e Paper Koran Madura 26 September 2013

Page 15

OPINI

Masih Perlukah UN Diberlakukan?

salam songkem

Ibadah Haji

Oleh: Budy Sugandi Master of Mathematics and Science Education Marmara University, Istanbul-Turkey

B

isa menunaikan ibadah haji merupakan keinginan setiap orang islam. Namun tidak semua orang islam mampu melaksanakan rukun islam yang kelima itu. Sebab itulah, ketika seseorang sudah mendapat panggilan untuk berangkat ke tanah suci, kesempatan itu tak akan dibiarkan percuma. Apalagi saat ini untuk bisa naik haji ke tanah suci, masih harus menunggu belasan tahun lamanya dari waktu mendaftar. Lamanya menunggu panggilan haji itulah barangkali yang menjadi pemikiran para jamaah calon haji tetap bertekat berangkat ke tanah suci meskipun dalam keadaan sakit. Padahal dalam catatan Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Pamekasan, di antara JCH terdapat dua orang yang terdeteksi menderita penyakit berbahaya, stroke. Namun indikasi penyakit tersebut tak membuat yang bersangkutan patah semangat untuk tetap menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Setidak-tidaknya semangat berhaji meskipun dalam keadaan kondisi kesehatannya terganggu terlihat dari tidak adanya pengunduran diri. Hal itu cukup dijadikan bukti bahwa penyakit bukan alasan untuk menggagalkan melaksanakan panggilan berhaji dari Tuhan yang Maha Esa. Kesempatan berhaji memang tidak bisa diabaikan, namun memerhatikan kesehatan sebenarnya tak kalah pentingnya dengan menunaikan ibadah haji. Sebab bila badan tidak sehat masih tetap memaksakan diri berangkat ke tanah suci bukan mustahil ibadah haji yang tak bisa ditunaikannya juga. Bahkan bisa jadi justeru membuat keselamatan jiwanya terancam dalam perjalanan selama pelaksanaan haji. Yang terpenting bukan hanya menjaga kesehatan, namun juga memastikan tidak kehilangan kuota haji. Perkara pelaksanaan ibadah haji tertunda hingga ke tahun mendatang bila tahun ini mengundurkan diri karena sakit, kiranya tidak perlu terlalu dicemaskan. Pemerintah pun semestinya dapat meyakinkan bahwa mereka yang menunda pelaksanaan ibadah hajinya tahun ini karena kesehatannya terganggu itu tetap akan diberangkan pada tahun haji berikutnya. Selain itu, pemerintah juga seharusnya bisa menjamin keselamatan para jamaah haji sejak berangkat hingga kembali ke kampung halaman. Jaminan keselamatan itu baik berupa pengawalan terhadap semua JCH asal Indonesia selama pelaksanaan haji di tanah suci, sebab pengalaman tahun haji sebelumnya terdapat jamaah haji asal Indonesia yang tersandung kasus pencurian di Mekkah sehingga mengalami keterlambatan pulang karena masih harus menyelesaikan terlebih dahulu kasus hukum yang menjeratnya. Peristiwa memalukan semacam itu hanya mencemarkan nama baik Indonesia yang notabene penduduknya mayoritas muslim. Jangan sampai ada lagi di antara para JCH asal Indonesia terjerat kasus pencurian di tanah haram sana. Itu akan dapat terantisipasi apabila pemerintah melalui panitia penyelenggara haji yang telah ditunjuk dapat mengawasi para JCH. (*)

Mengejar Koruptor

K

inerja KPK memburu para koruptor memang perlu terus dikawal. Meskipun sudah cukup banyak koruptor yang dijebloskan di meja hukum. Kiranya belum cukup meyakinkan KPK benar-benar serius menegakkan hukum bagi para tikus berdasi yang telah membawa lari uang negara itu. Apalagi selama ini kasus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum meskipun sudah cukup lama dinyatakan tersangka dalam kasus korupsi Hambalang, hingga saat ini masih belum ditahan. Cukup dijadikan dasar kinerja KPK masih belum sungguh-sungguh menindak para koruptor. Memang ketua KPK Abraham Samad sudah dapat memastikan bahwa siapa pun yang sudah ditetapkan tersangka oleh KPK, tinggal menunggu waktu untuk ditahan. Namun ucapan itu tetap hanyalah basa basi publik sebelum benar-benar dilaksanakan. Termasuk dalam kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), yang saat ini sedang menjadi bidikan KPK, tampaknya baru sekedar retorika politik hukum. Walaupun KPK mengaku sedang berkonsentrasi mengumpulkan bukti-bukti dugaan penyimpangan e-KTP tersebut. KPK memang tidak perlu gentar menyeret siapa pun yang terlibat dalam masalah korupsi di Indonesia. Sebab rakyat akan terus memantau profesionalisme pejabat KPK tersebut. Pernyataan pejabat KPK tak ubahnya ucapan raja, yang dapat mendatangkan harapan baik bagi negara Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia. Karena ketika KPK berhasil mengembalikan uang negara yang ditilap para koruptor itu ke kas negara sejatinya menjanjikan kesejahteraan bagi semua rakyat negeri ini. Namun ketika KPK sudah tidak mampu menindak para koruptor sehingga korupsi terus merajalela di Indonesia, maka eksistensi KPK tidak hanya membebani negara, namun juga telah mengkhianati kepercayaan rakyat Indonesia. Secara tidak langsung KPK telah membiarkan kemiskinan terus menghimpit mayoritas rakyat bahkan negara, sehingga negara harus menanggung hutang luar negeri ribuan triliun. KPK sejatinya penentu penyelamatan uang rakyat yang ada di kas negara. Untuk itulah, KPK berkewajiban meyakinkan rakyat dan negara, bahwa KPK masih sanggup menyelamatkan uang negara yang notabene milik seluruh rakyat Indonesia. Tidak juga dalam dugaan kasus korupsi di lingkungan pendidikan, terutama dalam penyelenggaraan UN baru-baru ini, hingga kini masih belum tersentuh oleh KPK.(*)

A

15

KAMIS 26 SEPTEMBER 2013 NO. 0207 | TAHUN II

Beberapa bulan belakangan ini publik dihebohkan oleh isu tentang perlu atau tidaknya UN (Ujian Nasional) diterapkan kepada siswa pada jenjang SD, SLTP, dan SLTA sebagai syarat mutlak kelulusan.

S

alah dua alasan keras dari para ahli yang menolak penerapan UN ialah karena UN dianggap tidak bisa dijadikan satu-satunya penentu kelulusan siswa serta penerapan UN ini bisa berdampak buruk terhadap psikologis siswa terutama bagi mereka yang tidak lulus. Posisi saya saat ini yang sedang menempuh studi di salah satu universitas di Turki tentu memacu adrinalin

saya untuk terus menghimpun segala informasi terutama informasi dalam hal pendidikan sesuai dengan fokus studi saya. Sistem pendidikan di Turki memang tidak sebagus sistem pendidikan yang ada di negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, Jerman, dan lain-lain. Namun setiap negara pasti memiliki keunggulan atau mungkin lebih tepatnya keunikan masing-masing yang bisa kita kaji dan terapkan untuk menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang ada di tanah air. Menurut saya pribadi sistem UN di Turki ini bisa dijadikan jalan tengah antara Pemerintah (read : Kemendikbud) yang bersikeras tetap mengadakan UN dan pihak yang tidak setuju terhadap pengadaan UN, seperti yang tertulis di paragraf pertama. Saya sangat tertarik dengan sistem Ujian Nasional di Turki yang mereka sebut Seviye Belirleme Sınavı (SBS) pada saat sebelum diterapkannya sistem yang baru (sistem baru berlaku sejak tahun 2012). Sistem pendidikan terbaru di Turki menggunakan formasi 4-4-4 maksudnya 4 tahun untuk primary school, 4 tahun

untuk secondary school dan 4 tahun untuk high school, sedangkan sistem yang lama menggunakan formasi 8-4, yaitu 8 tahun untuk primary dan secondary school (digabung) dan 4 tahun high school. Sistem ujian nasional di Turki pada tingkat primary school dan secondary school (8 tahun) sebelum diterapkan sistem yang baru yaitu dengan mengadakan ujian yang dimulai pada 3 jenjang terakhir yaitu akhir jenjang ke-6, ke-7 dan ke-8 kemudian dari hasil ujian tersebut dijumlah untuk diambil rata-ratanya. Nilai hasil komulatif tersebutlah yang menentukan para siswa untuk melanjutkan sekolah (high school) unggulan atau tidak unggulan sesuai dengan nilai yang didapat. Analisis dan diskusi Sistem ujian seperti inilah yang saya maksud sebagai solusi dalam menjawab perlu atau tidaknya UN diterapkan. menurut saya UN memang harus tetap dilaksanakan sebagai alat ukur keberhasilan

siswa namun dengan sistem komutatif y a i t u dengan mengukur keberhasilan siswa tidak hanya dengan satu kurun waktu melainkan dengan mengadakan beberapa kali ujian. Pada saat mengerjakan ujian para siswa mungkin sedang mengalami permasalahan mood, sakit dan sebab lain sehingga manjadi faktor kegagalan dalam mencapai standar nilai yang ditentukan. Selain itu sistem komutatif ini akan memberikan kesempatan siswa untuk menjaga, mengatur dan mempersiapkan diri agar bisa lulus dengan memperhatikan hasil ujian-ujian sebelumnya. Dan yang terakhir, hasil ujian nasional tidak dijadikan sebagai penentu siswa lulus atau tidak, melainkan sebagai penentu siswa untuk bisa melanjutkan studi ke sekolah unggulan, biasa atau tidak unggulan sesuai dengan nilai yang diperoleh tersebut. =

Rekonstruksi Politisi Bebas Korupsi Oleh: Ibnu Anshori Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang

“Dilema”, itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan keadaan dunia perpolitikan di Indonesia saat ini. Sebab, tidak dapat dipungkiri, tragedi penggelapan uang negara yang dilakukan oleh para birokrat negara telah memasuki level puncak. Hal ini tercermin dengan lingkaran setan korupsi yang semakin bermata rantai, kroni bisnis yang semakin mewabah, serta masifnya proyek korup yang memaksa dan menyeret para politisi, baik tua maupun muda untuk mempraktikkan korupsi.

S

ederetan praktik haram tersebut, seakan menjadi tradisi, bahkan kompetisi bagi para politisi kekinian. Politik yang seharusnya menjadi salah satu alternatif untuk melindungi, mengayomi, serat mengatur rakyat dalam kehidupan bernegara, kini menjadi ladang pelampiasan untuk meraup kepuasan. Hal ini dikarenakan politik yang mereka gunakan bukan berlandaskan untuk mencapai suatu tujuan bersama, melainkan untuk memuaskan diri mereka pribadi dengan gaya hidup serba matrealistis dan hedonistis. Gaya hidup ala barat tersebut, secara transparan nampak jelas sangat merugikan banyak belah pihak. Sebab, terbiasa dengan hidup mewah tentu sangat mendesak diri. Dan hal ini sangat berpengaruh pada saat mereka tidak memiliki uang untuk membeli apa yang diinginkan. Dengan demikian, tanpa berfikir panjang mereka akan menghalakan segala cara agar keinginannya terpenuhi, termasuk melakukan penggelapan uang negara (korupsi). Idealnya, hal inilah yang me-

latarbelakangi para politisi semakin antusias melakukan praktik haram (korupsi) tersebut. Sebab, merupakan suatu kemustahilan bagi setiap individu bisa memenuhi semua kebutuhannya. Apalagi dalam hal ini, kebutuhan yang mereka perlukan silih berganti, layaknya pergantian malam dan siang. Dan hal ini diperkuat oleh pakar ekonomi, yaitu Adam Smith yang mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak akan pernah merasa puas dengan segala kebutuhannya. Dalam waktu yang relatif singkat demikian, tentu salah satu cara yang paling praktis dan dinamis adalah merealisasikan korupsi. Jadi tidak heran, apabila para pejabat negara yang gaya hidupnya mengadopsi ala barat tersebut sering kali melakukan perbuatan cacat moral tersebut. Lebih parahnya, maraknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, menjadi identitas tersendiri. Pasalnya, dalam hal korupsi Indonesia meraih peringkat kedua sedunia. Dan hal inilah yang menyebabkan Indonesia semakin terpuruk. Sebab, tidak ada lagi harapan bagi negara untuk para politisi muda dalam memberikan perubahan dan pembaharuan yang signifikan terhadap negara ini. Jika terus demikian, perlahan tapi pasti, kehancuranlah yang akan terjadi. Indonesia akan hanya menyisakan nama dan noda buram di bumi pertiwi ini. Apalagi mengingat realitas yang ada, yang bisa dibilang Indonesia merupakan negara yang hanya mampu melahirkan tikus-tikus berdasi, yang selalu siap beraksi melakukan tindak korupsi. Oleh karena itu, eksistensi politisi bebas korupsi sangat urgen adanya bagi negara Indonesia saat ini. Setidaknya dengan kehadiran politisi tersebut dapat membenahi dan memperbaiki citra bangsa, serta memberikan signifikansi terhadap dunia politik, yang pada saat ini boleh dibilang telah keluar dari rell tujuan sebenarnya. Kekinian dan Kedisinian Melihat fenomena kekinian dan kedisinian, tidak dapat dipungkiri, kasus korupsi masih menjadi sajian hangat untuk diperbincangkan. Sebagai saksi bisunya, banyak media massa baik cetak maupun elektronik yang sampai saat ini menampung dan menyajikan kasus demikian. Entah

Jika pandangan hidup kaum elit sudah berubah, tidak menutup kemungkinan akan timbul kesadaran secara mendalam bahwa eksistensi suatu negara dan kemaslahatan bersama lebih penting daripada kepentingan pribadi.

apa yang menyebabkan hal ini terjadi, namun yang pasti kasus korupsi masih belum menemukan titik temu bagaimana cara untuk menyapu bersihkannya. Meminjam istilah dari Simen philips, yang mengatakan bahwa korupsi merupakan salah satu kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes). Tentu istilah tersebut merupakan suatu kebenaran, apalagi jika mengingat penderitaan dan kesengsaraan yang dialami rakyat pada khusunya, yakni implikasi dari praktik haram tersebut. Jika demikian, dapat ditarik sebuah benang merahnya, bahwa korupsi sangat merugikan bagi semua pihak, baik individu, sosial, maupun negara. Oleh karena itu, untuk memperbaiki keterpurukan Indonesia saat ini, sudah sepantasnya merekonstruksi politisi agar bebas korupsi, yakni dengan cara membidik, membimbing, dan senantiasa memberikan pengaruh yang baik terhadapnya. Mengapa demikian? Sebab, merupakan suatu kemustahilan, dalam rangka ‘penantian’ tanpa diiringi dengan usaha yang keras. Namun, dalam upaya tersebut, terlebih dahulu harus memberantas bahkan memusnahkan para koruptor. Dalam hal ini, salah satunya bisa ditempuh dengan cara menegakkan keadilan dan menghukum berat para koruptor, tanpa pandang bulu, baik teman dekat, kerabat, maupun pejabat. Selain itu, dalam upaya tersebut tidak cukup dengan melumpuh jerahkan para koruptor saja, apalagi hanya dengan memberinya hukuman ringan layaknya pencuri telur. Akan tetapi, yang tidak kalah pentingnya adalah merubah pandangan hidup para

politisi yang bersifat materialistis dan hedonistis, khususnya bagi para kaum elit yang tidak pernah memikirkan keadaan dan tidak mau tau penderitaan rakyat akibat dari berbuatan bejatnya. Dalam hal ini dapat kita tempuh dengan cara memberikan penyadaran terhadapnya. Sebab, tanpa penyadaran, suatu usaha untuk melakukan perubahan tidak akan pernah berhasil, dan akan ternilai sia-sia. Apalagi hal ini diperkuat oleh perkataan pakar sosiolog, yaitu Max Webber, yang mengatakan bahwa, “untuk menciptakan suatu perubahan yang signifikan harus dilakukan dengan penyadaran pada setiap individu”. Jika pandangan hidup kaum elit sudah berubah, tidak menutup kemungkinan akan timbul kesadaran secara mendalam bahwa eksistensi suatu negara dan kemaslahatan bersama lebih penting daripada kepentingan pribadi. Dengan begitu, pada diri pejabat bejat negara (koruptor) tidak akan ada lagi keinginan untuk meraup uang negara dengan mendisfungsikan atau menyalahgunakan kepercayaan pemerintah yang diberikan kepadanya. Disamping itu, negara akan melahirkan politisi yang bebas dari praktik korupsi. Alhasil, Indonesia bisa berbangga diri, karena bisa menghasilkan anak bangsa yang siap menjadi tulang punggung negara, tanpa diiringi dengan praktik korupsi. Lebih dari itu, kemaslahatan, kesejahteraan, kemajuan dan hakikat kemerdekaan yang sebenarnya akan dirasakan oleh seluruh rakyat. Wallahu a’lam bi al-shawab. =

Redaksi Menerima tulisan dalam bentuk opini, puisi, cerpen, dan resensi buku. Panjang tulisan 5000 karakter (opini dan cerpen) dan 3500 karakter (resensi buku). Tulisan dikirimkan dengan disertai foto terbaru ke alamat email Koran Madura: opini.koranmadura@ gmail.com

Pemimpin Redaksi Abrari (Non Aktif), Wakil Pemimpin Redaksi Zeinul Ubbadi, Redaktur Ahli M. Husein, Redaktur Pelaksana Abdur Rahem, M. Kamil Akhyari, Sekretaris Redaksi Benazir Nafilah, Tata Letak Didik Fatlurrahman, Novemri Habib Hamisi, Desain Grafis Ach. Sunandar, Khoiril Anwar, Fotografer Mahardika Surya Abriyanto (Non Aktif), Website Hairil Anwar, Biro Sumenep Hayat (Kepala) Syah A. Latief, Syamsuni, Junaidi, Biro Pamekasan G. Mujtaba (Kepala), Muhammad Fauzi, Biro Sampang Miftahul Ulum (Kepala), Ryan H, Junaidi, Holis, Biro Bangkalan Moh. Ridwan (Plt. Kepala), Doni Harianto, Biro Surabaya Ari Armadianto (Kepala), Hana Diman, Joeli Hidayati, Dedy Bashori, Biro Jakarta Gatti (Kepala), Satya, Cahyono, Willy Kontributor FL. Wati (Bali) Anwar Anggasoeta (Yogyakarta) Ahmad Sahidah (Malaysia), Manajer Pemasaran Moh. Rasul Accounting Ekskutif Husnan (Sumenep), Mohammad Muslim, (Pamekasan) G. A. Semeru (Surabaya) Penerbit PT. Koran Madura, Komisaris Rasul Djunaidi, Direktur Utama Abrari, Direktur Keuangan Fety Fathiyah, Alamat Redaksi Jl. Adirasa 07 Kolor Sumenep, email koranmadura@ymail.com, opini.koranmadura@gmail.com, Telepon/Fax (0328) 6770024, No. Rekening BRI 009501000029560, NPWP 316503077608000 http://www.koranmadura.com/ | Wartawan Koran Madura dibekali ID Card (kartu pengenal) dan tidak diperkenankan menerima imbalan berupa apapun dari narasumber


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.