Majalah DAQU, edisi Syawal 1431 H

Page 13

Kolom sebayanya bersukaruia dengan berbusana serba baru dan bagusbagus. “ Kenapa kau menangis sendirian wahai anakku, padahal hari inikan hari bergembira,” tanya Nabi SAW pada bocah malang tersebut. “Bagaimana aku tidak menangis, mereka punya pakaian baru, punya uang jajan banyak, habis makan enak sedangkan aku..., aku engga punya apa-apa,” jawab bocah itu polos tanpa menoleh sedikitpun orang yang menyapanya. “Memangnya ayah ibu kamu kemana?” tanya Nabi ingin tahu penyebab kesedihannya. “Ayahku sudah meninggal, ibuku kawin lagi dan harta kekayaan peningalan almarhum ayahku sudah haci oleh ayah tiriku,” kata anak itu dengan isak tangisnya yang kian menjadi-jadi. Mendengar ucapan anak itu, Nabi membelai kepala anak yatim tersebut dengan kasih sayang, menyapanya dengan lembut dan berkata,” Bagaimana seandainya Fatimah Az-Zahra jadi kakakmu, Ali Bin Abi Thalib jadi abangmu dan Hasan Husein jadi saudaramu, sedangkan aku jadi ayahmu, apakau engkau mau?...” Ucapan Rasul tersebut membuat sang bocah yang sedang terisak itu berhenti dari tangisannya, ia kaget, jangan-jangan yang sednag mengajaknya berbicara adalah rasulullah. Ia baru sadar ketika ia menengok dan ternyata benar saja, manusia mulia yang sedang mengajaknya bicara adalah rasulullah Muhammad SAW. “Tentu saja saya mau banget dan senang sekali ya Rasulallah...” seru anak itu gembira dan seketika isak tangisnya berubah menajdi senyum dan tawa kebahagiaan. Rasulullah langsung membimbing anak tersebut ke rumah beliau, lantas

dimandikan, dipakaikan pakaian yang bagus sebagaimana pakaian yang digunakan oleh cucunya Hasan dan Husein serta diberikan uang jajan secukupnya. Setelah itu, anak tersebut bergabung dengan temanteman sebayanya dengan wajah ceria dan senyuman kebahagiaan, sementara rasulullah meneruskan perjalanan menuju masjid untuk mengimami shalat Idul Fitri. Kisah Rasulullah SAW memang penuh dengan kisah-kisah keteladanan dan kepedulian serta kasih sayang terhadap sesama, begitu juga dengan para sahabat beliau, lantas bagaimana dengan kita? Akankah kita membiarkan saudara kita kelaparan pada saat perut kita kenyang dengan makanan serba enak dan minuman beraneka warna, akankah kita membiarkan saudara kita telanjang sementara kita berbangga dengan baju buatan butik dan produk impor, akankah kita biarkan mereka menangis di saat kita tertawa bahagia? Lalu kemudian, bertanyalah kepada diri kita; • Sudah berapa lamakah kita tidak membelai kepala anak-anak yatim dan kita gembirakan hatinya? Atau jangan-jangan tidak pernah. • Sudah berapa lamakah kita tidak mengetuk pintu tetangga yang kita tahu ia sedang kesusahan? Atau jangan-jangan malah tidak pernah kita bukakan pintu ketika ia mengetuknya. • Sudah berapa lamakah kita tidak tengok saudara kita yang kondisi sosial ekonominya membutuhkan uluran tangan kita? • Adakah kita menikmati duren sendirian, dan menyisakan hanya wanginya saja untuk tetangga? • Adakah kita berpesta sementara tetangga yang miskin kita lewatkan tak kita undang? • Adakah rumah kita menantang

langit, sementara rumah orang tua dari dulu sejak kita kecil hingga kita kaya, begitu-begitu saja? • Ketika kita gajian, atau hasil usahanya, pernahkah berpikir, siapa yang bakal kita santuni? Atau jangan-jangan lebih banyak berpikir, bersenang-senang kemana nih? • Ketika makan dengan enaknya, pernah ga sedikit berpikir, hmmm… pasti ada yang tidak bisa enak makan; baik karena tidak ada makanannya atau kondisinya sedang sakit. Lalu setelah kita dapati satu dua nama yang sedang kesusahan tersebut, kita tengok ia dan kita santuni… • Ketika kaki ini begitu bebas diayunkan kemana langkah akan dijejakkan, pernah ga berpikir bahwa ada saudara-saudara kita yang sedang ditahan yang juga butuh uluran semangat dan bantuan dari kita… • dan seterusnya, dan seterusnya. Tanyakan, tanyakan kepada diri kita, apa yang sudah kita lakukan ketika Allah memberikan kepada kita kenikmatan, yang dengannya kita diminta untuk berbagi? Kalau pertanyaan ini kita jawab dengan jawaban bahwa kita tidak pernah menunjukkan kepedulian, perhatian dan kasih sayang kepada sesama, maka saatnyalah kita peduli, saatnyalah kita untuk berbagi. Sebelum semua yang di genggaman kita diambil Allah kembali…

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1431 H Maafkan segala khilaf dan kesalahan saya dan semua Keluarga Besar Daarul Qur’an. Semoga lebaran kali ini merupakan saat-saat terindah dimana kita mampu berbagi dan peduli terhadap sesama, dimana kasih sayang tersebar keseluruh pelosok negeri.

majalah daQu

| edisi 03, September 2010 M / Syawal 1431 H

13


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.