262

Page 16

Puailiggoubat NO. 262, 15 - 30 April 2013

8

Suara Puailiggoubat Banjir Siberut, Peringatan Bagi Rencana Perkebunan Sawit di Pagai

B

anjir bagi warga Siberut, Kabupaten Mentawai sudah menjadi kejadian rutin tahunan, terutama bagi warga yang tinggal di sepanjang aliran sungai. Namun banjir yang terjadi awal April, mengagetkan banyak pihak. Selain dampaknya luas menjangkau lima kecamatan, ketinggian air juga lebih besar dari biasa. Banjir terjadi di Kecamatan Siberut Selatan, Siberut Utara, Siberut Tengah, Siberut barat dan Siberut Barat Daya. Ketinggian air bervariasi antara 1-1,5 meter. Tak hanya rumah dan harta benda, kebun coklat, pisang, keladi, cengkeh habis terendam air. Sejumlah ternak seperti sapi, kerbau, babi mati terbawa arus. Puluhan tambak ikan lele dan nila, yang kini tengah jadi tren di Siberut ludes disapu air. Tak terkira kerugian yang diderita masyarakat Mentawai karena sebagian besar bergantung dari hasil pertanian. Berbagai infrastruktur yang dibangun melalui PNPM PM, P2D Mandiri atau dana APBD rusak seperti jalan, jembatan, sekolah, mesin diesel untuk penerangan desa. Melihat masifnya kerusakan yang terjadi, sudah saatnya pandangan bahwa banjir peristiwa rutin sehingga tindakan antisipatif sedikit dilakukan harus diubah. Pemerintah Kabupaten Mentawai sudah harus menyelesaikan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) yang berpedoman kepada pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan dengan memperhatikan topografi serta kondisi geografi wilayah. Peristiwa banjir bisa kita maknai sebagai gagalnya manusia memahami alam. Bahwa alam sudah memberikan peringatan kepada manusia tentang kondisi dan perlakuan terhadapnya, tidak bisa dikelola dengan bijak. Kebijakan pemerintah di masa lalu dengan menerbitkan berbagai izin konsensi hutan melalui HPH dan IPK di Pulau Siberut sejak tahun 1969, diyakini turut menyumbang bencana hari ini. Sekitar 130.650 hektar hutan di Siberut “dihabisi”. Kini tertinggal hanya areal hutan Taman Nasional Siberut seluas 190.500 hektar. Berkurangnya tutupan hutan secara luas tentu akan mengurangi daya dukung tanah menyerap air. Aliran air permukaan akan bertambah menyebabkan sungai meluap. Tak arif rasanya hanya menuding curah hujan yang tinggi menjadi penyebab. Bencana yang terjadi tentu disebabkan hal yang kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kejadian banjir di Siberut bisa menjadi peringatan dini (early warning) terhadap rencana pembukaan perkebunan sawit di Pulau Pagai. Peringatan bagi pemerintah sebagai regulator dan bagi masyarakat sebagai pemilik tanah. Perubahan hutan di Pagai menjadi perkebunan sawit skala besar di masa mendatang bisa mendatangkan bencana yang sama. Pada akhirnya, tentu lagi-lagi masyarakat yang akan merasakan akibatnya. Jika itu terjadi, berarti kita kembali gagal memahami alam. z

16

Pembalakan Hutan Siberut Akibatkan Banjir P

ulau Siberut merupakan pulau terbesar di antara tiga pulau besar di Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan luas sekitar 403.300 hektar yang dalam peruntukannya oleh pemerintah dibagi atas Taman Nasional Siberut tahun seluas 190.500 hektar (1993), hutan produksi dan areal penggunaan lain. Siberut memiliki variasi topografi mulai daerah rawa-rawa hingga lereng-lereng bukit yang terjal. Tidak ada pegunungan di pulau tersebut. Penebangan kayu skala besar dimulai tahun 1972 ketika pemerintah memberikan ijin kepada 4 perusahaan, PT Cirebon Agung dan PT Sumber Surya Semesta di Siberut Utara dan PT Carya Pharmin Pulau Siberut dan PT Kayu Siberut di Siberut Selatan. Antara 1972-1993, 3 dari 4 perusahaan tersebut telah memanen total 130,650 ha hutan dengan jumlah produksi 746,155 m3 kayu. Selanjutnya pada tahun 1981, UNESCO menetapkan Pulau Siberut sebagai cagar biosfer karena keanekaragaman hayati dan keistimewaan budaya masyarakat. Komitmen ini diperkuat dengan dikukuhkannya Taman Nasional Siberut pada tahun 1993. Penetapan Pulau Siberut sebagai cagar biosfer berdampak pada penghentian aktivitas penebangan kayu tahun 1993-1999. Menteri Kehutanan mengeluarkan surat izin yang merangsang perubahan fungsi dan status kawasan hutan. Perubahan status dan fungsi kawasan hutan menjadi jalan masuk bagi penebangan komersial fase

oleh: Pinda T Simanjuntak Staf Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) kedua. Beberapa bulan setelah ada perubahan itu, 11 konsesi untuk penebangan kayu dan perkebunan kelapa sawit diajukan untuk memanfaatkan area seluas 274,500 ha (68.1 persen dari total luasan Siberut). Namun rencana sawit ini gagal oleh kuatnya penolakan masyarakat Siberut dengan sejumlah LSM. Kemudian tahun 2000, dua perusahaan kayu mendapatkan konsesi penebangan di Siberut. PT Koperasi Andalas Mandiri (KAM), mendapatkan konsesi seluas 45,650 ha dan PT Salaki Summa Sejahtera (SSS), mendapatkan jatah penebangan hutan 49,000 ha. Disebabkan oleh masalah internal dan perlawanan masyarakat ser-

ta tekanan dari aktivis konservasi, PT KAM hanya bertahan selama 7 tahun (2001-2007). Daya tarik hutan Siberut yang sangat kuat telah menarik minat para pemilik modal. Sehingga sempat dan agak membingungkan serta sarat ketidakkonsistenannya pemerintah: Menteri Kehutanan mengeluarkan surat nomor ‘102/Menhut-VI/2001’ yang ditujukan bagi PT Salaki

Summa Sejahtera (SSS) guna mendapatkan cadangan areal seluas 49.440 hektar, disusul surat nomor ‘287/Menhut-VI/2003 tanggal 8 Mei 2003’ perihal pembatalan cadangan areal konsesi yang telah disetujui, dan kemudian surat nomor ‘665/Menhut-VI/2003 tanggal 17 Desember 2003’ sebagai peninjauan kembali. Penetapan aturan yang tidak sesuai. Wajar, jika suatu saat, (atau memang tengah berlangsung?), adanya praktek illegal logging dan ketidaksesuaian dengan aturan yang telah ditetapkan. Ditambah lagi: Menteri Kehutanan M.S. Kaban, pada awal Mei 2007 dalam pemberitaan Kompas tahun lalu, telah mengeluarkan

surat izin hak pengelolaan hasil hutan (HPH) bagi PT SSS untuk melakukan penebangan hutan di wilayah utara Pulau Siberut. Izin HPH berlaku selama 45 tahun. Pemerintah daerah juga berperanan besar dalam eksploitasi hutan. Dengan alasan otonomi daerah, Kabupaten Kepulauan Mentawai mengeluarkan peraturan daerah yang memberikan izin bagi perusahaan kayu. IPK (Ijin Pemanfaatan Kayu) seperi IPK PT. Alam Indah Lestari di Desa Sirilogui, Kecamatan Siberut Utara, kemudian IPK KSU Purimanuaijat di Desa Sigapokna yang diberikan bupati kepada perusahaan lok tahun 2004. Perusahaan ini mendapatkan modal dari pengusaha di kota-kota besar di Indonesia. Seringkali ijin ini tanpa melalui konsultasi pemerintah pusat. IPK ini berhenti pada tahun 2005 setelah terdapat larangan dari pemerintah pusat dan tekanan dari LSM dan masyarakat (dokumen YCMM) Ringkasnya, sepanjang 1969-2008 di Pulau Siberut setidaknya ada tujuh perusahaan pemegang hak pengelolaan hutan (HPH) dan enam perusahaan pemegang izin pengusahaan kayu (IPK), selama periode pengambilan kayu sejak 1969 itu, sekitar 200.000 hektar lahan dari luas Pulau Siberut yang mencapai 403.300 hektar habis diambil kayunya. Kini, akibat ulah manusia yang rakus atas kekayaan hutan siberut, mengakibatkan banjir karena terjadinya perubahan atas tutupan lahan di Pulau Siberut dan kayu sebagai penyangga serapan air kini tidak mampu menahan intensitas curah hujan di Siberut. z


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.