Majalah Bitranet 08

Page 1

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Daftar Isi Komentar - Keluar Dari Konflik Agraria Utama - Nasib Warga Kuala Namu Menggantung - Panen Paksa, Psikologis Warga Kuala Namu Menurun - Warga Kuala Namu Masih Bertahan - Masyarakat dan Penembokan Bandara Kuala Namu Advokasi - Warga Air Hitam Mengharapkan Hidup Pada Tumpahnya Air Langit - Hari Air Sedunia Di Delta FM - Hentikan Kriminalisasi Terhadap Rakyat Labuhan Batu - Ancaman Pelanggaran HAM, Kebebasan Sipil Pada Penerapan RUU Intelijen - Kasus Penembakan di PT SMM Dilaporkan ke Komnas HAM - Polisi Berpakaian Preman Kepung LBH Medan - Tim Pencari Fakta Dalami Beberapa Temuan - Serikat Rakyat Binjai-Langkat Dideklarasikan - Sejumlah Lembaga Protes RUU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan - Urgensitas Perda Pertanian Organik di Serdang Bedagai untuk Menjaga Lingkungan - Anehnya Negeri Ini, Kebutuhan Pangan Pun Dikuasai Asing - Segera Dukung Perempuan Penghasil Pangan - Rakom Sumut Kawal Revisi UU No.32 Tahun 2002 - Radio Komunitas Media Kemajuan Sesama - Bangkitkan Budaya Lokal Untuk Lestarikan Lingkungan

Keresahan Warga Dalam Tembok Bandara 1 3 5 7 8

9 11 12 13 17 18 19 20 21 22 24 24 26 27 28

Pertanian - Benih Transgenik, Pasti Bebani Petani - Memasarkan Sayur Organik

30 32

Kesehatan Alternatif - Mau Tahu Khasiat Sarang Semut

34

Credit Union - Cerita Sukses “Credit Union”

35

Profil - Hadi Siswoyo, Balas Dendam Pendidikan Melalui CU

37

Kabar Dari Kampung - BPBD Sergai Sosialisasi Penanggulangan Bencana - Terancamnya Si Ramah Lingkungan

38 40

Pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu pada tahun 1997, PT. Angkasa Pura II hingga kini masih belum memberikan hak kepada 39 Kepala Keluarga (KK) Desa Pasar IV Kuala Namu, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang yang sampai sekarang masih terkurung di dalam tembok perencanaan pembangunan. Pembangunan banadara internasional Kuala Namu terus ini berlanjut meskipun masalah warga korban di dalam tembok pembangunan bandara belum mendapat penyelesaian yang baik. Pemerintah dan pengembang menganggap tidak ada masalah warga yang bermukin secara turun-temurun, sejak lebih seratus tahun lalu di lokasi itu. Padahal Komnas HAM RI sudah merekomendasikan terjadi pelanggaran HAM pada masyarakat setempat. Ketika pertama kali hendak dilakukan “penyerobotan” lahan, ada 71 KK yang hidup di dalam tembok tersebut. 14 KK di antaranya masih aktif bekerja sebagai buruh di PTPN II di areal perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) Desa Emplasment Kuala Namu, 23 KK pensiunan buruh PTPN II, 27 KK adalah anak keturunan buruh dan pensiunan, dan 7 KK merupakan korban PHK PTPN II tahun 1996. Tetapi saat ini hanya ada 39 KK yang masih bertahan di kawasan pembangunan karena belum mendapatkan kejelasan mengenai penyelesaian masalah, sementara 32 KK lainnya telah meninggalkan lokasi. Kondisi masyarakat pun bertambah buruk dengan dilakukannya berbagai kegiatan proyek yang semakin mendekat ke pemukiman warga. Pengerukan tanah di belakang rumah warga juga dilakukan yang pada akhirnya menciptakan genangan- genangan air di sekitar rumah penduduk. Sangat tidak baik untuk kesehatan. Penebangan pepohonan di sekitar pemukiman juga dilakukan, pelarangan kegiatan bertani, serta mencabut paksa tanaman pertanian. Warga yang merupakan eks karyawan PTPN II tetap meminta pemerintah merelokasi mereka ke tempat yang layak. Meskipun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga telah menyatakan telah terjadi pelanggaran HAM pada mereka di tahun 2009, namun belum ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah. Komnas menyimpulkan kasus ini tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, maka presiden diminta mengambil langkah untuk merelokasi 39 KK yang masih berada di lahan bandara ke tempat yang status hukumnya pasti. Yang hanya bisa dilakukan warga saat ini adalah menunggu itikad baik pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini tanpa ada tindakan kekerasan baik fisik dan mental yang saat ini kerap terjadi pada proses-proses pembangunan di Indonesia. (red)

Penerbit: Yayasan BITRA Indonesia Medan. Penanggung jawab dan Pimpinan Umum: Wahyudhi Pimpinan Redaksi: M. Ikhsan Dewan Redaksi : Rusdiana, Iswan Kaputra, Swaldi, Listiani, Eka D Rehulina Reporter: Elfa S Harahap, Nirwansyah, Aprianta, Erika Rosmawati, Hawari, Jumarni, Siska, Misdi, Rustam Fotografer: Anto Ungsi Manajemen Pelaksana : Icen Sirkulasi & Keuangan: Fira Handayani Redaksi: Jl. Bahagia By Pass No. 11/35 Medan - 20218 Telepon: 061-787 6408 Fax : 061-787 6428 Email: majalahbitranet@yahoo.com

Jurnalis/Wartawan BITRANET dalam melaksanakan tugasnya tidak dibenarkan menerima amplop atau imbalan apapun. Bagi masyarakat yang melihat dan dirugikan, silahkan menghubungi redaksi dan menggunakan hak jawabnya. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Komentar

Keluar Dari Konflik Agraria Oleh: Iwan Nurdin*

KONFLIK agraria belum juga menemukan jalan penyelesaian. Dalam empat bulan pertama tahun ini 11 petani tewas, 44 orang luka-luka, ratusan rumah dan tanaman rusak karena konflik agraria. Biasanya, setelah jatuh korban, aspek pidana dari konflik segera ditindaklanjuti. Namun, akar masalah berupa konflik agraria tertinggal di belakang tanpa penanganan berarti. Sehingga, setiap saat letupan konflik masih ada. Di negara kita, selain peradilan umum tidak ada institusi khusus yang dapat menyelesaikan konflik agraria. Padahal, konflik agraria yang tengah terjadi sekarang sebagian besar adalah peninggalan masa Orde Baru yang represif yang ditopang oleh sistem administrasi pertanahan yang buruk. Itulah sebabnya, dalam kasus-kasus yang ada, pengadilan seolah hanya diminati para pengusaha. Sementara masyarakat lebih memilih melaporkannya kepada Presiden, Satgas Mafia Hukum, DPR, Komnas HAM, dan sebagainya. Alasannya, dokumen agraria yang dimiliki masyarakat sebelum akuisisi tanah kerap tidak berguna di peradilan. Padahal, di masa lalu pemalsuan dokumen dan pemaksaaan lumrah terjadi dalam proses peralihan tanah. Menjembatani hal ini, Komnas HAM bersama sejumlah LSM pada 2003 mengusulkan kepada

pemerintah membentuk Komisi Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNuPKA). Sebuah badan ad hoc yang bertugas sementara dalam menyelesaikan sengketa agraria masa lalu. Bersamaan dengan dibentuk KNuPKA juga diusulkan kepada pemerintah untuk segera menjalankan Reforma Agraria Nasional untuk menciptakan struktur agraria yang adil sesuai perintah UUPA 1960 dan Tap MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Namun, pemerintah SBY mengikuti usulan ini dengan memakai rute lain. Presiden lebih memilih memperkuat peran dan posisi BPN dengan membentuk kedeputian yang secara khusus untuk mengkaji dan menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan melalui Perpres No 10/2006 tentang BPN dan meluncurkan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) yang berniat meredistribusi tanah. Pelibatan Masyarakat Setelah lima tahun berjalan, tampaknya penyelesaian konflik agraria yang bersifat struktural dengan prinsip keadilan sosial belum sukses dilaksanakan. Ada beberapa sebab mengapa hal itu terjadi: (1) Lemahnya kewenangan dalam kedeputian

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

1


Komentar dalam menyelesaikan konflik agraria; (2) Belum ada langkah terobosan dan cara pandang dalam menyelesaikan konflik agraria; (3) Belum dilibatkannya partisipasi masyarakat dan kelembagaan lain untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat luas. Konflik agraria memang memiliki dimensi sosial yang luas dan mencakup tugas dan fungsi berbagai lintas kementerian dan kelembagaan. Sebab, sengketa dan konflik agraria terjadi pada wilayah perumahan, pertanian, perkebunan, kehutanan, pertambangan, dan pesisir kelautan. Dengan begitu, pemangku kepentingan menjadi sangat banyak dan luas. Anehnya, selain pada BPN, di tubuh pemerintah belum ada yang secara khusus bertugas mengkaji dan menyelesaikan sengketa terkait agraria. Oleh sebab itu, kita berharap kepeloporan BPN dalam menyelesaikan sengketa agraria yang masuk dalam kewenangan langsung badan ini dalam membangun mekanisme Alternative Dispute Resolutions (ADR). Memang, lemahnya kewenangan dalam menyelesaikan sengketa agraria kerap menjadi kendala utama dalam lingkungan BPN. Tetapi, hemat penulis kondisi ini bisa menjadi kekuatan jika pandangan dan tindakan bersifat out of the box alias keluar dari pakem yang biasa dijalankan BPN. Salah satu langkah yang patut dilakukan adalah pelibatan masyarakat sipil seperti NGO atau Ormas petani dalam melakukan identifikasi persoalan dan langkah solusi khususnya dari perspektif korban.

2

Selain itu, lembaga-lembaga negara yang selama ini mendapatkan laporan masyarakat terkait konflik agraria seperti Komnas HAM, Komisi Ombudsman, Satgas Antimafia Hukum, Komisi Informasi Publik, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) patut disinergikan dalam satu langkah bersama untuk membangun trust dari publik dan transparansi internal. Terakhir perlu juga pelibatan asosiasi-asosiasi pengusaha, khususnya perkebunan, kehutanan, dan pertambangan untuk diajak dalam membangun satu perspektif bersama demi penyelesaian sengketa. Sebab, banyaknya konflik agraria, selain berbiaya mahal, tentu bisa dijadikan bahan kampanye negatif terhadap produk perusahaan tersebut di pasar internasional. Keterlibatan aktor ini penting untuk mengarusutamakan penyelesaian sengketa dan konflik agraria yang menekankan win-win solution, berkeadilan sosial dan jangka panjang. Terakhir, pemerintah harus memperluas program pelaksanaan pembaruan agraria, khususnya redistribusi tanah kepada rakyat miskin (pro-poor agraria reform) dan akses reform berupa kredit murah, infrastruktur, pendampingan dan perlindungan pasar. Sesungguhnya ini jawaban utama dalam menghentikan ketimpangan struktur agraria nasional. Bukankah ketimpangan tersebut adalah akar konflik agraria?(*) *Penulis adalah Deputi Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Jakarta

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Utama

Nasib Warga Kuala Namu Menggantung Empat belas tahun sudah sejak rencana pembangunannya dilakukan pada 1997, pembangunan Bandara Kuala Namu hingga kini masih menggantung, seperti juga halnya nasib para warga yang bermukim di sana. Tanpa kejelasan dan tanpa ganti rugi yang pasti dan tepat. SEJAK Pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu direncanakan pada tahun 1997, PT. Angkasa Pura II hingga kini masih belum memberikan hak kepada 39 Kepala Keluarga (KK) Desa Pasar IV Kuala Namu, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang yang sampai sekarang masih terkurung di dalam tembok perencanaan pembangunan. Ketika pertama kali hendak dilakukan “penyerobotan” lahan, ada 71 KK yang hidup di dalam tembok tersebut. 14 KK di antaranya masih aktif bekerja sebagai buruh di PTPN II di areal perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) Desa Emplasment Kuala Namu, 23 KK pensiunan buruh PTPN II, 27 KK adalah anak keturunan buruh dan pensiunan, dan 7 KK merupakan korban PHK PTPN II tahun 1996. Tetapi saat ini hanya ada 39 KK yang masih bertahan di kawasan pembangunan karena belum mendapatkan kejelasan mengenai penyelesaian masalah, sementara 32 KK lainnya telah meninggalkan lokasi. “Cuma 39 KK lagi yang masih bertahan di sini. Lainnya sudah keluar dengan dana kompensasi yang ditawarkan. Mereka terpaksa keluar karena tidak tahan lagi di teror terus-menerus,” tutur, Boimin (35), lelaki berkulit sawo matang merupakan salah satu warga. Kondisi masyarakat pun bertambah buruk dengan dilakukannya berbagai kegiatan proyek yang semakin mendekat ke pemukiman warga. Pengerukan tanah di belakang rumah warga juga dilakukan yang pada akhirnya menciptakan genangan- genangan air di sekitar rumah penduduk. Sangat tidak baik untuk kesehatan. Penebangan pepohonan di sekitar pemukiman juga dilakukan, pelarangan kegiatan bertani, serta mencabut paksa tanaman pertanian. Desa Kuala Namu, Sejak Dulu Hingga Kini Desa Pasar IV Kuala Namu, terletak 25 km di sebelah timur kota Medan. Sejalan dengan aktivitas pembangunan yang tengah berlangsung berikut dengan berbagai upaya untuk mendorong warga BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

mundur, kondisinya kelihatan telah tandus. Terasa sangat gersang. Desa ini telah menjadi pemukiman sejak zaman kolonial oleh para buruh kontrak dari pulau Jawa yang dibawa oleh pemerintah kolonial Belanda yang dipekerjakan sebagai buruh di perusahaan perkebunan. Sejak perkebunan diambil alih oleh pemerintah Indonesia, setiap buruh yang berkeluarga diberikan rumah Kopel seluas 6x6 m di atas pekarangan seluas 1.000 m². Dengan lahan pekarangan ini, buruh dapat bercocok tanam untuk menambah pendapatan keluarga, di samping gaji sebagai buruh. Tahun 1997, PT. Angkasa Pura II memperoleh izin untuk melakukan pembangunan bandara di lahan seluas 1. 365 Ha. Di antara lahan tersebut terdapat 391,3 Ha yang merupakan HGU PTP IX/ PTPN II dan sebagai tempat bermukimnya warga. Dari lahan HGU PTPN II, telah dilepaskan lahan seluas 655,83 Ha yang diperuntukkan untuk perencanaan pembangunan Kuala Namu. Sisanya, seluas 235,47 Ha berada di luar tembok lokasi perencanaan pembangunan bandara dan tidak dipancang HGUnya oleh pihak PTPN II. Dari keseluruhan lahan tersebut, terdapat pemukiman warga yang terkurung di dalam tembok pembangunan bandara yang sampai sekarang belum terselesaikan juga. Kepala Badan Pemerintah Daerah (Bappeda) Kabupaten Deli Serdang, Irman DJ Oemar menjelaskan bahwa masalah warga yang masih terkurung di dalam tembok harus segera diselesaikan dan masalah ini menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten (Pemkab). “Hingga saat ini Pemerintah belum memberikan penjelasan. Kalau seperti ini terus kami bisa tertekan batin dan nasib kami akan terus terkatung- katung,” kata salah satu warga, Pidriadi (36). Sugimin (55 tahun), korban pembangunan bandara lainnya, dengan raut muka putus asa bercerita tentang nasib mereka. Ia sangat berharap dan merasa sudah seharusnya pemerintah lebih mendengar dan menyikapi masalah ini, bukan menambah masalah lain dengan mengulur- ngulur waktu penyelesaian masalah. 3


Utama Kilas balik sebentar, pada April 1998, penanggung jawab bandara lahan PTPN II Tanjung Morawa menawarkan bantuan kompensasi kepada warga yang berstatus buruh perkebunan aktif sebesar Rp. 2.350.000,- dan sebesar Rp. 4.292. 085,- untuk para pensiunan PTPN dengan ketentuan warga harus mengosongkan rumah dan pekarangannya. Sedangkan bagi KK yang lain, yang tidak tercatat sebagai buruh perkebunan harus meninggalkan desa tanpa syarat. Melihat kecilnya kompensasi yang diberikan, warga menolak. Kalaupun hendak diberikan kompensasi paling tidak dengan memberikan memperoleh lahan garapan untuk bertani dan tempat tinggal untuk memulai sebuah kehidupan baru yang lebih baik. Tuntutan Warga Terkait persoalan kompensasi yang diberikan, warga yang dirampas haknya menuntut tiga poin kepada pihak terkait. Pertama menuntut pemukiman baru yang layak dan lokasinya tidak jauh dari pemukiman sebelumnya. Kedua, menuntut kompensasi lahan sebagai modal usaha pertanian untuk melanjutkan kehidupan. Dan ketiga menuntut rehabilitasi kehidupan, pemulihan atas penghilangan hak sebagai warga negara dan pengingkaran keadilan dalam konteks sebagai korban pembangunan.

“Pihak PTPN hanya memberikan sekitar dua juta untuk buruh perkebunan yang masih aktif dan sebesar sekitar empat juta untuk pensiunan. Kalau hanya sebesar itu dana talangan buat masyarakat di sini, pasti sudah sangat kurang,� kata Boimin. Dana sebesar itu tentu saja sangat kurang untuk melanjutkan hidup dan membiayai keperluan sekolah anak. Tentu saja yang paling dibutuhkan warga bukan ganti rugi dengan jumlah minim. Seperti yang diharapkan mereka, akan lebih baik jika pihak PTPN sebaiknya memberikan lahan kepada warga. “Itu lebih baik. Untuk berpindah mata pencaharian akan cukup sulit bagi kami karena sejak dahulu kami sudah terbiasa dengan bercocok tanam. Itu sebabnya, pihak proyek lebih baik memberikan lahan dari pada dana kepada kami. Lagi pula, jika dana yang diberikan hanya sebesar itu, tidak akan mungkin dapat membeli lahan untuk bercocok tanam,� cerita Boimin nelangsa. Kemudian, warga makin tersudutkan dengan dikeluarkannya surat pemberitahuan oleh PT. Angkasa Pura II yang dilanjutkan oleh Camat Beringin dan Kepala Desa Pasar IV Kuala Namu. Dalam surat itu, mereka memberikan instruksi agar warga segera mengosongkan tempat tinggalnya pada Desember 1999. Surat lainnya, surat dilarangnya warga menggunakan lahan untuk bercocok tanam diberlakukan sejak 1 Maret 2005.

Pendidikan terancam: Tidak selesainya kasus warga di Kuala Namu menyebabkan puluhan anak yang tinggal di dalam tembok bandara sulit mengakses pendidikan formal. 4

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Utama Sugimin, salah satu warga mengatakan, terakhir kali nasib mereka dibahas pada pertemuan antara DPRD Kabupaten Deli Serdang dengan pihak-pihak terkait di Kantor Gubernur Sumut pada Januari lalu. Namun sampai saat ini belum ada kelanjutan dan hasil pertemuan itu. “Yang kami terima justru lagilagi surat dari Angkasa Pura yang melarang kami bercocok tanam,” kata Sugimin. Tidak hanya itu, usaha okupasi dipertegas lagi oleh PTPN II Tanjung Morawa. Berdasarkan perintah Administrateur Kebun Tanjung Garbus atau Pagar Merbau. “Dalam 3x24 jam, warga harus mengosongkan tempat tinggalnya!” Sejak adanya upaya okupasi oleh PTPN II, hingga kini warga telah melakukan upaya penyelesaian di luar pengadilan (non-litigasi) yang menghasilkan rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Komisi II dan III, Respon Komnas HAM, Komisi Obudsman Nasional, peninjauan lapangan oleh komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut, merekomendasi warga agar diberikan kompensasi yang layak. Seruan moral juga dilakukan dari lembaga non- pemerintah, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, RACA Institute Jakarta, Forum Komunikasi Pengacara (FKP) 61 Medan dan organisasi- organisasi rakyat lainnya. Kemudian pada 30 Mei 2007, PTPN kembali mengeluarkan surat instruksi kepada warga untuk mengosongkan rumah. Surat bernomor II.TG.PM/P/ 91/V/2007 ditandatangani oleh Administrateur PTPN

II kebun T.Garbus, P. Marbau, tersebut meginstruksikan pengosongan harus dilakukan 3x24 jam sejak diterimanya surat. Hal tersebut menyebabkan keresahan warga. Pendidikan Terancam Konflik lahan berkelanjutan tersebut juga memberi imbas kepada dunia pendidikan. Fasilitas pendidikan, gedung SDN No. 101920 hancur dan gurunya dimutasikan ke daerah Kecamatan Kutalimbaru yang berjarak kurang lebih 60 km dari Desa Pasar VI Kualanamu. Akibatnya, tak sedikit siswa sekolah dasar di tempat ini yang harus pindah sekolah ke desa tetangga. Mirisnya, sebagian lagi sama sekali tidak melanjutkan sekolahnya karena sulitnya transportasi dan jarak yang terlalu jauh. Sebelum terjadi penembokan, anak-anak hanya menempuh 200- 300 m perjalanan ke sekolah setiap harinya. Saat ini, setelah penembokan, anak- anak harus menempuh 9 km untuk bisa bersekolah. “Anak- anak saat ini malas ke sekolah karena jaraknya yang cukup jauh. Anak- anak harus memutar jalan. Mereka juga bersekolah jika ada yang mengantar atau jika memiliki sepeda untuk kendaraan kesana. Jika orang tua tidak sempat mengantar atau menjemput, maka mereka tidak akan ke sekolah. Belum lagi, baju yang digunakan akan selalu terlihat kusam setelah pulang sekolah. Mau tidak mau harus cuci kering,” cerita Boimin sedih. Lantas apa akan terus semakin banyak korban?? (Elfa)

Panen Paksa, Psikologis Warga Kuala Namu Menurun Panen paksa yang dilakukan PT Angkasa Pura II melalui Kantor Cabang Bandara Polonia dan Project Implementation Unit Pembangunan Bandar Udara Kualanamu di Desa Pasar VI Kualanamu, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara terhadap masyarakat yang masih bertahan di kawasan tersebut menimbulkan dampak psikologis yang cukup berat. SUGIMIN, bagian dari korban, menceritakan apa yang ia alami bersama dengan puluhan masyarakat lainnya. Seperti yang ia paparkan, ada banyak warga yang mengalami tekanan mental dan batin akibat penggusuran tanaman di lahan yang belum siap panen. Ditambah lagi, penggusuran tanaman milik warga tersebut dilakukan secara sporadis. Warga sama sekali tidak diberikan waktu menunggu hingga masa panen tiba, seperti yang telah dijanjikan. Tanpa memperdulikan permintaan dan penjelasan warga dan tanpa pemberitahuan jauhBITRANET No. 8/ Februari - April 2011

jauh hari, pihak proyek tetap melakukan penggusuran tanaman warga. Penggusuran dilakukan pada tanggal 15- 16 Mei 2011. “Masyarakat semakin tertekan dengan tindakan ini. Pihak proyek tidak menepati janji. Mereka menjanjikan lahan baru akan dikosongkan setelah petani panen. Tetapi yang terjadi tidak seperti demikian. Sebelumnya, kami juga telah meminta surat tertulis, sebagai bukti perjanjian bahwa kami tidak akan digusur hingga masa panen tiba, tetapi mereka tidak memberikan surat tersebut.,” tutur 5


Utama Sugimin (55) menyinggung apa yang sudah mereka ajukan. Sugimin menambahkan, seharusnya pemerintah lebih tanggap dalam menyelesaikan masalah ini. Memperhatikan, mendengar dan menyikapi masyarakat yang terkurung dalam tembok proyek. “Kami tidak pernah melakukan konflik, untuk itu seharusnya pemerintah juga harus melakukan yang terbaik untuk masyarakat ini dan menyelesaikan masalah yang ada sebelum bandara ini selesai. Bukan malah menghalang-halangi kami untuk mencari nafkah,” jujur Sugimin. Pembangunan bandara yang akan menjadi pengganti Bandara Polonia itu terus berjalan untuk mengejar target penyelesaian proyek pada akhir 2012. Pembangunan mulai melebar ke area tempat puluhan warga masih bermukim. “Kehidupan kami hanya tergantung oleh bercocok tanam. Jika untuk mencari makan saja kami terus sembunyi-sembunyi, bagaimana kami bisa bertahan hidup dan memenuhi kehidupan keluarga?” ungkap Warga lain, Sumardi (56). Lebih parahnya, tidak hanya kebun jagung, warga juga dilarang mengambil ikan di sungai terdekat. “Setelah tidak ada lahan lagi, akhir- akhir ini kami mencari nafkah dengan memancing ikan, tetapi memancing pun kami tidak diperbolehkan. Kami harus sembunyi- sembunyi. Ikan yang kami dapat pun tidak terlalu banyak, lebih sering hanya cukup untuk makan keluarga saja tanpa dapat dijual,” kata Sumardi. Warga mengaku tidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelesaikan masalah ini karena merasa takut. Semakin tertekan bukan saja karena lahan yang terus diganggu, orang- orang berseragam sering datang ke lokasi ladang maupun ke rumah warga.

Sugimin, dengan wajah putus asa menceritakan tindakan keterlaluan seorang staff proyek, Dimas Hutagalung sering membawa orang-orang yang diseragami untuk menekan psikis warga. “Untuk menekan psikis, dia sering membawa premanpreman yang diseragami. Tentu kami tidak nyaman jika terus- menerus hal ini terjadi,” kata Sugimin. Tidak hanya Sugimin yang didatangi orang-orang suruhan berseragam. Teror demi teror dialami banyak warga. Marian (42), perempuan yang sudah menjanda ini mengaku juga pernah didatangi. “Sebanyak tujuh orang pernah datang ke rumah dan mengatakan bahwa saya tidak boleh menanam lagi di ladang. Mereka bilang mereka mau mengambil pasir di tanah tersebut untuk kepentingan pembangunan proyek,” jelas Marian. “Kami juga tidak mau mengganggu pembangunan proyek, tapi kalau masalah kami belum diselesaikan, bagaimana kami mau beranjak dari lokasi ini dan bagaimana kami dapat bertahan hidup tanpa lahan. Sebagai petani keahlian kami hanya bercocok tanam,” Marian membeberkan nasibnya. Permasalah lain yang juga menimpa warga adalah pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Jono, tokoh masyarakat kawasan tersebut menilai bahwa akan terjadi bencana jika tanah untuk penimbunan terus diambil dari kawasan tersebut. “Jika tanah di kawasan tersebut dikorek semuanya oleh proyek, nanti pada akhirnya akan menyebabkan bencana. Apa yang sudah dilakukan juga sangat menekan psikis warga. Mereka berpikir, dengan tekanan itu warga akan pindah dengan sendirinya, tanpa perlu diberi hak yang mereka tuntut akibat tidak tahan tekanan,” kata Jono.(Elfa/Eka)

Dukungan untuk warga: Belasan jurnalis melihat dan memberi dukungan kepada masyarakat di Kuala Namu agar kaus ini segera dituntaskan melalui peliputan bersama. 6

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Utama

Warga Kuala Namu Masih Bertahan PT ANGKASA PURA II melalui Kantor Cabang Bandara Polonia dan Project Implementation Unit Pembangunan Bandar Udara Kuala Namu melarang puluhan warga Desa Pasar VI, Kecamatan Beringin, Deli Serdang, Sumut yang masih bertahan bertahan di lokasi pembangunan Bandara untuk bercocok tanam. Warga juga dilarang melakukan kegiatan selain untuk kepentingan pembangunan Bandara Kuala Namu. Surat pelarangan itu diterima warga secara sporadis sejak bulan Februari lalu. Warga diberi waktu hingga masa panen tiba. Sugimin (55) warga Kuala Namu di kantor Lembaga Bantuan Hukum Medan, mengatakan para warga terancam kelaparan dan tak akan mampu bertahan jika dilarang bercocok tanam. Sebab hanya dari bercocok tanam sekitar seratus warga yang masih tinggal di lahan bandara bertahan hidup. “Kami

Bertahan: Seperti puluhan warga lainnya, Sugimin masih bertahan dalam tembok bandara hingga haknya diberikan. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

mau makan apa kalau tidak bercocok tanam,” kata Sugimin. Selama ini warga memanfaatkan lahan yang belum dibangun untuk bertani palawija. Proses pembangunan Bandara Kuala Namu juga sudah menyekat permukiman warga dengan parit. Akibatnya tiga warga terisolasi dari penduduk lain dan harus berjalan memutar untuk keluar dari lahan bandara. Selain itu telah dibangun pula pagar besi di tengah permukiman, namun masih disisakan jalan akses bagi warga. Sugimin mengatakan, terakhir kali nasib mereka dibahas adalah pada pertemuan antara DPRD Kabupaten Deli Serdang dengan pihak-pihak terkait di Kantor Gubernur Sumut Januari lalu. Namun sampai saat ini belum ada kelanjutan dan hasil pertemuan itu. “Yang kami terima justru surat dari Angkasa Pura yang melarang kami bercocok tanam,” kata Sugimin. Puluhan warga eks karyawan PTPN II itu tetap meminta pemerintah merelokasi mereka ke tempat yang layak. Meskipun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia juga telah menyatakan telah terjadi pelanggaran HAM pada mereka di tahun 2009, namun belum ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah. Komnas berkesimpulan kasus ini tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, maka presiden diminta mengambil langkah untuk merelokasi 40 KK yang masih berada di lahan bandara ke tempat yang status hukumnya pasti. Direktur Lembaga Bantuan Hukum Medan, Nuriono mengatakan pemerintah melakukan pembiaran pada kasus ini. “Pemerintah harus bertanggung jawab. Kasus bisa dibawa ke pengadilan HAM, tutur Nuriono. Kepala Seksi Hukum, Umum, dan Humas Project Implementation Unit PT Angkasa Pura II (Persero) Kuala Namu, Wisnu Budi Setianto dalam sebuah kesempatan mengatakan, dari sisi hukum tak ada yang membuat warga bisa bertahan. “Lahan bandara secepatnya harus steril. Warga sangat mengganggu pembangunan bandara,” ujarWisnu. Bandara Internasional Kuala Namu direncanakan dibuka akhir tahun 2012 dan menjadi pintu gerbang Indonesia sisi barat. (Aufrida Wismi Warastri) 7


Utama

Masyarakat dan Penembokan Bandara Kuala Namu Tembok-tembok dibangun untuk memberi batas, terus mendesak masyarakat dan membuat mereka semakin terjepit. Begitulah, kini masyarakat di lingkaran tembok itu semakin tertekan dan semakin tidak jelas nasibnya. DESAKAN agar warga segera meninggalkan lokasi, terkait pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu juga dapat dilihat dari pembangunan atau penembokan yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura II. Proses pembangunan Bandara Kuala Namu juga sudah menyekat permukiman warga dengan parit. Akibatnya tiga warga terisolasi dari penduduk lain dan harus berjalan memutar untuk keluar dari lahan bandara. Telah dibangun pula pagar besi di tengah permukiman dengan menyisakan jalan akses kecil. “Saat ini, gerak masyarakat lebih sulit dengan adanya pembangunan tembok dan pagar besi di daerah- daerah proyek. Warga harus memutar jauh kalau mau ke tempat lain,� terang Boimin. Seperti survei yang telah dilakukan masyarakat Solidaritas untuk Rakyat Pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu (SORAKKAN) dan Bitra Indonesia tentang dampak penembokan lingkungan warga di daerah Kuala Namu. Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling pada sebanyak 46 orang warga yang terdiri dari 23 perempuan dan sebanyak 23 laki- laki yang berusia 17 tahun ke atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak tahun 1999 hingga saat ini, kehidupan ekonomi masyarakat terus merosot dan semakin sulit. Sebagian masyarakat dapat menjadi gelandangan jika hak tinggal dan hak mencari nafkah dihilangkan akibat pembangunan bandara. Secara umum, tingkat penghasilan masyarakat tidak banyak mengalami peningkatan dari tahun 1995 hingga saat ini. Diperkirakan pada tahun 1995 jumlah masyarakat yang berpenghasilan antara Rp. 200.000,00 - Rp. 799.000,00 sebanyak 93,9%. Sedangkan pada tahun 2007 masyarakat dengan tingkat penghasilan antara Rp. 200.000,00 - Rp. 799.000,00 sebanyak 67,5%. Dengan tingkat inflasi kenaikan harga bahan pokok yang tidak membuat pendapatan meningkat, bahkan beban biaya semakin bertambah setelah terjadi penembokan areal bandara. Selain itu, terdapat 47% masyarakat yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan sehari- hari dan hanya sebesar 13% warga yang tidak mengalami kesulitan. Memburuknya kondisi ekonomi 8

masyarakat mengalami peningkatan hingga 3,7% sejak 1995 dan kondisi ekonomi sangat buruk naik sebesar 6,3%. Penembokan tersebut juga menyebabkan akses sosial hubungan masyarakat semakin rendah dan tingkat keharmonisan menjadi terganggu. Hal ini membuat adanya kerugian sosial yang dialami warga sepanjang 1999- 2007. Untuk frekuensi hubungan sosial antara masyarakat di dalam tembok dan di luar tembok terjadi penurunan sebesar 4,4% dan hubungan di luar pasar mengalami penurunan yang drastis. Pada tahun 1999, 31,8 % masyarakat hampir berinteraksi setiap hari. Pada tahun 2007 menurun hingga 19,5 %. Tingkat harmonisasi masyarakat juga mengalami penurunan sebesar 30%. Untuk tingkat pelayanan publik, sebanyak 37,8% masyarakat berpendapat bahwa pemerintah tidak memberikan pelayanan, meskipun lokasi pemukiman mereka akan segera dibangun bandara. Pun perhatian dari tokoh Partai Politik (Parpol), hanya sebesar 30,4% tingkat kepedulian dan menjanjikan akan menyelesaikan masalah yang ada. Apalagi tingkat realisasinya. Walahualam. (Elfa)

Tuntaskan kasus: Aksi SORAKKAN untuk memberi dukungan dan desakan agar kasus Kuala Namu segera dituntaskan. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi

Warga Air Hitam, Mengharapkan Hidup pada Tumpahnya Air Langit PULUHAN tahun warga desa Air Hitam mengkonsumsi air hujan yang ditampung dari cucuran atap rumah. Sedangkan aktivitas mencuci, mandi, dan aktifitas sehari-harinya lainnya yang berhubungan dengan air di desa ini masih menggunakan air hitam, sesuai dengan nama desa yang dibuka dari rawa pesisir kawasan gambut ini. Lalu dari mana kebutuhan untuk masak dan air minum…? Hujan adalah jawabannya. Air hujan yang ditampung langsung dari atap rumah dengan menggunakan corong yang diletakkan tepat dibawah pipa tempat air hujan mengalir dan kendi yang terbuat dari tanah berukuran besar sebagai tempat penampungannya. Air hujan yang telah tertampung disaring dengan kain tipis pada bibir kendi. “Kendi memang dibuat dengan ukuran besar untuk dapat menampung banyak air. Kendi tidak pernah dipindah-pindahkan karena jika sewaktu-waktu hujan, kami tidak sibuk lagi. Untuk minum, air hujan yang telah ditampung langsung dimasak. Kalau tidak lagi musim hujan, air hitam terpaksa dikonsumsi,” tutur Istikana (38), penduduk Desa Air Hitam. Desa Air Hitam yang sangat terpencil ini berada di Kecamatan Kualuh Leidong, Kabupaten Labuhan Batu Utara (Labura), Provinsi Sumatera Utara (Utara). Dengan jumlah penduduk lebih dari 7,000 jiwa dan 1,400 Kepala Keluarga (KK). Penduduk desa ini memiliki 70,5% Suku Jawa, 20% Suku Batak dan 0,5% suku campuran, antara lain Banjar, China, dan Melayu. Tidak tersedianya air bersih di desa Air Hitam yang berjarak + 25 km dari pantai laut Bagan SiapiBITRANET No. 8/ Februari - April 2011

api dengan ketinggian + 5 mtr dpl, masuk dalam kategori “daerah pesisir”. Hal ini menjadi penyebab air tanahnya, baik

permukaan maupun dasar bumi tidak dapat dikonsumsi karena berbahaya bagi manusia. Kedua jenis air (permukaan dan tanah)

Menampung air hujan: Tak ada air bersih membuat warga Air Hitam harus menampung air hujan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi air bersihnya. 9


Advokasi memiliki kelemahan masingmasing. Air permukaan, air yang berada dipermukaan tanah seperti air sumur galian, air parit dan air sungai. Air ini tidak layak dikonsumsi karena 3 hal, yaitu warna airnya berwarna khas hitam kemerah-merahan. Hal ini disebabkan karena keadaan tanah yang secara umum gambut rawa, sedangkan sebagaian kecil yang dekat dengan aliran sungai terdiri dari tanah liat putih dan airnya keruh. Te k s t u r t a n a h g a m b u t maupun liat putih tergolong tanah lunak dan sangat mudah larut dalam air. Hal ini menyebabkan airnya menjadi keruh, kotor dan berbau lumpur dan faktor ketiga adalah rasa air di daerah ini berbeda-beda. “Untuk daerah sekitar 1 km dari tepian sungai desa Air Hitam hingga sungai yang memanjang arah Utara Selatan desa sekaligus sebagai batas desa sebelah Timur antara desa Air Hitam dan desa Kelapa Sebatang memiliki rasa air yang agak payau dan berbau lumpur. Sementara yang jaraknya lebih dari 1 km, airnya berasa agak asam, pahit dan bau, hal ini disebabkan oleh proses pembusukan sisa akar kayu dan daun. Karena desa ini baru dibuka dari hutan menjadi kampung pemukiman pada sekitar 30

tahun yang lalu,” tutur Hadi, masyarakat Air Hitam. Untuk air tanah sendiri, airnya berasal dari pengeboran di dalam tanah. Air ini juga tidak dapat dikonsumsi, karena air yang dihasilkan dari pengeboran ini memang lebih jernih tapi rasanya semakin tidak enak, rasanya sangat payau bahkan agak asin dan berbau amis, jika digunakan untuk menanak nasi, nasinya menjadi berwarna kebiru-biruan dan cepat basi, sementar jika untuk membuat teh maka air tehnya menjadi berwarna hitam. Dari sumur bor ini sendiri berbedabeda semakin dalam pengeboranya akan semakin jernih airnya tapi akan semakin asin rasanya. Air ini mengandung kandungan logam berat yang sangat tinggi TDS (total diserfit soorfit) mencapai 1,200 rpm/m kubik. Biaya pengeborannya mahal. Untuk pengeboran dangkal, kisaran kedalaman antara 6 – 12 meter, biaya pengeboran sekitar Rp 700,000,- tapi airnya masih keruh dan sumurnya mudah tumpat, sementara untuk sumur bor besar dengan kedalaman mencapai 80 – 140 meter biaya pengeboran mencapai Rp 7,000,000,- bayar kontan, sementara jika diangsur selama 1 sampai 2 tahun mencapai Rp

Air hitam: Seperti namanya, sungai di desa ini berair hitam, namun karena susahnya sumber air, maka air ini masih digunakan untuk beberapa keperluan, seperti mandi. 10

9.000.000, sampai Rp 11.000.000,-/satu unit sumur bor. Dikarenakan kedua jenis air tidak dapat dikonsumsi maka akhirnya mesyarakat desa Air Hitam dan sekitarnya menggunakan air hujan untuk kebutuhan masak dan minum, karena ditinjau dari segi kejernihan dan rasa, air hujan masih jauh lebih baik dibanding ke d u a je ni s a i r d i a t a s . Ta pi ternyata air hujan juga bukan air yang sehat untuk dikonsumsi oleh manusia secara terus-menerus. Air hujan yang mengandung mineral rendah, PH (keasaman) rendah (3,0 s/d 6,0), kandungan organik tinggi (> 10), zat besi tinggi (> 0,3), sehingga jika digunakan untuk air minum dalam jangka panjang dikhawatirkan akan menyebabkan rapuhnya tulang dan gigi. “Memang kami pernah mendengar bahwa air hujan dapat menyebabkan kerapuhan pada gigi dan tulang, tapi mau gimana lagi, yang ada hanya ini, kata Istikana. “Dampaknya lambat tapi pasti, dirasakan oleh hampir seluruh warga desa ini dan desa sekitarnya. Anak-anak dan orang dewasa, laki-laki dan perempuan akan mendapat dampak langsung berupa lemahnya daya tahan t u b u h , m a s ya r a k a t s e l a l u terserang penyakit, seperti penyakit lambung, ginjal dan kerusakan gigi pada anak-anak dan orang dewasa. Menurut para ahli salah satu penyebab penyakit ini adalah akibat mengkonsumsi air yang kurang sehat. Penerima dampak terbesar akibat konsumsi air hujan terus menerus terlihat jelas pada anak–anak, sedikit sekali anak-anak di desa ini yang berusia di atas tiga tahun yang punya gigi bagus dan utuh,” tambah Hadi. Hadi juga menjelaskan bahwa kemungkinan penyebabnya adalah pada musim kemarau debu-debu akan beterbangan terbawa angin dan akan BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi mengendap di atap rumah penduduk. Pada saat hujan datang debu akan tersapu bersama air ditampung oleh masyarakat dan akan dikonsumsi untuk menanak nasi, memasak sayur dan minum setiap harinya. Terlepas dari tercemarnya air akibat polusi di udara, debu yang terbawa bersama air sudah pasti mempengaruhi kebersihan air, hal ini dipastikan karena setiap masyarakat menguras tempat penampungan air hujan, pasti ditemukan endapan lumpur

didalam kendi tempat penampungan air hujan. Banyak atau sedikit endapan itu ditentukan seberapa lama wadah tersebut dikuras. Saat ini, untuk konsumsi air telah ada dua isi ulang depot air di desa ini. “Dengan jalan yang buruk dan jauh, malas juga untuk beli air isi ulang. Jadi kalau air hujan lagi tidak ada, mau nggak mau kami meminum air tanah,” tambah Istikana. “Untuk air depot isi ulang, satu galon dihargai lima ribu

rupiah,” cerita Yono, masyarakat Desa Air Hitam lainnya. Masyarakat mengkonsumsi air hujan mulai sejak tahun 1997an, di mana sebelumnya penduduk mengkonsumsi air parit dan sungai. Saat itu walaupun berwarna hitam tetapi masih ada yang jernih, segar, dan tidak berbau. Perubahannya terjadi setelah hutan habis dibabat. Air di sini hitam, sesuai dengan nama desa kami Air Hitam, memang sudah ada sejak dulu karena gambut sehingga air tidak bisa bersih,” tutur Tukiman. (Elfa)

Hari Air Sedunia di Delta FM PUSAT Studi Hak Asasi Manusia Univ. Negeri Medan (Pusham Unimed) bekerjasama dengan Radio Delta FM menyelenggarakan dialog interaktif dalam bentuk talkshow Hari Air Sedunia 2011 di Delta FM. Kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis, 24 Maret ini merupakan bentuk kepedulian dan keikutsertaan media dalam mengampanyekan HAM atas air yang jatuh pada 22 Maret lalu. Dengan tajuk diskusi “HAM atas Air; Penguatan PDAM Tirtanadi dalam Upayanya Melindungi dan Memenuhi Hak atas Air,” talkshow yang berjalan 1 (satu) jam itu mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Para pembicara adalah Azzam Rizal (Direktur Utama PDAM Tirtanadi Propinsi Sumatera Utara), Fadhli Nurzal (Anggota DPRD Propinsi Sumut) dan Majda El Muhtaj (Kepala Pusham Unimed). Pemahaman HAM atas air merupakan hal yang sangat penting. Sebagai sumber daya yang terbatas, kebutuhan air bersih dan sehat menjadi keniscayaan yang menopang kemartabatan manusia. Perlindungan dan pemenuhan hak BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

atas air sesungguhnya berimplikasi pada hak-hak yang lain, seperti hak hidup, hak pendidikan, hak pangan, hak perumahan dan sebagainya. Instrumen HAM PBB memberikan penegasan yang kuat tentang eksistensi HAM atas air. Maka, sebagai negara pihak (state party) pada Kovenan Internasional Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), Indonesia memiliki kewajiban internasional untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air, demikian ditegaskan Majda El Muhtaj. Direktur Utama PDAM tirtanadi menegaskan, sebagai perusahaan daerah, tegas Azzam Rizal, PDAM terus berkomitmen dan bertekad untuk memaksimaliasikan peran dan tanggung jawabnya dalam menyediakan dan melayani air bersih dan sehat kepada masyarakat. Dalam waktu dekat kami akan memperbaiki model komunikasi dengan pelanggan. Berbagai bentuk pelayanan publik akan kami perbaiki dan tingkatkan, di antaranya melalui Call Centre yang akan kami aktifkan secepatnya guna

mendekatkan dan menjembatani perusahaan dengan pelanggan. Kami berharap masyarakat Sumut memberikan dukungan dan kritikan-kritikan konstruktif untuk membenahi dan meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas air bagi masyarakat. Pembangunan haruslah dilihat secara holistik. Perlindungan dan pemenuhan hak atas air m e n g i s y a r a t k a n k es a t ua n p a n d a n g a n b a h w a penyediaan air yang bersih dan sehat tidaklah berdiri sendiri pada PDAM Tirtanadi. Hal itu membutuhkan kesadaran kita semua untuk juga melihat aspek lainnya seperti lingkungan hidup, permukiman, kesehatan dan se b a g a i n y a . M a k a , s e c a r a kelembagaan kesemuanya haruslah berjalan secara sinerjis melalui koordinasi dan komunikasi lintas sektoral yang baik. Pengawasan yang dilakukan DPRD Propinsi Sumut juga berjalan ke arah itu, sehingga memastikan ketersediaan air yang sehat dan bersih berarti kita juga harus memastikan proses pembangunan di daerah berjalan secara utuh.(Rel) 11


Advokasi

Hentikan Kriminalisasi Terhadap Rakyat Labuhan Batu Oleh: Benget Silitonga* PRAKTIK kriminalisassi oleh Negara, melalui tangan POLRI, terhadap rakyat yang memperjuangkan hak hidupnya kembali terjadi. Kali ini kriminalisasi dilakukan oleh Kepolisian Ressort Labuhan Batu terhadap rakyat (petani) yang tergabung dalam Kelompok Tani MBK dan Kelompok Tani Sidodadi, yang beralamat di Desa Merbau Selatan, Kecamatan Merbau, Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara. Kriminalisasi tersebut memuncak pada tanggal 12 Mei 2011 saat kelompok Tani MBK dan Kelompok Tani Sidodadi m e l a k u k a n a k s i m em p e rt a h a n k a n t a n a h ny a seluas ± 71 Ha yang telah mereka rebut sejak tanggal 20 Nopember 2010. Tanah tersebut, selama lebih kurang 46 tahun telah dikuasai secara sepihak oleh PTPN III (lihat sejarah singkat sengekta tanah). Aksi kedua kelompok tani tersebut nyatanya diserang seribuan lebih massa dari PTPN III Marbau Selatan, Labuhanbatu Utara yang dibackup tujuh kebun PTPN III lainnya di wilayah tersebut, yakni: Kebun Janji; Kebun Mambang Muda; Kebun Sisumut; Kebun Aek Raso; Kebun Aek Nabara; Kebun Pamiengke, dan Kebun Labuhan Haji. Penyerangan yang dilakukan PTPN III ini terkesan telah didesain secara sistematis. Sebab ribuan buruh telah dikumpulkan di kantor besar PTPN III Marbau Selatan sejak pagi hari. Massa penyerang yang diorganisir dan dikomandoi oleh aparat PTPN III, merangsek masuk ke lahan yang 12

telah dikuasai kedua kelompok tani. Massa yang datang mengusir secara paksa anggota kelompok tani MBK dan Sidodadi dengan tindakan anarkis berupa pukulan, tendangan, cacian kasar, dan menghancurkan bangunan, seperti posko dan mesjid/ musholla yang sebelumnya telah didirikan anggota kelompok tani. Tr a g i s ny a , p e ny e r a n g a n sekelompok massa tersebut justru dibiarkan berlangsung ‘dengan aman’ oleh aparat Polres Labuhan Batu dan Koramil Merbau yang berada di lokasi tersebut dalam jumlah banyak. Bukannya mencegah terjadinya kerusuhan, dengan melindungi rakyat (Kelompok Tani) dari serangan massa. Sebelumnya, Kepolisian menangkap tiga anggota kelompok tani MBK yaitu Dedy Syahputra, Pendi Sudariono, dan Zafar Ritonga. Ketiga anggota kelompok tani tersebut bahkan telah ditetapkan sebagai tersangka. Di lain pihak, Kepolisian Resort Labuhan Batu justru sama sekali tidak menangkap massa pelaku pemukulan terhadap anggota kelompok tani dan pengrusakan bangunan milik kelompok tani. Laporan pengaduan dari kelompok tani terhadap adanya perusakan dan penganiayaan juga tidak digubris Kepolisian Resort Labuhan Batu. Praktik kriminalisasi aparat kepolisian bukan kali ini saja. Sebelumnya, pada tanggal 8 April 2011 Polres Labuhan Batu juga telah menjadikan 2 anggota

kelompok tani yakni Sri Nuriadi alias Andi dan Supardi alias Pardi sebagai tersangka atas tuduhan pasal 170 (1) Jo 406 (1) KUH Pidana yang terjadi pada hari Kamis, 6 Januari 2011 pukul 08.30 di Afd. II BLOK D-12 Kebun PTPN III, Marsel. Keduanya sekarang telah menjalani proses hukum di Kejaksaan Labuhan Batu. Mencermati kejahatan yang dilakukan Kepolisian dan Korporasi di atas, kami menyampaikan sikap; Mendesak kepada KAPOLDASU segera memerintahkan Kepolisian Resort Labuhan Batu untuk menghentikan semua praktik kriminalisasi terhadap rakyat (petani) yang memperjuangkan hak atas tanah di Labuhan Batu Utara dan membebaskan para petani yang tak bersalah. Bagi kami, praktik kriminalisasi kepolisian terhadap petani yang tergabung dalam Kelompok Tani MBK dan Sidodadi yang memperjuangkan hak atas tanah untuk kehidupannya, merupakan bentuk penegakan hukum kaca mata kuda yang mengingkari nilai, sistem, dan keadilan atas hak-hak masyarakat. Mengingat fungsi dan tugas utama Kepolisian bukan hanya penegak hukum tetapi juga adalah pengayom dan pelayan masyarakat, maka dalam menangani konflik dan sengketa tanah ini Kepolisian seharusnya mengedepankan dialog dengan mendengar masukan dan infromasi dari semua pihak, khususnya dari masyarakat korban. Namun dalam kenyataannya Kepolisian BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi terkesan telah mereduksi jati dirinya, karena lebih cenderung berperan sebagai penjaga dan pelindung korporasi PTPN III daripada pelindung rakyat. Meminta Kapolri, Komisi Kepolisian Nasional, Komnas HAM RI, dan Kapoldasu untuk mengusut, memeriksa, dan memberi sanksi tegas kepada Kepolisian Resor Labuhan Batu yang menurut kami tidak cakap menjalankan tugas dan telah melakukan pelanggaran serius terhadap hak sipil politik petani dan Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya yang tergabung dalam Kelompok Tani MBK dan Sidodadi Labura, sebagaimana diatur dan dijamin dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh

pemerintah Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia. Mendesak PTPN III menghentikan semua praktik penjarahan tanah rakyat di Labuhan Batu Utara dan segera mengembalikan hak atas tanah sengketa, yang selama ini dikuasai

secara sepihak oleh PTPN III, kepada kelompok tani MKB dan Sidodadi, Merbau Selatan, Labuhan Batu Utara. Masih berlangsungnya praktik penjarahan tanah oleh PTPN III dan praktik penciptaan rekayasa konflik horisontal antara massa buruh dengan petani, membuktikakan bahwa PTPN III masih merupakan bagian dari korporasi yang tidak ramah terhadap hak-hak rakyat. Mendesak Eksekutif dan Legislatif setempat untuk memfasilitasi dialog dalam mencari bentuk penyelesaian sengketa tanah antara rakyat petani dengan PTPN III. *Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Bakumsu

Ancaman Pelanggaran HAM, Kebebasan Sipil Pada Penerapan RUU Intelejen Oleh: Muhrizal Syahputra dan Suwardi* PERJALANAN reformasi di Indonesia yang membawa beberapa perubahan, sector yang nyaris luput dari penataan ulang adalah Intelijen negara. Padahal berubahnya sistem politik negara dari pendekatan militeristik dan otoritarian menuju demokrasi dan penghormatan HAM sepantasnya juga merubah paradigma, peran, fungsi, dan struktural intelijen negara. Secara umum ada tiga alasan yang mendasari mengapa RUU untuk intelijen negara tersebut sangat penting dalam menjamin kepastian hukum dan penerapannya di Indonesia; Pertama; ada kebutuhan m e n d e s a k u n t u k mengembangkan intelijen negara yang professional dalam deteksi dini dan mengatasi berkembangnya ancaman terhadap keamanan nasional yang semakin kompleks, Kedua; BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

adanya tuntutan dari proses ne g a r a de m o k r a s i u n t u k menciptakan dinas intelijen ne g a r a y a n g p r o f e s s i o n a l , transparan, dan akuntabel, Ketiga; keinginan untuk membentuk kedinasan Intelijen yang transparan dan akuntabel, mengharuskan adanya pengaturan yang tegas terhadap kewenangan spesifik intelijen negara. Tuntutan ini mengharuskan adanya perubahan watak dinas intelijen negara yang selama ini tertutup, represif dan melayani rezim, ke watak yang lebih terbuka dan dapat melayani kepentingan keseluruhan warga negara, sehingga hak dan kebebasan masyarakat sipil tidak tercederai oleh mekanisme yang mengatasnamakan keamanan nasional, regulasi RUU intelijen negara ini harusnya mengatur

secara tegas hakekat dan tujuan intelijen negara, ruang lingkup intelijen negara, tugas, fungsi, serta wewenang intelijen negara, mekanisme pengawasan, rekrutmen, organisasi dan prinsip–prinsip pengaturan kedinasan intelijen negara. RUU Intelijen Negara ini kelak diharapkan mampu menciptakan keseimbangan, antara keamanan nasional di satu sisi dan jaminan demokrasi serta perlindungan hak–hak sipil politik (HAM) di sisi yang lainya; di satu pihak dinas intelijen masih sangat diperlukan untuk mengantisipasi munculnya ancaman bagi keamanan nasional, sementara di pihak lain kerangka kerja yang demokratis, humanis tetap harus menjadi dasar pijakan bagi pengaturan tugas, fungsi, organisasi serta kegiatan dinas intelijen. 13


Advokasi Garis keseimbangan ini secara eksplisit mengisyaratkan agar dalam melaksanakan kegiatannya, intelijen tidak melakukan fungsi dan tindakan yuridiksi Gakum (penegakkan hukum), apalagi dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghilangkan nyawa warganya. Fungsi intelijen harus ditempatkan sebagai lembaga yang memiliki fungsi dan kemampuan untuk memberikan deteksi dini terhadap ancaman nasional, tidak lebih dari itu, dan fungsi penegakkan hukum harus diserahkan kepada lembaga kepolisian dan kejaksaan. Intelijen negara adalah lembaga negara yang berfungsi sebagai dinas rahasia, fungsi dan tugas utamanya adalah melakukan pengumpulan, pengolahan dan analisis terhadap data dan informasi yang terkait dengan munculnya ancaman terhadap keamanan nasional, untuk selanjutnya menjadi bahan yang direkomendasikan kepada negara, maka dengan fungsi

tersebut intelijen adalah salah satu lembaga non yudisial (bukan penegak hukum) dan demi tegaknya HAM, intelijen tidak bisa secara serta merta menjadi lembaga yudisial yang dapat melakukan penangkapan, penahanan serta mengeksekusi warga negara yang dicurigai mengancam keamanan nasional. Akan tetapi harapan untuk membentuk INTELIJEN NEGARA PROFESIONAL sebagaimana yang disebutkan di atas, sepertinya jauh panggang dari pada api, bahkan akan mengalami kemunduran dan membuka celah kembalinya cara–cara militeristik seperti yang diterapkan pada m a s a pemerintahan orde baru, dan dapat membungkam kebebasan sipil, ancaman bagi pers, dan ancaman bagi proses demokrasi ke depan. Mengapa demikian? Pada tahun 2011 ini pemerintah rezim SBY-Budiono bersama parlemen akan segera mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Intelijen Negara.

Pelanggaran HAM: Salah satu aksi tuntutan penegakan dan penegakan dan penuntasan kaus pelanggaran HAM. 14

Memilukan sekali melihat isi dari RUU tersebut, sepatutnya RUU ini dapat membangun ekspektasi reformasi Intelijen Negara baru bagi masyarakat Indonesia. Khususnya, jaminan hak asasi manusia (HAM) dan penegakan hukum yang notabene sebelumnya kerap terlanggar operasi intelijen. Secara the facto bangsa kita belum mampu melupakan sejarah kelam rezim orde baru, di mana eksistensi intelijen ekstra kuat dan dominan dikuasai oleh militer. Bukan rahasia umum, aparat intelijen menangkap tanpa surat, memeriksa tanpa batas waktu, bahkan orang “hilang” tanpa kabar. Bukti yang sulit dielak, raibnya puluhan aktivis prodemokrasi menjelang runtuhnya rezim Soeharto. Mereka bukan ditangkap Polri atau TNI secara resmi. Namun, mereka tak ada yang kembali ke rumah sampai saat ini. Siapa yang melakukan? Kendati tak ada bukti dan saksi yang sahih, pastinya bukan orang awam atau organisasi kemasyarakatan yang melakukan kegiatan–kegiatan tersebut. Dalam RUU Intelijen Negara ini harusnya mendasari beberapa prinsip-prinsip dasar HAM yang berhubungan langsung dengan kerja-kerja operasi Intelijen Negara di antaranya: a. M i n i m u m P r o t e c t i o n (perlindungan minimal) b. Human Dignity (martabat kemanusiaan) c. Universal d. Inalienabilty (tidak dapat dipisahkan) e. Equality (kesetaraan) f. State Responsibilty (kewajiban Negara) g. Non diskriminasi h. Liberty (kebebasan) i. Justice (keadilan) j. In t e r d e p e n d e n c e ( s a l i n g berkaitan) Pada pasal 17 Kovenan HakHak Sipil dan Politik yang berbunyi “ Tidak boleh seorangpun secara BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi sewenang-wenang atau secara tidak sah dicampuri masalahmasalah pribadinya, keluarganya, rumah atau hubungan surat menyuratnya, atau secara tidak sah kehormatan dan nama baiknya”. Dalam hal hak privacy mengacu pada putusan Pengadilan HAM Eropa pada kasus Inggris diputuskan bahwa untuk aktifitas intelijen harus memiliki kerangka aturan pelaksanaan yang jelas, dan harus memenuhi syarat-syarat yang ketat seperti legalitas, proporsionalitas, professional, subsidiaritas (teknis-teknis yang intrusive harus menjadi upaya yang terakhir), akuntabilitas (autorisasi sebelumnya rekam proses dan pemantauan) serta finalitas (informasi yang diperoleh harus digunakan untuk tujuan yang sebelumnya ditetapkan untuk mendapatkan informasi itu). 1. Konsideran mengingat dalam RUU Intelijen Negara belum

memuat tentang instrumeninstrumen HAM, hal ini jelas akan menjadi ancaman dan kemunduran sistem hukum di Indonesia karena merupakan praktek persekusi regulasi– regulasi yang telah berlaku sebelumnya; Bahwa mengacu pada konsideran mengingat yang hanya memuat UUDNRI 1945 pasal 20, pasal 21 dan pasal 28j (yang hanya mencakup pengecualian) tanpa memuat instrumen internasional yang telah diratifikasi (Konvenan Ekosob/ Sipol/UU 11/12 Tahun 2005) serta instrument UU HAM No.39/1999. Adalah merupakan ancaman yang mendasar secara subsantif karena konsideran ini merupakan rujukan atau referensi implementasi RUU Intelijen Negara ini. 2. RUU ini menjadi Ancaman atas Kewenangan Penangkapan 7 x 24 Jam oleh Intelijen Negara

bertentangan dengan asas dasar hukum formal pidana pasal 16 jo pasal 20 KUHAP bahwa intelijen negara bukan merupakan aparat hukum yang berwenang dalam melakukan penangkapan, penahanan (pro justicia) hal ini akan merusak mekanisme criminal justice system yang telah berlaku (DIM Pemerintah no.89); 3. Asas penyelenggaraan intelijen Negara belum memuat prinsipprinsip dasar HAM (Pasal 2) b er up a n on d is kr i mi na s i , keadilan, kesetaraan/ persamaan hak (equality before the law), praduga tidak bersalah (persception of innocent) dan perlindungan minimal; 4. D a l a m p e n y e l e n g g a r a a n operasi Intelijen Negara belum diatur tentang beberapa prinsip-prinsip penting lainnya dalam RUU ini di antaranya prinsip legalitas, prinsip

Penegakan hukum dan HAM: Pemerintahan SBY-Budiono dinilai masih jauh dari keberhasilan upaya penegakan hukum dan HAM. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

15


Advokasi

5.

6.

7.

8.

16

nesesitas, proporsionalitas, preventif (erly warning)- Pasal 2; RUU Intelijen Negara belum mengatur secara khusus tentang perlindungan hak-hak dasar warga negara khususnya tersangka dalam operasi intelijen mencakup Derogable Rights (Pasal 27-29 UUDNRI 1945 jo UU Nomor 39 Tahun 1 9 9 9 Te n t a n g H A M ) d a n k h u s u s n y a N o n D e r o ga b l e Rights berupa: a. Hak untuk hidup; b. Hak untuk tidak disiksa; c. Hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani; d. Hak beragama; e. H a k u n t u k t i d a k diperbudak; f. Hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum; g. Hak untuk tidak dapat dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Kewajiban dasar negara dalam m el a k uk a n p e rl i nd u n ga n hukum atas warga negaranya berupa pendampingan bantuan hukum dan/atau akses pendampingan bantuan hukum tidak diatur dengan tegas dalam RUU Intelijen Negara terhadap tersangka dalam operasi intelijen (ICCPR pasal 14 ayat 3 huruf b); RUU Intelijen Negara belum mengatur tentang hak-hak korban (rehabilitasi, kompensasi, reparasi) dari penyelenggaraan operasi intelijen yang menyalahi prinsipprinsip kerjanya yang tidak legal dan profesional serta melanggar asas-asas penyelenggaraan (pasal 2 RUU); Bahwa dalam klausul ancaman atau keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan keberadaannya harus diumumkan secara resmi dan pihak pemerintah b e r k e w a j i b a n mendeklarasikannya kepada semua pihak dalam negeri dan

pihak luar negeri melalui perantaraan Sekretaris Jenderal PBB (Pasal 4 ICCPR); 9. Berkaitan dengan perlindungan identitas dan garis komando, undang-undang harus menetapkan bahwa bagaimanapun perlindungan identitas dan profesi intelijen dapat dibuka untuk kepentingan penegakan hukum, proses pengungkapan kejahatan serius (kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, kejahatan perang, dan agresi). Batasan hukum bagi perlindungan profesi dan identitas anggota intelijen ini merupakan poin efektif maupun demokratik bagi UU Intelijen Negara. Ketiadaan pengaturan ini akan membuat publik maupun aparat penegak hukum tidak memiliki akses terhadap informasi anggota intelijen yang diduga melakukan tindakan kejahatan serius (pasal 26 RUU); Maka bersama dengan ini KontraS Sumut dan IKOHI Sumut yang juga tergabung dalam KOMJEN (Koalisi Masyarakat Sipil Sumut Mengawal RUU Intelijen Negara) merekomendasikan dan menuntut kepada pemerintah dan DPR RI-Daerah: 1. Tunda pengesahan RUU Intelijen Negara yang rencananya akan disahkan pada bulan Juni atau Juli 2011; 2. Tolak dan hapus klausul kewenangan penangkapan dan/atau penahanan 7 x 24 jam oleh intelijen Negara yang ada dalam DIM versi pemerintah; 3. S e g e r a fi n a l i s a s i pembentukan dan pengesahan RUU Keamanan Nasional, RUU Penyadapan sebagai acuan dari RUU Intelijen Negara; 4. Mempertimbangkan desakandesakan publik dan rekomendasi KOMJEN dan koalisi masyarakat sipil lainnya

dalam finalisasi RUU Intelijen Negara; 5. Memasukkan hasil analisa dan usulan KOMJEN dalam klausul RUU Intelijen Negara yang akan dibentuk dan disahkan; 6. M e n j a m i n a d a n y a a s a s demokrasi dan HAM dalam penyelenggaran kerja-kerja Intelijen Negara yang diatur dalam RUU Intelijen Negara; 7. M e n j a m i n t i d a k a d a n y a praktek-praktek kekerasan, penculikan, penyiksaan, pembatasan hak-hak berdemokrasi dalam operasi i nt e l ij e n d e ng a n a d a ny a pengesahan RUU Intelijen Negara; 8. Mendesak kerja-kerja Intelijen Negara Pusat dan Daerah yang professional dan strategis dengan mengedepankan ancaman dan gangguan yang berasal dari luar negeri dalam menjaga stabilitas Negara tidak menjadi mata-mata dan musuh rakyatnya sendiri; 9. M e n d o r o n g k e r j a - k e r j a Kominda di tingkat daerah yang professional, akuntabel, dan membuka ruang akses DPRD dan public/masyarakat sipil dalam melakukan control dan pengawasan kerja-kerja KOMINDA; 10. M e n d o r o n g p r i o r i t a s pengamanan di daerah perbatasan-perbatasan laut, darat dan udara khususnya di kepulauan Sumatera dalam rangka menjaga keamanan dan stabilitas NKRI. Kami sangat mengapresiasi sikap anggota parlemen DPR RI yang menolak rencana pemberian kewenangan menangkap untuk intelijen di dalam RUU Intelijen. Sudah seharusnya pembentukan Undang-Undang Intelijen dapat menjamin sinkronisasi antara kebutuhan negara dalam menjaga keamanan nasional dan jaminan HAM serta perlindungan kebebasan masyarakat sipil dalam bernegara dan berdemokrasi.(Ril) BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi

Kasus Penembakan di PT SMM Dilaporkan ke Komnas HAM TERTEMBANKNYA seorang warga dalam unjuk rasa di PT Sorik Mas Mining (SMM), Ma nd ailing Natal, Suma tera Utara, dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Meski baru berupa laporan lisan, warga minta agar kasus itu secepatnya diusut tuntas. Pengaduan ke Komnas HAM itu disampaikan Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Syahrul Isman, Selasa (31/5/2011) di kantor Bitra Indonesia Jl. Bahagia, Medan. Menurutnya pengaduan telah disampaikan secara lisan kepada Anggota Subkomisi Mediasi Komnas HAM, M. Ridha Saleh. “Kita berharap agar kasus ini diusut secara tuntas. Termasuk juga masalah-masalah yang timbul karena keberadaan perusahaan pertambangan itu, s ehingga menyebabkan terjadinya aksi penolakan dari masyarakat,� kata Syahrul yang memberikan keterangan bersama korban

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

penembakan, Sholat Br Batubara (20) dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Nuriyono. Dia menegaskan Kasus penembakan ini dinilai perlu mendapat perhatian karena menyangkut kehidupan warga di sekitar lokasi penambangan. Kepolisian dinilai memberikan keterangan yang tidak benar terkait kasus terbakarnya barak dan fasilitas perusahaan PT SMM. Berdasarkan keterangan warga, setelah polisi melepaskan tembakan, masyarakat panik dan lari berhamburan. Tanpa diketahui sebab dan siapa pelakunya, tibatiba terlihat telah terjadi kebakaran yang melanda fasilitas. Jadi bukan warga yang melakukan pembakaran seperti yang dituduhkan polisi. Sementara Sholat Br Batubara dalam kesempatan itu menyatakan, sebelum pingsan akibat terkena tembakan itu, dia mendengar polisi satu kali melepaskan tembakan ke udara.

Selanjutnya terdengar satu tembakan yang diarahkan kepada masyarakat yang berunjuk rasa dan ternyata dirinya yang terkena tembakan peluru karet tersebut. Kendati sudah keluar dari rumah sakit, namun kondisi kesehatan Sholat masih belum pulih. Saat memberikan keterangan itu, dia sempat pingsan dan langsung dibopong oleh ayahnya Hasanuddin Batubara keluar dari ruangan. Seperti diberitakan sebelumnya, sekitar 600 warga menggelar unjuk rasa di Camp II Sihayo PT SMM untuk menuntut janji yang tak kunjung dipenuhi perusahaan. Beberapa kilometer sebelum sampai di barak, massa dihadang karyawan perusahaan yang dikawal Brimob. Dalam upaya membubarkan aksi tersebut, polisi melepaskan tembakan dan mengenai seorang warga. Selongsong peluru dari p en e mb a k a n te r s e b u t k in i dipegang warga.(rul/lh) Sumber: detiknews.com

17


Advokasi

Polisi Berpakaian Preman Kepung LBH Medan KANTOR Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan yang terletak di Jalan Hindu di kepung oleh aparat kepolisian. Kali ini dilakukan oleh Polda Sumatera Ut a r a . P en gep un ga n d i d u ga dilakukan karena pihak Polda hendak melakukan penangkapan terhadap dua orang tersangka perusakan camp PT Sorik Mas Mining di Mandailing Natal. Yakni Sholat Boru Batubara (20) dan Amdani Lubis (43) Pengepungan bermula ketika sekitar Pukul 12:00 WIB, lima orang masyarakat dari Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal mendatangi Kantor LBH Medan di Jalan Hindu. Menurut M Nuh, kedatangan Ia bersama keempat warga Siabu lainnya untuk meminta bantuan hukum dari LBH Medan terkait kasus penembakan yang dialami Sholat Boru Batubara (20). Yang terjadi pada Minggu (29/5) saat melakukan demo ke PT Sorik Mas Mining (SMM). “Kami cuma mau

buat laporan dan meminta dampingan LBH,” ujarnya. Namun saat masih berdiskusi di dalam ruang rapat LBH Medan, anggota LBH lainnya melihat sekitar lima orang mencurigakan di Pasar Hindu, yang berada di seberang kantor LBH Medan. “Saya merasa aneh saja, kok tiba-tiba sudah ramai polisi, ini bentuk intimidasi terhadap LBH Medan. Seperti mau menangkap penjahat besar. Saya kenal ada dua polisi berpangkat AKBP, yang saya ingat namanya hanya satu AKBP Rudi Ripani,” ujar Direktur LBH Medan, Nuriyono. Perbincangan dengan masyarakat pun akhirnya selesai sekitar Pukul 16:00 WIB. Tibatiba, saat hendak menyeberang, AKBP Rudi Ripani yang menggunakan kemeja putih bersama seorang anggotanya menggunakan kemeja hitam sambil memegang map berwarna merah datang dari arah berseberangan dan langsung

Dialog: Direktur LBH Medan dan perwakilan dari Polda Sumut melakukan dialog terkait kasus PT. SMM. 18

menghadang kelima warga dari Madina. Kericuhan pun terjadi tepat di t en g a h b a d a n J a la n H i n d u . Ditambah lagi dengan puluhan wartawan dan fotografer yang berebut wawancara dan memfoto kericuhan tersebut. Sehingga kemacetan di Jalan Hindu pun tak dapat dihindari. Nuriyono meminta pihak kepolisian dan masyarakat untuk masuk ke dalam kantor LBH dan mendiskusikan apa sebenarnya yang terjadi. AKBP Rudi Ripani beserta beberapa personilnya pun menuruti permintaan Nuriyono untuk melakukan diskusi tertutup. Dalam perbincangan tersebut AKBP Rudi Ripani menyampaikan bahwa pihaknya hendak melakukan penangkapan terhadap dua orang warga Kecamatan Siabu, Madina. Yakni Sholat Boru Batubara (20) yang merupakan korban penembakan, namun tidak ikut ke LBH Medan. Kedua ialah Amdani Lubis (43). Padahal Ia hanyalah supir yang membawa mobil dari Madina ke Medan. Usai pertemuan tertutup dengan AKBP Rudi Ripani, personil Polda pun langsung meninggalkan kantor LBH Medan, sekitar Pukul 17: 0 0 W I B d a n t i d a k j a d i melakukan penangkapan terhadap Amdani Lubis. Namun hingga pukul 23:00 WIB, beberapa personil polisi berpakaian preman masih menunggu di luar kantor LBH Medan. Sedangkan kelima warga Madina dan pengurus LBH masih bertahan di dalam Kantor LBH. (Rif/Tribun-medan.com) Sumber: medan.tribunnews.com BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi

Tim Pencari Fakta Dalami Beberapa Temuan KOORDINATOR Walhi Sumut, Sahrul Isman Sagala mengatakan, pihaknya bersama, Bitra, LBH Medan, Pusham Unimed, Kontras Sumut dan IKOHI, telah melakukan investigasi selama dua hari terkait kerusuhan yang terjadi di kawasan PT SMM. Namun, kata Sahrul, tim pencari fakta masih akan melakukan pendalaman atas informasi yang mereka dapatkan di lapangan. Dikatakan Sahrul, dari investigasi yang mereka lakukan, pihaknya, melihat faktanya persoalan tersebut muncul karena ketidakprofesionalan polisi dalam menyikapi aksi masyarakat. Mereka juga melihat ada peranperan dari aktor yang punya

kepentingan dalam beberapa aksi yang dilakukan oleh masyarakat. Kemudian, mereka melihat keberadaan masyarakat yang sampai saat ini kondisinya masih mencekam. “Masyarakat tidak berani keluar dari kampungnya karena takut ditangkap,” kata Sahrul yang merupakan koordinator tim pencari fakta ini, Sabtu (11/6). Disana, pihaknya juga bertemu dengan Kapolres Madina. Pada Kapolres, mereka meminta agar dalam melakukan pemeriksaan pada masyarakat lebih menciptakan pendekatan H AM ya n g a r if a t a u t i d a k melakukan penekanan terhadap masyarakat. Pihaknya, juga minta kepolisian untuk menangani

kasus ini secara objektif, tidak hanya bereaksi dengan laporan PT SMM, tapi juga harus menindak aparat yang melakukan penembakan terhadap Sholati. “Hal ini perlu disampaikan karena Senin (13/6) Polresta Madina akan melakukan pemeriksaan lagi terhadap 16 orang masyarakat,” ujar Sahrul. Sahrul mengatakan, tiga bulan bela ka nga n citra kepo lis ia n sangat menurun, termasuk dikarenakan insiden PT SMM di Kecamatan Siabu tersebut. “Namun semua ini perlu kita kroscek lagi, agar hasil ini bersifat objektif,” kata Sahrul. (fer/ tribun-medan.com) Sumber: medan.tribunnews.com

Mengumpulkan informasi: Tim Pencari Fakta berkunjung ke lokasi pristiwa dan melakukan dialog serta wawancara dengan masyarakat di desa Hutagodang Muda Kecamatan Siabu, Maindailing Natal. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

19


Advokasi

Serikat Rakyat BinjaiLangkat Dideklarasikan AGUS SALIM, ketua terpilih Serikat Rakyat Binjai Langkat (SERBILA) yang mengalahkan dua kandidat lainnya dalam Kongres yang dilaksanakan di Stabat, Kabupaten Langkat (21/4), lalu. Kongres merupakan rapat tertinggi anggota organisasi yang dilakukan tiga tahun sekali. Dimana, kongres tersebut bertujuan untuk menetapkan bentuk organisasi, mengesahkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), menetapkan garis-garis besar haluan organisasi (GBHO) dan program kerja organisasi, pe mi lih a n B a d a n Pen gu ru s , pemilihan dan penetapan Badan Pendiri serta pengesahan Badan Pendiri dan Pengurus terpilih. SERBILA sendiri merupakan organisasi yang baru dibentuk. SERBILA ini sendiri digagas oleh masyarakat dan petani bersama BITRA Indonesia untuk mengikat persatuan rakyat Binjai dan Langkat. “Bahwa BITRA sendiri mulai melakukan aktivitas di kabupaten Langkat pada tahun 1994 lalu, dan sampai sekarang BITRA masih memberikan sumbangsih berupa perubahan bagi penghidupan pendapatan petani. Saya sendiri berharap, dengan adanya organisasi ini maka kita terus bisa bekerjasama dan BITRA sendiri tetap diberikan ruang agar kegiatan-kegiatan BITRA bisa berjalan dengan baik,” ujar direktur BITRA Indonesia, Wahyudi, dalam pembukaan kongres. Sementara itu, Henry Saragih, dari Serikat Petani Indonesia (SPI) mengatakan, bahwa organisasi merupakan sesuatu wadah yang Ilmiah dan formal. Dengan 20

organisasi kita juga bisa mempraktekan apa yang dibutuhkan bersama, saya cukup apresiasi dengan adanya organisasi baru ini walaupun seperti yang kita ketahui saat ini sudah banyak juga organisasi kemasyarakatan yang berkembang, Kata Henry. Henry juga mengaharapkan agar organisasi ini berjalan stabil sampai jangka waktu yang cukup lama, dan bukan menjadikan o rg a n is a s i in i s eb a g a i b a t u loncatan untuk menjadi seorang pejabat atau menjadikan organisasi ini hanya main-main saja. Berlangsung Alot Dalam kongres tersebut, dari masing-masing kelompok boleh mengajukan nama calon Ketua SERBILA. Dari tujuh nama calon yang diajukan para peserta kongres, hanya tiga peserta yang siap untuk menjadi Ketua SERBILA, yakni Roma Tarigan, Agus Salim, dan Joko Supeno. Setelah berlangsung dengan sangat alot dan panjang, akhirnya

dari 29 kelompok yang memilih, Agus Salim mendapatkan suara terbanyak dengan 15 suara, kemudian disusul oleh Roma Tarigan dengan 8 suara, dan Joko Supeno dengan 6 suara. Ketua terpilih, Agus Salim mengangkat Roma tarigan sebagai Wakil Ketua, Joko Supeno sebagai Sekretaris, Supono sebagai Wakil Sekretaris, dan Sri Mawarni sebagai Bendahara. Agus Salim mengatakan, “pada tahap awal organisasi ini masih membutuhkan pendampingan dari BITRA agar organisasi ini menjadi lebih maju dan lebih baik”. Selain itu, Agus juga mengharapkan agar semua pengurus kompak dan solid untuk membangun organisasi ini. “Saya akan menerapkan kesatuan anggota dan akan menyusun program-program yang bersifat nasional. Selain itu juga untuk mengontrol pemerintah daerah dalam memberikan kebijakan serta memperhatikan masyarkat marginal.” Agus panjang lebar. (Nirwansyah Sukartara).

Buka Deklarsi SERBILA: Direktur BITRA Indonesia, Wahyudhi membuka Kongres Serikat Rakyat Binjai-Langkat (SERBILA). BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi

Sejumlah Lembaga Protes RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan SEJUMLAH lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Sumut dan kalangan akademisi tergabung dalam Forum Masyarakat Sipil Sumatera Utara memprotes pembahasan rancangan undang-undang (RUU) P e n g a d a a n Ta n a h u n t u k Pembangunan yang saat ini dibahas oleh Pansus DPR RI. Koordinator Divisi Bantuan Hukum Bakumsu, Manambus Pasaribu kepada Analisa, Kamis (14/4) petang, di ruang kerjanya di Medan menyebutkan, mereka memandang bahwa RUU yang merupakan usulan pemerintah kepada DPR RI itu salah satu RUU yang anti rakyat, tidak demokratis dan bertentangan dengan konstitusi serta berpotensi melanggar HAM bila disahkan menjadi undang-undang. Ia menambahkan, alasan protes mereka karena RUU yang diusulkan pada 15 Desember 2010 itu melegitimasi perampasan dan penggusuran tanah-tanah rakyat, menambah j um l a h or a ng - o ra n g m is k in ,

menambah jumlah petani tak bertanah, menambah petani gurem dan menyingkirkan masyarakat adat. RUU itu kontra produktif dengan upaya pemerintah menurunkan jumlah orang miskin. Saat ini, sekira 85 persen rumah tangga petani di Indonesia adalah petani tak bertanah, petani gurem dan buruh tani. Hal itu berbanding terbalik dengan penguasaan tanah oleh pengusaha perkebunan yang mencapai tujuh juta hektar dan pengusaha HPH/HTI yang mencapai 34 juta hektar. Dengan RUU tersebut, maka tanah yang dikuasasi pengusaha jauh lebih banyak dibandingkan rakyat. Sementara itu tak satu pun peraturan yang dikeluarkan untuk memberikan tanah kepada petani. Selanjutnya, RUU itu menambah jumlah konflik agraria di Indonesia disertai tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM. Kemudian kedudukan korban dan calon korban yang tanahnya akan

Protes RUU: RUU pengadaan tanah untuk pembanguan ini dianggap akan merampas tanah-tanah rakyat. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

dijadikan sebagai objek pembangunan sangat lemah karena RUU itu tidak mengatur mekanisme keberatan pemilik tanah bila tidak disetuju dengan objek pembangunan. RUU itu lebih mengakomodasi kepentingan swasta daripada kepentingan rakyat. Melalui RUU itu, pemerintah membuka ruang lebih besar bagi pengusaha, dengan demikian kepentingan swasta berselubung dalam kepentingan umum. Pihaknya tidak menemukan urgensi dan relevansi kehadiran RUU tersebut karena justru menambah persoalan agraria di Indonesia khususnya terkait tumpang tindih kebijakan. Hentika n Mereka meminta Pansus RUU tersebut, pimpinan parpol, pimpinan fraksi DPR untuk menghentikan pembahasan RUU itu. Selain itu, meminta legeslatif dan pemerintah segera menjalankan agenda reformasi agraria dan menyelesaikan konflik agraria serta mereview kebijakan tentang agraria dan SDA sebagaimana yang diamanatkan TAP MPR nomor IX tahun 2001 tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam, tandasnya. Forum tersebut tergabung beberapa lembaga yaitu, Bakumsu, KSPPM, Sintesa, YAK GBKP, KPS, PBHI Sumut, YPMP, Jala, Pesada, Formatsu, USE, Kontras Sumut, KOTIB, Lentera, Earth Society for danau Toba, Prof. Dr. M Yamin, SH, Dr. Jamanat Samosir, SH, MHum, Tampil Anshari Siregar, SH, MS, Pdt. D. H. Sigalingging.(iqb) Sumber: Harian Analisa 21


Advokasi

Urgensitas Perda Pertanian Organik di Serdang Bedagai untuk Menjaga Lingkungan P E N E R A PA N p er t a ni a n organik pada masyarakat Serdang Bedagai (Sergei) harus didukung oleh Peraturan Daerah (Perda) sebagai penunjang terealisasinya lingkungan yang sehat pada masa yang akan datang. Semakin banyaknya penggunaan pupukdan pestisida kimia oleh para petani, menyebabkan timbulnya berbagai masalah pada alam maupun manusia sendiri dan hal ini tidak dapat dibiarkan terjadi secara terus-menerus karena ancaman penyakit kepada manusia akan

22

semakin besar. “Saat ini, petani sudah bergantung pada pupuk kimia atau pestisida, hanya sedikit petani yang menggunakan budaya l o k a l . Te n t u h a l i n i a k a n menyebabkan hal negatif pada banyak sisi kehidupan, alam dan menusia menjadi tidak sehat. Hal ini tentunya harus didukung oleh Perda,” ungkap Hamdan, pemateri pada workshop “Legal Drafting Perda Pertanian Organik” yang diselenggarakan oleh BITRA Indonesia tanggal 9 – 10 Juni lalu di Hotel Daksina, Medan. Tidak hanya itu, kepercayaan

petani terhadap penggunaan pupuk kimia masih sangat kuat dan belum dapat terkikis. “Saat ini, penggunaan organik absolute masih belum mungkin, yang ada hanya mengurangi pestisida karena petani cukup susah untuk dapat mengerti bahwa bertani organik lebih baik dari pada bertani konvensional dengan bahan kimia. Penggunaan pestisida oleh petani sudah cukup lama dilakukan, sehingga untuk mengembalikannya sangat sulit. Pertanian konvensional sudah menjadi ideologi sebagian besar petani. Justru inilah yang menjadikan penting regulasi atau peraturan dibuat untuk memaksa petani ke arah yang lebih baik secara bersama, yakni produsen (petani pelaku), konsumen (orang yang makan hasil pertanian) dan alam lingkungannnya”. Tambah Hamdan. Banyak orang yang bermain di kalangan petani, yakni penyuluh p e m e r i n t a h , N G O , s wa s t a , te r k e c u a l i N G O , s e m u a n y a menjadi perpanjangan tangan untuk mempromosikan produkproduk sarana produksi pertanian (saprotan) yang menggunakan bahan kimia dan alat mesin pertanian (alsintan). Alhasil petani dikepung dengan pemahaman y a n g s a l a h t e n t a n g pa h a m pertaniannya karena orang-orang yang menjadi panutan mengemas promosi bahan kimia pertanian dengan sangat lembut, manis dan merayu dengan cara yang amat humanis. Masukkan pemahaman konsumtif yang disuntikkan pemodal, jadi kebiasaan dan budaya petani dalam menjalankan BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi pertaniannya. “Paham mengelola pertanian dengan pola organik saat ini hanya sebatas faham alternatif, bukan menjadi main frame petani secara mayoritas. Karena petani sudah menjadi korban faham pemodal maka kini kebanyakan petani hanya percaya pada apa yang cepat dan instan saja. Untuk itu jika ada Perda maka akan lebih mudah menerapkan bertani dengan pola organik tersebut. Organik harus diimbangi dengan teknis budidaya dengan konsep System of Rice Intencification (SRI),” tambah Hamdan. Dengan perangkat aturan danri hasil riset akan memudahkan terealisasinya pola pertanian organik. “Jika Perda

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

dibubuhi dengan hasil riset dan beberapa data, seperti data cost prosuksi berbanding hasil panen dari pola unorganic dan pola organik, data efek kesehatan organik dan non-organik, data lingkungan yang rusak karena pestisida, maka seluruh naskahnaskah akademik ini dapat dijadikan kekuatan dalam mendesak terealisasinya Perda, ungkap Mariam dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Jakarta yang menjadi fasilitator dalam workshop ini. Organik juga tidak hanya sekedar bertani tidak memakai racun, tetapi budidaya lokal dan ketersediaan bahan di alam sekitar juga harus turut dikembangkan dalam

pengelolaannya. “Kearifan lokal yang memiliki potensi untuk organik, seperti budaya gotongroyong dalam mengelola pertanian, melakukan pola tanam renteng dan seragam, pola pemupukan organik, menanam jagung secara tugal, menggunakan abu bakaran jerami dan kotoran ternak, serta melakukan sistem menanam s er e n ta k s a n g a t m em b a nt u mempercepat pemulihan kesehatan lahan pertanian lingkungan,” tutur Prof Nurhayati, pemateri lain dalam workshop yang melakukan penelitian organik di Serdang Bedagai dari Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). Nurhayati menjelaskan pegendalian hama juga dapat dilakukan dengan kearifan lokal, seperti pengasapan, penggunaan orang-orangan sawah, menggunakan lumbung padi, menggunakan bibit lokal karena bibit lokal dapat digunakan secara terus menerus, tidak seperti benih hasil rekayasa genetika yang hanya digunakan sekali dan menciptakan ketergantungan petani dengan modal pertanian yang menjadi tinggi. “Lumbung padi dapat mempererat tali silaturahmi antara sesama petani,” tambah Nurhayati. Nantinya setelah adanya Perda, harus dilakukan evaluasi dan kontrol berkala berjalan atau tidak fungsi Perda itu, sangatlah penting. “Seharusnya ada organisasi atau lembaga khusus yang mengawali implementasi Perda nantinya. Misalnya Serikat Petani Serdang Bedagai (SPSB) dapat diberdayakan untuk mengawali Perda atau diposisikan pa da memba ntu penyuluh swadaya agar perlakuan pola organic on the track”. Demikian harapan Erika Rosmawati Situmorang, staff program advokasi BITRA Indonesia. (Elfa/ Isw)

23


Advokasi

Anehnya Negeri Ini, Kebutuhan Pangan Pun Dikuasai Asing PROGRAM Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang dicanangkan Pemerintah dianggap hanya mencari keuntungan semata. Pasalnya p ro g r a m in i h a n ya me n c a r i investor untuk berbisnis di Indonesia, tanpa memedulikan pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri. Menurut Koordinator Aliansi untuk Desa Sejahtera Tejo Wahyu J a t m i k o , pe m e r i n t a h t a k menjamin pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pasalnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman, tidak diatur kewajiban investor untuk menyisihkan hasil tanamannya

untuk kebutuhan dalam negeri. “Dalam pasal 24 peraturan tersebut hanya disebutkan apabila di dalam negeri terjadi bencana alam atau ledakan serangan organisme pengganggu tumbuhan sehingga produksi usaha budidaya tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, produk yang dihasilkan dari usaha budidaya tanaman wajib diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” papar Tejo. Seharusnya, lanjut Tejo, pemerintah memberikan berbagai insentif kepada petani untuk meningkatkan produksi pangan terutama beras, seperti bantuan lahan, bibit, pestisida dan lainnya. “Sebanyak 85 persen biaya

produksi tanaman pangan dibiayai sendiri oleh petani. Petani juga tidak mendapat informasi yang cukup tentang produksi terutama alat teknologi,” katanya. Pemerintah juga dianggap tidak mengoptimalkan potensi spesies tanaman lain yang bisa menjadi alternatif diversifikasi pangan. Padahal, ada ribuan jenis spesies tanaman yang siap diolah menjadi pangan. Dia menyebutkan, ada 800 spesies tanaman pangan, 1.000 spesies tanaman obat, 389 spesies buahbuahan, dan sekitar 232 spesies sayur-sayuran yang ada di Indonesia.(*) Sumber: www.republika.co.id

Segera Dukung Perempuan Penghasil Pangan!! DITENGAH krisis pangan akibat dampak perubahan iklim, dukunga n da n perlindungan terhadap perempuan penghasil pangan harus segera diberikan dan kian mendesak. Demikian tuntutan Shout! kelompok anak muda dan Aliansi untuk Desa Sejahtera di Jakarta yang disampaikan melalui kegiatan flash mob pada Hari Bebas Kendaraan, 13 Maret 2011 di Jakarta. “Secara global, perempuan menghasikan 50% pangan untuk penduduk, tetapi ironisnya 70% orang miskin adalah perempuan. Kenaikan harga pangan yang terus terjadi akan menambah besar 24

jumlah orang miskin dan kekurangan gizi” Jela s Tejo Wahyu Jatmiko, Koordinator nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera. Meskipun peran perempuan dalam menghasilkan pangan sangat penting, dukungan negara sangat minim.”Negara yang tidak mengakui perempuan sebagai nelayan atau petani menjadi salah satu faktor dari minimnya dukungan dan perlindungan bagi mereka.” tambah Tejo lagi. Belum lagi, kebijakan yang diambil pemerintahan SBY untuk mengatasi persoalan ketahanan pangan bangsa cenderung memilih pembangunan industri

pangan skala besar yang padat modal dengan orientasi ekspor, mengabaikan penghasil pangan skala kecil, yang di antaranya adalah perempuan. “Kegiatan flash mob ini merupakan wujud nyata penghargaan dan dukungan dari kami, anak muda terhadap perempuan penghasil pangan skala kecil, di antaranya petani, nelayan dan pekebun kecil yang berperannya besar dalam menyediakan pangan tetapi paling diabaikan, juga paling menderita akibat dampak perubahan iklim.” Tambah Yunika Permatasari, salah satu anggota Shout! menjelaskan aksi yang mereka lakukan. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi “Kami melakukan apa yang dapat kami lakukan sebagai anak muda, untuk menyuarakan kepentingan perempuan penghasil pangan terkait dengan perayaan hari perempuan internasional, 8 Maret lalu dan krisis pangan yang terus terjadi”, tutur Citra Pertiwi, yang juga anggota Shout!. Selain anggota Shout, kegiatan ini juga didukung oleh anggota Anak Pelangi dan KOPHI. Banyak studi membuktikan, diantaranya yang dilakukan oleh IAASTD selama 4 tahun terakhir, pertanian berskala besar, dengan asupan kimia tinggi merupakan penyumbang polusi, perubahan iklim, deforestasi, kesenjangan sosial, dan kehancuran keanekaragaman hayati dan budaya. Diperlukan perubahan fundamental kearah pertanian berkelanjutan, dalam skala kecil dengan menggunakan sumber daya setempat, yang memberi ruang bagi perempuan untuk

menjamin ketersediaan kebutuhan pangan yang berkeadilan. Tanpa ada dukungan nyata, dengan membuka akses terhadap sumber daya, kredit, teknologi, pelatihan, pendidikan untuk perempuan penghasil pangan agar dapat terus menghasilkan, dan meningkatkan produksi pangan di tengah cuaca ekstrim, Indonesia akan menghadapi krisis pangan yang berkelanjutan. Ca ta t a n Orang yang paling menderita saat harga pangan naik adalah orang miskin. Di Indonesia 63% pengeluaran keluarga miskin untuk pangan. Perempuan paling sedikit mendapat makanan saat krisis, karena mereka akan mendahulukan suami dan anak untuk mendapatkan makanan. Aliansi untuk Desa Sejahtera merupakan aliansi dari 18 Ornop dan jaringan dengan fokus kerja mengupayakan penghidupan

pedesaan yang lestari dengan pendekatan pada 3 komoditas : (1) beras/pangan, ketua pokja Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP); (2) sawit, ketua Pokja Sawit Watch dan (3) ikan, ketua Pokja Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Aliansi untuk Desa Sejahtera memiliki 4 pilar untuk memperkuat penghidupan di pedesaan (1) akses terhadap sumber daya alam, (2) akses pasar, (3) adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, dan (4) keadilan gender. SHOUT! Indonesia merupakan kumpulan anak muda yang bersedia memberikan sebagian waktu, tenaga, pikiran untuk memperkuat suara kelompok produsen kecil. Dalam melakukan kegiatannya, Sout terbuka bekerjasama dengan kelompok anak muda yang memiliki kepedulian yang sama.(*) Sumber: www.desasejahtera.org

Perempuan petani: Petani perempuan adalah produsen pangan terbesar sekaligus sebagai kelompok termiskinkan dan kekurangan gizi. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

25


Advokasi

Rakom Sumut Kawal Revisi UU No 32 Tahun 2002 PAR A pegia t Lemba ga Penyiaran Komunitas (LPK) khususnya yang mengelola Radio Komunitas (Rakom) di Sumatera Utara akan mengawal revisi Undang Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang saat ini sudah ada tiga draft masuk ke Komisi 1 DPR RI. Ketua Pokja LPK Sumatera Utara Swaldi Minggu (3/4) di Medan mengatakan, langkah awal yang dilakukan mengawal revisi UU No. 32 adalah mengumpulkan seluruh pegiat Radio Komunitas di Sumatera Utara untuk mendiskusikan halhal yang perlu diperbaiki dalam Undang Undang Penyiaran yang baru, khususnya keberadaan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK). Pertemuan dengan para pegiat Radio Komunitas, katanya, akan dilaksanakan hari Sabtu, 9 April 2011 mulai pukul 10.00 Wib di Balai Pertemuan Yayasan BITRA Indonesia Jalan Bahagia Bypass No.35 Medan. Menurut Swaldi, kehadiran Radio Komunitas sangat membantu masyarakat memenuhi hak-hak atas informasi dan hakhak asasi lainnya. “Karena itulah, kita tidak ingin keberadaan Lembaga Penyiaran Komunitas ini dihapus ataupun dikerdilkan dalam Undang Undang Penyiaran baru,”katanya. Koordinator Divisi Advokasi BITRA Indonesia ini juga mengakui, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran belum sepenuhnya mendorong tumbuh dan berkembangnya lembaga penyiaran komunitas karena masih ada diskriminasi. 26

“Terkesan, LPK bak “anak yang tidak diharapkan kelahirannya” sehingga mengalami berbagai perlakukan tidak adil,”terangnya. Ketidakberpihakan pada LPK, lanjutnya, seperti frekuensi radio komunitas hanya ada 3 frequensi ( 1 0 7. 7 , 1 0 7. 8 , & 1 0 7. 9 megahertz). Televisi komunitas tidak ada aturan soal frekuensi. Jarak jangkauan siaran dibatasi 2,5 km dan/atau daya pancar 50 watt. Tidak boleh menyiarkan iklan, dan lain sebagainya. Selain terpinggirkan, perlakukan diskriminasi terhadap LPK sering dijumpai, khususnya

kasus sweaping yang dilakukan Balai Monitoring (Balmon) sebagai UPT dari Dirjen Postel Depkominfo. Radio komunitas dan Televisi k om u ni t a s mu d a h d i t in d a k , sementara pelaku media lain yang diduga melanggar ketentuan teknis dari spektrum frekuensi dibiarkan beroperasi. Untuk itulah, kata Swaldi, didampingi M. Hidayat, Tohap P. Simamora, Jan DW Sinaga, dan Tiur Cross anggota Pokja LPK lainnya, mengharapkan seluruh pegiat Radio Komunitas di Sumatera Utara dapat hadir dalam kegiatan diskusi tersebut. (rel)

Kawal Revisi UU: Swaldi, Ketua Pokja LPK Sumatera Utara mengatakan sangat penting mengawas Revisi UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi

Radio Komunitas Media Kemajuan Sesama SELAMA 3 hari, tanggal 6 – 8 April 2011, suasana nampak tidak biasa di studio radio komunitas Suara Akar Rumput (SAR) FM, Sei Sijenggi, Perbaungan, Serdang Bedagai. Pasalnya 25 Orang pengurus perkumpulan radio yang terdiri dari Badan Penyiaran Komunitas ( B P K ) , P e l a k s a n a Penyiaran Komunitas (PPK), dan a n g g o t a f o r u m k e l o m p o k pendengar (FOKER) SAR FM yang beroperasi pada gelombang 109,7 MHz mengikuti pelatihan manajemen radio komunitas yang diselenggarakan oleh BITRA Indonesia bekerjasama dengan radio komunitas SAR FM. “Pelatihan ini merupakan kegiatan yang amat penting bagi pengelola dan kelompok

pendengar radio masyarakat seperti SAR FM ini. Berbagai materi yang kami berikan adalah; manajemen organisasi radio, teknik penyiaran yang baik, mengembangkan usaha bersama radio, kerjasama dan inisiatifinisiatif tertentu, Dll”. Kata Tohap P Simamora, fasilitator dari Sekretariat Bersama (Sekber) Radio Komunitas Sumatera Utara. “Pemerintah mestinya menghormati dan menghargai inisiatif-inisiatif yang timbul dari masyarakat seperti radio komunitas SAR FM ini, mereka mengelola radio dengan k e s a d a r a n a k a n k e b u t uh a n informasi yang amat tinggi dan sebagai alat edukasi untuk mencapai kemajuan secara

bersama baik tatanan sosial yang baik, moralitas, kemajuan ekonomi, dan kesadaran berdemokrasi juga politik. Masyarakat sebagai pemilik radio di sini bergotong royong secara swadaya, baik tenaga maupun material untuk operasional radio ini.” Tambah Muhammad Hidayat, fasilitator lain dari Sekber Rakom Sumut juga. “Namun disayangkan, beberapa waktu yang lalu inisiatifinisiatif positif untuk kemajuan bersama masyarakat ini dikendalai oleh pemerintah dengan disegel dan disitanya alat pemancar radio”. Muhammad Ikhsan, dari BITRA Indonesia, menimpali pembicaraan saat ditemui di sela-sela kesibukan pelatihan. (Isw)

Meningkatkan kemampuan: Para anggota Radio Komunitas Suara Akar Rumput (SAR) mengikuti pelatihan manajemen radio komunitas. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

27


Advokasi

Bangkitkan Budaya Lokal untuk Lestarikan Lingkungan FESTIVAL budaya rakyat diharapkan dapat menjalin kebersamaan masyarakat lewat kesadaran pentingnya melestarikan budaya lokal sebagai benteng pertahanan dari invasi budaya dan produk-produk asing. Budaya lokal juga menumbuhkan kesantunan dan tata sosial yang arif dan baik, yang paling penting budaya lokal merupakan perilaku sosial masyarakat yang tidak eksploitatif dan memiliki daya dukung lingkungan yang sangat tinggi. Mengingat pentingnya kesadaran masyarakat terhadap identitas diri dan budayanya, radio komunitas Media Transformasi Rakyat (MITRA) FM didukung oleh

National Forest Programm Facility, badan PBB Food and Agriculture Organisation (FAO), dan BITRA Indonesia, menggelar Festival Budaya Rakyat yang diadakan di D u s u n Ta n ju ng A nom , D e s a Tandem Hilir II, Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang, dengan thema “Melestarikan S e n i , B u d a y a d a n Lingkungannya”. Kegiatan ini diselenggarakan 3 hari, tanggal 31 Desember 2010 sampai 2 Januari 2011 ini menggelar berbagai kegiatan, seperti; penghijauan dengan pe na na ma n po h o n ma h o ni , lomba masak berbahan lokal, Lomba mewarnai untuk tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) dan

Reog Ponorogo: Kesenian tradisi kita yang hampir lupa dilestarikan. 28

Sekolah Dasar (SD), lomba baca puisi untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), pasar murah (bazaar), pagelaran kesenian tradisional reog, kuda lum pin g / ku d a ke pa n g, pertunjukan madihin, pagelaran musik band lokal, pemutaran film layar tancap dan wayang yang semua kegiatan dilakukan oleh masyarakat setempat dan pendengar radio komunitas Mitra FM. Melalui festival budaya rakyat ini, masyarakat diharapkan tidak hanya mengenal budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Lebih dari itu lewat festival budaya rakyat ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan lingkungan melalui budaya lokal dapat ditumbuhkan. “Festival ini sangat diharapkan dapat membawa pengaruh positif bagi seluruh masyarakat, sehingga nilai-nilai budaya lokal dapat kembali tumbuh. Apalagi masyarakat kita sudah tergilas oleh modernisasi dan pola hidup materialistik. Festival ini mengajak masyarakat membina persatuan dan kesatuan. Festival ini juga bertujuan menumbuhkan kesadaran bersama dalam melestarikan lingkungan melalui budaya lokal yang arif memperlakukan alam, sehingga alam yang telah rusak dapat hijau kembali,” kata Ridwan, Wakil Ketua Panitia. Tidak hanya itu, acara ini dianggap menjadi awal yang baik untuk mentransformasikan desa ke pihak luar. “Ini adalah kali pertama kami membuat kegiatan seperti ini. Kami berharap ini bisa BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Advokasi m e n j a d i k e g i a t a n berkesinambungan untuk tahuntahun berikutnya. Kami dari pihak Forum Kelompok Pendengar (Foker) radio komunitas Mitra FM juga terus berusaha mentransformasikan kegiatankegiatan yang positif kepada masyarakat,” kata Agus Salim, salah satu anggota Foker. Acara yang berlangsung selama tiga hari ini mendapatkan sambutan baik dari seluruh elemen masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari dukungan yang diberikan oleh Sekretaris Camat Hamparan Perak, ketua Dewan Perwakilan Radio Komunitas (DPRK), ketua Badan Penyelenggara Penyiaran Radio Komunitas (BPPK), Kepala Biro Lingkungan Hidup (BLH), Ketua Badan Pengurus (KBP) Yayasan BITRA Indonesia dan masyarakat lain yang hadir. “Banyak radio yang hanya menyampaikan hiburan saja kepada para pendengarnya, sehingga sedikit pelajaran yang

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

dapat diambil. Kegiatan radio yang kami istilahkan dengan “off air” ini tentunya menjadi agenda yang cukup menarik untuk memberikan pendidikan budaya terhadap masyarakat. Apalagi kegiatan yang dijadwalkan, bertepatan dengan pergantian tahun. Ini cukup baik karena masyarakat tidak harus pergi meninggalkan kampungnya untuk merayakan pergantian tahun. Kegiatan ini tentunya harus kita dukung bers a ma -s a ma . Ha ra pa n s a ya ke depa nnya kegiatan ini dapat berkembang lebih baik lagi,” tandas Sekretaris Camat Hamparan Perak. “Semoga acara ini dapat terselenggara dengan baik, seperti yang kita harapkan bersama dan dapat diterima oleh masyarakat. Bukan cuma itu masyarakat dapat mengambil pelajaran yang ada didalamnya,” tutur Suyetno, Ketua BPPK. Selain menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap budaya lokal, kesadaran melestarikan lingkungan, dan menjalin persatuan dan kesatuan,

festival ini juga dapat mengembangkan dan memperkenalkan produk-produk dalam negeri kepada masyarakat. “Sangat baik, jika kegiatan ini dapat berkesinambungan ke depannya, karena kegiatan ini juga dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang jenisjenis produk dalam negeri. Selama ini orang sudah tidak tertarik dengan produk lokal. Untuk itu, masyarakat juga harus mendukung baik kegitan ini,” papar Suardi, S.Pd, Ketua DPRK. “Kegiatan ini tidak hanya bagus, tetapi menjadikan ibu-ibu lebih kreatif. Contohnya saja pada lomba masak, ibu- ibu harus berpikir tentang penggunaan sumber pangan lokal. Kebudayaan yang ditampilkan juga sangat memberikan pengetahuan yang baik kepada masyarakat. Semoga untuk ke depannya, kegiatan ini dapat terlaksana kembali dan lebih baik,” harap Wira (16), masyarakat yang mengikuti acara Festival Budaya Rakyat tersebut. (Elfa/Eka)

29


Pertanian

Benih Transgenik, Pasti Bebani Petani PEMERINTAH tidak belajar dari pengalaman sebelumnya, tidak ada kemandirian yang d i b a n g u n d e n g a n ketergantungan.” Bantah Tejo Wahyu Jatmiko, Koordinator Aliansi untuk Desa Sejahtera, atas keinginan pemerintah untuk membuka diri terhadap benih transgenik. Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krishnamurti, menegaskan akan mengambil kebijakan untuk mengembangkan dan membuka diri terhadap produk pertanian hasil bioteknologi modern hasil rekayasa genetik atau disebut transgenik. Disampaikan dalam seminar bertajuk “Global Overview of Biotech/GM Crops 2010” pada 14 Maret 2011. Menurut Wamentan, kebijakan ini diambil untuk mengatasi masalah ketersediaan pangan di masa mendatang dan juga mencegah ketergantungan Indonesia dari produk-produk impor. Alasan yang bertolak belakang, karena secara global benih transgenik dikuasai oleh perusahaan multinasional. Pernyataan Wamentan ini melupakan pengalaman komersialisasi kapas transgenik di Sulawesi Selatan yang dilakukan pada 2001, dan berakhir dengan kegagalan, karena ekologis, sosial dan ekonomi. Janji yang digembar gemborkan perusahaan, didukung ilmuwan dan pemerintah bahwa setelah empat kali panen kapas transgenik, para petani dapat naik haji tidak pernah terbukti.

30

Para pendukung industri transgenik Pembicara utama dari International Service for the Acquisition of Agro-biotech Applications (ISAAA) Clive James, direktur dan pendiri ISAAA, lembaga didukung oleh perusahaan bioteknologi modern dan lembaga lainnya, seperti Monsanto, Dupont, Syngenta, Bayer dan USAID. James mengatakan bahwa transgenik adalah konsep alternatif, yang menurutnya berhasil sebagai solusi masalah pangan di dunia. Kampanye sebelumnya, dinyatakan sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan pangan, belum lama sudah

berubah. James, menunjukan bahwa luas lahan yang dipakai untuk menanam tanaman-tanaman bioteknologi dalam 15 tahun terakhir ini meningkat 87 kali lipat hingga mencapai angka 1 milliar hektar di tahun 2010. ISAAA juga mengklaim jumlah negara yang menanam tanaman Bt melonjak sebanyak 29 negara di tahun

2010 dari 25 negara di 2009. Dia mengatakan bahwa pertanian transgenik merupakan jawaban atas masalah pengan dunia saat ini dan masa depan. James juga berharap agar Indonesia bisa mengikuti jejak 29 negara lainnya untuk mengadopsi pertanian transgenik. Pada saat yang sama krisis pangan terus terjadi. Klaim yang harus dicermati Pe r t a n y a a n J a m e s i n i d i s a n g g a h o l e h Te j o Wa hy u Jatmiko, Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera. Tejo menegaskan, pertanian transgenik hanya akan membebani petani karena akan membuka pintu masuk perusahaan multinasional raksasa pertanian untuk menguasai pasar benih Indonesia. “Jika keadaan demikian terjadi (pembukaan pertanian transgenik –red-) di masa depan maka petani tidak lagi bisa melakukan penyilanganpenyilangan benih sendiri seperti yang selama ini terjadi.” Ujar Tejo di Jakarta. Pemerintah hendaknya melihat kasus di Makassar pada periode 20022004 di mana terjadi konflik antara petani kapas dengan anak perusahaan Monsanto karena monopoli benih oleh perusahaan yang membebani petani. Produk pertanian transgenik juga harus ditinjau ulang baik dalam sisi kesehatan, terlebih dari sisi teknologi konstruksi gen belum diketahui dengan pasti kestabilannya. Konsumen pun harus mendapat informasi yang lengkap, dan berhak menolak BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Pertanian pemakaian produk ini. “Konsumen sering hanya diberi tahu bahwa tanaman transgenik akan meningkatkan produksi, menambah sifat yang lebih unggul, tetapi jarang yang memberi tahu, dalam tanaman tersebut ada berbagai gen yang ditambahkan, diantaranya gen virus. Hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan siapa yang bisa tahu bagaimana

Lembar Fakta Pangan Transgenik Sejarah produk transgenik 1. Rekayasa genetik modern dimulai sejak Stanley dari Stanford University dan Herbert B o y e r d a r i U C L A menggabungkan gen katak ke gen bakteri pada tahun 1973. 2. Pada tahun 1983 tanaman transgenik pertama,

2.

3.

4.

5. 6.

interaksi antar gen ini terhadap kesehatan manusia.� ujar Ida Ronauli, yang tergabung dalam Koalisi Ornop untuk Keamanan Hayati. Terlebih hanya 1% dana penelitian dialokasikan untuk meneliti dampak orgnisme transgenik. Ta m p a k ny a , p e m e r i n t a h harus lebih jeli sebelum memutuskan penggunaan benih transgenik. Jika tidak, taruhannya adalah ketergantungan, kesehatan konsumen dan kesejahteraan petani yang semakin tidak pasti.

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

tembakau, yang anti-biotik berhasil dibuat, selang 5 tahun kemudian kapas transgenik pertama berhasil dibuat (Cramer, 2001). 3. Pada tahun 1994 perusahaan kimia raksasa Amerika, M o ns a n to, men gel ua rk a n produk transgenik pertamanya, Bosilac, untuk pakan sapi. Dua tahun kemudian Monsanto mengeluarkan produk kapas anti serangga. Luasan: 1. Menurut International Service for the Acquisition of Agribiotech Applications (ISAAA) tahun 2011. Jumlah lahan yang

menggunakan tanaman transgenic sebesar 1 milliar hektar di seluruh dunia. Jumlah lahan tersebut meningkat 100 persen dari tahun 2005 yang hanya 500 juta ha dan dicapai dalam waktu 15 tahun sejak kmunculan komersialisasi pertama kali tahun 1996. Ada 29 negara yang membudididayakan tanaman transgenik pada tahun 2010, 15 negara diantaranya berkembang di luar Eropa, 4 negara berkembang Eropa dan 10 negara maju. Dari 15 negara berkembang di luar Eropa tersebut antara lain Pakistan, Myanmar, Cina, Argentina, Brazil, Filipina, Afrika Selatan, India, Burkina Faso, Paraguay, Uruguay, Meksiko, Honduras, Kolombia, Chili. 75% dari jumlah lahan total transgenik berada di negaranegara industri (FAO, 2008). Empat tanaman utama transgenik diseluruh dunia meliputi: kedelai, jagung, kapas, dan kanola.

Pangan transgenik tidak akan mampu menjawab masalah krisis pangan 1. Meskipun angka lahan yang dipakai untuk tanaman tr a n s g en ik s el ur uh d un ia bertambah 100% dari tahun 2005 hingga 2010, namun angka kelaparan di deluruh dunia meningkat 15% dari 800 juta jiwa (2005) menjadi 925 juta jiwa (2010) 2. Ongkos yang dihasilkan oleh pertanian transgenik lebih besar dibandingkan dengan pertanian konvensional. Budidaya kapas transgenik India membebani petani 20% lebih banyak daripada pertania tradisional, namun hasil yang didapat 40% lebih sedikit. Produktivitas dan penggunaan pestisida 1. Produk Transegenik diklaim 31


Pertanian oleh para pendukungnya lebih produktif 30-40% dari produk biasa. Namun kondisi di lapangan ternyata justru terjadi sebaliknya, di Kenya, pemerintah pada tahun 2004 mengumumkan bahwa kentang transgenik buatan Monsanto tidak anti terhadap s er a nga n vir us “F ea th ery M ot t l e� d a n me n ur u n ka n angka panen dibanding pertanian konvensional. 2. Pada awal dekade 2000an, Indonesia pernah mencoba membudidayakan 4.000ha lahan kapas transgenik di Bulukumba, Sulawesi Selatan, namun gagal panen dan berujung konflik. Di Bulukumba terjadi kegagalan panen kapas besar-besaran di lahan 4.364ha. Kapas transgenik hanya menghasilkan 988 kg/ Ha dan sangat jauh dari yang dijanjikan pihak perusahaan penyedia benih yaitu 3-4 ton/ Ha. 3. Studi selama tiga tahun di 87 d es a d i India 2004-2007 menunjukan bahwa kapas konvensional menghasilkan 30% lebih banyak daripada kapas transgenik. (The Ecologist) 4. Di AS terjadi peningkatan herbisida dan pestisida setelah

menggunakan tanaman transgenik. Di Filipina, muncul 3 gulma super baru setelah menggunakan jagung transgenik Roundup Ready. (Pat Mooney, Etc, 2011) Konsumsi 1. Data mencatat hampir 60% kebutuhan kedelai Indonesia diimpor dari Amerika Serikat dan itu adalah jenis kedelai transgenik (Dirjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian, 2009) atau sebesar kurang lebih sebanyak 1,2 juta ton setiap tahun. Itu berarti hampir setiap hari kita memakan kedelai transgenik. 2. Hal tersebut melanggar UU Pangan no. 7 tahun 1996 yang menjamin kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. 3. Diperkirakan sekitar 250 juta orang mengkonsumsi pangan transgenik di seluruh dunia setiap harinya. 4. Salah satu produk transgenik yang akan dijual ke pasaran adalah Beras Emas (Golden Rice), yang diklaim memiliki kandungan Pro-vitamin A.

5. Secara metodologi, uji coba golden rice tersebut tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Prof. Robert Russel dari Tufts University School of Medicine, menyatakan bahwa ujicoba golden rice tidak dilakukan ke hewan terlebih dahulu sehingga risikonya tidak terdeteksi. Dampak Sosial dan Budaya: 1. Kejadian di Sulawesi Selatan (2001-2003) membuktikan bahwa pertanian transgenik juga dimanfaatkan sebagai sarana monopoli benih dari perusahaan besar, sehingga petani tidak memiliki ruang kreativitas untuk mengembangkan benih sendiri. 2. Diantara tahun 2001-2005, 32.000 petani India bunuh diri karena terlilit hutang akibat hasil pertanian sangaat terendah. Dampak Kesehatan 1. Dr. Arpad Pusztai peneliti Rusia menemukan adanya hubungan antara produk pangan transgenik dengan kanker, berdasarkan percobaan yang dilakukan melalui tikus yang diberi kentang transgenik. Penelitian tersebut dipakai oleh Greenpeace tahun 2007 untuk melawan kebijakan pemerintah Inggris yang menerbitkan izin impor kentang transgenik. 2. Peneliti Perancis, Dr Gilles Eric Seralini dari University of Caen meneliti mengenai hewan percobaan yang diberi tiga tipe jagung hasil modifikasi genetik. Hasilnya hewan tersebut dilaporkan mengalami gejala kerusakan organ liver dan ginjal (detikhealth). 3. Evolusi hama dan gulma menjadi lebih kuat juga dikhawatirkan muncul mengikuti perkembangan tanaman transgenik.(*) Sumber: www.desasejahtera.org

32

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Pertanian

Memasarkan Sayur Organik SALAH satu gaya hidup hijau yang digaungkan adalah mengkonsumsi sayuran organik. Ta p i k e n d a l a u t a m a d a l a m mengkonsumsi sayuran organik adalah harga yang mahal. Untuk mengatasi masalah itu sejumlah petani di Dramaga Bogor membuka usaha bertani organik, membuat bank benih, sampai memangkas rantai perdagangan sayur organik. Konon katanya dengan cara itu harga sayuran organik jadi lebih terjangkau. Benarkah? Petani kerap kali mengeluhkan tak adanya daya tawar terhadap fluktuasi harga sayur di pasar, terutama sayur organik. Karena itu, dibuatlah Pusat Pendidikan dan Pelatihan Organik di Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Tempat yang dikelola oleh Serikat Petani Indonesia ini m en g e mb a n gk a n p e rt a n ia n organik. Berbagai jenis sayuran seperti terong, kangkung, bayam, kailan ditanam di lahan seluas 2 hektar tersebut. Hasil pertanian kemudian disalurkan melalui Koperasi Serikat Petani Indonesia cabang Bogor, produk pertanian mereka kemudian diberi label Pak Tani Organik. Pola pertanian ini juga seakan ingin memutuskan anggapan masyarakat bahwa sayur organik itu mahal. Sayuran hasil tanaman para petani ini dijual murah ke masyarakat. Caranya dengan memutus rantai pemasaran yang panjang. Petani langsung menjual hasil ladang mereka ke pembeli. Pemasaran juga dilakukan dengan cara pemesanan. Para pedagang sayur, pemilik rumah makan, pedagang sayur di pasar tradisional sudah menjadi pembeli produk mereka. Selain itu pemasaran juga dilakukan melalui gerai-gerai yang dibuat oleh BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

komunitas konsumen mereka yang diberi nama Toko Sahabat Petani. Saat ini toko tersebut sudah ada di sejumlah tempat di wilayah Bogor yaitu di perumahan Taman Yasmin, Ciluwer, dan Pagelaran. Harganyapun tidak jauh berbeda seperti misalnya jagung, tomat, dan terung bisa dijual Rp 3 ribu per kilogram di pasar tradisional. Tentunya harga ini jauh lebih murah dibandingkan harga di supermarket. Harga murah ini menurut Ketua Departemen Pendidikan Serikat Petani Indonesia, Syahroni, bisa dilakukan karena sistem produksi yang berkelanjutan. Benih disediakan sendiri melalui bank benih. Pupuk juga tidak jadi masalah karena tidak tergantung pupuk kimia yang dijual di toko tapi memakai kompos yang diproduksi sendiri. Peternakan ayam, kelinci, dan kambing juga disediakan di Pusdiklat ini sebagai sumber pupuk organik. Sementara untuk mengusir hama juga tidak digunakan pestisida tapi memanfaatkan tanaman berbau menyengat yang biasanya

tidak disukai oleh hama seperti kipait dan kemangi. Dengan sistem produksi seperti ini, Ketua Departemen Pendidikan Serikat Petani Indonesia, Syahroni mengatakan petani bisa memperoleh keuntungan karena harga produksi bisa ditekan. Cara penjualan seperti ini bukannya tidak menimbulkan gesekan dengan para tengkulak ataupun pengepul di lapangan. Namun Serikat Petani Indonesia punya cara untuk itu, merekapun kemudian melibatkan para tengkulak di organisasi mereka namun tentunya ini tidak mengubah sistem yang mereka gunakan dalam pemasaran pertanian. Syahroni menilai jika pola pertanian seperti ini dilakukan dalam bentuk massal maka bisa menjadi bisnis yang menjanjikan ke depannya. Karena meskipun keuntungan sedikit namun jika produksi banyak maka keuntungan yang diperolehpun menjadi banyak pula. (KBR68H) Sumber: www.dk-insufa.info

Sayuran organik: Selain lebih menguntungkan secara ekonomi juga jauh lebih menyehatkan. 33


Kesehatan Alternatif

Mau Tahu Khasiat Sarang Semut? SARANG semut dengan nama ilmiah myrmecodia pendans, yang berasal dari benalu kayu besi memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia. Sarang semut ini berfungsi sebagai obat berbagai penyakit, dari penambah stamina, hingga penyakit kanker yang konon tidak ada obatnya. Menurut Suhirman, salah satu agen, sarang semut memiliki senyawa kimia yang dapat membantu penyembuhan secara cepat. “Sarang semut itu sebenarnya benalu, karena di dalamnya ada semacam labirin jadi ditinggali semut. Di dalamnya ada zat flavanoid dan Tanin. Flavonoid berguna untuk pencegahan kanker, kalau tanin gunanya buat penyembuhan penyakit,” kata Suhirman saat

ditemui Kompas.com di Festifal Bunga 2010 di Pasar Bunga Raewa Belong, Jakarta Barat, Kamis (4/11/2010). Penyakit yang dapat disembuhkan lewat sarang semut ini antara lain berbagai jenis kanker dan tumor, jantung koroner, ambien, TBC, lupus, stroke, dan menambah stamina pria. Menurut Suhirman, proses penyembuhan lewat sarang semut ini relatif cepat, sekitar 7 hari. “Kalau wasir, kanker yang stadium 1 atau 2 gitu paling minum 3-5 hari berturut-turut sudah mulai sembuh. Tapi kalau yang jantungnya bocor atau kanker yang sudah stadium 4 butuh lebih lama lagi. Bisa

seminggu atau seminggu setengah,” ungkapnya. Untuk mengonsumsinya, sarang semut ini harus direbus terlebih dahulu. Air hasil rebusan kemudian diminum. Dalam sehari, sarang semut harus diminum 2 kali, pagi dan sore hari. “Kalau yang sudah jadi bubuk rebus 2 sendok makan sarang semut dicampur 3 gelas air. Kalau yang masih utuh, rebus segenggam sarang semut dicampur juga dengan 3 gelas air. Minum dingin atau panas ngak apa-apa,” jelas Suhirman. Sarang semut bisa didapatkan dalam dua jenis, bubuk dan kering. “Kalau yang bubuk itu sudah diparut, kalau yang kering itu dioven. Tapi duaduanya sama-sama ampuh, nggak ada beda,” jelas Suhirman. Harga sarang semut bubuk ukuran plastik 0,25 kg Rp 150.000. Sedangkan sarang semut yang dioven berharga sekitar Rp 200.000 per bungkus. Walaupun harganya relatif mahal, Suhirman mengatakan bahwa sarang semut ini dapat direbus hingga berkali-kali. “Ini bisa direbus sampai 10 kali mungkin. Pokoknya selama hasil rebusannya masih berwarna pekat sarang semutnya bisa direbus lagi. Tapi kalau setelah direbus airnya agak bening berarti sudah tidak bisa direbus lagi, harus diganti yang baru sarang s e m u t n y a , ” j e l a s Suhirman. (Remigius Septian-Marcus Suprihadi) Sumber: www.health.kompas.com

34

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Credit Union

Cerita Sukses “Credit Union” JALAN hidup Pintaraja Marianus Sitanggang berubah sepulang mengikuti seminar perburuhan di Baguio City, Filipina, tahun 1970. Sitanggang yang saat itu menjadi guru SMA Katolik Budi Mulia, Pematang Siantar, Sumatera Utara, berada di Filipina karena ditugaskan Pengurus Pusat Persatuan Guru Katolik. Salah satu materi seminar perburuhan itu tentang credit union (CU), yang di Indonesia diterjemahkan secara bebas sebagai koperasi kredit. Sepulang dari Filipina, Sitanggang tergerak mendirikan CU di sekolahnya. Ia mengajak guru dan karyawan SMA Budi Mulia. Namun, kondisi ekonomi saat itu belum pulih setelah lonjakan inflasi pada akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Ini membuat tak banyak orang tertarik pada ide koperasi simpan pinjam itu. Sitanggang tak kehilangan akal. Sebagai ketua yayasan, ia lalu memotong sebagian gaji guru dan karyawan sebagai simpanan saham. Simpanan saham dalam Undang-Undang Koperasi dikenal dengan istilah simpanan wajib anggota. Ia juga mengajak guru dan karyawan SMA Cinta Rakyat bergabung agar permodalan CU semakin kuat. Pada tahun 1973 terbentuklah CU Cinta Mulia. Pada awal tahun 1970 pula, Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Medan mengadakan kursus dasar pembentukan CU. Mendengar di Pematang Siantar sudah ada CU yang didirikan Sitanggang, BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

Keuskupan Agung Medan membentuk tim untuk menyosialisasikan ide pendirian CU ke beberapa daerah lain di Sumut. “Waktu itu lembaga keuangan, apalagi koperasi, hampir tak dipercaya masyarakat. Di sisi lain, masyarakat miskin di desa-desa tak mengenal konsep menabung karena untuk makan saja sulit,” ujarnya. Ta n t a n g a n m e m b e n t u k permodalan bersama bagi rakyat miskin di pedesaan tak menyurutkan semangat Sitanggang. Ia tak ragu mendatangi kedai tuak, mengunjungi rumah warga di pelosok Sumut, hanya untuk memberi pemahaman bahwa semiskin-miskinnya orang masih ada yang bisa mereka sumbangkan. Dengan berkantor di gereja selama 10 tahun pertama, CU mulai dilirik masyarakat. “Wibawa gereja membuat masyarakat percaya kepada CU,” katanya. Namun, awal tahun 1980 gereja menarik diri dari pengemba nga n CU. “Seca ra perlahan gereja mundur karena memang bukan tugasnya,” ujar Sitanggang. Hikmahnya, CU menjadi semakin inklusif. CU menjadi lembaga keuangan yang tak hanya dimiliki jemaat gereja Katolik, tetapi juga mereka yang beragama lain. Mulai bermunculan Setelah Pematang Siantar, CU kemudian berdiri juga di Pakkat

dan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Siborongborong, Tapanuli Utara, Aek Kanopan, Labuhan Batu Utara, Tebing Tinggi, serta Barus dan Manduamas, Tapanuli Tengah. Bermunculannya CU ini lalu menumbuhkan Badan Pengembangan Daerah Koperasi Kredit Sumut yang menjadi cikal bakal koperasi sekunder (pusat koperasi di tingkat provinsi), Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (BK3D). Penyesuaian nama sejalan dengan UndangUndang Koperasi, membuat BK3D diubah menjadi Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit), dan Sitanggang menjadi ketuanya hingga kini. Ia juga menjaga filosofi koperasi sebagai lembaga keuangan yang didirikan secara bersama untuk mengubah nasib anggotanya. Ia memegang teguh prinsip; koperasi dibentuk karena ada sekelompok orang yang merasa senasib dan menyadari bersama nasib mereka harus diperbaiki. “K e b e r s a m a a n d i C U diwujudkan dengan menyimpan dan memberikan pinjaman kepada anggota yang paling memerlukan,” ujar Sitanggang yang juga bercerita bahwa hingga akhir tahun 1970 CU tak boleh menggunakan nama koperasi. “Ini karena koperasi di desa, menurut pemerintah, hanya satu, yakni KUD (koperasi unit desa). CU terpaksa bergerak sembunyisembunyi karena kalau ketahuan pemerintah saat itu kami dipaksa masuk KUD. Padahal, banyak KUD mengingkari prinsip koperasi. 35


Credit Union Pengurusnya ditunjuk pejabat di daerah di mana KUD berada, bukan berdasarkan kemauan anggota,” katanya. Selain itu, ia juga harus berusaha menyadarkan warga miskin di pedesaan agar menyisihkan sebagian uang mereka sebagai simpanan saham anggota CU. Pada awal pendirian, simpanan saham anggota CU Rp 200 per bulan. Kini, simpanan saham Rp 10.000-Rp 50.000. “Simpanan saham ini menjadi tanda andil anggota sebagai pemilik CU,” ujarnya. Daya tarik Sebagai koperasi simpan pinjam, daya tarik CU adalah penyaluran kredit atau pinjaman kepada anggota. Guna menghimpun modal, CU juga memiliki berbagai produk simpanan nonsaham, seperti simpanan bunga harian (sibuhar) yang mirip tabanas, simpanan pendidikan (mirip tabungan berencana), dan simpanan

36

sukarela berjangka (mirip deposito). Sebagai lembaga pembiayaan, saingan CU adalah bank. Jadilah persaingan itu berkaitan dengan penentuan suku bunga. Jika suku bunga simpanan bank di bawah 9 persen, CU menetapkan di atasnya, yaitu 9-15 persen. Jika suku bunga pinjaman bank dihitung berdasarkan total pinjaman, suku bunga pinjaman CU berlaku menurun, dihitung dari sisa pokok pinjaman dengan besaran bunga 2,5 persen. “Di desa yang CU-nya besar, bank umumnya enggak laku.” “Tetapi, kami juga harus menjaga ’penyakit’ anggota CU, yang biasa disebut lapar kredit. Saya selalu ingatkan filosofi CU yang utama adalah keswadayaan. Kredit diberikan kepada mereka yang paling membutuhkan di antara anggota. Makanya, CU menetapkan beberapa aturan agar seseorang bisa mendapatkan kredit, salah satunya hadir rutin dalam

pertemuan kelompok, prestasinya dalam menabung, dan tak bermasalah dalam pembayaran pinjaman,” katanya. Sebagai koperasi yang sejak awal ingin memberdayakan warga miskin, terutama di pedesaan yang warganya mayoritas petani, CU menjadi penolong. “Kami bisa memberikan pinjaman bagi anggota yang mengalami gagal panen. Kalau mereka tak diberikan stimulus pinjaman baru, justru nantinya bakal menjadi kredit macet di CU,” katanya. Kerja keras Sitanggang selama 40 tahun berbuah manis. Berawal sebuah koperasi yang dibentuk dari dua SMA di Pematang Siantar, kini ada 61 CU di bawah Puskopdit BK3D Sumut. Total aset CU di bawah Puskopdit BK3D ini, per November 2010, mencapai Rp 1 triliun. Uang tersebut semuanya berasal dari simpanan saham anggota CU yang jumlahnya lebih dari 250.000 anggota.(Khaerudin) Sumber: www.kompas.com

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Profil

Hadi Siswoyo, Balas Dendam Pendidikan Melalui CU BADANNYA tinggi. Kulit sawo matang dan berambut lurus. Sejak lahir, 08 April 1980 telah berada di Desa Air Hitam, Kecamatan Kualuh Leidong, K a b u pa t e n L a b u h a n U t a ra . Pekerja lepas atau buruh sawit menjadi pekerjaannya mencari nafkah sehari-hari. Hadi Siswoyo atau sering dipanggil Woyo oleh masyarakat setempat, selalu menghabiskan waktunya di kebun sawit. Baik itu mendodos atau melakukan pekerjaan sawit lainnya. Pekerjaannya sebagai buruh sawit tidak menutup kemungkinan keinginannya untuk dapat meningkatkan nilai ekonomi di masyarakat dan hidupnya. Sejak Februari 2005, tugasnya bertambah menjadi penggerak dari sebuah organisasi Credit Union (CU) Bina Maju Bersama (BIMA) di Desa Air Hitam, hingga sekarang. Beranjak dari alasan tidak ingin menjadi masyarakat yang tertinggal, Woyo bertekad untuk membangun sebuah perkumpulan atau organisasi yang dapat menyelesaikan masalah di berbagai aspek di dalam keluarganya maupun masyarakat D es a Ai r H i ta m . K h us u s ny a ekonomi dan pendidikan. Setelah mendapat pelatihan tentang CU dari BITRA Indonesia, Woyo sangat bertekad untuk menerapkan CU tersebut di desanya sendiri. “Saya hanya tidak ingin desa ini terus tertinggal dari dunia lainnya. Masyarakat di sini juga harus tahu tentang apa saja, juga sangat penting untuk mengetahui CU agar tidak terus terjebak oleh rentenir saat terjadi desakan kebutuhan uang kontan untuk kebutuhan rumah tangga. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

Rentenir di sini mengenakan suku bunganya mencapai tiga puluh persen,� kata Woyo. Woyo punya obsesi sangat ingin mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di Air Hitam dari CU ini. “Tidak memiliki pendidikan sangat tidak enak. Saya telah merasakannya sendiri, betapa sedihnya jika tertinggal karena pendidikan. Desa ini adalah desa yang sangat tertinggal. Akses apapun sulit,

terutama pendidikan. Pendidikan yang ada di desa ini hanya sampai SMP saja. Untuk itu, saya tidak ingin masyarakat di sini menjadi tertinggal lagi. Itulah sebabnya saya sangat tertarik sekali dengan pengembangan pendidikan,� katanya. Menurut bapak dua anak ini bahwa ambisi dan keseriusan adalah jalan dari semua masalah. Dia mengatakan bahwa dirinya bukanlah seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPR) dan

37


Profil Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dapat memberikan banyak beasiswa kepada masyarakat untuk meningkatkan pendidikan atau orang yang memiliki financial yang banyak untuk membantu orang lain. pendidikan yang lebih baik di Air Hitam adalah ambisi dan CU menjadi keseriusan baginya. “Orang seperti saya hanya bisa mengembangkan CU agar dapat meringankan beban kami s em ua , ” ka t a W o y o d en ga n keyakinan tinggi. Sebelumnya masyarakat tidak sadar dengan sistem dan ketertindasan yang mengelabui mereka. Ketertindasan dari “dendam kemiskinan”. Masyarkat Air hitam tidak pernah memikirkan tentang pentingnya pendidikan di atas harta yang mereka miliki yang sewaktu- waktu dapat saja habis oleh rentenir dan faktor waktu. Mereka hanya memikirkan baga ima na bis a h id up ena k dengan harta yang mereka miliki. Hal ini mereka lakukan karena mereka tidak ingin menjadi susah dan miskin kembali, seperti zaman dahulu. Memberikan pemahaman secepatnya kepada masyarakat tentang ancaman yang akan dihadapi di masa depan adalah tugas kemanusiaan.

“Masyarakat tidak pernah sadar bahwa lama kelamaan harta yang mereka miliki akan habis karena waktu. Contohnya saja, jika saat ini satu keluarga memiliki 10 Hektar lahan, dan punya 5 orang anak, maka kelak warisan tersebut akan dibagikan pada 5 orang anaknya. Generasi ke-2 atau anaknya masing-masing akan mendapatkan 2 Ha, lalu anaknya akan memiliki keturunan lagi, lahan 2 Ha akan dibagikan lagi dan begitu seterusnya. Tentu lahan tersebut lama kelamaan akan habis dan media tanam bagi petani akan terus menyempit. Belum lagi yang lahannya habis karena faktor lain, di jual karena kebutuhan yang mendesak, dirampas pihak lain yang lebih kuat, dll. Jika lahan telah menyempit maka hasil tentunya tidak lagi memadai untuk kehidupan”. Demikian Woyo, berpanjang lebar. Contoh lainnya adalah ketergantungan masyarakat kepada rentenir yang tentunya akan menjerat mereka dengan suku bunga yang tinggi dan jika harga sawit mereka jatuh, maka mereka tidak akan dapat membayar, hingga harta yang tersisa akan diambil oleh rentenir.

Jika hal ini terjadi, maka masyarakat Air Hitam akan kembali menjadi buruh. Memberi pengertian dan pemahamanpemahaman kepada temanteman tentang ancaman ke depannya menjadi obsesi saya,” katanya lagi. Saat ini Woyo telah dipercaya oleh 286 orang untuk dapat memimpin organisasi CU ini. Bahkan ia telah menjabat untuk ketiga kalinya sebagai ketua. “Seharusnya masa kepemimpinan hanya boleh sampai dua kali saja, namun atas kesepakatan bersama dan pengecualian karena kepercayaan yang amat tinggi, anggota sepakat untuk mengangkat saya kembali. Bahkan mereka mengatakan bahwa jika saya tidak memimpin lagi untuk tiga tahun ke depan, lebih baik CU ini di bubarkan,” tamba Woyo. Kini CU BIMA yang dipimpin Woyo telah berkembang pesat, dengan membawahi unit-unit seperti koperasi, taman pendidikan anak (TPA)/pendidikan anak usia dini (PAUD), usaha bersama kelompok, rental komputer, warung internet, dan kantor CU yang permanen yang cukup besar di desa Air Hitam. (Elfa)

Sosialisasi CU: Hadi Siswoyo menularkan semangat ber-CU ke desa-desa lain sebagai penguatan ekonomi rakyat. 38

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Kabar Dari Kampung

BPBD Sergai Sosialisasi Penanggulangan Bencana SEBAGAI lembaga pemerintah yang baru, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Serdang Bedagai menyelenggarakan sosialisasi penanggulangan bencana di Pantai Pondok Permai, Desa Kota Pari kec.Pantai Cermin Serdang Bedagai. K e p a l a B a d a n Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatera Utara Salamuddin Daulay, SH yang t a m p i l s e ba g a i n a ra s u mb e r mengatakan, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) merupakan kabupaten yang telah tanggap terhadap upaya penanggulangan bencana. Bupati Sergai Ir. H.T. Erry Nuradi, M.Si dalam sambutannya mengatakan berdasarkan

Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana, pemkab Sergai melalui Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah pada Pemkab Sergai salah satu di antaranya pembentukan BPBD Kabupaten Sergai, dengan tujuan agar penanganan penanggulangan bencana terlaksana dengan s is t e ma t i s d a n t er k o or d i ni r dengan baik. Kegiatan sosialisasi ini sangat penting d ila ks a na kan untuk melakukan mitigasi upaya penyadaran dan pemahaman serta peningkatan kemampuan

Sosialisai: Bupati Serdang Bedagai Ir.H.T. Erry Nuradi, M.Si dalam sosialisasi penanggulangan bencana. BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

dalam menghadapi ancaman bencana yang disebabkan faktor alam, non alam maupun faktor manusia. Menurutnya, ada empat hal utama yang harus dilakukan ketika bencana datang yaitu cari dan selamatkan korbannya, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Untuk mengantisipasi terjadinya bencana dan meminimalisir korban akibat b en c a na m a k a p e m er i n ta h melalui BPBD bersama-sama elemen masyarakat perlu melakukan pencegahan dini dengan memahami faktor-faktor penyebab terjadinya bencana dan langkah-langkah yang perlu dilakukan pada tahap prabencana, saat bencana dan pasca bencana, kata Bupati. Sebelumnya Kepala BPBD Sergai Drs. Joni Walker Manik mengatakan kegiatan sosialisasu ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kepedulian serta tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah yakni instansi-instansi terkait dalam penanganan dan penanggulangan bencana. Para peserta yang mengikuti kegiatan Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial seKabupaten Sergai, Taruna Siaga Bencana (TAGANA), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Tenaga Kerja Sosial Kemasyarakatan (TKSK) para PNS dari SKPD dan petugas pemadam kebakaran (DAMKAR) Kabupaten Sergai. (yus) Sumber: suarakomunitas.net

39


Kabar Dari Kampung

Terancamnya Si Ramah Lingkungan DENGAN digandrunginya tanaman sawit dan sempitnya lahan, banyak lahan pertanian dan lahan cacao yang telah diubah menjadi tanaman sawit. Hal ini juga terjadi di Kecamatan Serba Jadi, misalnya di Desa Pulau Tagor. Kurang lebih sejak sepuluh tahun yang lalu, daerah ini telah ditanami dengan coklat, baik di kebun maupun di pekarangan rumah. Namun akhirakhir ini, satu persatu petani cacao telah mengubah lahannya menjadi tanaman sawit. Bahkan lahan persawahan pun ada yang mengubah lahannya menjadi tanaman sawit. Jika dilihat dalam menghasilkan ulang lahan, petani tidak perlu mengubah lahan pertaniannya. Seperti yang

dilakukan salah seorang anggota kelompok tani cacao, yaitu kelompok Pelindung Abadi, Desa Pulau tagor. SG 45 tahun. Setelah mendapat pelatihan dari BITRA Indonesia, tanaman coklatnya diganti dengan tanaman lain, seperti mindi, sengon, dll. Sehingga tanaman tersebut menjadi tanaman polikultur. Ia mengatakan bahwa luas lahan coklat yang dimilikinya adalah seluas 600 m2 dan dapat menghasilkan coklat kering sebanyak 150 kg setiap minggu. Dengan perantenya adalah 10 kg. harga coklat kering 20.000 perkilo. Dengan rincian sebagai berikut: Harga coklat kering 20.000 x 150 = 3.000.000 perminggunya saat panen raya.

Di samping harganya yang lumayan tinggi, kayu coklat jika sudah besar juga dapat dijual. SG 45 tahun berharap kepada petani cacao yang lain. dia mengatakan bahwa petani lain tidak perlu mengganti tanaman cacao tidak perlu diganti dengan tanaman sawit. Di samping tidak memerlukan lahan yang luas untuk menanamnya, juga ramah lingkungan dan dapat dikombinasikan dengan tanaman lokal. Secara tidak langsung memperbaiki ekosistem dan meningkatkan ekonomi masyarakat. Oleh: Juhdi Akbar (Desa P. Tagor, Kec. Serba Jadi)

Ramah lingkungan dan menguntungkan: Tanaman cokelat atau cacao selain ramah lingkungan juga sangat menguntungkan petani. 40

BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Kampanye Renungan Hari Bumi 2011:

Pemanasan Global Memang Nyata Oleh: T. Djamaluddin Hari Bumi setiap 22 April untuk kembali diingatkan tentang perlunya menyelamatkan bumi kita. Untuk renungan bersama, coba kita lihat fakta seperti apa pemanasan global yang terjadi saat ini. Pemanasan global (global warming) sering kita dengar dan sering dipersalahkan sebagai penyebab perubahan iklim yang t e r k a i t d e n g a n b e n c a n a meteorologis. Sebenarnya yang kita nilai sebagai bencana h a n y a l a h c a r a a l a m mengembalikan kesetimbangan karena adanya ketidakstabilan, sebagian besar karena ulah manusia (antropogenik). Emisi karbon dioksida (CO2) dari industri, t r a n s p o r t a s i , d a n k e g i a t a n rumahtangga terus meningkat dan hutan-hutan sebagai penyerap CO2 makin gundul. Bumi hanya melaksanakan hukum alam bahwa kandungan CO2 yang makin tinggi akan menyebabkan panas di bumi akan tertahan di atmosfer. Ya, bumi akan makin panas. Itulah yang dikenal sebagai pemanasan global atau global warming. Kita tahu, sumber utama energi di bumi adalah radiasi matahari. Pemanasan o leh matahari yang secara reguler berpindah ke utaraselatan menyebabkan perubahan pola pemanasan yang berkait dengan pola angin dan curah hujan. Itulah perubahan musim. Namun dengan adanya panas yang terperangkap di atmosfer akibat pemanasan global, pola dinamika atmosfer itu menjadi berubah. Alam membuat kesetimbangan baru. Bukan lagi keteraturan yang biasa kita alami, ada anomali (penyimpangan). Kekeringan, curah hujan tinggi, angin kencang, dan gelombang tinggi hanyalah masalah perubahan distribusi energi yang menyebabkan perubahan pemanasan permukaan bumi (daratan dan lautan) yang mengubah konveksi dan dinamika atmosfer. Banjir dan tanah longsor BITRANET No. 8/ Februari - April 2011

juga cara alam menyetimbangkan dirinya karena daya dukung lingkungan dirusak manusia. Bukitbukit gundul serta sungai dan saluran air mendangkal atau tersumbat karena erosi dan sampah. Seperti apa pemanasan global itu? Pemanasan global hanya diketahui dari data, karena perubahannya relatif kecil tetapi dalam jangka panjang akan tampak perubahannya. Panas yang kita alami sehari-hari lebih disebabkan oleh pemanasan lokal yang bergantung pada liputan awan dan kondisi lingkungan sekitar (adanya pepohonan dan sifat penyerapan panas objek-o b j e k d i s e k i t a r k i t a ) . D i perkotaan pemanasan lokal lebih parah daripada di pedesaan yang dikenal sebagai “pulau panas perkotaan” (urban heat island), k a r e n a d i k o t a c e n d e r u n g pepohonan makin berkurang serta jalan aspal dan bangunan beton merupakan penangkap dan pemancar panas yang efektif. Situs Goddard Institute for Space Studies di bawah NASA (http://data.giss.nasa.gov/ gistemp/) menyediakan basis data suhu global (daratan dan lautan) yang sangat bagus untuk bahan penelitian pemanasan global. Di bawah ini ditunjukkan kenaikan

suhu rata-rata bulanan (Januari – Desember) dari data klimatik 30 tahun terakhir (1981 – 2010) yang dibandingkan d e n g an d at a 3 0 t a h u n s e b e l u m n y a ( 1 9 51 1 9 8 0 ) . Secara umum terlihat bahwa sebagian besar w i l a y a h mengalami pemanasan dengan indikasi warna kuning sampai merah. Sebagian kecil ada yang mengalami pendinginan dengan warna hijau sampai biru. Wilayah ekuator (termasuk Indonesia) rata-rata mengalami pemanasan sekitar 0,5 derajat. Sedangkan wilayah sekitar kutub pada musim dingin mengalami pemanasan lebih tinggi, sekitar 1,2 derajat. Dari segi angka tampaknya kecil, tetapi dampaknya luar biasa. Perubahan suhu sekian derajat berarti sejumlah besar energi yang terakumulasi di wilayah itu. Dampaknya berupa perubahan sirkulasi udara yang terkait dengan perubahan cuaca (jangka pendek) dan iklim (jangka panjang). T. Djamaluddin adalah Profesor Riset Astronomi Astrofisika, Mantan Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN Sumber: salmantib.com


BITRANET No. 8/ Februari - April 2011


Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.