Mandar Nol Kilometer

Page 149

pop yang lahir di tanah Mandar (Sulawesi Barat) dan didukung penuh oleh pihak sekolah, dalam hal ini SMUN 01 Tinambung. Pembuatan film adalah salah satu cabang dalam berkesenian. Bukan hanya menari, melukis, berpuisi, dan berteater. Artinya, mungkin ada siswa atau generasi muda yang tidak ada talenta berkesenian dalam dunia tari tetapi ada minat terhadap pembuatan film. Jadi, ada beberapa alternatif untuk menyalurkan bakat siswa. Alasan lain, para pembuat film mempunyai keberanian untuk menyalurkan bakat mereka yang cepat atau lambat akan diapresiasi banyak pihak. Artinya, para pembuat harus siap-siap dikritik pihak lain atas karya yang mereka buat. Terakhir, sumberdaya manusia di Mandar harus menyiapkan diri untuk terlibat dalam dunia penyiaran, baik itu dalam ranah hiburan maupun berita. Dalam waktu dekat, Undang-undang Penyiaran yang salah satu poinnya mewajibkan kerjasama stasiun televisi di Jakarta bekerjasama dengan sumberdaya lokal untuk membuat beberapa mata acara. Konkritnya, saat ini Mandar harus mulai membina potensi untuk menjadi sutradara, penulis skenario, kameraman, penyunting, aktris/aktor, penata cahaya, desain digital, ahli komunikasi, pengusaha yang mempunyai kemauan menanam investasi di ranah broadcasting, dan lain sebagainya yang akan mengisi peluang di atas. Pembuatan film “45!!!” Jumat, 27 Maret 2009, editing kasar film kedua IndiE Tia Community bekerjasama Studio Teluk Mandar sudah bisa disaksikan. Pertanyaan yang saya ajukan kepada sang sutradara, Pai (Rifai Husdar), “Ngerti nggak jalan ceritanya?”. Jawabnya, “Saya baru mau ajukan pertanyaan yang sama”. Ya, kami sebagai si pembuat filmnya jelas mengerti, sebab kami yang buat skenarionya, jalani proses sotingnya, dan mengeditnya. Tapi kan namanya film, yang menikmati atau menjadi obyek persembahan adalah penonton. Bukan para filmmaker-nya (pembuat film). Maksudnya, karena telah menyelesaikan film maka semuanya selesai. Tidak sampai di situ! Karya pertama pionir perfiliman di Tinambung (Mandar, Sulbar?) yang pertama kali menfokuskan diri pada pembuatan film fiksi berjudul “Badai Puisi di Layonga”. Menyaksikan film dan film dokumenter (di balik layar) pembuatannya saat sekarang membuat para pembuatnya “malu dan mentertawai” diri sendiri. Di benak berkelebat lambat pertanyaan “Koq bisa-bisanya menghasilkan karya “jelek” seperti itu?”.

136


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.