RADAR LAMPUNG | Minggu, 31 Januari 2010

Page 22

22

MINGGU, 31 JANUARI 2010

LALAT PALING BERSIH SEKUMPULAN lalat tampak bermain di halaman. Tiba-tiba, seekor lalat melihat sampah tergeletak ’’Sisi, lihat ada sampah. Ayo kita serbu,” ajak teman-teman Sisi. ’’Tidak, aku tidak mau,” jawab Sisi. ’’Lho, kenapa?” Tanya teman-teman-

nya. ’’Karena, sampah itu kotor,” jawab Sisi. ’’Lho, bukannya kita suka yang kotorkotor,” sahut temannya. ’’Kecuali aku,” sahut Sisi tegas. Jawaban ini mengherankan teman-teman

Sisi, sampai mereka menghentikan aktivitasnya dan terbengong memandang Sisi. ’’Iya, teman-teman. Mulai hari ini, aku bertekad menjadi lalat paling bersih.” ’’Tapi, mengapa demikian?” ’’Teman-teman, apakah kalian tidak sadar? Umat manusia membenci kita, karena kita jorok dan suka hinggap di tempat kotor. Jika kita bisa rubah kebiasaan kita, aku yakin manusia akan menyukai kita,” terang Sisi. ’’Si, hinggap di tempat kotor bukan kebiasaan kita, tapi sudah menjadi budaya lalat,” jawab Weri, temannya. ’’Budaya? Jangan bicara budaya, karena banyak yang sudah menjadi korban dari budaya kita,” jawab Sisi. ’’Maksudmu?” Tanya para lalat serempak. ’’Gara-gara kita suka hinggap di tempat kotor, kita juga sering membawa bibit penyakit!” ’’Lalu, apa maumu sekarang Si?” Tanya Yudis, lalat hitam berantena panjang. ’’Aku ingin merubah kebiasaan kita. Aku ingin membuktikan kepada manusia, kita bisa menjadi binatang yang bersahabat,” jawab Sisi penuh harapan. Teman-temannya hanya terperangah mendengar niat Sisi. Mereka gelenggeleng kepala. Karena merasa tidak dipedulikan, akhirnya Sisi pun pergi. Saat terbang, ia melewati sebuah sungai. Ia

pun mencuci kakinya di sana sampai bersih. Lalu, ia menuju perkampungan. ’’Uhg… rumah-rumah dekat sungai kok kumuh sih? Kata Sisi sambil berlalu. Ia melayang menuju rumah yang mewah dan bersih. ’’We…, ini dia rumah yang kucari. Aku senang berada di sini,” kata Sisi sambil terperangah melihat perabot yang mahal, mengkilap, dan bersih. Tapi, tiba-tiba terdengar suara, ’’Aduh, kok ada lalat di sini sih. Sebaiknya ku usir saja,” Kata pemilik rumah, sambil mengambil pemukul lalat. ’’Oh…oh, jangan nyonya! Aku lalat bersih. Aku datang dengan maksud baik!” teriak Sisi. Namun tidak didengar pemilik rumah itu. Bahkan, ia nyaris terpukul reket lalat. Maka, dengan terpaksa Sisi pun pergi. Ia singgah di sebuah depot makanan. Karena merasa dirinya bersih, ia pun

Nasib sang Pertapa Sakti PADA zaman dulu di India, hiduplah seorang pertapa sakti. Keahliannya dalam menyembuhkan berbagai penyakit sudah terkenal hingga ke pelosok negeri. Sayangnya, kesaktian yang dimiliki bukan diperuntukkan bagi semua orang. Ia hanya mau mengobati penyakit yang diderita orang-orang kaya saja. Pasiennya dimulai dari saudagar, bagsawan, hingga Raja. Rupanya ia mengharap mendapatkan imbalan yang berlimpah. Rumah pengobatannya dibangun megah, sampai hampir menyamai istana. Bangunan mentereng tersebut didirikan di atas bukit, sehingga terlihat dari berbagai penjuru. Hingga pada suatu hari, ia bermimpi didatangi seorang dewa. Dalam mimpinya, sang Dewa mengingatkan agar ia welas asih pada

semua orang, yang membutuhkan pertolongannya. Akan tetapi, teguran Dewa itu tidak membuatnya sadar, akan kekeliruannya. Akhirnya, turunlah beberapa Dewa untuk memberi peringatan keras. Agaknya Pertapa Sakti tidak menggubris. Ia malah melawan Dewa, untuk mengadu kesaktian. Dalam sebuah pertarungan, sang pertapa sakti menerima kekalahan. Karenanya, wujudnya berubah menjadi seekor hewan bersayap dan bertaring dengan mata menyorot tajam. Hewan tersebut adalah kelelawar, yang tidak dapat bertengger melainkan menggantung. Hal tersebut melambangkan agar ia selalu melihat ke bawah. Memperhatikan orang-orang miskin, yang sebenarnya sangat membutuhkan pertolongan. (*)

hinggap ditumpukan piring, sendok, atau makanan. ’’Aduh, mengapa ada lalat dalam mangkuk supku? Aku nggak mau!’’kata pembeli didepot itu. ’’Oh, maaf mas. Nanti saya ganti,” kata pemilik depot, sembari melempar Sisi di dalam tempat sampah. ’’Oh... betapa merananya hati Sisi. Tidak ada gunanya usaha selama ini. Lalu, dengan lesu ia baranjak pergi ’’Lho, kenapa kamu Si? Katanya kamu tidak suka yang kotor-kotor,” tegur temannya. ’’Ternyata, hidup sudah demikian adil, Teman. Manusia tidak bisa menerima kita sebagai mahluk yang bersih. Kita harus bisa menerima kodrat Tuhan dengan rela. Karena, mahluk Tuhan harus menjalani kehidupannya masingmasing,” kata Sisi. Ia lalu tertawa dan ikut mengerumuni sampah yang ada.(*)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.