18 kamis 07 2013 metro tapanuli

Page 5

OPINI

4

KAMIS

18 JULI 2013

5

METRO TAPANULI

SIKAP KAMI

Zakat Bisa Entaskan Kemiskinan

Alangkah absurd-nya persoalan Indonesia saat ini. Di saat Ramadan, bulan yang dalam ajaran Islam disebutkan penuh berkah, penuh pahala berlimpah bagi orangorang yang menjalankan syariah Islam dengan baik, ketika Allah SWT menjanjikan pahala berlipat ganda bagi segala kebaikan yang dilakukan manusia, tetapi banyak persoalan yang muncul dan menjadi ironi yang luar biasa bagi kita. Dan semua itu berawal dari satu hal: kemiskinan. Karena kemiskinan sangat dekat dengan kekufuran. Seandainya semua orang kaya di negeri ini berpikiran terbuka dan insyaf mau berinfak dan berzakat, mungkin problem kemiskinan di Indonesia bisa teratasi. Bayangkan, potensi zakat dari orang

muslim di Indonesia, setiap tahunnya mencapai triliunan rupiah, dan jika ini dikelola dengan benar, bukan tidak mungkin lambat-laun problem kemiskinan itu bisa diatasi. Sayangnya, masyarakat muslim masih banyak yang tidak percaya dengan badan zakat yang dibentuk oleh negara maupun swadaya masyarakat, karena kurang percaya atau dikira tidak tepat sasaran. Banyak pelajaran yang bisa kita dapatkan dari banyaknya kasus kemiskinan yang terlihat saat puasa Ramadan. Bahwa kemiskinan itu nampak terlalu banyak, hampir di setiap simpang, pasar ada saja pengemis yang duduk meminta-minta. Ada sindiran nyata kepada para birokrat kita dalam setiap pidato dan laporan akhir tahunnya bahwa telah terjadi pengurangan angka kemiskinan secara signifikan di suatu kota/kabupaten. Karena para pemimpin daerah malu kalau angka kemiskinan masih tetap sama dan tak ada penurunan ketika dia menjabat, padahal kenyataanya, kemiskinan di Indonesia tak pernah berkurang, kalaupun berkurang sangat sedikit. Potensi umat Islam, sebenarnya, bisa mengeluarkan umat dari kemiskinan dengan potensi zakat, baik zakat fitrah, zakat harta dan jenis zakat lainnya, tanpa harus menggantungkan kepada perangkat birokrasi yang hanya mengumbar janji saat kampanye Pilkada. Seandainya semua dari kita sadar, bahwa ada harta orang miskin dan hak anak yatim dari rezeki yang kita dapatkan, maka ironisme kemiskinan tak akan terjadi. Islam punya konsep untuk mengentaskan kemiskinan, tak harus ikut konsep Karl Marx dengan marxismenya. Seandainya kita menyadari hal itu, bahwa Ramadan dan Idul Fitri bukan saat untuk berlebih-lebihan, tetapi untuk membangun keimanan kepada Allah SWT dan ukhuwah dengan sesama manusia. (*)

Ekonom Senior Rizal Ramli

“Silakan saja siapapun untuk mengimpor barang tapi harus membayar tarif yang cukup tinggi. Kalau itu dilakukan, otomatis harga gula dan daging akan anjlok setengahnya,”

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf

“Empat nama peserta konvensi capres merupakan murni gagasan Presiden SBY selaku ketua umum,”

Apa Kata Mereka Sekretaris Kemen PAN-RB Tasdik Kinanto

“KemenPAN-RB memberi kesempatan kepada seluruh instansi pemerintah di pusat maupun daerah untuk mulai membuka pendaftaran CPNS 2013,”

Kurikulum 2013 di Pusaran Madu dan Racun Benarkah kurikulum 2013 diganti karena banyaknya peserta didik cerdas tidak berkarakter? Apakah pen-didikan telah gagal menanamkan nilai agama dan rasa malu sehingga korupsi makin meruyak? Benarkah pendidikan sopan santun telah terkikis sehingga anak bangsa kehilangan identitasnya? OLEH : RAMADANSYAH PRAKTISI PENDIDIKAN Benarkah akhlak mulia bangsa telah menjadi komodiiti langka karena belum maksimalnya peran guru? Apakah benar tawu-ran pelajar, narkoba, plagiarisme, nyontek saat ujian dijadikan alasan perubahan kurikulum? Benarkah karakter dan kejujuran anak bangsa telah menjadi komoditi mahal karena sistem pendidikannya? Mendikbud telah mengumumkan pelaksanaan kurikulum 2013 dimulai 15 Juli 2013. Kurikulum ini digadang-gadang pemerintah sebagai antisipasi merosotnya karakter anak bangsa. Tahun pelajaran ini, Implementasinya dilaksanakan pada sekolah eks-RSBI dan pada sekolah berakreditasi A. Perubahan kurikulum menjadi madu dan racun yang patut diganti dan dicari untuk obat. Hal ini seiring dengan penyataan guru besar Uniiversitas Negeri Padang (UNP), Prof Syahrul R., mengemukakan bahwa perubahan pendidikan ke arah yang baik ialah suatu keharusan. Sejarah telah mencatat ada 10 kali perubahan dan perkembangannya. Ada kurikulum 1945 dan disempurnakan, ada kurikulum 1964, 1968, 1973 dipertajam melalui kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) hingga tahun 1975. Kurikulum 1984 kurikulum 1994 menekankan pada materi dan pada tahun 1997 direvisi. Kurikulum 2004, melalui rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)-nya. Pada tahun 2006 kurikulum ini disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hingga kini ada kurikulm 2013. Inpres Nomor 1 TAHUN 2010 menyatakan bahwa secara filosofis pendidikan harus berbasis nilai-nilai luhur, nilai akademik, dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Pemerintah “Berkoak” dan berkeinginan untuk menerapkan kurikulum 2013. Melalui kurikulum ini mata pelajaran bahasa, bahasa Indonesia, dinya-

takan sebagai penghela mata pelajaran lain, melalui tematik terpadu untuk Kelas I–VI sekolah Dasar (SD). Pada tingkat SMP, dilaksanakan IPA dan IPS terpadu dan pelajaran teknologi dan informasi dijadikan sarana pembelajaran untuk digunakan sebagai media pembelajaran mata pelajaran lain. Kurikulum akan menjadi racun di tangan mengambil kebijakan yang berpolitik praktis yang tidak sungguh-sungguh mewujudkannya. Mutu pendidikan akan “Meruyak” jika dilaksanakan separuh hati. Kita tidak rela jika anak bangsa ini dijadikan uji-coba yang akan merugikan peserta didik. Peserta didik dan masyarakat pun menunggu perubahan. Perubahan kurikulum akan menjadi madu jika direncanakan, diorganisasikan, diaplikasikan dengan sung-guh-sungguh. Betapa tidak, Kurikulum ini menekankan pada ranah Afektif untuk menanamkan sikap menghargai terhadap karya dan sesama. Pada ranah psikomotor, keterampilan peserta didik dibekali dengan kemampuan mereproduksi kembali pembelajarannya. Pada ranah kognitif, pengetahuan peserta didik akan mampu mengevaluasi nalar dan logika secara saintifik (pendekatan ilmiah). Kekuatan proses pembelajarannya dilaksanakan melalui pendekatan scientific dan kontekstual. Maksudnya, membelajarkan peserta didik melalui melalui, observing (mengamati), questioning (menanya), associating (menalar), experimenting (mencoba), networking (Membentuk jejaring). Peserta didik dibiasakan berpikir ilmiah yang jelas sumbernya, dapat dibuktikan, dan dikerjakan menurut semestinya. Proses penilaiannya pun autentik. Misalnya, penilaian berbasis portofolio, pertanyaan yang diberikan guru tidak memiliki jawaban tunggal, menekankan pada proses pengerjaannya, bukan hanya hasilnya.

Sebaliknya, perubahan kurikulum ini akan menjadi racun jika jatuh ke tangan pengelola pendidikan yang lambat menyikapinya. Guru dituntut melayani peserta didiknya dengan total. Kurikulum ini akan lumpuh pada guru yang tidak kreatif, tidak inovatif, egois, tidak mau berubah, tidak mau dikritik, sibuk dengan nostalgia masa lalu, sedangkan perubahan zaman semakin cepat. Misalnya, pada Kompetensi Dasar (KD) Bahasa Indonesia, terdapat KD anekdot. Jika guru salah langkah, akan menghasilkan peserta didik yang suka bergurau, homor, lucu, menggelikan. Akankah kita melahirkan generasi yang demikian? Istilah penjurusan di SMA tidak dipakai lagi. Pada tingkat SMA, ada mata pelajaran wajib dan pilihan sesuai dengan bakat dan minatnya. Penegasan peminatan, di SMA karena adanya mata pelajaran wajib, peminatan, antar minat, dan pendalaman minat. Untuk tingkat SMK, keterampilan yang diberikan disesuaikan dengan standar industri. Penjurusan di SMK terdapat pengelompokkan peminatan dan pendala-man. Sasarannya, menghasilkan pendidikan yang berdaya saing, kreativitas, toleransi, sesuai dengan bakat dan minatnya. Proses itu akan melahirkan anak bangsa bernilai religius, sikap sosial, kreativitas. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) kurikulum 2013 adalah melahirkan produk pendidikan yang bersikap dan berperilaku luhur, beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam. Secara psikomotor, akan terwujud keterampilan peserta didik yang diharapkan memiliki kemampuan pikir, tindak efektif, dan kreatif. Secara kognitif, peserta didik diharapkan memiliki pengetahuan, teknologi, seni, budaya, humaniora, dengan wawasan kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban. Mengelola pendidikan bukanlah mengelola benda mati. Salah urus dalam pendidikan akan mendatangkan kecelakaan pendidikan atau celakanya pendidikan. Akankah anak bangsa mendapatkan racun yang mematikan atau memperoleh madu palsu atau mendapatkan madu yang menyehatkan tubuh. (*)

T


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.