Jambi Independent | 14 April 2010

Page 30

Jambi Independent

Rabu, 14 April 2010

FILM

Kata Cinta yang Terlambat Moo Ji Yuong adalah seorang anak angkat yang hidup di Australia. Ini karena sang ibu tidak memiliki banyak uang untuk menghidupinya sehingga dia (Chan Moo, red) terpaksa menjadi anak adopsi. Saat beranjak remaja, dia memutuskan untuk me­ ninggalkan keluarga angkatnya dan tinggal di jalanan bersama pacarnya Chan Moo Hyeok, seorang pria keturunan Korea. adalah seorang gangster yang kegiatannya merampok turis-t uri s Asia yang sedang berjalan sendirian. Tapi, Moo Ji young akhirnya tidak tahan hidup di jalanan. Lalu ia memutuskan untuk menikah dengan lelaki yang kaya raya. Tentu saja hal ini membuat Cinema Asia Moo Hyeok sangat terpukul. Moo Hyeok pernah mencoba untuk mengajak Ji Young melarikan diri. Tapi ditolak oleh gadis itu, dia me­ ngatakan kalau dia memang mencintai Moo Hyeok. Tapi dia lebih mencintai uangnya Jason. Semuanya gagal, karna kecewa Moo Ji Yuong kembali ke korea. Ketika sudah tiba di bandara, dia menjadi korban anak buahnya Moo Hyeok. Dia kehilangan semua miliknya termasuk passportnya. Parahnya lagi dia tidak begitu bisa berbahasa Inggris, jadi tidak bisa meminta pertolongan orang lain yang lewat. Moo Ji Young terduduk lemas karena dia lelah dan juga lapar. Pada saat bersamaan, Moo Hyeok melihatnya. Diapun pergi nemuin ganknya dan melihat anak buahnya telah menemukan korban baru. Yang menarik perhatian Moo Hyeok adalah passport yang dipegang oleh anak buahnya dan membuka passport itu. Dia menemukan foto Moo Ji Young. Moo Hyeok segera kembali ke tempat dia meninggalkan Moo Ji Young dan mengembalikan passport gadis itu. Keesokan harinya JI young tiba di Korea dan Moo Hyeok memutuskan untuk menghadiri pesta pernikahan mantan kekasihnya. Ketika pesta itu sedang berlangsung terjadi perkelahian. Moo Hyeok mencoba menyelamatkan Ji Young, tetapi malah tertembak dua butir peluru yang menembus kepalanya. Ini menyebabkan dia tidak sadarkan diri. Setelah diperiksa dengan CT SCAN dokter, dokter tidak mampu mengeluarkan satu proyektil yang tersisa di kepala Moo Hyeok. Bahkan dokter memvonis hidup Moo Hyeok tidak akan lama lagi. Karena tau umurnya tidak akan lama lagi Moo Hyeok yang selama ini hidup dijalanan memutuskan untuk kembali ke Korea dan mencari ibu kandungnya untuk mengabdikan hidupnya kepada sang ibu sebelum ajal menjemput. Tapi ketika sampai di Korea, di harus meng­ hadapi kenyataan bahwa ibunya adalah seorang aktris yang terkenal. Dari sanalah Moo Hyeok mengetahui bahwa dirinya se­ ngaja “dibuang” oleh sang ibu karena tidak ingin kehadirannya merusak karir yang sedang dirintis oleh ibunya. Kemarahan Moo Hyeok semakin bertambah ketika tau bahwa dia mempunyai seorang kakak yang juga ditelantarkan oleh ibunya karena mempunyai keterbelakangan mental. Maka, Moo Hyeok bertekad untuk menghancurkan kebahagian ibunya yang kini juga telah memiliki seorang anak laki-laki Choi Yune. Dengan berbagai cara Moo Hyeok berhasil masuk kedalam kehidupan ibunya, bahkan dia berteman akrab dan menjadi manager Choi Yune. Lalu, apa yang terjadi? (*)

Nyalakan Lilin Setengah Tahun Cahaya Abadi Pemurah Rezeki surya elviza Jambi Bagi warga Tionghoa, lilin merupakan cahaya sebagai simbol penerangan hidup. Dalam acara besar, lilin menjadi salah satu simbol yang wajib dinyalakan. Bahkan terkadang sebanyak 2000 lilin dikumpulkan, lalu dinyalakan dalam satu ruangan. Tujuannya adalah agar hidup selalu diterangi dengan jalan yang benar dan mendapatkan kebahagiaan di dunia. Salah satunya yang terlihat di Kelenteng Siu San Teng. Hingga kemarin (13/4), masih terlihat beberapa lilin yang masih dinyalakan. Menariknya, lilin ini sudah menyala sejak awal Tahun Baru Imlek pada Februari 2010 lalu. “Hingga saat ini masih kita nyalakan dan akan mati dengan sendirinya saat lilin tersebut benar-benar habis,” ujar Apong, pengurus Kelenteng Siu San Teng. Betapa tidak, lilin-lilin yang berada di kelenteng ini memiliki berat sekitar 300 hingga 500 kg degan tinggi lebih dari 1,5 meter. Maka, lilin tersebut se­ngaja dinyalakan setiap hari selama lebih kurang 6 bulan. Lilin ini merupakan sumbangan dari beberapa warga untuk diletakkan di kelenteng. Setiap orang yang menyumbangkan lilin harus de­ ngan jumlah genap. Minimal dua buah

lilin setiap kali memberikan sumba­ ngan. “Tidak boleh satu, minimal dua. Diletakkan di kanan dan kiri altar Dewa,” jelasnya. Harganya cukup mahal. Berkisar Rp 10 juta hingga 12 juta untuk satu lilin. Bayangkan jika mereka menyumbang dua buah lilin. Hanya saja, bagi siapapun yang ingin menyalakan lilin mereka di dalam kelenteng, tidak harus menggunakan lilin yang mahal tersebut. “Bisa memberikan lilin dengan ukuran yang lebih kecil, hanya saja tentunya liin tersebut cepat habis, tidak kurang dari setengah tahun,” jelasnnya. Semakin lama lilin dinyalakan, maka akan semakin banyak rezeki yang didapat. Mereka yang menyumbang dan menyalakan lilin tersebut berharap kehidupan mereka akan lebih baik. “Semakin sukses dan mendapatkan rezeki yang melimpah,” ujarnya. Selain itu, penyalaan lilin tersebut juga merupakan salah satu simbol agar mendapatkan pencerahan dalam hidup. Menurut Edi, yang juga pengurus kelenteng bahwa pada umumnya umat yang menyumbangkan lilin dengan ukuran besar adalah pihak perusahaan. Artinya, mereka berharap agar perusahan tersebut bisa berjalan dengan baik dan sukses serta mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. “Lilin tersebut umumnya memang akan habis tepat setelah enam bulan. Saat ini sebagian lilin sudah habis, ada yang masih sete­ ngah dan seperempat. Ini tergantung

FOTO-foto: SURYA ELVIZA/JAMBI INDEPENDENT

TERANG BENDERANG

Cahaya lilin yang masih menerangi Kelenteng Siu San Teng.

dari ukuran lilin,” bebernya. Agwan (36), salah seorang umat Konghucu yang menyumbangkan lilin berharap agar dirinya bisa menda­ patkan kebahagiaan dan kesuksesan yang lebih dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini setiap tahun dilakukannya, yakni menyumbangkan lilin untuk dihidupkan selama mungkin di dalam kelenteng. “Kita serahkan sepenuhnya pada kelenteng.

Saya berharap agar hidup saya selalu mendapatkan penerangan dari Dewa sehingga lebih baik dari sebelumnya,” harapnya. Apong menjelaskan bahwa pihak kelenteng akan selalu menyalakan lilin setiap harinya tanpa terkecuali. “Pagi hingga malam akan terus hidup. Ke­cuali saat kelenteng ditutup pada tengah malam. Paginya akan kita hidupkan kembali,” jelasnya. (viz)

Usung Lagu-Lagu Rohani Pemuda Kembangkan Band Buddish JAMBI-Saat ini Vihara tidak hanya sebagai tempat ibadah. Banyak kegiatan lain yang dapat digelar di sana. Tujuannya untuk mengembangkan bakat dan kemampuan remaja. Salah satunya adalah pembentukan grup band vihara yang me­ ngusung lagu-lagu Buddish. Band Sakyamitta, inilah band pertama dan satu satunya group band Buddish di Provinsi Jambi. Band ini merupakan band bentukan Vihara Sakyakirti Kota Jambi. Ini juga satu-satunya

vihara yang memiliki grup band sendiri yang dimotori oleh pemuda Buddish yang bergabung dalam Generasi Muda Buddish Sakyakirti Jambi (GBSJ). Menariknya, meskipun band ini bergaya cukup funky dan gaul, band yang digawangi oleh enam pemuda Tionghoa ini ha­ nya khusus membawa lagu-lagu rohani pada setiap penampilan mereka. Mereka juga acapkali memainkan lagu ciptaan sendiri. “Kita merupakan pertama dan satu-satunya band Buddish di Jambi. Mudah mudahan ada band-band lainnya yang bermunculan,” ujar Adi, bassis Sakyamitta saat ditemui di sekretariat Vihara Sakyakirti, kemarin (13/4). Berawal dari sekedar iseng, akhirnya terbentuklah band vihara yang secara resmi dibentuk pada pertengahan 2009 lalu. Meskipun baru berumur kurang dari satu tahun, cukup banyak karya yang telah me­ reka sajikan. “Saat ini kita baru muncul pada acara-acara vihara, Waisak, dan pementasan seni yang bersifat amal,” ujar Iwan, pemain keyboard yang saat ditemui sedang asyik bermain guitar. Dasar genre musik Sakyamitta adalah slow pop. Mereka (Band Sakyamitta, red) mengambil jenis aliran musik ini karena keenam personil selalu membawakan lagu-lagu Buddish yang tenang dan lembut. Hanya saja, tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk terus mengembangkan kemampuan musik mereka dalam bentuk lain. “Lagu-lagu Buddish itukan sebagian besar slow dan tenang. Tetapi kita tetap ber-

FOTO-foto: SURYA ELVIZA/JAMBI INDEPENDENT

KREATIF : Band Buddish saat tampil pada pentas seni beberapa waktu lalu.

penampilan seperti anak band pada umumnya meskipun harus membawa lagu rohani,” ujar Adi. Dalam waktu dekat, band vihara ini juga akan melebarkan sayapnya untuk tampil di beberapa acara seperti di a c a r a w e e d i n g . I n i m e r upakan request khusus dari pihak penyelenggara yang menginginkan acara tersebut diisi oleh band dari vihara ini. Selain itu, pihaknya

juga memiliki rencana untuk mengikuti beberapa kompetisi band yang digelar di beberapa acara. Hanya saja memang sebagian besar lagu yang dibawa bukan merupakan lagu rohani. “walaupun demikian kita akan tetap fokus pada lagu rohani meskipun kita tidak menutup kemungkinan untuk menyanyikan lagu lainnya,”jelasnnya. Ke depannya, band vihara ini berharap mampu menciptakan

album rohani sendiri. Tentunya dengan kerja keras setiap personil yang ada. “Itu merupakan harapan jangka panjang kita, saat ini kita masih fokus pada acara-acara rohani yang digelar oleh Vihara maupun luar Vihara. Kita berharap para pemuda dari vihara lainnya juga bisa membentuk band Buddish sehingga lagulagu Buddish bisa berkembang dan bisa didapat dengan mudah,” bebernya. (viz)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.