EDISI 769 - 9 AGUSTUS 2010

Page 9

IHSG

DOW JONES*

EKONOMI HANGSENG

DOLLAR AS

EURO*

Senin 9 AGUSTUS 2010

9

2-6 Agustus 2010

MINYAK

EMAS

-0,04%

0,40%

0,54%

-0,02%

0,16%

0,99%

0,47%

3.024,28

10.626,42

21.492,43

Rp8.989,40 per dollar AS

Rp11.833,12 per Euro

81,414 dollar AS per barel

1.191,94 dollar AS per Toz

*Hingga 6/8

10 SAHAM MARGIN TERAKTIF

Pertumbuhan Ekonomi I Ekspansi Kredit Perbankan Akan Memberikan Tekanan

2-6 AGUSTUS 2010

Kode

Volume

Frek

Penutupan

ASII

10.621.800

3.819

INDF

36.731.500

2.570

48.800 4.150

BUMI

75.445.400

2.394

1.660

INCO

40.408.800

2.189

4.325

BMRI

29.731.500

2.060

6.000

BBRI

30.102.500

2.046

9.400

ANTM

33.847.700

1.448

2.200

SMGR

13.139.600

1.401

8.650

AALI

3.210.300

1.229

21.200

ADRO

48.659.800

1.182

2.125

TLKM

21.765.000

1.105

8.400

SUMBER:BEI

Indo Tambangraya Berpeluang Naik 39.000

Saham ITMG Rp38.700 p

38.000

37.000 6

10

15

20

23

28

3

JUL

6

AGS

JAKARTA - Saham pertambangan diproyeksi akan menjadi lokomotif penggerak bursa pada semester kedua ini. Hal itu tidak terlepas dari meningkatnya permintaan akan barang tambang yang diikuti oleh kenaikan harganya. Untuk itu, Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menganggarkan belanja modal sebanyak 110 juta dollar AS pada tahun ini. Perseroan menyisihkan sebesar 7,5 juta dollar diantaranya untuk pengembangan Indomindo East Block. “Sedangkan 5.3 juta dollar AS dialokasikan untuk pembangkit listrik Bontang, dan 20,4 juta untuk proyek infrastruktur Trubaindo,” seperti ditulis dalam riset PT Valbury Asia Securities, akhir pekan lalu. Selain itu, perseroan juga akan mengalokasikan 10,5 juta dollar AS untuk peralatan di tambang Td. Mayang. Sementara 20 juta dollar AS lagi digunakan untuk mendukung pengembangan proyek tambang Bharinto, dan 37,3 juta dollar AS untuk inisiasi peningkatan. Pada semester pertama 2010, ITMG mencetak penjualan bersih sebesar 407,51 juta dollar AS, dengan laba bersih mencapai 67,17 juta dollar AS. Perseroan memproduksi 11,2 juta ton batubara dengan target akhir tahun 2010 sebesar 23 juta ton. Target tersebut akan dipenuhi dari kontribusi tambang Bharinto yang ditargetkan mulai berproduksi pada kuartal IV tahun ini sebesar 0,2 juta ton. Pada perdagangan akhir pekan kemarin, saham ITMG ditutup menjadi 38.700 rupiah atau tetap dibandingkan harga sehari sebelumnya. Sementara saham yang ditransaksikan mencapai 259.500 lembar dengan nilai 9,99 miliar rupiah dari 134 kali transaksi. ayi/E-8

STATISTIK

Bergantung Konsumsi Domestik Pertumbuhan ekonomi yang terlalu bergantung pada konsumsi rumah tangga sulit untuk membuat penduduk menjadi produktif.

P

ertumbuhan ekonomi semester I 2010 mencatat hasil yang mengesankan, yaitu melampaui enam persen. Seperti biasanya, dari sisi permintaan, pertumbuhan didominasi oleh konsumsi rumah tangga, sementara di sisi penawaran oleh sektor-sektor yang tidak bisa diperdagangkan (non tradable sectors). Pada semester I-2010, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi selama triwulan II sendiri adalah 6,2 persen secara tahunan dan 2,8 persen secara kuartalan. “Terdapat banyak faktor yang menunjang pertumbuhan ekonomi, tetapi bisa dikelompokkan menjadi dua. Pertama, adalah faktor eksternal, yaitu perbaikan ekonomi global yang mendorong pertumbuhan ekspor dan investasi. Kedua, adalah faktor domestik, yaitu domestic demand yang terjaga,” kata Deputi Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Slamet Sutomo di Jakarta, belum lama ini. Ekspor pada semester I-2010 tumbuh 17,2 persen secara tahunan. “Komoditas ekspor yang meningkat, antara lain adalah CPO (minyak sawit mentah), karet, kopi, kakao, tebu, gula, dan teh. Sedangkan ekspor produk industri yang meningkat adalah sepatu, pulp, ban mobil, dan sebagainya,” kata Slamet. Sementara investasi yang terekam dalam Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada semester I 2010 tumbuh 7,9 persen secara tahunan. “Investasi banyak terjadi di bidang konstruksi, misalnya untuk properti, jalan raya, instalasi, dan sebagainya,” ujar Slamet. Akan tetapi, lanjut Slamet, pertumbuhan ekonomi memang lebih didukung faktor domestik terutama konsumsi rumah tang-

Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha (persen) Lapangan Usaha (1) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa PDB PDB Tanpa Migas

Triw I-2010 Terhadap Triw IV-2009

Triw II-2010 Terhadap Triw I-2010

Triw I-2010 Terhadap Triw I-2009

Triw II-2010 Terhadap Triw II-2009

Semester I-2010 Terhadap Semester I-2009

Sumber Pertumbuhan Triw II-2010 (y-on-y)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

18,2

3,4

3,0

3,1

3,0

0,4

-2,3 -0,9 -1,9 -2,4

2,3 2,0 4,8 2,3

3,1 3,7 8,2 7,1

3,8 4,3 4,8 7,2

3,4 4,0 6,4 7,1

0,3 1,1 0,1 0,5

0,1

3,0

9,4

9,6

9,5

1,6

1,5

5,0

11,9

12,9

12,4

1,1

2,3

1,3

5,3

6,1

5,7

0,6

0,2 1,9 2,2

3,7 2,8 2,9

4,6 5,7 6,2

5,3 6,2 6,6

4,9 5,9 6,4

0,5 6,2 -

SUMBER : BPS

ga. Pada semester I-2010, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,5 persen secara tahunan. “Struktur PDB (produk domestik bruto) memang lebih banyak didukung oleh konsumsi rumah tangga. Ini karena jumlah penduduk besar. Kalau lebih dari 200 juta penduduk minta makan saja, sudah terbentuk domestic demand,” kata Slamet. Pertumbuhan ekonomi yang terlalu bergantung pada konsumsi rumah tangga, tambah Slamet, sulit untuk membuat penduduk menjadi produktif. “Kalau ingin penduduk berperan dalam menciptakan nilai tambah untuk turun menjadi sektor-sektor ekonomi produktif dengan didukung faktor capital,” kata dia. Oleh karena itu, menurut Slamet, seharusnya PMTB lebih dikedepankan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. “Ini syarat untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi,” ujar dia.

Sementara konsumsi pemerintah pada triwulan II-2010 tercatat mengalami kontraksi sebesar sembilan persen. Pertumbuhan belanja pemerintah semester I 2010 dibandingkan semester I 2009 juga terkontraksi 8,9 persen. “Pola belanja negara memang seperti ini, baru meningkat pada triwulan III. Kami yakin bahwa sebenarnya K/L (kementerian/lembaga negara) ingin realisasi belanja yang lebih tinggi, tetapi mungkin masih ada hambatan. Bisa jadi DIPA (Daftar Isian Pelaksnaan Anggaran) belum disetujui dan sebagainya,” kata Slamet. Sementara di sisi penawaran, kinerja tradable sectors masih kurang menggembirakan. Salah satunya adalah industri pengolahan, yang hanya tumbuh empat persen. “Tingkat pertumbuhan industri manufaktur memang belum cukup, belum mantap. Mung-

kin butuh pertumbuhan sekitar tujuh persen baru kita bisa berharap akan banyak tenaga kerja yang terserap,” tegas Slamet. Peran Bank Pengamat ekonomi A Tony Prasetiantono mengatakan pertumbuhan ekonomi triwulan II2010 yang cukup tinggi tidak lepas dari peranan perbankan. “Pertumbuhan tersebut dipicu oleh ekspansi kredit perbankan yang mencapai 18 persen,” ujar dia. Ke depan, lanjut Tony, pertumbuhan ekonomi diperkirakan bisa lebih terakselerasi. “Pada semester II, ekspansi kredit berpotensi untuk lebih tinggi lagi, sekitar 20 persen. Jika hal ini juga diikuti dengan ekspansi fiskal melalui belanja pemerintah, maka pada semester II akan terjadi pertumbuhan ekonomi yang minimal sama,” papar dia. Dengan kondisi sampai semester I, tambah Tony, maka pertumbuhan ekonomi 2010

sangat mungkin untuk melampaui enam persen. “Overall 2010 pertumbuhan ekonomi kita bisa tembus enam persen, yang berarti lebih tinggi daripada target pemerintah yang sebesar 5,8 persen,” tegas dia. Ekonom BNI, Rosadi TA Montol, mengatakan memang masih dibutuhkan banyak perbaikan agar PMTB dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. “Sektor riil kita memang masih melambat, dan memang ini menjadi PR besar bagi pemerintah,” tegas dia. Untuk menggerakkan PMTB, lanjut Rosadi, memang dibutuhkan peranan pemerintah terutama dalam pembangunan infrastruktur. “Saat ini government spending masih belum optimal. Kalau ini bisa digenjot lagi, terutama untuk belanja infrastruktur, maka bisa mencairkan kebuntuan investasi dan mendongrak PDB,” kata dia. aji/E-8

Kurs Transaksi BI (Rp) Mata Uang

Kurs Jual

Kurs Beli

8.222,21

8.138,98

83,23

Euro

11.848,46

11.727,14

121,32

Pound Inggris

145,50

Dollar Australia

^ Spread

14.262,37

14.116,87

Dollar Hong Kong

1.157,43

1.145,78

11,65

Yen Jepang (100)

10.458,51

10.350,16

108,35

Ringgit Malaysia

2.850,75

2.819,52

31,23

Peso Filipina Dollar Singapura

200,16

198,02

2,14

6.647,19

6.574,79

72,40

Baht Thailand Dollar AS

280,58

277,34

3,24

8.987,00

8.897,00

90,00

SUMBER: BANK INDONESIA

6 AGUSTUS 2010

Bursa Global Indeks

2-Ags

6-Ags

IHSG Jakarta

3.058,97

3.060,59

0,05

Frankfurt Dax Index*

6.147,97

6.333,58

3,02

Hang Seng Index

21.304,20 21.603,42

^%

1,40

Singapore Strait Times

3.014,26

2.988,29

-0,86 -0,15

KL Composite Index

1.362,45

1.360,37

Tokyo Nikkei 225

9.557,70

9.637,48

0,83

Shanghai SE A Index

2.796,34

2.750,50

-1,64

Philipine SE Index

3.455,24

3.516,28

1,77

862,42

878,47

1,86

10.465,94 10.674,98

2,00

Stock Exchange of Thai Dow Jones Ind Average* SUMBER: BLOOMBERG

*HINGGA 5/8 DAN 6/8

Sektor “Tradable” Mengalami Pelambatan

P

ertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih dalam laju yang relatif cepat. Namun, laju pertumbuhan yang dicapai bukan berarti tanpa catatan. Selain masih terlalu mengandalkan konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh sektor-sektor usaha yang tidak dapat diperdagangkan (non tradable sectors). Sementara sektor tradable, seperti industri pengolahan/manufaktur, seakan masih “mati suri”. Pelambatan industri pengolahan sering kali disebut sebagai fenomena deindustrialisasi. Pada triwulan II-2010, industri pengolahan tumbuh 4,3 persen secara tahunan, lebih baik dibandingkan triwulan I yang

10 BURSA EFEK Pasar Modal » Regulator pasar modal menegaskan penyederhanaan nilai mata uang rupiah atau redenominasi tidak berdampak serius bagi industri pasar modal nasional.

tumbuh 3,7 persen. Akan tetapi, kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto (PDB) menurun dari 25,5 persen menjadi 24,9 persen. “Kalau melihat struktur PDB, maka memang ada indikasi bahwa sektor-sektor tradable (dapat diperdagangkan), terutama industri pengolahan, mengalami pelambatan. Istilahnya, terjadi deindustrialisasi,” tegas pengamat ekonomi dari Universitas Brawijaya, Ahmad Erani Yustika. Di masa lalu, lanjut Erani, kontribusi industri pengolahan terhadap PDB masih dalam kisaran 27-28 persen. “Namun sekarang menurun menjadi sekitar 25 persen. Ini yang menjadi masalah karena kualitas pertumbuhan ekonomi kemudian di-

pertanyakan,” kata dia. Saat ini, tambah Erani, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh sektor-sektor non tradable seperti pengangkutan dan komunikasi. Pada triwulan II, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 12,9 persen. Namun dengan kontribusi PDB yang hanya 6,2 persen, sektor ini kurang berperan dalam perekonomian. “Oleh karena itu, mengandalkan sektor non tradable untuk mendorong pertumbuhan ekonomi memang menjadi masalah. Penyerapan tenaga kerja juga lebih tinggi di sektor tradable,” kata Erani. Akibat pelambatan sektor tradable, tambah Erani, penyerapan tenaga kerja lebih terkon-

13 EKONOMI INTERNASIONAL Industri Otomotif » Penjualan mobil China diprediksi bakal melambat. Kondisi ini terlihat dari angka kecilnya prosentase kenaikan penjualan mobil yang dicetak SAIC Motor Corp.

sentrasi di usaha informal. “Pada 2009, hampir 65 persen tenaga kerja berada di sektor informal. Hal ini terjadi akibat kemampuan sektor formal, seperti industri pengolahan, yang semakin terbatas dalam menyerap angkatan kerja,” kata dia. Masalah-masalah dalam sektor tradable, menurut Erani, memang cukup kompleks. “Salah satu masalah yang cukup pelik adalah keterbatasan infrastruktur. Industri sulit berkembang jika tidak ada dukungan infrastruktur yang memadai,” kata dia. Akan tetapi, demikian Erani, pembangunan infrastruktur masih mengalami kendala khususnya pembebasan lahan. “Ini menjadi salah satu penyebab

pertumbuhan ekonomi tidak bisa dipacu lebih cepat,” ujar dia. Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady mengatakan industri memang mengalami pelambatan sejak 2005. “Sektor industri memang penyumbang PDB terbesar, tetapi sejak 2005 pertumbuhan sektor ini cenderung melambat. Bahkan, tingkat pertumbuhannya berada di bawah pertumbuhan ekonomi,” kata dia. Industri, lanjut Edy, memang rentan terhadap faktor ekternal dan nilai tukar. “Kandungan impor relatif tinggi. Bahkan tidak sedikit pembelian barang dan jasa untuk produksi dan transaksi dalam negeri dinilai dalam dollar AS,” papar dia. aji/E-8

15 SEKTOR RIIL Perdagangan Bebas » Pelaku dunia usaha meminta pemerintah mempercepat negosiasi kerja sama perdagangan bebas bilateral terbatas antara Indonesia dan Pakistan.


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.