Kendari Pos Edisi 24 Juli 2012

Page 7

7

Kendari Pos |Selasa, 24 Juli 2012

Suami Terpaksa Jual Rumah untuk Membebaskan Istri dari Sel Dosen ....... alot. Karena sebagian bertahan agar pelaku dilanjutkan dalam proses hukum di pengadilan. Namun atas pertimbangan jasa sebagai dosen, mahasiswa kembali memberikan waktu dengan batas waktu. “Kalau tidak dikembalikan hari ini (23/7) kita semua sudah sepakat tidak ada lagi toleransi sedikitpun buatnya,” ungkap para korban, khususnya Asrudin dengan tegas. Dikatakan, mahasiswa sudah cukup memberikan waktu dan bersabar. Tapi kami anggap dia (Santi, red) sebagai dosen yang baik dan akrab dengan semua mahasiswa. Sehingga permintaan tambahan waktu, masih diterima

mahasiswa. Namun, Kapolsek Poasia Kompol Drs. Abdullah menegaskanjikamahasiswamenerima uang tersebut, maka harus ada kesepakatan secara tertulis agar tidak ada masalah lagi di kemudian hari. Namun, diakui jika masalah tersebut diselesaikan, maka semuanya tergatung kesepakatan para korban. “Kami sudah siap proses, untuk dikirim berkasnya di pengadilan. Tapi kalau uangnya dikembalikan dan mahasiswa mau terima, kita akan mediasi,” jelasnya. Dikatakan, cukup prihatin dengan usaha suami Santi (Yoyo) agar bisa mengembalikan uang tersebut dengan menjul rumah BTN, namun pembeli juga tidak membayar langsung kontan.

Namun, setelah mahasiswa AKL menuggu sejak pagi di Polsek Poasia. akhirnya pukul 13.00 wita suaminya dengan kerja keras berusaha mencari uang agar bisa menebus utang perbuatan istrinya, akhirnya dapat terkabulkan. Sehingga atas dasar kesepakatan bersama mahasiswa (korban), pelapor yakni Arfan Baru, ketua senat AKL mau mencabut berkas laporannya dan menanda tangani kesepakatan agar masalah tersebut tidak dilanjutkan pada proses pengadilan. Pengakuan Yoyo, sangat heran mendengar perbuatan istrinya. Pasalnya, dalam kondisi perabot rumah mereka tidak ada barang mewah sedikitpun dan makanpun apa adanya. Sehingga sebagai suami sangat bertanya-tanya kemana uang tersebut. “Saya kaget mendegar istriku sudah ditahan di kantor polisi. Tapi saat itu, Kamis (19/7) saya masih tugas di luar kota. Saat

pulang malam langsung di kantor polisi ini,” jelas Yoyo dengan kesal. Sebenarnya, ia telah sejak lama mengetahui rumor utang yang melilit istrinya. Tapi awalnya tidak yakin dengan perbuatan buruk istrinya. Sejak Agustus 2011 sudah mendegar informasi tersebut dari pihak AKL. “Saat diberitahu, saya langsung berhenti menjadi staf di AKL. Dan saya tanya istri, mengakui. Sehingga langsung cicil uang tersebut, namun memang tidak sampai lunas karena keterbatasan,” jelasnya lagi. Yoyo mengaku, sebenarnya telah sepakat dengan pihak direktur akademik AKL bahwa mahasiswa harus diikutkan dalam ujian semester, masalah pembayaran SPP mahasiswa (korban) yang digelapkan istrinya menjadi tanggun jawabnya dan akan dilunasi. Namun kenyataannya, mahasiswa berpikir lain.(p2/ong)

Ali Mazi :

Tak Mungkin DPP Mencalonkan Elektabilitas Rendah Ali Mazi ....... tidak ada yang bisa tangkis itu. Golkar dan Ketua Umum tidak mungkin mencalonkan orang yang elektabilitasnya rendah. Karena itu, DPP Golkar pasti mendukung saya. Itu juga yang dipidatokan Ical (Aburizal Bakrie) saat Deklralasi Grand Awani bahwa, Ketua Umum hanya akan memberikan dukungannya kepada calon gubernur yang elektabilitasnya tinggi. Dan, yang tinggi elektabilitasnya di antara lima orang yang bersepakat di Grand Awni itu adalah saya. Masyarakat Sultra jangan terpengaruh dengan rekayasa, trik dan propaganda. Cagub Sultra dari Partai Golkar itu pasti saya,” begitu Ali Mazi mengulang-ulang pernyataannya. Mantan Gubernur Sultra ini

melanjutkan, jika ada pihak yang mencoba merekayasa dukungan, itu dia anggap tidak benar. “Itu akan merugikan partai. Kita itu sebagai calon gubernur mestinya mengukur diri. Apakah saya ini bisa bersaing atau tidak. Jangan memaksakan diri. Kalau membawa DPD-DPD 2 ke Jakarta itu, rekayasa namanya. Bukan aturan organisasi. DPD-DPD II digiring-giring, disuruh membuat pernyataan, itu merugikan partai. Mempengaruhi Ketum, tapi Ketum kan tahu itu karena partai ini milik umum bukan milik kelompok orang. Kalau nanti Cagub Sultra itu mencalonkan elektabilitas rendah, Golkar Sultra ke depan akan rusak. Orang yang menandatangani itu (Nurdin Halid) tidak punya kewenangan dan itu akan ditolak KPU. Ketua Umum yang punya

kewenangan dan AD/ART. Siapa yang bisa tangkis itu,” tegas Ali Mazi. Untuk menjadi calon gubernur dari Golkar, Ali Mazi mengaku yakin, bahkan sangat yakin. “Sebagai pemilik elektabilitas tinggi. Saya yakin, Ical tidak akan salah menetapkan Cagub di Sultra. Karena ke depan nanti, Golkar membutuhkan perjuangan lebih berat lagi. Coba lihat, setiap Pilkada di daerah-daerah tidak ada satupun yang dimenangkan Golkar. Hari ini, tidak ada satupun bupati yang dari Golkar. Itu menunjukkan ketidakmampuan Ketua DPD. Sekarang ini, Golkar Sultra harus berkoalisi. Artinya, koalisi, bukan Golkar namanya. Ketika saya dulu, itu hampir semua Golkar dan tidak pernah ada istilah koalisi,” katanya. Ali Mazi berharap, sesama

kader Golkar mestinya saling legowo, jangan saling memprovokasi. Berikalah kepada masyarakat, siapa sebenarnya yang disenangi untuk memimpin SUltra. “Elektabilitas itu kan gambaran suara rakyat. Dulu kita bersepakat berlima. Saya, RIdwan, La Ode Ida, Surunuddin dan Masyhur Masie Abunawas. Siapa yang elektabiltas tertinggi mari kita dukung rame rame. Kok, sekarang mau keluar dari komitmen itu. Itu namanya ketidakjujuran dalam diri kita, berpolitik itu harus ada kejujuran dalam diri, dalam batin. Tapi kalau menggiring, intrik, model apa. Saya ihlas, elektabilitas rendah, saya ihlas mendukung yang lain. Dan ini sudah dideklarasikan, lima orang itu. Sudah diuji oleh publik, Di hadapan Aburizal Bakrie selaku Ketum,” pungkasnya.(dri)

Jaminan Sosial Itu Menjadi Kewajiban Negara Pemred ....... Askes (Persero), setelah melalui proses auditing oleh Akuntan Publik. Lalu Menteri Keuangan mengesahkan laporan keuangan itu sebagai pembuka BPJS Kesehatan,” jelas Gede. Badan ini langsung bertanggung jawab kepada Presiden RI SBY. Badan ini bersifat nirlaba, bukan perseroan yang profit oriented. Presiden mengangkat Dewan Pengawas dan Direksi PT Askes diangkat menjadi Dewan Pengawas, untuk paling lama 2 tahun. Tugas Badan ini, kelak menjadi penjamin kesehatan bagi seluruh warga Negara Indonesia. Pesertanya adalah rakyat, selama ini hanya melayani peserta yang terdiri dari PNS, Penerima Pensiun, Veteran, Pensiunan TNI/POLRI dan Badan Usaha lainnya. Awal 2014, pesertanya menjadi seluruh masyarakat Indonesia. Tentu, bebannya makin berat, volumenya melonjak besar, SDM-nya jadi sangat minim, dan harus disosialisasi dengan baik kepada publik dengan berbagai saluran yang pas. “Kualitas layanannya pun harusnya lebih baik dari yang sudah dilakukan oleh PT Askes saat ini,” ungkap jebolah S-2 Magister Rumah Sakit di UGM tahun 1996 ini. Itulah misi ---yang di atas kertas, termasuk--- impossible, bisa berjalan mendekati sempurna! Pasti akan menghadapi kurang ini-itu, complain iniitu, dan protes sana-sini. Untuk mencapai derajad “sama” dalam menjaga mutu layanan seperti sekarang ini saja sudah pekerjaan yang luar biasa sulit. “Kami akan terus berusaha semaksimal mungkin. Kami akan antisipasi dengan menambah kantor layanan, dari 95 kantor menjadi 150 kantor,” papar pria yang pernah menjabat Direktur Operasional PT Askes (Persero) itu. Seperti diketahui, saat ini benefit yang diberikan Askes Sosial bagi peserta Askes adalah yang paling lengkap. UU No 24/2011 itu mengisyaratkan agar layanannya lebih baik, minimal sama. “Jangan sampai ada kasus mereka yang harus cuci darah, hanya ditanggung 6 kali saja. Bagaimana jika harus dicuci darah lagi? Masak, harus ada kata-kata ‘Selamat Meninggalkan Dunia’, kepada masyarakat yang tidak mampu?” ucap I Gede yang pukulan tee off-nya lebih dari 200 meter itu. “Biaya cuci darah itu antara Rp 600 ribu sampai 800 ribu. Untuk menanggung satu pasien cuci darah itu, harus ada 150 orang yang sehat walafiat, selama sebulan tidak boleh klaim

sakit. Saat ini di Askes, ada 8.000 lebih peserta yang cuci darah, atau setara dengan 1,2 juta peserta lain yang tidak boleh sakit selama sebulan penuh,” ungkap Gede. Dia juga menyebutkan, saat ini ada peserta asuransi yang sudah 34 tahun terus menerus cuci darah, dan kondisinya masih sehat. Sangat efisien, jika dibandingkan dengan biaya Askes yang hanya Rp 40 ribu setiap bulan. “Itulah yang kami namakan prinsip gotong royong dalam asuransi kesehatan. Soal berapa nanti biaya setelah menjadi BPJS, itu masih belum diputuskan. Kita tunggu saja, masih proses pembicaraan,” jelasnya. Di mana-mana, jaminan sosial bidang kesehatan itu memang menjadi kewajiban negara. Menkes RI tahun 1966-1978, Prof Dr GA Siwabesi dulu sudah bermimpi untuk melahirkan asuransi kesehatan bagi rakyat

semesta. Tahun 1968, muncul Keppres 230/1968, dengan peserta PNS dan Penerima Pensiun. Sistemnya, reimbursement, namanya BPDPK. Tahun 1984, keluar lagi PP 23/1984, dengan peserta asuransi PNS dan Penerima Pensiun Veteran, Pensiunan TNI/POLRI, dengan sistem Managed Care. Level berikutnya, tahun 1992 dengan keluarnya PP 69/1991 dan PP 6/1992, dengan peserta asuransi PNS dan Penerima Pensiun Veteran, Pensiunan TNI/POLRI dan Badan Usaha Lainnya. Menggunakan sistem Managed Care. Pada tahun 2014 nanti, berdasarkan UU No 24 tahun 2011, menjadi BPJS dengan peserta adalah peserta Askes, Jamkesmas, TNI/ POLRI, Jamsostek dan seluruh masyarakat. Tetap menggunakan sistem Managed Care. “Pada 31 Desember 2013 nanti, Askes PNS dan PJKMU total 25 juta peserta. Lalu 1

Januari 2014 diperkirakan menjadi 139 juta peserta, naik 800 persen. Dan tahun 2019 menjadi Jaminan Kesehatan Nasional dengan Universal Health Coverage untuk 240 juta peserta, naik 1.366 persen,” paparnya. Bagaimana dengan proses pendataan peserta? “Kami sedang berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Siapa tahu E-KTP itu bisa ditambahkan satu feature untuk BPJS? Kami juga harus memperbedar server data, agar bisa menampung data yang signifikan,” kata orang nomor satu di PT Askes ini. Bagaiaman dengan jumlah pegawai? “Ya pasti nambah, mungkin akan menjadi 10.000 orang. Itupun sebenarnya belum seberapa jika dibandingkan Jerman, yang dengan penduduk 80 juta jiwa, punya tenaga semacam Askes itu 60 ribu orang. Tapi saya tetap optimis!” tegas I Gede Subawa.(don/bersambung)

Borok-borok di KPU Konsel Mulai Terungkap Sidang ....... menerima Rp 10 juta untuk dana sosialisasi. Kasan pun demikian. Biaya operasional logistik Rp 30 juta, belanja media centre Rp 10 juta, biaya pokja PPDP Rp 10 juta, tidak per nah diterimanya. Termasuk Rp 50 juta tanggal 17 Maret 2012. Begitu pula pengakuan Mursalim yang menolak semua pengakuan Juan jika dirinya telah menyerahkan sejumlah uang kepada anggota KPU Konsel itu. Bahkan, kwitansi

penerimaan yang disajikan oleh Juan di depan majelis hakim tidak diakui. Berbeda dengan Yuliana yang mengakui pernah meneken kwitansi penerimaan sejumlah dana dari terdakwa. Total anggaran yang tertuang dalam kwitansi sebanyak Rp 110 juta dengan dua kali penandatanganan kwitansi. “Satu kwitansi, kami menerima semua anggota KPU masing-masing Rp 20 juta. Tapi yang menandatangani kwitansi penerimaan uang tersebut, sendiriku,” aku Yuliana. Ahmadi juga men-

gakui ada sejumlah dana yang diterima dari Juan Kusuma Silondae untuk kebutuhkan operasional tahapan Pilpres. Namun, sebagian kwitansi yang ditunjukan oleh Juan, tidak diakuinya. Sidang kasus dugaan korupsi KPUD Konsel tersebut dipimpin oleh Aminuddin SH sebagai Ketua Majelis Hakim Tipikor dan didamping dua hakim anggota yakni Kusdarwanto SH SE dan Yon Efri SH MH. Jaksa Penuntut Umum yang hadir yakni Sugiatno Migano SH, Ramadhan SH, dan Syahrir SH. (p6/aka)

Ridwan BAE :

Saya Sebagai Cagub Sudah Real Ridwan ....... beberapa waktu lalu. “Saya harap pada seluruh masyarakat, adanya surat penetapan ini, jangan lagi dipolemikan karena sudah final. Sudah jelas sekarang, saya lah yang direkomendasikan jadi calon guber nur. Saya tidak persoalkan Ida dan Ali Mazi. Saya harap kesepakatan Grand Awani dijaga, karena isinya siapa saja yang ditetapkan DPP, harus didukung. Jadi mereka harus dukung saya,” katanya, kemarin. Keluar nya Ali Mazi dari Or mas Nasdem, ditanggapi positif mantan bupati Muna dua periode itu. Dia menilai, sikap mantan gubernur Sultra itu, sebagai bentuk dukungan

pada dirinya. Dalam surat tersebut, tidak ada tembusan yang ditujukan pada Korprov. Ridwan menilai, sudah jelas bahwa Korprov bukanlah “orang penting” yang harus mendapat tembusan surat tersebut, sehingga DPP merasa tidak perlu menyampaikan hasil rapat tim Pilkada DPP itu. Apalagi, Korprov tidak pernah memberi andil dalam setiap Pilkada yang dilaksanakan di Sultra. “Korprov biarkan dia bicara, yang jelas apa yang mereka bicarakan bukan tugasnya. Mana pernah Korprov muncul di koran menanggapi Pilkada? Adanya baru sekarang ini. Makanya 12 DPD se-Sultra akan memitna DPP, supaya menegur Korprov. Setelah ditegur kalau perlu semua Korprov Sultra ditinjau kembali atau diganti, karena

harusnya antara Korprov dan DPD II harmonis, bukan sebaliknya,” ujarnya. Bagaimana dengan calon wakilnya? Ridwan menjelaskan, sudah ada tiga nama yang diusul untuk mendampinginya nanti. Namun dia tidak mau merinci secara detail karena masih rahasia. Yang jelas, tiga nama itu berasal dari partai Golkar dan non Golkar termasuk dari kalangan profesional. Soal tidak adanya tanda tangan Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie pada surat penetapannya sebagai Cagub, Ridwan mengurai bahwa, Ical akan membubuhkan tanda tangannya ketika Cawagub yang akan mendampinginya sudah paten. “Nanti wakil sudah pasti, baru Aburizal tanda tangan. Tapi saya sebagai Cagub sudah real,” tandasnya.(dri)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.