Jambi Independent 04 November 2009

Page 6

Jambi Independent

RABU, 04 NOVEMBER 2009

Anggodo Minta Maaf ke RI-1 REKAMAN pembicaraan yang diduga rekayasa kasus Chandra M Hamzah dan Bibit S Rianto menyebut-nyebut RI1 yang lazim dikenal sebagai presiden. Namun Anggodo buru-buru mengklarifikasi bahwa tidak ada pencatutan terhadap orang nomor satu di In-

donesia. “Saya minta maaf kepada Bapak Presiden. Tidak ada pencatutan terhadap Bapak Presiden,” kata Anggodo seperti dikutip dari perbincangan TVOne, tadi malam. Dia meminta maaf jika beberapa hari terakhir Presiden terganggu dengan rekaman

tersebut. Tidak hanya kepada Presiden, Anggodo juga meminta maaf kepada institusi Kejaksaan. Sebab, dalam rekaman ikut disebut nama wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga dan mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Wisnu Sub-

roto. “Dalam paparan ini jelas, tidak ada paparan terhadap Pak Ritonga,” kata dia. Sementara kepada Wisnu, Anggodo mengaku lebih dari sebagai teman. “Kepada Pak Wisnu, yang selama ini saya anggap kakak dan memberikan advice,” ujarnya. Anggodo membantah meminta bantuan dalam rekayasa tersebut kepada pejabat Kejaksaan, yakni Ritonga dan Wisnu. “Kalau saya punya perkara, untuk apa lewat orang lain, saya menghadap sendiri,” katanya. menurutnya, perkara yang dihadapinya adalah

perkara tanah di Kedoya, Jakarta Barat. “Enggak ada urusan dengan ini (rekayasa),” tegasnya. Terkait dengan rekaman yang dibuka di MK, dia mengatakan tidak terkait dengan kasus suap atau pemerasan yang disidik Mabes Polri. Anggodo membantah jika ada rekayasa dalam kasus Chandra-Bibit. “Mana rekaman sebanyak itu yang menunjukkan saya rekayasa,” katanya dengan nada tinggi. Menurutnya, dia tidak terkait dengan perkara Masaro. Anggodo hanya menyerahkan uang kepada Ari Muladi atas atensi

KPK. “Atas permintaan, kata Ari orang KPK yang memeras,” terangnya. “Saya hanya meneruskan uang.” Anggodo mengatakan, jumlah yang diserahkan mencapai Rp 5,1 miliar. Jika keterangan Ari Muladi belum berubah, kata dia, uang tersebut masih melalui satu perantara lagi, yakni Yulianto. Terkait rekaman yang menunjukkan e k s p r e s i k e g e m b i raan, Angodo menyangkal jika hal itu terkait dengan masuknya tersangka ke tahanan dan KPK lemah. “Bukan KPK, tapi Bibit Chandra,

saya senang bukan karena masuk (tahanan), tapi keadilan terbukti,” urainya. Dalam rekaman, Anggodo berkomunikasi dengan seseorang yang belum teridentifikasi namanya. Isinya tentang ekspresi kemenangan. “Cepetan emailen ke kosong satu. Menang kita, tersangka sudah ditahan,” kata Anggodo. Sementara terkait dengan Yuliana Ong yang juga terekam berbicara dengannya, Anggodo mengatakan, Yuliana adalah salah satu temannya yang ahli syarah. “Tapi sekarang dia di Brunei,” katanya.(jpnn)

Mafioso Dua Lingkaran Penegak Hukum JAKARTA - Pembeberan rekaman percakapan Anggodo Widjojo dan sejumlah orang yang diputar di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (3/11), menunjukkan masih tebalnya lapisan mafioso (sebutan anggota mafia dalam bahasa Italia) penegakan hukum di tubuh Polri dan Kejaksaan Agung. Sejumlah nama pejabat hukum di Mabes Polri dan Kejagung yang disebut-sebut dalam rekaman menunjukkan keterlibatan masing-masing dalam kasus itu. Anggodo sebagai pemain utama berhubungan dengan lingkaran mafioso penegakan hukum. Dari lingkaran Trunojoyo (sebutan untuk Mabes Polri), terkuak nama Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji dan Wakabareskrim Irjen Pol Dik Dik Mulyana serta sejumlah nama penyidik seperti Benny, Parman, dan Gupu. Bahkan Susno disebut mendukung upaya, jika Chandra dan Bibit ditahan, dia telah menyiapkan pasukan penyidik dalam skenarionya. Sedangkan lingkaran lain adalah dari lembaga Adyaksa, Kejaksaan Agung RI. Beberapa nama seperti mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Wisnu Subroto, Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga yang kala itu menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), serta Jaksa Irwan Ritonga. Dalam Lingkungan Gedung Bundar (sebutan lain Kejagung) tersebut, Anggodo kerap berhubungan langsung dengan Wisnu. Pengacara Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjajanto mengatakan, ada empat lingkaran mafia yang bermain dalam kasus tersebut. Dua lingkaran lainnya berada di lingkungan anggota beserta relasinya. Satu lagi merupakan beberapa orang yang dipaksa masuk yang sebelumnya diincar dalam sekenario mereka karena kedudukannya. Sebut saja Antasari Azhar, Ari

Muladi, tersangka dugaan pemerasan terhadap Direktur Utama PT Massaro Radiokom Anggoro Widjojo serta Edi Sumarsono. Mereka dijebak dengan merekayasa secara sistematis. AA (Antasari Azhar), menjadi catatan tersendiri, karena Antasari ditarik masuk dalam kasus berkaitan dengan testimoni itu. AA dijebak lalu Ary dan Edi yang disuruh mengonfirmasi itu. Bambang mengarahkan upaya membawa nama Antasari dalam rekaman diduga tak hanya berujung pada kriminalisasi Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, tetapi justru berujung pada kriminalisasi dan delegitimasi lembaga KPK. “Perlu diperhatikan, case AA di sini terkait testimoni, tidak terkait dengan kasus yang lain,” tegasnya. Sementara itu, tak ketinggalan para pengacara dan lembaga independen Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga dilibatkan. Anggodo berkali-kali berhubungan dengan Kosasih, pengacara Anggodo, dan Bonaran Situmeang, pengacara Anggoro Widjojo, kakaknya, dengan bayaran mencapai miliaran rupiah. Sementara itu, terdapat pula seseorang bernama Ketut dari LPSK. Ketut dimintai Anggodo seputar perlindungan saksi Ary Muladi dan Edi Soemarsono. Bahkan Bambang menyebut Wisnu sebagai rekan Anggodo dalam menyusun skenario pelemahan KPK tersebut. Kemudian Ritonga dan Irwan berperan sangat cantik dengan menghubungkannya ke lingkungan Trunojoyo. Bambang menegaskan, sudah diketahui semua yang disebut dalam rekaman dengan sengaja merencanakan pelemahan di tubuh KPK, dengan menargetkan beberapa pimpinan seperti Bibit dan Chandra. “Keduanya cocok. Transkrip mengonfirmasi fakta bahwa

dua orang inilah (Bibit-Chandra) yang menjadi target. Itulah yang saya sebut skandal penegakan hukum di sini. Yang menjadi pertanyaan besar adalah jelas-jelas Anggodo bertindak sebagai penyandang dana, tetapi sampai sekarang tidak ditangkap,” katanya. Terkait dugaan adanya pencatutan nama Presiden SBY, ketika file keempat diputar, beberapa kali “SBY” disebut. Dua kali disebut sebagai “SBY”, sekali disebut “RI-1”. Nama “SBY” keluar dari mulut seorang perempuan bernama Yuliana yang berbincang dengan Anggodo. “Pokoke saiki (pokoknya sekarang) Pak SBY mendukung. SBY itu mendukung Ritonga (Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga) lho,” ujar perempuan itu seperti dalam rekaman. Sebelum rekaman diperdengarkan pertama kali di MK, transkrip yang beredar di kalangan media juga memuat nama SBY. Penyebutan nama itu berujung pada instruksi Presiden kepada Polri untuk mencari perempuan yang dituduh mencatut namanya. Pasal Penetapan Mempertebal Rekayasa Rekaman pembicaraan telepon Anggodo tersebut oleh KPK dianggap sebagai kunci untuk menguak dugaan rekayasa di balik penetapan tersangka dan penahanan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Hal itu dikatakan anggota tim kuasa hukum pemohon uji materi UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Alexander Lay. Sebelum sidang, Alexander memang optimistis MK akan mengabulkan permohonan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah terkait pembatalan Pasal 32 ayat (1) UU KPK, apabila rekaman yang diper-

dengarkan dalam persidangan persis dengan transkrip rekaman yang beredar luas di masyarakat. “Rekaman tersebut semakin menguatkan argumentasi kami bahwa pasal yang diajukan untuk diuji materil telah diskriminatif dan melanggar prinsip praduga tak bersalah,” tandasnya. Yang dimaksud Alexander adalah penetapan pasal yang dikenakan pada tersangka dalam kasus hukum yang menyeret dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit dan Chandra, bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena melanggar prinsip praduga tak bersalah. “Pasal 32 ayat (1) huruf c memudahkan pihak-pihak yang bertujuan mengintervensi independensi KPK dengan cara menggeser pimpinan KPK, seperti bunyinya sebagai berikut, ‘Pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa atas tindak pidana kejahatan,’” paparnya. Rekaman itu diserahkan sendiri oleh Pelaksana Tugas Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean. Ia menyerahkan satu cakram berisi rekaman pembicaraan telepon serta sembilan bundel transkrip rekaman. Selanjutnya Ketua MK Mahfud MD yang memimpin sidang menyatakan, rekaman pembicaraan tersebut dapat diperdengarkan secara terbuka. Hal itu dimungkinkan berdasarkan Pasal 17 UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi dan Pasal 40 UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi serta UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain dari KPK, sidang tersebut juga dihadiri Menkumham Patrialis Akbar selaku wakil pemerintah. Hadir pula enam dari delapan anggota Tim Pencari Fakta (TPF), Adnan Buyung Nasution, Koesparmono Irsan, Denny Indrayana, Todung Mulya Lubis, Amir Syamsuddin, dan Anies Baswedan.(jpnn)

Kosasih Menghilang, Alex Akui Rekaman REKAMAN pembicaraan di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin melibatkan Kosasih dan Alexander Arif. Dua pengacara Surabaya itu disebut-sebut terlibat dalam upaya membela Anggoro agar bisa menjatuhkan KPK. Kosasih, misalnya. Mendengar namanya mencuat dalam rekaman percakapan yang diungkap MK kemarin, dia langsung kalang kabut. Pengacara yang berkantor di Jalan Baliwerti 119-121 itu mendadak tutup mulut dan menghilang. Jawa Pos (induk Jambi Independent) mencoba menghubungi dia saat pembukaan rekaman di MK berlangsung. Pria berambut lurus itu masih mau mengangkat teleponnya. Namun dia langsung menyatakan enggan berkomentar terkait rekaman pembicaraannya dengan Anggodo tersebut. “Saya no comment dululah,” ujarnya singkat. Saat ditanya posisinya saat itu, dia langsung berkilah. “Saya mau keluar kota, lusa mungkin saya baru mau berkomentar,” ujarnya lantas menutup ponsel. Dia pun tidak ada lagi saat dicari di kantornya di kawasan Bubutan tersebut. Salah seorang resepsionis mengatakan, Kosasih pergi ke luar kota. Namun dia tidak mengetahui tujuannya. Di Surabaya, nama Kosasih lumayan terkenal, khususnya

di kalangan pengacara senior. Namun dia sangat jarang terjun langsung membela kliennya di muka sidang pengadilan. Saat menerima order, lulusan sebuah kampus di Kalimantan Selatan itu lebih banyak mengerahkan anak buahnya yang juga sudah memiliki izin beracara. Di kalangan pengacara Surabaya, Kosasih dikenal sebagai pemain di belakang layar. Dia membela kliennya tidak dengan cara “perang” bukti secara terbuka di depan sidang. Dia lebih banyak duduk di belakang meja. Karena itu, wajahnya jarang tampak di pengadilan. Beberapa kasus yang ditangani di Surabaya antara lain gugatan PTUN perebutan kebun bibit antara PT Surya Inti Permata (PT SIP) dan Pemkot Surabaya. PTUN memenangkan PT SIP dan mengalahkan Pemkot. Selain itu, ada penyelundupan sepuluh kontainer kayu di Kantor Bea dan Cukai Surabaya pada pertengahan 2007. Terdakwa kasus yang juga ditangani Kosasih itu akhirnya divonis bebas karena dianggap tidak terbukti. Saat ini dia sedang menangani kasus dugaan penjualan pupuk ilegal yang disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya. Sementara itu, saat sidang di MK berlangsung, Alexander Arif tidak berada di Surabaya.

Saat dihubungi, dia mengaku sedang berada di Batam untuk menangani suatu kasus. Pria yang akrab dipanggil Alex tersebut mengakui bahwa sebagian percakapan yang disiarkan langsung itu adalah suara dirinya. “Waktu itu saya lagi melakukan penawaran,” ungkapnya melalui ponsel. Dia menceritakan, rencananya Alex menjadi pembela Anggoro dalam kasus yang sedang ditangani KPK. Namun rencana itu tidak terlaksana lantaran pembahasan fee tidak menemui kesepakatan. Sebagaimana yang terdengar dalam rekaman, dia berencana bekerja sama dengan Bonaran, pengacara di Jakarta, untuk menangani kasus Anggoro. Untuk menyelesaikan kasus tersebut, Alex meminta bayaran Rp 7 miliar. “Itu dibagi dua sama Bonaran,” ujarnya. Namun Anggoro melalui Anggodo hanya menyanggupi di bawah Rp 5 miliar. Karena itu, Alex memilih mundur. “Saya profesional. Ini profesi saya,” jelasnya. Dia menolak diikut-ikutkan dalam kasus tersebut, sebab dia merasa tidak terlibat apa pun. Bahkan pengacara berkulit putih itu belum sempat menangani kasus dan kandas saat penawaran. Alex mengaku kenal Anggodo sejak 1998. Saat itu dia

menangani kasus utang-piutang kliennya tersebut di Jakarta. Selain itu, dia beberapa kali menjadi konsultan Anggodo dalam bisnisnya. Sayang, saat ditanya tentang materi rekaman itu lebih jauh, dia belum mau berbicara banyak. Saat itu rekaman masih diperdengarkan di MK. “Sekarang saya lagi lihat televisi,” ujarnya.

Namanya Disebut, SBY Golf Nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kemarin disebut-sebut dalam rekaman rekayasa kriminalisasi KPK. Meski demikian, SBY justru tidak berminat mendengarkan rekaman tersebut. Ketika rekaman tersebut diperdengarkan, SBY justru tengah bermain golf. Juru Bicara Presien Dino Patti Djalal mengatakan, Presiden SBY tidak meluangkan waktu untuk melihat siaran televisi yang menayangkan siaran langsung sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden hanya menugaskan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mewakili pemerintah menghadiri sidang MK. “Seharian dia (Presiden SBY) bekerja, jadi belum mendengar rekaman itu. Presiden masih menunggu laporannya,” ujar Dino di Kantor Presiden kemarin (3/11). (jpnn)


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.