komunika 06 2008

Page 3

3

Edisi 6/Tahun IV/Juli 2008

POLHUKAM

Yang Tersisa Dari Pilkada Langsung Tiga tahun sudah, sejak Juni 2005, pemilihan langsung kepala daerah atau yang biasa dikenal dengan Pilkada berlangsung di negeri ini. Seperti apa evaluasi Pilkada yang telah lalu? Dan pelajaran apa yang dapat kita petik dari pemilihan langsung yang telah lewat? komunika mencatat beberapa torehan penting seputar pelaksanaan Pilkada di Indonesia. Hal yang kerap menimbulkan masalah adalah lemahnya administrasi birokrasi dalam melakukan pendataan pemilih. Cukup mengherankan, bila perangkat pemerintah yang ada sampai tingkat terkecil, tak mampu memberikan data valid dan aktual perihal pendaftaran pemilih. Padahal bukanlah hal sulit meneruskan data demografi dari tingkat terkecil ke tingkat selanjutnya, tentu saja bila data tersebut tersedia. Dan faktor inilah yang kerap dituding menjadi biang dari kegagalan Pilkada yang ada. Mulai dari ketidakpuasan kandidat yang menilai adanya kecurangan dengan banyaknya masyarakat yang tidak terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap). Sehingga bagaimanapun hasil Pilkada nantinya, akan tetap muncul penolakan dan konflik dengan dalih keabsahan Pilkada yang diragukan. Pun dapat menurunkan angka partisipasi politik masyarakat sehingga akan sangat berpengaruh terhadap legitimasi pemerintahan yang baru. Kelemahan “Administrasi” Hal lain juga yang kerap menjadi benih konflik adalah bentuk penyikapan terhadap aturan main yang telah dibuat. Baik pemerintah, partai politik dan elemen masyarakat seringkali memiliki kadar tertentu andil dalam menciptakan konlfik. Mungkin pelanggaran yang dilakukan kandidat lebih besar daripada aparat yang tersedia, namun setidaknya fungsi pengawasan dilakukan, semisal dengan melibatkan lembaga pemantau independen secara aktif. Masalah lain adalah faktor teknis yang timbul akibat ketidak hati-hatian dalam proses perhitungan dari mulai TPS sampai dengan rekapitulasi akhir. Kesalahan pada tahap ini akan mengakibatkan perbedaan data antara

Ada beberapa masalah dalam Pilkada, bukan berarti perjalanan demokrasi berhenti sampai di sini. perangkat pelaksana dengan saksi-saksi para kandidat. Dan tentu saja, lagi-lagi dapat memicu konflik dengan dalil netralitas pelaksana dan validitas perhitungan suara. Siap Kalah, Siap Menang Masalah yang juga masih menjadi momok menakutkan bagi setiap pelaksanaan Pilkada adalah persaingan yang tidak sehat antar para kandidat. Hal tersebut jika tidak diantisipasi sejak dini tentu dapat memicu konflik horizontal antar para pendukungnya, baik saat awal kampanye, bahkan setelah hasil Pilkada diumumkan. Ketidaksiapan para kandidat dalam menerima hasil pilkada menjadi salah satu faktornya. Pemerintah dapat mengupayakan sebuah kesepakatan awal antar para kandidat untuk berkomitmen terhadap pelaksanaan Pilkada damai. Semisal yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membuat “janji” kampanye damai dengan melibatkan 34 parpol peserta Pemilu 2009, beberapa waktu lalu. Anggaran dan Kualitas Calon Diakui atau tidak, biaya Pilkada, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun kan-

didat dan parpol, menggelembung sangat besar. Dengan kalkulasi sederhana saja, fakta di lapangan akan memprediksi angka triliunan rupiah untuk biaya administrasi sampai kampanye politik calon. Lihat saja bagaimana perangkat administrasi yang disiapkan, atau semaraknya pengusaha konveksi kala kampanye berlangsung. Berapa rupiah yang mengalir deras untuk hal semisal itu? Angka ini bukan tak mungkin akan terus membengkak, mengingat seratus lebih Pilkada akan berlangsung pada 2008 ini. Miris, bila membandingkan dengan minimnya anggaran pendidikan, kesehatan serta bantuan sosial. Pun dengan kualitas pemimpin yang tidak berbanding lurus dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Lihat saja, sampai saat ini, belum ada daerah yang menunjukkan prestasi signifikan dengan dipimpin oleh pemimpin hasil pemilihan langsung. Dan tentu saja hal ini akan sangat berbahaya, dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem pelaksanaan Pilkada yang telah baku. Menjadi pekerjaan kita bersama untuk lebih mengedepankan kualitas dibandingkan uang untuk mengusung dan mendukung calon tertentu. Pemerintah daerah dalam hal ini harus lebih efektif dalam menyosialisasikan

Blokir Situs Porno Porno, Gunakan Internet Secara Sehat Salah satu dampak negatif yang mencuat dari perkembangan teknologi informasi, utamanya internet, di Indonesia adalah akses situs pornografi yang akhirakhir ini makin meresahkan, karena ternyata merebak lebih cepat dari perkiraan. Teknologi penyebaran konten negatif ini tidak hanya melalui komputer, melainkan juga lewat peralatan personal seperti telepon genggam dan layanan MMS. Untuk itulah, Departemen Komunikasi dan Informatika, Jum’at (18/7), meluncurkan kampanye Internet Sehat. Kampanye ini ditujukan untuk menggugah kesadaran masyarakat, serta pemanfaatan piranti lunak guna memblokir akses yang mengandung konten negatif. ”Kita punya tanggungjawab agar jumlah pelanggan internet terus naik. Tapi, dalam saat yang sama, pemanfaatan internet untuk kepentingan yang tidak betul harus dikurangi,” kata Menkominfo Mohammad Nuh. Dirjen Aplikasi Telematika Depkominfo Cahyana Ahmadjayadi memaparkan, saat ini di internet terdapat lebih dari 103,4 juta website yang aktif. ”Yang terkait dengan Indonesia, baik yang didaftarkan di Indonesia maupun situs-situs dengan

domain dot co dan dot id ada 8 juta situs. Dari jumlah seluruh situs di internet itu 4,2 juta situs merupakan situs porno,” paparnya Selain itu, pendapatan dari bisnis pornografi di 4,2 juta situs ini mencapai 97 milyar Dolar AS. “Income dari bisnis pornografi ini lebih besar dari income lima perusahaan teknologi informasi terbesar di dunia yakni Microsoft, Apple , Google , Yahoo , dan Earth Link,” jelasnya. Cahyana menambahkan, setiap hari ada 75 juta kata-kata ”seks” dari 1,4 milyar pengguna internet yang dikirim melalui mesin pencari data (search engine). ”Kami bekerjasama dengan Asosiasi Warung Internet Indonesia untuk melakukan blocking situs porno, perjudian, rasis, dan SARA,” katanya dengan menjelaskan, blokir situs dapat dilakukan melalui piranti lunak atau software maupun proxy server. Pemanfaatan piranti lunak sebagai alter-

natif, memiliki varian sejak diterapkan secara sentralistik pada pusat layanan jaringan (seperti Indonesia Internet Excahange, IIX), satuan kegiatan di server pada unit layanan serta secara individual pada komputer masingmasing. Pemilihan piranti lunak pun beragam sejak aplikasi prorietary hingga open source. Domain Name System filtering merupakan salah satu solusi yang memiliki keunggulan karena berbasis pemberdayaan komunitas atau masyarakat. Dirjen Aptel Depkominfo bekerjasama dengan Pengurus Pusat Asosiasi Warung Internet Indonesia (AWARI) mengenalkan solusi DNS Filtering sebagai pilihan cerdas dalam memanfaatkan Internet secara Sehat guna berbagai kepentingan dalam kehidupan masyarakat. Menteri Kominfo menambahkan, pemblokiran situs porno tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah maupun komunitas. ”Produktivitas situs-situs baru, termasuk situs porno sangat besar, sehingga partisipasi dari masyarakat sangat diharapkan,” kata Menteri. (media center)

informasi para kandidat dan membuat aturan main yang mengedepankan usaha mencerdaskan para pemilih. Jangan sampai negeri ini mundur ke belakang dengan kembali model penunjukkan kepala daerah dengan alasan efesiensi anggaran. Partisipasi Masyarakat Hal inilah yang paling ditakutkan dari setiap proses pemilihan. Perlahan, dan ditakutkan menjadi kepastian, partisipasi masyarakat dalam menyukseskan Pilkada cenderung menurun. Semisal yang terjadi di Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara beberapa waktu lalu. Angka partisipasinya hanya 57,77%, sementara sisanya, 42% tidak datang ke TPS. Mungkin masalah administrasi ikut menghalangi para pemilih melangkah ke TPS. Atau mungkin saja sosialisasi yang dilakukan aparat pemerintah tidak tepat sasaran. Tapi bisa jadi pula sikap apatis masyarakat kian meningkat melihat janji-janji kampanye kandidat. Atau ada anggapan masyarakat bahwa agenda demokrasi sudah menjadi rutinitas yang menjemukan. Dan yang paling mengkhawatirkan adalah bila para kandidat yang maju ke Pilkada, tidak membumi di masyarakat. Sehingga rakyat pun memboikotnya dengan tidak datang ke TPS. Dan tentu masalah lain seputar Pilkada masih banyak dalam skala yang lebih kecil. Namun tentu saja, perlu kerja sama banyak pihak guna mewujudkan hasil Pilkada yang kita inginkan bersama. Sebab kita semua yang akan menentukan arah demokrasi negara ini. (dimas@bipnewsroom.info)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.