Jambi Independent | 15 April 2011

Page 25

Jambi Independent

Jumat, 15 April 2011

Alat Komunikasi dengan Leluhur dan Dewa PENYAMPAI PESAN : Seorang anak sedang bersembahyang menggunakan dupa di salah satu kelenteng di Kota Jambi.

surya elviza/jambi independent

Hio dalam Tradisi Tionghoa surya elviza, Jambi Hio atau dupa merupakan salah satu alat sembahyang yang digunakan oleh warga Tionghoa baik Buddha maupun Konghucu. Asap dupa yang membumbung tinggi dipercaya sebagai alat komunikasi dengan DewaDewi dan para leluhur. Ini karena asap dupa yang akan menyampaikan tujuan dari umat yang berdoa tersebut. Selain itu, wewangian dupa juga dipercaya akan memberikan dampak positif bagi penggunanya. Menurut Apong, pengu-

rus Kelenteng Siu San Teng bahwa makna sembahyang akan berkurang jika tidak ada Hio. Begitupun dengan jumlah dan ukuran Hio yang dipercaya berpengaruh terkadap cepat atau lambatnya doa tersebut diterima oleh Dewa. “Ada banyak jumlah hio yang digunakan oleh masing-masing umat saat sembahyang. Ini tergantung dari masing-masing umat. Hanya saja kalau di kelenteng ini, setiap Hio yang dibakar akan diletakkan di masing- masing pintu sehingga jumlahnya pun harus disesuaikan dengan jumlah pintu di kelenteng ini,” bebernya. Lalu, bagaimana asal usul sehingga dupa bisa digunakan untuk alat sembahyang? Berdasarkan data yang terkumpul, sebenarnya asal

Praktek Upacara Sembahyang JAMBI - Pelatihan menjadi rohaniwan yang mampu memimpin upacara sembahyang dan pernikahan, tentunya bukan perkara mudah. Sebenarnya dibutuhkan waktu yang cukup lama hingga rohaniwan benar-benar mampu menjadi rohaniwan yang siap menghadapi berbagai halangan dan rintangan saat bertugas. Maka, untuk menelurkan bibit rohaniwan yang berkualitas, pihak Majelis Tinggi Agama Konghucu (Matakin) Pusat terus memberikan pelatihan untuk menempa para calon rohaniwan. Pada hari kedua, pelatihan calon rohaniwan di Kelenteng Hok Sin Tong, kemarin (14/4), lebih fokus pada praktek dan pendalaman tentang upacara sembahyang. Mulai dari tata cara sembahyang, alat sembahyang, dan doa yang dipanjatkan baik oleh pemimpin doa dan umat yang mengikutinya. Menurut The Lien Peng, Ketua Majelis Agama Konghucu (Makin) Jambi Sai Che Tien, bahwa pihaknya terus melakukan pembenahan dan

pencarian bibit baru untuk para rohaniwan sehingga Kota Jambi memiliki banyak rohaniawan yang berkualitas. “Mudah-mudahan dengan pelatihan ini, kualitas umat Konghucu semakin baik. Hanya saja memang banyak orang yang sibuk dengan pekerjaan dan kesibukan mereka masing- masing sehingga sulit bagi kita untuk mencari waktu yang tepat untuk memberikan berbagai pelatihan tambahan,” jelasnya. Materi yang disampaikan kemarin (14/4), di antaranya ciri-ciri rumah ibadah, sejarah suci agama Konghucu, pengetahuan kitab suci, kode etik rohaniawan, dan upacara sembahyang. Semua disampaikan langsung oleh pihak Matakin Pusat sehingga diharapkan peserta benar-benar mendapatkan pengetahuan yang baru dan lebih mendalam untuk pengembangan ajaran Konghucu khususnya di Provinsi Jambi. “Semoga semua peserta nantinya bisa lulus dan langsung dinobatkan sebagai rohaniwan yang siap terjun ke masyarakat,” jelasnya. (viz)

usul dupa pertama kali tidak langsung digunakan untuk penyembahan atau penghormatan. Dupa masuk bersamaan dengan masuknya agama Buddha ke Cina. Konon, sewaktu Buddha Sakyamuni menyebarkan ajarannya kepada para pengikut, cuaca sangat panas. Kebanyakan murid-muridnya tak dapat berkonsentrasi dan merasa mengantuk dalam mendengarkan wejangan dari Buddha Sakyamuni. Maka, orang-orang kemudian membakar kayu harum dan wangi

untuk mengharumkan udara dan meningkatkan konsentrasi. Lalu, tradisi ini menjadi kebiasaan dalam agama Buddha dan terbawa ke Cina dalam penyebarannya. Dupa kemudian diadopsi oleh agama dan kepercayaan lain yang telah lama ada di Cina sebelum agama Buddha masuk. Sehingga dupa menjadi sebuah alat dalam ritual dan tradisi kebudayaan Tionghoa selama ribuan tahun. Baik dalam menghormati leluhur, menghormati Dewa-Dewi dalam agamaagama tertentu di Cina dan juga tentunya oleh penganut agama Buddha sendiri. Maka, hingga saat ini, dupa dijadikan sebagai alat untuk bersembahyang bagi warga Tionghoa. Bahkan, saat ini bentuk dan ukurannya pun cukup banyak. Ada yang menggunakan dupa dengan ukuran panjang hingga 1 meter. Mereka menganggap bahwa dengan demikian, maka doa yang disampaikan akan cepat didengarkan oleh Dewa. “Biasanya itu digunakan pada saat hari hari besar. Penggunaannya pun dibebaskan untuk setiap umat. Apakah mereka ingin menggunakan dupa dengan ukuran umum atau yang khusus. Yang terpenting adalah niat dan doa yang tulus,” bebernya. (*)

Yayasan Teo Chew ........................0741 20335 Yayasan Kesejahteraan Sentosa ..... 0741 33723 Yayasan Aneka Kesejahteraan (Ang ke) .................................................... 0741 42620 Yayasan Dharma Bhakti ................. 0741 23737 Yayasan Lambana Aneka Bhakti (Lam An) ..................................................... 0741 33553 Perkumpulan Hakka Jambi (Yayasan Satya Marga) ..................................................... 0741 25270 Yayasan Citra Sosial (Ciang Siok) .....0741 443527


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.