Metro Siantar

Page 25

Opini

SELASA

10

April 2012

HALAMAN

4

METRO TAPANULI

APA KATA MEREKA Baiknya Ical yang jadi king maker sajalah, Ical bagus tapi sebaiknya jadi busur tidak jadi anak panah lagi. Pertimbangannya umurnya sudah tua. Politikus senior PDI-P Taufiq Kiemas, Senin (9/4)

Berdasarkan data Kemnakertrans kenaikan Upah Minimum Provinsi tahun 2012 secara rata-rata sebesar 10,27 persen. Persentase itu lebih tinggi dibandingkan rata-rata kenaikan UMPtahun 2011 yang hanya mencapai 8,69 persen.

Manuver politik yang dilakukan PKS saat paripurna pembahasan RUU APBN-P 2012 dinilai tidak mencerminkan kesetiaan dalam koalisi. Jadi tidak ada alasan bagi PKS berlama-lama di dalam Setgab. Sekretaris Setgab Partai Koalisi Syarif Hasan, Senin (9/4)

Menakertrans Muhaimin Iskandar, Senin (9/4)

Kirim Opini Anda ke email: metrotapanuli @yahoo.com. Maksimal tulisan 5.000 karakter.

Sikap Kami Lampu Kuning Neraca Perdagangan NERACA perdagangan RI masuk lampu kuning. Surplus perdagangan Indonesia terus tergerus. Sejak Agustus 2011 hingga Februari 2012, surplus perdagangan anjlok sekitar US$3 miliar. Bila pada Agustus 2011 masih US$3,76 miliar, pada Februari 2012 surplus bulanan kandas di kisaran US$700 juta. Kinerja ekspor tidak naik signifikan, sedangkan impor melambung menjadi penyebab menipisnya surplus neraca perdagangan. Sepanjang dua bulan pertama tahun ini saja pertumbuhan ekspor 7,56 persen, sedangkan pertumbuhan impor mencapai 21,39 persen. Pemerintah menuding situasi pasar dunia yang tidak menentu sebagai pemicu melambatnya pertumbuhan ekspor. Impor meroket karena meningkatnya kebutuhan barang modal dan bahan baku yang mengindikasikan kuatnya pergerakan ekonomi. Pemerintah boleh saja mencari kambing hitam. Pertanyaannya, apa yang sudah dibuat pemerintah? Misalnya, soal ketidakpastian global. Bukankah peringatan sudah ada sejak lama? Pemerintah pun telah menggembar-gemborkan upaya diversifikasi produk dan pasar ekspor untuk mengantisipasi ketidakpastian. Jangan-jangan yang terjadi ialah pemerintah kalah sigap dengan negara lain dalam merambah pasar yang dituju. Atau lebih celaka, jangan-jangan Indonesia-lah yang menjadi sasaran pasar negara-negara lain. Dengan populasi penduduk yang mencapai lebih dari 237 juta jiwa dan kelas menengah yang meningkat, Indonesia tentunya menjadi pasar seksi bagi negara lain. Bank Dunia pernah menyebut 56,5 persen dari 237 juta populasi Indonesia masuk kategori kelas menengah. Artinya, ada sekitar 134 juta warga kelas menengah di Indonesia. Dengan magnitude itu, siapa yang tidak tergiur untuk membidik pasar Indonesia? Apalagi pemerintah juga sangat liberal dan agresif dalam membuka pintu impor. Yang ditangkan bukan hanya barang modal dan bahan baku yang dibutuhkan industri. Pemerintah juga membuka pintu impor lebar-lebar untuk barang kebutuhan hidup yang sesungguhnya ada dan bisa diproduksi di dalam negeri. Demikianlah, sayur-mayur, buah-buahan, ikan, ternak, dan bahkan garam pun didatangkan dari negara lain. Keinginan untuk membatasi jumlah pintu masuk produk impor untuk buah dan sayur pun hanya setengah hati. Dengan ditambah tarif bea masuk yang terbilang murah ketimbang negara lain, tidak mengherankan kalau impor membanjiri pasar negeri ini. Tarif rata-rata bea masuk Indonesia hanya 6,8 persen. Negara dengan perekonomian lebih maju seperti China, India, Korea Selatan, dan Brasil menerapkan tarif lebih tinggi, rata-rata sekitar 12 persen. Pemerintah seharusnya memaklumi pasar bebas bukan berarti bablas. Negara harus bisa melindungi produk domestik di pasar negeri sendiri. Jangan biarkan pasar kita yang molek jadi arena bazar produk bangsa lain. Surplus neraca perdagangan yang tergerus harus disikapi serius. (***)

Mengapa BBM Harus (Tidak) Naik? Rencana kenaikan BBM 1 April 2012 menimbulkan sentimen yang beragam di masyarakat. Walau sebagian besar kontra, masih ada juga yang tetap berpegang bahwa kenaikan BBM suatu keharusan guna menyelamatkan keuangan negara.

Andry Oktavia Kenaikan harga BBM saat ini memang dirasa kurang dan tidak tepat bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. DI banyak negara-negara dunia, khususnya kawasan Asia, harga BBM untuk umum sangat jauh lebih tinggi dibandingkan tanah air. Misalnya Filipina, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Oleh sebab itu, jangan heran bila banyak terjadi penyelundupan BBM ke luar negeri oleh para mafia minyak dan kebocoran keuangan negara di sektor ini. Harga jual BBM di dalam negeri, sepertinya, memang harus naik. Namun, tentunya kita semua setuju bila kenaikannya sebanding dengan apa yang diberikan pemerintah untuk rakyat. Kita tentu melihat, para politikus korup sibuk dengan pocong dan tiang gantungannya, mengorup uang

rakyat miliaran bahkan triliunan rupiah, masih tertawa dan senyam-senyum tenang. Belum lagi para tingkah laku petinggi politik, pejabat tinggi baik pusat maupun daerah, asyik dengan urusan mereka serta kroninya dan juga partai mereka. Mereka juga sibuk berhitung mengenai perluasan kekuasaan mereka. Di sisi lain, rakyat kecil, kaum melarat, mahasiswa yang prorakyat, dan segelintir mereka yang peduli dengan derita rakyat, sibuk melakukan kampanye menentang kenaikan harga BBM. Lalu bagaimana kita dapat mengetahui apakah sektor BBM itu menguras banyak uang APBN di banding koruptor? mari sedikit kita melihat menghitung biaya pada sektor BBM kita. Indonesia Menghasilkan 930.000 barel per hari minyak mentah, dalam hitungan 1 barel adalah sama dengan 159 liter. Harga minyak mentah dunia saat ini diasumsikan USD105 per barel. Pertamina memperoleh hasil penjualan BBM untuk jenis premium sebanyak Rp63 miliar per liter dengan harga Rp4.500 per liter yang hasilnya adalah Rp283,5 triliun. Sedangkan Impor dari pasar internasional adalah Rp149,887 triliun. Pembelian Pertamina dengan pemerintah Rp224,546 triliun. Biaya LRT (lifting-refining-transporting) adalah

Rp63 miliar per liter dikalikan biaya per liternya Rp566 adalah Rp35,658 trilliun. Jadi jumlah pengeluaran pertama adalah Rp410,091 triliun. Subsidi pemerintah Rp126,591 triliun, jumlah pengeluaran Pertamina dikurangi dengan hasil penjualan BBM milik Pertamina sesuai dengan kebutuhan di tanah air adalah Rp410,091 triliun dikurangi Rp283,5 triliun. Jadi dengan kata lain, APBN kita masih surplus pada angka Rp97,955 triliun berdasar atas keuntungan pemerintah atas penjualan minyak dikurang subsidi pemerintah. Kekurangan uang menurut Pertamina inilah yang dibantu pemerintah kita atau disebut Subsidi. Namun di sisi lain, pemerintah juga mendapatkan keuntungan dari penjualan minyak kepada Pertamina. Inilah yang menjadi pertanyaan banyak pihak yang hingga saat ini belum dapat terjawab. Untungnya, kepedulian sebagian mereka itu didukung beberapa partai besar di negara ini. Yakni PKS, PDIP, dan Gerindra. DPR dan pemerintah harusnya lebih jeli dengan kondisi rakyat sesungguhnya, bukan sebagian masyarakat yang selalu membawa kendaraan mewah dan mahal. (***) Penulis adalah pengamat sosial dan praktisi hukum.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.