Khairil. Dia selalu menanyakan keadaanku ketika aku tidak masuk kelas. Tidak hanya itu, dia bahkan pernah menolongku ketika aku diperlakukan tidak sewajarnya oleh salah seorang teman sekolahku. Setiap hari aku hanya bertemankan sebuah diari yang selalu ku hiasi dengan kisah hidupku, seperti hari ini aku menulis. . . . 2 Januari 2014, “Tuhan. . .bukannya aku tak mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau limpahkan padaku. Tapi ku mohon Tuhan jauhkanlah aku dari kata-kata yang mencekam perasaanku ini. Hidupku bukan untuk disakiti, namun untuk diperbaiki. Beri aku kesempatan untuk nyaman sekali saja dan menikmati indahnya kehidupan.” ******** Tibalah saat yang ditunggu-tunggu, dimana semua perasaan gelisah menumpuk di dada. Ketika itu juga jantung bergetar hebat. Namun, perasaan itu bukanlah terhadap diriku. Kini masing-masing temanku telah terima hasil usahanya selama belajar. Sampul berwarna hijau itu tak sanggup ku lihat. Tanganku seolah-oalah tak mampu bergerak. Alhasil, seperti yang kuduga bahwa aku tidak naik ke kelas VI. Bagaimanapun semua keputusan guru sudah tak bisa diganggu gugat lagi. Apalah arti dari seorang anak miskin, yang tak punya apa-apa. Tak ada yang bisa ditonjolkan. Dadaku terasa dihantam, Maluku seluas jagad raya. “ Ya Tuhan bagaimana dengan orang tua ku, bagaimana. . .bagiamana Ya Tuhan? Langit bercahaya yang ku pandangi, kini menjadi gelap. Suara ramai yang tadinya menggema di setiap ruangan, kini sunyi bagai tak ada penghuni. Aku hanya bisa menunduk dan meneteskan air mata. Tiba-tiba datang seseorang menepuk bahu ku dan berkata “sesungguhnya diam dan menangis tak akan menyelesaikan masalah”. Ternyata dia adalah Khairil yang mendapat peringkat pertama di kelasku. Apa yang tejadi? Khairil mencoba memancingku untuk berbicara. Suaraku tibatiba tersendak, mataku seakan-akan ingin menutupi semua kejadian ini. Hingga aku tak sadarkan diri. Setelah beberapa jam, ternyata aku sedang berbaring diatas karpet usang yang telah memudar. Itulah salah satu harta yang paling berharga bagi keluargaku. Kudapati mak berada di sampingku dengan baju yang kusam dan basah dengan keringat. Maklumlah orang tuaku seorang petani. Ternyata Khairil yang mengantarkanku hingga ke rumah. Aku pamit dulu Lutfhi? Jangan terlalu banyak pikiran. Aku menyalaminya dengan lemah lembut. Nak, sesungguhnya apa yang kamu fikirkan? Tanya mak. Ceritalah. Pikiranku mulai rewangrewang. Aku tak naik kelas mak. Maafkan

anakmu mak? Wajah mak yang tadinya ceria seketika berubah bagai awan mendung mau turun hujan. Biarlah nak, keberuntungan belum ditanganmu sekarang. Ku rangkul ibuku dan kubisikkan kata-kata yang sangat sederhana, yaitu terima kasih ibu. Walaupun mak hanya tamat SD, namun dia punya semangat yang tinggi untuk melenjutkan pendidikan ku. Begitu pun dengan ayah, beliau ingin sekali melihat isi raporku. Ku pasrah dan tak bisa berkutik ketika aku harus mendapat perkataan yang menyentuh ke seluruh isi ragaku. Percuma ayah kerja keras membanting tulang bekerja di kebun orang lain demi mencari uang untukmu bla. . .bla. . .bla. . . Aku kaget dan lantai yang ku pijaki saat itu terasa bergoncang hebat. Kini terserah mu lah! Ayah pergi meninggalkan ku sementara raporku masih terbentang diatas meja belajar kecilku. Suasana rumah berantakan. Terlebih ayah mulai menyalahkan ibu yang terlalu memanjakan aku. Aku ingin pergi jauh. . .jauh. . .sejauh kapal berlayar. Tak ingin masalah ini terus berlarut. Aku galau, Kini hati dan pikiranku bergelut tak karuan. Makan pun tidak. Ayah sama sekali tak memperdulikan aku. Angin berhembus kencang disana, menyelinap masuk ke kamar jendelaku malam ini. Aku masih memandang jauh keluar jendel dan sesekali meneguk air putih. Saat ku hela nafas panjang, seseorang mencium ubun-ubunku. Aku tersenyum bahagia. Kini wanita itu berada di depanku. Dia yang selalu mengulas senyum indahnya walau aku tahu sakit dan perih itu sangat dia rasakan. Dia sosok malaikat buat aku, yaitu ibu. ********* 3 tahun kemudian, aku menduduki bangku kelas II SMP. Aku menderita penyakit kanker getah bening. Sempat aku dioperasi. Tetapi tak punya uang sepersen pun, maka aku berobat dengan pengobatan dukun yang ada di kampung. Jadi, tak heran aku punya pemikiran yang lemah. Semenjak aku sakitsakitan aku jarang masuk sekolah. Biaya pengobatanku tak ada lagi. Satu pun tak ada yang berharga di rumah. Keluargaku mulai berantakan, siang dan malam selalu ribut. Tuhan Azza wa Jalla beliau Maha Penyayang terhadap Hamba yang lemah. Aku pun diberi kesembuhan dan mulai melanjutkan sekolah menengah pertama. Tak

berbeda dari sebelumnya, aku mendapat peringkat paling terakhir. Kerasnya kehidupan membuat ayah menjadi berobah. Ya, itu memang benar. Sudah seharusnya ayah marah-marah dengan yang kudapatkan. Lebih menyakitkan lagi, ketika ayah membanding-bandingkan aku dengan anak tetanggaku yang selalu mendapat juara. Kakakku yang perempuan mulai bermain kata menyindir nilaiku. Hanya ibu yang mampu bertahan dalam kondisiku seperti ini. Semua derita ini kusimpan dalamdalam hingga mendatangkan penyakit yang sulit untuk diobati, tak lain adalah keserupan. Aku tahu ini adalah efek dari tumpukan masalahku. Tiba-tiba ada sosok yang memasuki jiwaku. Entah itu halusinasiku atau apalah. Aku tak obahnya seperti orang gila. Makan dan minum tak ku hiraukan.Sadarlah nak? Ibuku menagis tersedu-sedu melihat kondisiku sambil mengusap-ngusap wajahku. Orang-orang berbondong datang ke rumah. Antara sadar dan tidak sadar, terdengar suara yang menggema, sejak kapan Lutfhi itu gila. . . la. . .la…ucapan itu terngiang-ngiang di telingaku. Ternyata dua orang temanku yang sedang berbisik, tapi entah siapa yang menyampaikan ucapan itu ke telingaku. Satu bulan penuh aku tak sadarkan diri. Tak ada tanda-tanda untuk kesembuhanku. Semua dukun yang ada di kampung sudah berusaha menolongku. Mamak dan bakoku mengambil keputusan terakhir, yaitu membawaku ke rumah sakit jiwa Padang. Sementara tangan dan kakiku diikat dengan rantai binatang pemburu. Batin ibuku berteriak, tak sanggup melihat anaknya diperlakukan seperti itu. Namun, semua keputusan hanya Allah yang menentukan. Malam ini aku ditinggal sendirian. Aku makan sendirian, semua serba sendiri. Aku dirawat di tempat terbilang mewah, tetapi bukanlah uang keluargaku. Pemuda kampungku yang berbaik hati saling berbagi. Itulah kampungku. Kampung yang masih kental rasa sosialnya dan masih mempertahankan adat. Kepedulian mereka mengantarkanku hingga ke Rumah sakit jiwa ini. Setelah satu minggu aku dipindahkan ke ruang bangsal, yaitu tempat berkumpulnya para pengidap penyakit jiwa yang berasal dari berbagai kampung. Suasana ruangan hiruk pikuk seperti mengamil pembagian sembako. Ada yang minta rokok, ada yang minta kue dan ada pula yang minta pulang kampung.

Semua dilayani oleh perawat layaknya anak kecil yang tak mengetahui apa-apa. Hanya aku satu-satunya yang berusia 15 tahun. Semuanya sudah mempunyai keluarga. Sepuluh hari sesudah itu, keluargaku datang menengok. Waktu kunjungan terbatas, hanya15 menit. “Bagaimana perasaanmu sekarang nak? Apakah sudah ada perubahan?” Ucap ibuku. Aku hanya diam dan bahkan tidak peduli dengan kedatangan mereka. “Nak, jawablah lah nak.” Ibu sepertinya mencoba menahan bendungan air mata yang tak lama lagi akan menetes. Sekarang giliran ayah menghampiriku. “Kamu masih ingat dengan ayah, nak?” Seketika itu aku langsung menyuruh ayah pergi. Waktu itu aku sangat benci dengan ayah. Ayah mencoba lagi untuk menenangkanku, namun tak berhasil. Aku bentak ayah dan suruh pergi jauh-jauh. Perlahanlahan ayah menyurut kebelakang ibu dan tak bisa berkutik lagi. Dokter menyarankan agar ayah dan ibu tidak memaksakanku terlalu banyak mengingat dan berbicara karena akan bersifat fatal. “Bapak, ibu waktu kunjungannya sudah habis. Silakan ibu meninggalkjan Luthfi, kalau dia sudah sembuh kami akan segera beri tahu ibu,” ujar salah seorang perawat itu dengan ramah. Dalam keadaan hati berkecamuk, ibu dan ayah terbata-bata meninggalkan ranjangku. Allah selalu menguji hambanya dengan sedikit ketakutan. Itulah yang dihadapi oleh keluargaku. Setibanya di kampung, ayah memandangi dalam-dalam kasurku, dimana tangan dan kakiku diikat selama satu bulan di tempat itu. Kini kasur itu terbentang seperti menunggu kedatanganku. “Lutfhi, tantangan apa lagi yang belum kamu dapatkan dari Allah nak? Cukup sudah rasanya kamu menanggung penyakit ini”. Ayah berbicara dengan lirih dan mencoba untuk meredam tangisnya. Kini ayah dan ibu semakin terpuruk. Biasanya hari-hari dilewati bersamaku. Walaupun aku dibilang bodoh dari segi akademik, namun ku tak pernah menghilangkan nilai-nilai agama. Gemuruh dan hujan rintik-rintik tak sanggup memecah keheningan malam. Ayah dan ibu menundukkan keningnya di atas sajadah dan berdoa “Ya Rabb Yang Maha Pemaaf dan Maha Pemurah mungkin cobaan ini sebagai peringatan bagi kami untuk lebih mengingat-Mu. Kami terima ini dengan ikhlas. Ya Allah berilah kesembuhan terhadap anakku, maafkan ia jika bersalah dan maafkan kami jika terlanjur menyakitinya. Kami menyadari Ya Rabb, sesungguhnya penyakit anakku ini akibat perkataan kami. Sekali lagi maafkan kami berdua Ya Rabb. Amin. Itulah lantunan doa yang mereka sampaikan. Sanak familiku acuh tak acuh. Jangankan sedikit ulur tangan mereka, bertanya saja tak pernah. Malahan mereka mengecap aku sebagai orang gila. Untunglah aku punya dua orang mamak kandung yang senantiasa selalu menolong orang tuaku. Orang-orang pada bilang lebih baik mengadu pada orang lain dari pada sanak famili. Ya, itu memang dirasakan keluargaku saat ini. Keadaanku mulai membaik dan aku teringat sosok ayah dan ibu yang jauh di kampung. Dokter memberitahu kabar gembira ini kepada mamak. Setelah itu, semua keluarga datang menjemputku. Terlebih dahulu ayah yang menghampiriku. “Ayah, kenapa ayah baru sekarang kelihatan?” Ruangan itu pecah dengan isak tangis kami. “Lutfhi, maafkan ayah nak. Semua ini gara-gara ayah”. Aku menangis sepuas-puasnya. “Ibu, mana yah? “Ibumu masih di jalan menuju kesini”. Sosok ibu yang dirindukan telah di hadapanku. ibu mencium keningku dan tertawa kecil di balik mata sembabnya yang menangis semalaman karena rindu dengan ku. Aku peluk ayah dan ibu dan kubisikkan ke telinga mereka, “Yah, Bu jangan panggil aku orang gila, aku malu Yah, Bu”. “Tidak nak. Bagaimanapun kamu, ibu dan ayah tidak akan memanggilmu seperti itu”.[]


Patah Tak Tumbuh-tumbuh, Hilang Belum Terganti

Bukankah ide serta gagasan yang besar itu lahir dari hasil diskusi kecil? Harapan dari setiap diri hendaknya ada regenerasi,

Ridho Permana Jurusan KPI Fakultas Dakwah

S

edikit kaget ketika mendapat telepon dari nomor baru. Perlahan saya mengangkat telepon itu dalam keadaan setengah sadar, mendengar suaranya tak asing lagi ditelinga, seperti sering mendengar suara itu. Benar dugaan saya ini salah seorang awak redaksi (redaktur) Suara Kampus. Saya kira mimpi, karena pada saat handphone berdering saya tengah tertidur di kamar kos. Entah ada kabar apa, ternyata sang redaktur meminta tulisan kepada saya, saya juga bingung harus menulis apa, karena tak ada tema yang diberikan, saya kira saya harus menulis “Mimpi” lagi seperti penerbitan tabloid Suara Kampus edisi 126 atau “Mimpi Jilid II”. Sebenarnya banyak hal yang terfikir, banyak yang ingin ditulis. Namun rasanya saya ingin memberikan pandangan sedikit terhadap pergerakan mahasiswa hari ini. Pada 17 Agustus lalu, diseluruh penjuru nusantara memperingati Dirgahayu RI ke-69. Masih segar dalam ingatan kita tentang peringatan hari bersejarah itu. Selaku anak bangsa setidaknya semangat nasionalisme itu masih melekat di dalam diri. Melihat perjuangan leluhur bangsa mempertahankan NKRI ini, setidaknya bisa menularkan semangat bagi generasi penerus (agent of change). Selaku pelaku perubahan hari ini banyak hal yang bisa dilakukan guna mengenang jasa pahlawan terutama di bidang pendidikan. Menghargai perjuangan tentunya kita berharap bisa menumbuh kembangkan semangat nasionalisme itu, dengan cara sendiri melalui kreatifitas sendiri. Banyak perubahan yang bisa dilakukan begitu juga dalam bentuk pergerakan. Tidak bisa dipungkiri dari tahun ke tahun pergeseran pergerakan itu selalu terjadi. Timbul pertanyaan dalam benak saya pribadi selaku penulis, apakah kemerosotan pergerakan hari ini merupakan puncak dari semua kebisuan? Berbicara pergerakan perlu rasanya mengkaji kembali tentang eksistensi mahasiswa. Kita pernah mendengar kata eksis dalam kehidupan sehari-hari. Berbicara eksis bisa kita artikan sebagai keberadaan. Atau diartikan dengan perwujudan. Dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa eksistensi merupakan keberadaan atau kekuatan. Jika dihubungkan dengan eksistensi mahasiswa yakni wujud keberadaan mahasiswa itu sendiri. Sejauh mana mahasiswa itu ada, ada dalam berbagai lini, baik pendidikan, tataran pemerintahan, dunia intelektual dan lainnya. Keberadaan yang perlu dipertanyakan lagi, keberadaan seperti apa yang ada pada mahasiswa? Kita perlu mengkaji ulang tentang makna kata mahasiswa dalam peranannya. Mahasiswa, kata tersebut selalu terdengar, ketika saya masih berada di bangku sekolah juga sering mendengar kata itu. Luar biasa memang kata mahasiswa bagi

saya waktu itu. Yang ada dalam fikiran saya berbicara mahasiswa yaitu sosok idealis yang penuh dengan gagasan revolusioner merubah bangsa menjadi lebih baik. Bagaikan Soekarno dan Moh. Hatta sewaktu mahasiswa menjadi penggagas dan penggerak diplomasi melawan penjajah. Namun sekarang, masih adakah sosok seperti itu di masa kini? Seperti apakah sosok mahasiswa saat ini? Apakah mahasiswa hari ini masih bisa melawan penjajahan? Entah itu penjajahan terhadap hak-haknya selaku mahasiswa, atau penjajahan terhadap intelektualitas mahasiswa itu sendiri. Seiring perubahan zaman idealisme pun turut berubah mengikuti arus intelektual yang berkembang. seperti tren yang sedang update setiap tahunnya, kemudian ramai-ramai diikuti kaum muda di Indonesia. Ada hal yang terlintas dalam benak saya, sekiranya ini akan menjadi momok yang menakutkan bagi mahasiswa untuk melakukan pergerakan kedepannya. Kita tahu dalam dunia organisasi kampus beberapa tahun belakangan ini telah terjadi kemerosotan, berbagai alasan yang membuat organisasi kampus tidak lagi diminati, sebut saja tuntutan orang tua yang menginginkan tamat tepat waktu, atau tuntutan kuliah (akademik). Padatnya jadwal kuliah membuat mahasiswa hanya berkutat pada kegiatan akademik. Apalagi baru-baru ini adanya peraturan baru pemerintah yang dituangkan dalam Permendikbud 49/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Beban belajar 144 SKS harus diselesaikan mahasiswa dalam 4-5 tahun atau 8-10 semester. Bila sampai 5 tahun tidak kunjung lulus, mahasiswa terancam di drop-out (DO). Melirik kondisi seluruh elemen organisasi mahasiswa hari ini, mulai dari tataran lokal (HMJ), fakultas (Senat) yang sudah kehilangan pergerakan, timbul sedikit keraguan apakah peraturan ini akan membuat pergerakan itu sunyi, atau bahkan mati? Dahulu, berbagai kampus ramai di isi dengan forum diskusi, guna memecahkan berbagai permasalahan yang ada di jurusan, fakultas. Bahkan tataran institut atau universitas. Di kampus islami ini, ada peralihan fungsi ruang HMJ, Senat dan lainnya, tak lebih dari sekadar tempat selfie. Seharusnya bisa menjadi wadah untuk meyalurkan segala aspirasi. Bukankah ide serta gagasan yang besar itu lahir dari hasil diskusi kecil? Harapan dari setiap diri hendaknya ada regenerasi, namun hari ini sepertinya patah tak tumbuhtumbuh, hilang belum terganti. Dari demo terakhir yang terjadi di kampus islami ini, selaku orang awam rasanya saya ingin bermimpi lagi. Kapan mahasiswa akan menjemput tuntutan itu kembali? Apakah mereka akan menjemput hak-hak yang selama ini belum didapati? Tetap seperti ini bergerak dalam sunyi, atau memang hanya bisa melakukan pergerakan dalam mimpi? Salam mahasiswa.

Sajak Refki Fernando Cerai Dia lelaki yang dulu aku panggil ayah Mengabur pelan-pelan di bukit takdir Bau kain panjang masih melekat di punggung Kau menghirup aroma lain Perlahan tangis aku lipat di buku-buku Dimakan rayap bersayap empat Sekarang gigiku sudah tumbuh Sudah pintar mengunyah nasib Ibu tak lupa menyuapi bulan Antarkan aku ke pelupuk mata ayah Biar ku berenang dalam kerinduan Tahun Baru Kita selalu bicara tentang dahulu Tahun-tahun yang kering Bulan-bulan kelabu Kadang menguliti hari yang busuk Dalam surut bunga terangkai Daun-daun bertelur pucuk Sekuntum mawar merah dan beberapa kumbang Kamar ku pun wangi semerbak Tapi perlahan pesan-pesan kembali mengkristal Sajak pun tak mampu mencairkan Kau pun memicing mata Aku kecewa Di tahun baru ini, musim yang akan datang Aku tak kan bersolek Karna dua tanda Tanya yang kau kadokan Telah kujadikan anting-anting Buku yang Baik Ayo buku, baca lagi setiap jengkal tubuhku Khatam ia sampai kau maqam Tuliskan lagi pada lengan kirimu Aku adalah selembar kesalahan Ayo buku, tarik aku dari tubuhku Dua gumpal aku tak ada dalam satu tubuh Jiwa yang remuk itu alirkan ke sampulmu Ayo buku, ajari aku menangis dengan baik Tampung air mataku untuk membasahi tulang bukumu Keringkan aku di lembarmu Patahkan dan sedehkan aku dalam Rakmu agar aku berdebu

Sajak Nanda Hidayat Hakikat Anjing Masih belum terlambat Surya nyaris sejajar dengan kepala Akhirnya matamu memantulkan gambar jelas tentang Sabuk kulit yang kita kalungi Sudah waktunya melepaskan pengikat dahi Asah lagi taring taring itu, tegakkan telinga, tempa otot otot pahamu Mari berburu, terkam yang bersula paling ganas Langsung ke pangkal leher Padang, 21 november 2013 01:20 dini hari

Menanti Ayah Pulang Lihat rambutku ini, ayah! Tumbuh panjang menyapu tanah Dimana pisau cukur yang seringkali ayah pakai untuk memangkas rambutku ini Mataku ditutupinya sehingga tak bisa lagi memandang ladang tempat biasa Kita makan sekeluarga sehabis merambah Aku tidak berani menyuruh ibu Darahnya bergejolak setiap ayah pergi mengurusi lembu Matanya meleleh ketika aku menanyakan tentang sawah kita yang dibanjiri katak Tangisnya mengental di dinding gelas kopi ayah yang kini selalu mendingin “Nak, maafkan ayah…” Pisau, cangkul, gunting, parang, Serta bajak telah ayah jual untuk menyewa kerbau Di kampung seberang Padang, 13 november 2013 19:12

Cara Lain jangan pakai pisau, tikam saja dengan sendok makan Padang, 10 november 2013


Menggali Kisah Diplomat Ulung

Judul Buku : Sutan Sjahrir, Pemikiran & Kiprah Sang Pejuang Bangsa Penulis : Lukam Santoso Az. Penerbit : Palapa Tebal : 278 Halaman Resensiator : AbeweWahid

“Sjahrir berjuang untuk Indonesia merdeka, melarat dalam pembuangan untuk Indonesia merdeka, ikut membina Indonesia merdeka, tetapi ia sakit dan meninggal dalam tahanan Indonesia yang merdeka.” Begitulah kalimat dari Muhammad Hatta tentang Sutan Sjahrir yang ditulis pada sampul buku ‘Sutan Sjahrir, Pemikiran & Kiprah Sang Pejuang Bangsa’ . Namun tidak banyak yang tahu bagaimana kiprah Sjahrir sebelum dan sesudah Indonesia merdeka. Sjahrir yang merupakan perdana menteri Indonesia pertama memang banyak melewati masa-masa sulit. Dalam perjuangan meraih Indonesia yang merdeka, Sjahrir reberapa kali merasakan pembuangan dan pengasingan oleh pihak Belanda. Dia pernah diasingkan di Boven Digul, Papua kemudian dipindahkan ke Bandar Neira (Pulau Banda) bersama Muhammad Hatta. Pasa masa itu, Belanda memang kerap membuang dan mengasingkan orang-orang revolusioner dan dianggap mengancam ketertiban umum. Begitulah sebagian perjalanan hidup Sutan Sjahrir yang dikisahkan dalam buku yang ditulis Lukman Santoso Az. Dalam buku yang diterbitkan pada Mei 2014 penulis menceritakan pribadi Sjahrir sejak kecil, duduk di bangku sekolah, menempuh pendidikan di belanda, hingga kembali dan berkecimpung di dunia politik Indonesia. Tak

hanya itu, Lukman Santoso Az juga menceritakan kisah asmara Sjahrir. Salah satu kisah menarik yang diceritakan penulis adalah pada masa menjelang kemerdekaan. Kala itu Sjahrir marah besar pada Soekarno. Melihat Jepang yang hancur oleh bom atom sekutu, Sjahrir meminta Soekarno segera memproklamirkan kemerdekaan. Namun Soekarno bersikeras mengatakan belum ada tanda-tanda Jepang akan menyerah, sehingga kemerdekaan Indonesia belum bisa diproklamirkan. Bahkan jauh sebelum itu, pada Juli 1994 Sjahrir yang melihat tanda-tanda kekalahan Jepang menemui Tan Malaka di Banten. K etika itu, Sjahrir meminta Tan Malaka memproklamasikan kemerdekaan, namun tokoh komunis itu menolak karena telah mempercayakan pada Soekarno. Karena marah pada Soekarno, akhirnya Sjahrir memerintahkan pemuda untuk menculik Soekarno dan Hatta, guna mendesak Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan lebih cepat. Kedua orang tersebut dibawa ke Rengasdengklok pada Kamis, 16 Agustus 1945 subuh. Keesokan harinya, barulah Soekarno membacakan proklamasi kemerdekaan. Penulis mencoba memposisikan Sjahrir sebagai sosok yang bertentangan dengan kebanyakan tokoh pada masanya. Buku ini juga menceritan pertentangan ideologi Sjahrir dengan tokoh lain seperti Soekarno dan Tan Malaka. Ketika

kaum komunis menganggap perang fisik adalah jalan satu-satu untuk meraih memerdekakan Indonesia yang utuh, Sutan Sjahrir dengan paham sosialisnya memilih sikap lain. Sjahrir menganggap jalan diplomasi lebih baik ketimbang perang fisik. Bagi Sjahrir, diplomasi lebih menghargai individu manusia. Begitulah paham sosialis yang direalisasikan Sjahrir. Dalam buku ini juga dituliskan bagaimana akhir hayat pria berjuluk Smiling Diplomat itu. Penulis mengesankan bahwa Sjahrir adalah sosok pemikir yang berpandangan jauh kedepan, sehingga banyak tokoh lain yang bertentangan dengan ideologi yang diusung Sjahrir. Namun buku ini hanya merujuk pada sumber tertulis yang sudah ada, sehingga terkesan hanya menggabungkan sumber-sumber terdahulu. Ditambah lagi, isi buku ini tidak didukung dengan foto atau gambar, sehingga bagi sebagian pembaca akan terasa membosankan. Secara umum, buku ini mampu memperpenalkan kembali sosok seorang Sutan Sjahrir yang seakan kalah pamor dibanding nama besar Soekarno dan Hatta. Pada dasarnya, kemerdekaan Indonesia bukan hanya karena dua tokoh tersebut, namun banyak tokoh lain yang tak kalah penting untuk diknal dan dihargai perjuangannya. Sjahrir adalah salah seorang dari pejuang itu.

Ketika Cinta Terbentur Budaya Siapa sangka seorang Ermanto Tolantang, guru besar lunguistik Universitas Negeri Padang dan pengarang novel yang berjudul “ Tujuh Cinta Si Anak Kampung Ini”, lahir di Kenegarian IV Koto Mudiak, kaki gunung di Tanah Pesisir bagian selatan Minangkabau. Sepertinya si pengarang ingin menggambarkan si anak kampung dengan keadaan kampung yang begitu primitiv, jauh dari kemajuan dan arus politik. Seperti pemaparan penulis pada bab I. “Akhirnya aku mengetahui bahwa penyebab jalan kampungku tidak pernah dilebarkan dan dikerikil,” tulisnya. Konon dua periode pemilu selalu dimenangkan oleh salah satu partai dengan lambang kiblat agama kami. Yang aku tahu adalah masyarakat kampungku adalah pemeluk agama yang taat sehingga lambang partai itu adalah bagian dari perjuangan agama kami. Partai itu adalah identik dengan agama kami,” cerita penulis. Keteguhan Agama dan Kesederhanaan Kampung Halaman Agama islam dan pendidikan sangat dominan dalam novel ini. Penulis ingin mendeskipsikan perbedaan kehidupan keagamaan masyarakat desa dengan masyarakat kota, dimana masjid di ibukota kecamatan dikalahkan oleh kebesaran dan keindahan masjid kampung. Masjid itu bernama al-Jihad dan satu-satunya madrasah nagari ini terletak di desa. Adat, Budaya dan Sosial Selain keteguhan agama yang terdapat pada novel ini penulis juga memaparkan tentang adat, budaya,dan sosial masyarakat. Penulis

memasukkan kebiasaan adat Minangkabau yang identik dengan pantunnya. Ketika mengungkapkan perasaan kepada seseorang yang ia sayangi. Dari sini penulis memperkenalkan adat serta bahasa minang melalui tulisan, seperti ungkapan perasaan Ermanto kepada Safina pada halaman 74, yang berbentuk dalam pantun berbahasa Minang. Selanjutnya pada halaman 65 terdapat nilai sosial yang terkandung dalam sebuah kebersamaan kegiatan marancah (menanam benih) ini adalah wadah mendekatkan diri dengan semua keluarga besar. Nilai adat juga terdapat pada halaman 68 dimana penulis menjelaskan aturan adat yang berlaku pada tempat ia dilahirkan. Adat itu adalah mempersunting gadis yang berasal dari luar nagari dianggap hal yang tabu karena dianggap tidak mau menyelamatkan perekonomian kampung. jika terdengar kabar pemuda kampung yang mempersunting gadis lain, maka semua penghulu suku tergabung dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN) segera bersidang. Perjalanan Cinta Terbatas Adat –Dalam novel ini penulis mengisahkan perjalanan kisah cinta dan persahabatan yang pernah ia rasakan. Kisah cinta dan persahabatannya dengan anak etnis Jawa yang datang kekampungnya karna ada proyek yang harus dikerjakan ayahnya selama 2 tahun ,Hartono dan Hartiwi begitu sebutan nama mereka. Persahabat si anak kampung yang begitu kuat sehingga terbesit kisah cinta di persahabatan yang sangat romantis antara ermanto dengan hartiwi. Setelah 2

tahun berlalu, maka disinilah dikisahkan perpisahan persahabatan anak minangkabau dan anak jawa. Kemudian pada Bab VI dan VII timbullah benih-benih cinta baru yang hadir dari drama menyambut perayaan Idul Fitri Ermanto jatuh hati pada Sefrina, namun sayang kisah cinta terbatasi oleh adat yang tidak adil menurut penulis, dimana seakan-akan tidak membolehkan anak-anak muda kampung yang miskin mempersunting gadis-gadis kampung yang molek dan hanya diperuntukkan bagi pemuda kampung yang berhasil dirantaunya. Kisah cinta Ermanto tidak berhenti sampai disini, Ermanto mengetahui bahwa selfrina dijodohkan dengan Imzamril seorang polisi. Kisah cinta yang berawal dari persahabatan itu juga terbatasi adat karna lafriani dijodohkan oleh orang tuanya dengan uda Rahman. Sampai akhirnya Ermanto berjanji pada dirinya sendiri untuk rajin belajar sehingga pada suatu saat menjadi lelaki kampung yang sukses. Keunggulan novel ini adalah pada bagian kover yang menampakkan foto si anak kampung yang sederhana namun tetap stylish. cara penulis memperkenalkan budaya, adat dan bahasa melalui tulisan dengan bahasa yang mudah dipahami Dari novel ini ada makna tersirat yakni dahulukanlah pendidikan untuk mencapai kesuksesan agar mendapatkan apa yang diinginkan Dibalik keunggulan diatas terdapat beberapa kelemahan. Kelemahan itu diantaranya terdapat beberapa kesalahan dalam pengetikan contohnya kata bagus ,tapi tertulis bagu. Kemudian kesalahan dalam pencetakan dimana pada

Judul : Tujuh Cinta Sianak Kampung (1) Penulis : Ermanto Tolantang Penerbit : FBS UNP Prees Padang Cetakan : Maret ,2014 Tebal : 132 halaman ISBN : 978-602-1650-13-4 Resensiator : Rika Tri Apyeni

bagian halaman 37 tercetak dua kali Novel ini layak dibaca untuk kalangan anak remaja dan dewasa karena alur cerita yang menarik dalam kisah cinta si anak kampung. Meski banyak menceritakan kisah cinta pribadi, namun terkandung makna tersirat.

Episode 1-36 ini sebagai novel “Tujuh Cinta Si Anak Kampung (1),” diterbitkan dan luncurkan FBS Universitas Negeri Padang sebagai novel dalam bentuk trilogy. Setelah itu akan dilanjutkan berturut-turut penerbitan novel” Tujuh Cinta Si Anak Kampung (2) Dan Novel “Tujuh Cinta Si Anak Kampung(3).


Kaos Kata-Kata

Bukan Sekadar Berpakaian

H

ari ini, berpakaian bukan hanya sebatas media untuk menutup ataupun untuk berpenampilan yang menarik, namun hari ini pakaian terkhusus kaos menjadi salah satu media yang bisa dijadikan sebagai penyampai aspirasi atau pesan pesan komunikasi unik lainnya, dengan berbagai kreativitas yang menarik banyak perhatian. Gaya hidup ini berawal dari pencinta suporter bola yang mengungkapkan kecintaanya dengan memakai kaos yang mengandung pesan dukungannya terhadap klub bola kesayangan, perlahan cara menyampaikan dukungan ini menjamur di sudut tribun lapangan bola dengan gaya kreatif yang berbeda-beda, sampai akhirnya sekarang bentuk dukungan melalui kaos tersebut merambah seluruh ranah, baik dari sosial, jurnalis bahkan ranah dunia politik. Pesan yang disampaikan bukan hanya dalam bentuk dukungan saja, selian itu kaos ini juga dimanfaatkan oleh berbagai kalangan dengan tujuan yang berbeda-beda mulai dari bentuk dukungan seperti yang dilakukan oleh beberapa kalangan untuk Satinah yang teran-cam hukuman pancung di Arab Saudi, dengan kaos Save Sakinah berbagai lapisan masyarakat sontak memakai kaos tersebut untuk menyuarakan penolakan hukuman pancung untuk Tenega Kerja Indonesia (TKI) tersebut. Bukan hanya terhadap Satinah, dari ranah jurnalis kaos dengan pesan untuk keadilan almarhum Udin yang masih misteri tersebut menjadi salah campaign dari para awak pers, selogan “Udin Mati Karena Berita” kian dibicarakan untuk menuntut keadilan dan kejelasan. Diranah politik, kaos yang mengandung pesan dukungan tersebut sebagai suatu identitias bagi seseorag bahwa ia mendukung ini. Selain menjadi salah satu ajang untuk memyampaikan dukungan di sisi lain, hari-hari besar, salah satunya momen yang kaos kata-kata dipakai orang untuk memeriahkannya dengan keunikan tersebut, dengan kata-kata khusus dan sebagainya membuat periangatan hari besar menjadi lebih unik dari cara lainya. Hari-hari besar tersebut merupakan musim peminat terhadap gaya hidup ini meningkat tinggi, seperti perayaan tahun baru, masa liburan dan lebaran. Salah satunya yang menjadi musim yang peminat kaos ini meningkat adalah, saat perayaan hari kemerdekaan, 17 Agustus. Salah satu toko penyedia kaos katakata terkemuka di Indonesia yaitu Kementerian Desan Repuplik Indonesia atau yang lebih dikenal KDRI. KDRI meraih untung 50 persen pada peringatan kemerdekaan lebih banyak dari hari biasa pada

Desain : Kaos KDRI dengan desain-desain yang mengandung arti kebangsaan dalam gerakan Fashionismenya mengkampanyekan rasa Nasionalismen kebangsaan (Foto Arsip KDRI) perayaan kemerdekaan Indonesia ke 69 Tahun. “17 Agustus kemarin kita mengalami lonjakan penjualan dari hari biasanya, lebih dari 50 persen,” ungkap Bram kor-dinator harian KDRI kepada wartawan suarakampus. KDRI merupakan salah satu toko yang menjual kaos komunikasi, mengambil genre nasionalisme, lewat kaos KDRI menyampaikan semangat nasionalisme kepada masyarakat luas dengan berbagai desain menarik dan unik. “Kita ngambil aliran nasionalisme, mengkampanyekan Fashionalisme untuk semangat nasionalisme,” terangnya. Bram mengatakan, untuk peringatan kemerdekaan tahun ini, KDRI menawarkan beberapa desain menarik yang berhubungan dengan kemerdekaan, bahan dasar merah dan putih merupakan dasain yang laris 17 Agustus kemarin. “Kalangan anak muda masih jadi pembeli terbanyak untuk kaos KDRI,” terangya Menyambut 17 Agusutus kemarin, KDRI menyediakan desain menarik dalam memeriahkan kemerdekaan Indonesia mulai dari desain angka 69 yang menan-dakan usia Republik Indonesia, desain Founding Father, Bung Karno dan Bung Hatta yang membakar jiwa perjuangan. Untuk desain KDRI, Bram menjelaskan, 50 persen kaos KDRI itu didesain langsung oleh grafis KDRI sendiri dan 50 persen lagi desain kaos KDRI dari Komunitas KDRI langsung berada di bawah naungan KDRI dengan mengadakan lelang desain ataupun sayembara desain. “Desain itu dari kita KDRI dan komunitas KDRI, 50:50, KDRI 50 persen, 50 Komu-nitas KDRI,” ujarnya. Bram mengungkapkan, usaha kaos komunikatif ini merupakan pasar ekonomi yang tinggi, karena peminat untuk gaya hidup ini sangat tinggi. “Untuk peluang bisnisnya

Hadi

Mahasiswa Sastra Bahasa Arab Fakultas Adab & Humaniora IAIN IB

cukup menjanjikan,” guraunya saat dihubungi suarakampus (20/08). Sejuah ini distro yang berpusat di lantai II Mall Of Indonesia ini KDRI baru membuka cabang Tebet, Jakarta Selatan, Kelapa Gading Jakarta Utara, Alun-Alun Indonesia Shopping Town serta M.H. Thamrin Serpong Tangerang dan Blok M - Lantai LG. Jakarta Selatan Hal yang serupa juga dikatakan oleh Muhammad Taufik, Dosen Sosiologi Hukum ini berpendapat bahwa hal yang menarik dari gaya hidup ini dari adalah ide pesan dan desain yang ada pada kaos tersebut. “Yang menariknya kita bukan hanya produksi kaos tapi kita juga produksi kata-kata, itu seru-nya,” ungkapnya saat ditemui suarakampus di kafe Syariah (26/08). Bagi Taufik sendiri sudah tertarik dunia ini belasan tahun yang lalu, berawal dari tahun 2003 Ia sudah mempunyai kaos desain sendiri. “Sudah dari 2003 mulai desain-desain kaos,” terangnya. Sejauh ini untuk desain Taufik masih menggunakan jasa rekanrekannya dalam mendesain kaos, Ia mengaku belum mahir dalam

menggunakan aplikasi desain. “Untuk Desain saya cari kawankawan yang bisa, karena saya tidak bisa menggunakan program desain, photoshop, corel,” ujarnya. Namun untuk ide itu dari Taufik sendiri, terkadang owner kaos katakata lainya meminta ide desain kepadanya. “Kalau idenya dari saya, kadang-kadang pengusaha ide minta carikan ide yang menarik untuknya,” ungkap Taufik. Untuk saat ini Taufik mengaku belum bisa untuk fokus terhadap usaha ini, meski Ia menyadari peluang bisnisnya menjanjikan. “Untuk produksi belum rutin, kadang cetak kadang-kadang tidak dan ini sifatnya masih pribadi,” katanya. Hal yang manarik dari gaya hidup ini, menjadi salah pusat perhatian oleh orang lain karena besifat unik. Seperti yang dirasakan oleh Hadi, salah satu penggemar kaos kata-kata tersebut mengungkapkan, saat memakai baju dengan kata-kata unik tersebut menjadi salah perhatian bagi orang lain. “Tentu orang-orang akan membaca tulisan atau pesan yang ada

dalamnya,” katanya. Hadi sendiri berkeinginan untuk menggeluti usaha kaos dengan desain unik tersebut, karena bukan hanya sekedar kecintaan saja, dunia usaha bisnis tersebut juga sebagai acang untuk berkreatfitas. “Untuk sekarang mungkin belum, mungkin nanti ingin membuka usaha ini,” harap Hadi. Hadi menambahkan, bukan hanya menarik, ada nilai seni yang membuat pakaian ini beda dari pakaian lainnya. “Seni yang kreatif di kaos itu yang menarik,” ungkapnya. Menurut Hadi, membuat kaos menjadi salah satu wadah untuk berkreativitas merupakan hal yang memiliki kenikamtan yang lain. “Pakaian ini kan ada disemua kalangan dan golongan dari anakanak hingga orang dewasa bisa memupnyai dan menikamatinya,” ungkapnya pada wartawan suara kampus. Memiliki kaos kata-kata dengan desain sendiri menjadikan motivsi tersendiri bagi Hadi untuk bisa menggeluti bisnis pakaian tersebut. “Desain sendiri itu lebih kreatif dari pada menyontek desain orang lain. Karena disukai itulah, menurut Hadi yang menjadi alasan kenapa bisnis ini menjanjikan dan patut untuk digeluti. “Untuk koleksi baju saya belum banyak, saya masih mencari kaos di sekitar kota Padang,” terang mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Imam Bonjol. Berbeda dengan Hadi, Sahrul tidak begitu tertarik untuk mengkoleksi kaos kata-kata, menurutnya ada beberapa kata-kata yang tidak bagus atau tidak sesuai dengan keadaan. “Tergantung desain dan kata-katanya, sebagian memang ada bagus sebagian lainya tidak seperti kata-kata “Hidup Santai Masa Depan Cerah, itukan pesan-pesan yang tidak baik,” [Taufiq Siddiq, terangnya. Ria Oktaviantina(Mg) ]




Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.