metroriau 13/07/2012

Page 30

30

Religi

METRO RIAU JUMAT, T 13 Juli 2012

Oleh: Ina Salma Febriani Allah telah menggambarkan proses penciptaan manusia secara rinci dalam QS Al-Mukminun ayat 12-14, yang dijelaskan pula dalam ilmu sains. Dalam sains, manusia adalah makhluk yang tubuhnya terdiri dari sel, yakni bagian terkecil dari makhluk hidup. Jaringan sekumpulan sel-sel yang serupa bentuk, besar dan pekerjaannya yang terikat menjadi satu disebut organ. Tubuh manusia pun terdiri dari sistem, yakni sistem otot (muskularis), sistem syaraf (neruosa), sistem kelenjar (endokrin), sistem pencernaan (digestivus), sistem metabolisme, sistem cairan tubuh dan darah, sistem jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler), sistem pernafasan (respiratorius), sistem perkemihan (urinarius), sistem reproduksi, sistem kulit (integument) dan sistem pengindraan. Tiap-tiap jenis sel secara

TAUSHIYAH Dulu era sekitar 90’an, lagu More Than Words yang dinyanyikan grup band Extreme sangat digandrungi anak-anak muda. Saat itu kita butuh bukti, bukan hanya janji. Baik dalam kisah asmara maupun dalam permasalahan lainnya. NATO (No Action Talk Only) atau istilah “omdo” alias omong doang sudah mencuat di mana-mana. Karena realitanya kita tidak hanya membutuhkan lip service atau jejeteje (janjijanji tinggal janji). Sampai saat ini seakan-akan tema ini masih kontekstual. Mungkin malah lebih up to date. Semangat “expresikan aksimu” dalam sebuah iklan di televisi seakan-akan mengubah kebiasaan omdo alias omong doang. Memang seringkali petuah,

Emp Em mpa pat at Ka Kar ara rak akt kte ter er Ma Man anu nus usi sia ia dal da ala lam am Al Al-Qu ur’ r’a ’an an khusus beradaptasi untuk melakukan fungsi tertentu. Misalnya, sel darah merah berjumlah 25 triliun mentransfer oksigen dari paruparu ke jaringan. Terdapat 50 triliun sel yang lain dan jumlah sel dalam tubuh diperkirakan 75 triliun. Umur kehidupan sel berbeda-beda misalnya leukosit granular yang dapat hidup selama manusia hidup. Sedangkan eritrosit hanya mampu hidup sampai 14 hari. Disamping kedahsyatan penciptaan manusia dan struktur yang ada dalam tubuhnya, manusia juga “dianugerahi” beberapa karakter buruk yang jika tidak diobati, maka akan merugikan manusia itu sendiri. Beberapa karakter buruk manusia yang disebut dalam Alquran adalah: Pertama, mengeluh dan kikir. “Sesung-

guhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” (QS. Al-Ma’arij: 19). Disadari maupun tidak, mengeluh adalah sifat dasar manusia yang timbul saat ia tertimpa masalah atau dalam kesempitan. Sedangkan kikir yang dalam bahasa Arab disebut bakhil, secara detail Allah uraikan dalam QS. Al-Israa’: 100. “... Dan adalah manusia itu sangat kikir.” Oleh sebab itu, Rasulullah SAW menganjurkan agar kita selalu berdoa, “Allahumma inni a’udzubika minal bukhli (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir).” Kedua, lemah. Dalam Alquran, Allah mendeskripsikan dua kelemahan manusia, yaitu lemah secara fisik dan lemah (dalam melawan) hawa nafsu buruk. “Allah, Dialah yang

Oleh: Ustaz Erick Yusuf

menciptakan kamu dari keadaan lemah...” (QS. ArRum: 54). “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisaa’: 28). Menurut Syekh Nawawi Al-Bantany, tafsir “lemah” dalam Surah An-Nisaa’ itu adalah lemah dalam melawan hawa nafsu. Ketiga, zalim dan bodoh. “... sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72). Kezaliman dan kebodohan manusia dalam ayat di atas disebabkan karena rusak dan kotornya bumi. Karena pertumpahan darah dan ulah manusia itu sendiri yang tidak merawat bumi dan seisinya sesuai dengan ketentuan Allah. Keempat, tidak adil. Berlaku adil adalah tindakan yang terkadang kurang

mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kaum Madyan yang tidak berlaku adil, akhirnya diazab oleh Allah. Seperti dalam firmanNya, “Dan Syu’aib berkata, ‘Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (QS. Hud: 85). Betapa pun sulitnya menghindari tabiat yang sudah Allah lekatkan dalam diri manusia, dengan bertobat dan terus berdoa kepada-Nya, niscaya Allah meminimalkan karakter buruk tersebut dari dalam diri kita. Serta memenuhi hati kita dengan cahaya iman dan hidayah untuk semangat dalam beribadah. Dilansir republika.co.id.*

Pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)

Selaraskan Lisan dan an Amal A Amaal wejangan, nasihat dan ajakan atau dakwah berhenti pada titik lisan. Para orangtua, orang yang dituakan, mpu, pemimpin, sampai dengan ustadz dan ulama berlomba-lomba dalam bicara. Padahal keselarasan lisan dan amal sangatlah penting dalam Islam, sebagaimana ayat :“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak perbuat?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff, 61 : 2-3) Dalam era krisis kepercayaan saat ini, dakwah atau ajakan terasa baru menjangkau kepada orang yang memang mencari atau dalam artian ingin

“diajak”, belum menjangkau sampai taraf orang yang ogah mendengar. Bahkan membenci seruan kalimat-kalimat Allah dan RasulNYA. Proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah billisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah dan sebagainya. Yang jelas, dakwah bil-halal atau nasihat perbuatan akan dapat mengubah sesuatu dengan nyata. Begitu pula dengan jiwa manusia. Memperbaikinya tidak cukup hanya dengan nasihat lisan saja, tapi harus diiringi dengan nasihat perbuatan. Jelasnya “actions, always speak louder than word”. Dakwah ibarat pelita kehidupan yang memberikan ca-

MASJID KUBAH EMAS - Pengunjung menyaksikan panorama Masjid Dian Al-Mahri atau biasa disebut Masjid Kubah Emas di Kecamatan Limo, Depok, Jawa Barat, Rabu (11/7) lalu. Masjid yang kubahnya berlapis emas dan dapat menampung sekitar 15.000 jemaah itu merupakan simbol baru peradaban dan pengembangan kebudayaan Islam di Depok, setiap akhir pekan ramai dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri untuk menikmati wisata religi terutama saat bulan Ramadhan. (antara)

haya dan menerangi jalan kehidupan yang lebih baik. Dari kegelapan menuju terang benderang. Dakwah sangat penting sifatnya apalagi mengingat negeri kita yang akhir-akhir ini seringkali dilanda musibah, kegersangan spiritual, rapuhnya akhlak dan maraknya korupsi. Kemudian kolusi dan manipulasi, ketimpangan sosial, krisis kepercayaan terhadap hukum dan keadilan. Dakwah perbuatan lebih mudah diikuti dan dipahami dari pada seruan lisan, yang terkadang cenderung menggurui, masuk keranah perdebatan, dan membuat orang tersinggung. Sebenarnya hakikat para juru dakwah, adalah dengan menancapkan tegaknya amal perbuatan, bukan bertumpu pada keindahan ucapannya. Menurut imam Syafi’I ; “Pemberi petunjuk adalah siapa yang dapat menasihati saudaranya dengan perbuatannya”. Sebagaiman ayat, “Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran, 3 : 104). Mungkin seharusnya kita semua sebagai pemimpin, atau para pemimpin kita, mulai lebih mengutamakan amal perbuatan dari pada sekedar ucapan. Dikarenakan kita membutuhkan pemimpin yang dapat diteladani. Pemimpin yang FAST (fathonah, amanah, sidiq dan tabligh) dalam artian mempunyai kemampuan (fathonah), terpercaya (amanah), jujur

(siddiq), aktif dan aspiratif (tabligh)sesuai dengan sifat Rasulullah SAW, sebagai uswatun hasanah. Dalam hadis disebutkan; "Allah akan utus pada umat ini (umat Muhammad) di awal setiap 100 tahun seorang yang membaharui urusan agama", hadis ini dapat diartikan dengan munculnya pemimpin besar yang mengingatkan kita agar kembali kepada pedoman Alquran dan Sunnah. Namun janganlah kita kemudian lengah, lalu ogah bahkan tidak berusaha merubah dari mulai diri kita sendiri. Karena semua dari kita adalah pemimpin. Kerinduan terhadap kejujuran dan amal sholeh sebenarnya sudah sangat memuncak saat ini. Dengan demikian kita rindu seorang katakanlah tidak perlu pemimpin besar dengan taraf “istana” atau pun kelas “gedongan”. Bahkan kita rindu terhadap pemimpin-pemimpin kecil, kelas “rumahan”, pemimpin yang langsung berinteraksi dengan masyarakat, yang ada dijalanan, yang ada dipasarpasar, yang ada dikantor-kantor, pemimpin yang dapatmembuat kita merasa masihlah negeri ini mempunyai harapan. Harapan akan munculnya pemimpin besar yang akan memimpin bukan hanya system pemerintahan negeri tetapi pemimpin akhlak ummat, yang mampu membawa kita semua dari kegelapan menuju cahaya yang terang-benderang. Dengan berpegang teguh kembali kepada pedoman Al Qur’an dan As Sunnah. Dilansir republika.co.id.*

SEJARAH Umair bin Wahab

Jagoan Quraisy Pembela Pembela Pe ela Islam Islam (3) (3)

KETERANGAN Nabi sedikit pun tidak berselisih dari apa yang diperbincangkan oleh Umair kepada Shafwan pada waktu itu. \Umair lalu bertanya, “Ya Muhammad, Mengapa engkau tahu begitu jelas? Padahal waktu itu tidak ada seorang pun yang tahu.” “Tentu saja aku tahu, karena ada yang memberitahukan kepadaku. Dan betulkan semua yang ku katakan itu!” Saat itu, benih kebencian yang semula ada berubah menjadi kagum terhadap sosok Muhammad SAW. Seketika itu Umair mengucapkan

dua kalimat syahadat. “Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tuan itu Pesuruh Allah. Sungguh aku dulu mendustakan engkau Muhammad, dengan segala apa yang telah engkau datangkan dari langit dan segala apa yang diturunkan atas engkau.” “Perkara yang engkau katakan tadi, sungguh ketika aku bercakap-cakap dengan Shafwan, tidak ada seorang pun yang tahu, melainkan aku sendiri dan Shafwan. Sesungguhnya demi Allah, aku sekarang mengerti dan sangat percaya, bahwa segala apa yang datang kepadamu itu tidak lain dan tidak bukan, me-

lainkan dari Allah sendiri.” Selanjutnya, Umair meminta izin kepada Nabi hendak pulang bersama anaknya (yang telah dibebaskan oleh Rasulullah). “Ya Rasulullah,” ujarnya. “Dulu aku seorang pembela bagi pemadam cahaya Allah yang sangat menyakitkan kepada orang-orang yang mengikuti agama Allah dan amat menyakitkan kepada tuan yang nyatanyata pesuruh Allah.” “Oleh sebab itu, aku hendak pulang ke Makkah, dan sengaja memohon izin kepada tuan. Di Makkah akan kusampaikan kepada

kawan-kawan Quraisy supaya mereka ikut kepada utusan Allah dan Rasul-Nya. Supaya mereka memeluk Islam. Mudah-mudahan saja mereka mendapat petunjuk dari Allah. Dan jika tidak suka mengikuti, aku akan menyakiti mereka sebagaimana aku dulu menyakiti sahabat-sahabat Tuan.” Darah syuhada telah mengalir ke dalam setiap sel tubuh Umair. Dengan semangat kepahlawanan, ia berusaha ingin menutupi segala kesalahan dan dosa yang telah diperbuatnya di masa jahiliyah kemarin. Umar bin Khathab pun

berubah menjadi sangat cinta kepadanya. “Demi Allah yang diriku di tangan-Nya. Sesungguhnya aku lebih suka melihat babi daripada si Umair sewaktu mula-mula muncul di hadapan kita. Tapi sekarang aku lebih suka kepadanya daripada sebagian anakkku sendiri.” Sementara itu, berita keislaman Umair sudah mulai ramai dibicarakan. Setiap rombongan yang datang dari Madinah, tidak ada kata yang terlewat, selain membicarakan kepindahan Umair ke agama Muhammad SAW. Dilansir dari republika.co.id. (habis)

HIKMAH H H Oleh: Dikdik Dahlan

eutamaan Sya'ban

A’BAN merupakan nama bulan kedelapan dalam A uurutan bulan menurut perhitungan kalender Qamarriyah. Letaknya diapit oleh dua bulan mulia, Rajab dan Ram madhan. Rajab salah satu di antara Asyhurul Hurum (empat bulan mulia) yang ditetapkan Allah (QS. At-Taubah: 36). Sedangkan Ramadhan, Rasulullah menyebutnya dengan Sayyidus Suhur (penghulu bulan) yang diwajibkan berpuasa di dalamnya. Pada bulan itu pula Allah menurunkan Alquran. Karena kemuliaannya itu, banyak orang berburu berkah dengan meningkatkan frekuensi dan kualitas ibadahnya. Baik di bulan Rajab maupun Ramadhan. Rasulullah pernah menyatakan bahwa Sya’ban akan ‘dianaktirikan’ oleh umatnya. Karena mereka sibuk berburu berkah pada bulan Rajab dan Ramadhan. Sebagaimana dikisahkan oleh Aisyah RA, “Rasulullah banyak berpuasa (pada Sya’ban) sehingga kita mengatakan, “Beliau tidak pernah berbuka dan aku tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali puasa Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat Rasulullah banyak berpuasa (di luar Ramadhan) melebihi Sya’ban.” (Muttafaq ‘alaih). Ketika Rasulullah ditanya oleh Usamah bin Zaid mengapa beliau banyak berpuasa di bulan Sya’ban, Rasul menjawab, “Karena bulan itu banyak dilalaikan manusia. Padahal pada bulan tersebut akan diangkat amalan-amalan seorang hamba kepada Allah. Dan aku ingin amalanku diangkat dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i). Dari hadis di atas, setidaknya ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik. Seperti Allah dan Rasul-Nya menetapkan Multazam sebagai tempat mustajab doa. Tetapi bukan berarti berdoa di tempat-tempat lain tidak mustajab. Kedua, beribadah di saat orang lain sedang lalai pasti akan terasa lebih berat. Namun, karena berat itu pula maka nilainya menjadi berlipat. Waktu sepertiga akhir malam adalah waktu yang paling nikmat untuk beristirahat melepas lelah setelah seharian beraktivitas. Tapi di waktu itulah, Rasulullah menganjurkan dan meneladankan untuk bangun. Kemudian shalat tahajud, beristighfar, dan berdoa. Ketiga, mengamalkan sesuatu yang tidak diketahui oleh orang banyak tentu mengajarkan kita untuk selalu beramal dengan ikhlas, jauh dari riya dan ingin dipuji orang lain. Shalat berr jamaah di masjid adalah perbuatan yang paling berat dilakukan orang munafik, terutama shalat Isya dan Subuh. Karena kedua shalat ini kemungkinan tidak dilihat orang lain. Keempat, dengan banyak beribadah di bulan Sya’ban, terr masuk berpuasa, setidaknya bisa dijadikan arena pelatihan fisik sebelum memasuki Ramadhan. Dilansir republika.co.id. (int/wsl)

Tanya Ustadz ? Harian Pagi Metro Riau bekerjasama dengan As Shofa membuka ruang tanya ustadz bagi kaum muslimin dan muslimat. Pertanyaan dapat dilayangkan ke email: andie_pku@ yahoo.com atau boychandra79@gmail.com. Atau kirim ke nomor 085355841875. Rubrik ini diasuh oleh: Ust. Qaimul Hakky dan H Budi Kurniawan Lc.

Assalamu’alaikum, Wr.Wb Ustad, Bagaimana pandangan Islam tentang mati suri? (+62821725xxxx) JJAWAB: Wa’alaikum salam Wr.Wb BANYAK K sekali fenomena mati suri yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan dikalangan umat ulama muslim sendiri ada yang mengalaminya. Ibnu al-Jauzi menyebutkan dalam karyanya Kitab al-Alqaab, seorang tokoh yang dijuluki Haamilu Kafanihi. Dia adalah Abu Said Muhammad bin Yahya al-Bazzaaz ad-Dimasyqi. Suatu kali beliau telah dianggap wafat, lalu dimandikan, dikafani, serta dishalatkan dan kemudian dikuburkan. Di malam pertama, tersebutlah seseorang yang bermaksud mencuri kain kafan mayat ini. Ketika pencuri itu telah selesai menggali kuburan, maka iapun kemudian melepaskan kafan untuk diambilnya. Namun tiba-tiba beliau bangun dari kuburnya. Kontan saja si ‘maling’ itu lari ketakutan. Diceritakan Abu Said pun kembali kepada keluarganya dengan memakai kafannya. Karr ena itu beliau kemudian dijuluki Haamilu Kafanihi (orang yang membawa kafannya). Dan hari-hari selanjutnya, beliau hidup normal seperti yang lain. Subhanalloh, ternyata kejadian mati suri itu memberikan kita pengajaran: 1) Tambah yakin Alloh itu memang ada, dan alam Ruh itu memang ada. Alloh mengatur segala sesuatu tanpa butuh bantuan, tidak perlu berkonsultasi idzin siapapun. 2) Tambah faham bahwa manusia itu lemah. Manusia ni selama hidup punya dua benda (a) yang diidzinkan untuk diatur manusia, yaitu benda mati seperti mobil, rumah. (b) benda yang hanya Alloh mengaturnya, yaitu benda hidup, sekalipun manusia mengatakan “itu’ milknya. Contoh mana ada manusia yang dapat mengatur mata untuk tetap terjaga ketika mengantuk, mengatur waktu lapar untuk makan ketika pekerjaan tergesa,termasuk Ruh dalam tubuh manusia, semuanya Alloh yang atur. “Maka jika kamu (merasa bebas) dari kekuasaan Alloh, (silahkan) kamu kembalikan Ruh (orang yang kamu cintai (kepada jasadnya) jika (anggapan)mu itu benar?”(QS. Al Waqi’ah: 86-87) “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu Termasuk urusan Rabbku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”” (QS. al-Isra’:85) Namun, jika pertanyaannya sebatas, apakah orang yang mati suri itu benar-benar mati hakiki ataukah belum mati, maka ini masuk wilayah dari sedikit ilmu yang bisa kita dapatkan dalam dalil-dalil yang ada. Perhatikan: “Allah memegang jiwa orang ketika matinya (maut) dan jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya (manam). Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.” (QS. az-Zumar 42) Ibnu Katsir Rahimahullah menukil perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhumaa tentang ayat ini, “Arwah orang yang telah mati ditahan, dan arwah orang yang hidup dikembalikan.*


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.